Wednesday, August 29, 2007

TOBAT SAMBEL

“Waah, sambelnya pedes banget ki.........” Kata Maula sambil terus melahap lalapan dan sambel cobek buatan istri Ki Bijak.

Ki bijak tersenyum melihat tingkah polah Maula, katanya sambelnya pedes, tapi terus saja ia melahap sambel itu sambel mulutnya terus mendesah kepedasan.

“Nak Mas, katanya pedes, tapi masih makan terus...?”Kata Ki Bijak.

“Abis sambelnya mantep banget sih ki.....” Kata Maula.

“Nak Mas pernah dengar istilah tobat sambel............” Tanya Ki Bijak.

“Tobat sambel ki...? Tobat seperti apa itu ki.....?” Tanya Maula.

“Ya kayak Nak Mas makan sambel itu, pedes, pedes, tapi tetap makan terus......” Kata Ki Bijak.

“Ada banyak orang yang bilangnya ingin tobat, sudah insyaf, tapi tak lama setelah itu, mereka mengulangi perbuatan dan kesalahan yang sama, tobatnya sebatas bibir saja, tobatnya sekedar ketika ia dalam kesulitan, ia tiba-tiba menjadi rajin berdoa, memohon kepada Allah, bertaubat kepada Allah, tapi setelah kesulitannya diangkat oleh Allah, ia kembali kepada perbuatan maksiat lagi.....” Kata Ki Bijak.

Maula buru-buru menyelesaikan makannya, ia mulai tertarik dengan perkataan gurunya tentang tobat sambel.

“Contoh nyatanya seperti apa ya ki.....” Tanya Maula.

“Seperti seorang maling ayam ketangkep basah sama hansip, kemudian ia diinterogasi oleh pak hansip, dengan memelas, kemudian ia mengakui kekhilapannya maling ayam, dan ia berjanji untuk bertobat dan tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi, tapi setelah ia dikasihani kemudian dibebaskan oleh Pak Hansip, ia mengulangi perbuatan itu lagi, karena ia beranggapan bahwa toh nanti kalau ketangkap, ia juga bisa memelas dan menyatakan tobat lagi.............” Kata Ki Bijak.

“Diantara kita pun masih banyak orang yang seperti itu Nak Mas, kita pura-pura taat, pura-pura rajin ke masjid, pura-pura rajin sedekah, sekedar untuk mengelabui orang-orang disekitarnya, tapi ia lupa bahwa Allah tidak bisa dibohongi..........” Kata Ki Bijak.

“Lalu bagaimana seharusnya tobat yang benar ki...?” Tanya Maula.
“Taubat bukanlah sekedar berbicara bahwa ‘saya bertaubat’, tobat adalah pengakuan yang jujur dari dalam hati dan diri kepada Allah swt bahwa kita telah melakukan kesalahan, kita menyesalinya dengan penyesalan terdalam, kemudian lisan kita mengiringinya dengan istighfar, tobat adalah sebuah kesungguhan dari kita untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut, dan jihad kita untuk memperbaiki diri kita………………” Kata Ki Bijak.

“Jadi menurut aki kata kuncinya “kesungguhan” kita untuk keluar dari kubangan maksiat, kesungguhan kita menjauhi kubangan tersebut, kesungguhan kita membersihkan kotoran yang masih melekat dalam diri kita dengan istighfar dan perbaikan diri secara nyata dan terus menerus……”

“Allah mengancam mereka yang’ bermain-main’, seperti mereka yang shalatnya rajin, maksiatnya jalan, seperti mereka yang rajin sedekah, korupsinya tak berhenti, mereka yang pandai mengaji, tapi ngomogin orangnya juga tak pernah lewat, dengan sebuah ancaman yang keras, yaitu neraka yang menyala…..” Kata Ki Bijak.

“Benar ki, ana sering mendengar orang yang mengatakan bahwa tobat sih nanti saja kalau sudah tua, atau tobatnya setelah menjadi kaya terlebih dahulu, atau setelah puas bermaksiat dulu, seolah mereka yang tahu dan yang menentukan usia mereka….” Kata Maula.
“Iya aki juga sering mendengarnya Nak, dan itu adalah sebuah kesalahan besar, karena seperti Nak Mas bilang tadi, kita tidak tahu sampai kapan jatah usia kita….”Kata Ki Bijak

“Kalau kita berkaca pada teladan agung kita, baginda Rasul, beliau senantiasa mendawamkan istighfar dalam kesehariannya, padahal sebagaimana kita maklum beliua adalah orang yang sudah dimaksum Allah atas segala salahnya (kalau ada), logikanya, kita yang masih bergelimang dengan maksiat dan dosa, harusnya lebih konsen dan lebih tergerak untuk beristighfar dan bertaubat atas segala khilaf dan dosa kita…….” Kata Ki Bijak.

“Lalu kenapa banyak diantara kita yang seakan enggan bertobat ki….”Tanya Maula.

“Pertama, mereka tidak meyakini adanya hari pembalasan diakhirat kelak, sehingga ia berpikir, ‘kenapa harus repot-report bertobat, toh hidup kita hanya didunia ini saja’, pemikiran semacam inilah yang kemudian membuat orang dengan santai dan dengan sadar melakukan dosa dan kesalahan, dan inilah sebenar-benarnya dosa, yakni ketika kita melakukannya dengan kesadaran penuh, yang berarti pula ia mengingkari keberadaan Allah yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui, dan itu musyrik, Naudzubillah………… “Kata Ki Bijak.

“Kedua, mereka tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya adalah sebuah dosa, hal ini bisa dimungkinkan karena mereka benar-benar tidak tahu, bisa juga karena pengaruh lingkungannya……” Kata Ki Bijak.

“Pengaruh lingkungan ki….” Tanya Maula.

“Ya Nak Mas, ketika pertama kali kita melintas ditempat pembuangan sampah, secara reflek kita akan dengan segera menutup hidung karena bau sampah yang menyengat, tapi tidak demikian dengan mereka yang terbiasa tinggal disekitar tempat itu, bau busuk dari sampah tidak lagi membuat mereka menutup hidung, karena mereka sudah terbiasa dengan kondisi tersebut….”

“Pun ketika kita pertama kali melihat kemunkaran yang kecil sekalipun, kita akan segera tahu bahwa itu salah, tapi ketika kita berada ditengah-tengah lingkungan yang korup, maka pungli dianggap hal yang wajar, suap dan sogok dianggap biasa, atau bahkan korupsi milyaran rupiah menjadi suatu lumrah…., sehingga mereka yang sudah terbiasa dtempat tersebut, tidak menyadari perbuatan dosanya, apalagi tergerak hatinya untuk menyesal dan bertobat…..” Kata Ki Bijak.

“Ki, bagaimana agar kita selamat dari muslihat lingkungan yang ‘bau’…..” Tanya Maula

“Jangan pergi atau hindari tempat-tempat seperti itu Nak Mas, itu cara yang paling efektif untuk memproteksi diri kita untuk tidak tertular dan terjangkiti busuknya kemaksiatan…..”

“Kemudian kembangkan system kekebalan atau system imun dari dalam diri kita terhadap virus-virus kemaksiatan, yaitu dengan cara membekali diri kita dengan ilmu dan iman yang benar, insya Allah kita bisa terhindar dari kotoran maksiat yang bertebaran disekeliling kita…..” Kata Ki Bijak.

“Selanjutnya ingat selalu bahwa kita akan mati, cepat atau lambat, kita pasti mati, dan kesadaran bahwa usia kita bukan tanpa batas ini, mudah-mudahan menjadi tameng bagi kita terhadap dosa dan maksiat……” Kata Ki Bijak.

“Ki,kenapa Allah menyeru kita untuk segera bertobat,ki……….” Tanya Maula

“Allah samasekali tidak berkepentingan dengan taubat kita, seandainya seluruh manusia melakukan maksiat, kemudian mereka enggan bertobat, Allah tidak akan turun dari kedudukan-Nya sebagai tuhan semesta Alam, pun sebaliknya, kalau semua manusia taat kepada Allah dengan menjalankan semua perintah-Nya, itupun sama sekali tidak akan menambah apapun bagi Allah…..” Kata Ki Bijak.

“jadi…..” Tanya Maula.

“Jadi seruan Allah kepada kita untuk segera bertobat adalah sebagai salah satu bentuh rahman dan rahimnya Allah, sehingga Allah menawarkan kepada kita magfirah-Nya yang tidak terbatas, agar ketika kelak kita kembali kepada-Nya, kita dalam keadaan suci, seperti ketika kita baru lahir dulu……….” Kata Ki Bijak.

“Hanya kadang sifat sombong kita yang kerap mengabaikan fasilitas ini, dan ini adalah sebuah kerugian yang besar…..” Sambung ki Bijak.

Maula menggangguk tanda mengerti, bibirnya terus bergetar mengucapkan istighfar, ‘astaghfirullah rabbal baraya….astaghfirullah mina khotaya………’

Wassalam
Agustus 07, 2007

SANG ELANG

“Assalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh....” Salam Maula kepada gurunya.

“Wassalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh....” Balas Ki Bijak sambil menoleh kearah Maula.

“Nak Mas...., mari masuk Nak, dari mana Nak Mas, kok selama tiga atau empat hari ini tidak kesini ya......” Tanya Ki Bijak.

“Iya Ki, ana tidak kemana-mana ki, dirumah saja.....” Kata Muala.

“Kenapa?.....Ada apa kok tampak lelah sekali Nak Mas.....” Tanya Ki Bijak.

“Iya Ki, tepat beberapa hari setelah ana mendapatkan pelajaran dari aki mengenai burung yang tidak pernah mengeluh, yang tidak pernah khawatir, dan burung yang demikian yakin dengan janji Allah, ana dihadapkan pada sebuah momen yang sangat menguras emosi ana, seakan - akan Allah ingin menguji pemahaman ana tentang pelajaran yang aki berikan kemarin ki..........., ” Kata Maula.

“Ada apa Nak Mas.........?” Tanya Ki Bijak.

“Dua hari yang lalu ana dapat telpon dari kampung yang mengabarkan umi ana sakit dan harus diopname, pada saat yang bersamaan disini, sibungsu juga badannya panas sekali dan batuk-batuk, dan harus dibawa kedokter.....” Kata Maula.

“Masya Allah......., lalu Nak Mas? ” Kata Ki Bijak

“Ana sedemikian khawatir dengan kondisi umi dikampung sana ki, sementara ana juga tidak bisa meninggalkan sibungsu yang sakit, jadi ana agak larut tidurnya......” Kata Maula.

Ki Bijak menghela nafas panjang mendengar penuturan muridnya;

“Bersyukurlah Nak Mas, bersyukurlah seandainya benar apa yang kemarin Nak Mas alami itu merupakan ujian dari Allah untuk mengetahui kadar keimanan dan pemahaman Nak Mas terhadap pelajaran dari Allah melalui percakapan kita kemarin, karena hanya dengan ujian itulah kita akan segera mengetahui apakah kita ‘lulus’ atau ‘gagal’ dalam memaknai ayat Allah................” Kata Ki Bijak.

“Seseorang yang tengah belajar, harus mengikuti test terlebih dahulu sebelum ia dinyatakan lulus dan berhak menaiki jenjang berikutnya, sekarang tergantung bagaimana kita menyikapi dan mempersiapkan diri kita dalam menghadapi ujian yang pasti akan kita hadapi.......” Kata Ki Bijak.

“Demikian pun dengan Nak Mas, Nak Mas harus melalui ujian untuk mengetahui apakah Nak Mas berhak untuk naik kejenjang yang lebih tinggi atau tidak, dan ujian itu bisa berupa rasa cemas dan khawatir dengan sakitnya orang-orang yang kita cintai, bisa merasa gelisah karena kita tidak punya uang untuk berobat dan lain sebagainya, sekali lagi yang terpenting bagi kita adalah bagaimana persiapan kita dalam menghadapi ujian tersebut, terlepas dari apapun bentuk ujian yang akan kita hadapi........” Kata Ki Bijak.

Maula menarik nafas dalam-dalam, dia menyimak setiap kata yang keluar dari lisan gurunya.

“Nak Mas masih ingat bagaimana seekor anak burung ‘harus terjatuh’ ketika baru belajar terbang kemarin.....?” Tanya Ki Bijak.

“Iya ki.....” Kata Maula.

“Seperti itulah Nak, sebelum akhirnya anak burung itu bisa terbang bebas diangakasa, ia pun harus melalui tahapan demi tahapan, belajar berjalan, belajar mengepakan sayap, sebelum akhirnya ia belajar terbang, dan ketika ia harus jatuh pada proses belajar terbangnya, burung itu tidak menjadi takut untuk tetap melanjutkanperjuangannya untuk bisa terbang diangkasa raya........”

“Pun dengan kita, kehidupan kita harus dilalui tahap demi tahap, proses demi proses, ujian demi ujian, sebelum akhirnya kita bisa ‘terbang’ dalam kehidupan kita yang lebih luas..............., “

“kita tidak boleh cengeng dan cepat menyerah karena ujian yang ada dihadapan kita nampak berat dan besar, seorang ksatria tidak akan pernah lari dari ujian, ia akan maju terus pantang mundur, hanya mereka yang pengecutlah yang lari ketika dihadapkan pada masalah.....” Kata Ki Bijak.

“Aki selalu berdoa dan memohon kepada Allah, agar kelak Nak Mas tidak hanya sekedar seperti burung pipit yang kecil, lebih dari itu, aki berharap Nak Mas bisa seperti Elang atau rajawali yang perkasa..............” Kata Ki Bijak.

“Elang ki..................” Tanya Maula.

“Ya Nak Mas, burung elang adalah sebuah perlambang bagi kebebasan, bebas terbang diangkasa raya, tanpa terbelenggu oleh sangkar atau rantai yang mengikatnya........” Kata Ki Bijak.

“Lalu ki.........” Tanya Muala.

“Kita pun harus bisa sebebas dan semerdeka burung elang dalam kehidupan kita, kita harus bisa membebaskan diri kita dari kerangkeng nafsu kebinatangan kita, kita harus bisa lepas dari jeratan nafsu syaitoniyah kita, kita harus bebas dari sifat syirik kepada Allah, sehingga pengabdian kita kepada Allah bisa dilaksanakan penuh kemerdekaan tanpa intimidasi dari setan, tanpa kungkungan keinginan sesaat duniawi kita...........” Kata Ki Bijak.

“Jika kita beribadah, bentangkan tujuan kita menembus ruang dan waktu, menembus langit untuk menuju Allah semata, jangan memenjarakan tujuan shalat kita hanya karena kita ingin dipuji, jangan mengikat amal ibadah kita untuk tujuan duniawi semata, jangan ingin berdakwah karena ingin disebut ustadz atau kyai, jangan berzakat hanya karena ingin naik pangkat, karena ada yang jauh lebih luas dan lebih besar yang bisa kita capai, yaitu ridha Allah dan jannah-Nya yang seluas bumi dan langit..................” Kata Ki Bijak.

Maula semakin nampak asyik mendengarkan petuah gurunya, ia membayangkan burung elang yang terbang diangkasa raya, berkepak sayapnya, tanpa ada temali yang membatasi ruang geraknya.

“Lalu burung elang juga sering disimbolkan sebagai burung yang tahu potensi dirinya, ia tahu betapa tajam matanya, ia tahu betapa lebar sayapnya, ia tahu betapa kokoh paruhnya, ia tahu betapa kuat cakarnya, sehingga dengan semua potensi yang dimilikinya, ia menjadi burung yang paling perkasa disegani kawan maupun lawannya.....” Kata Ki Bijak.

“Akipun berharap demikian terhadap Nak Mas, Nak Mas harus terus menggali potensi yang terdapat dalam diri Nak Mas, gali potensi yang terdapat dalam hati Nak Mas, temukan potensi yang tersimpan dalam pikir dan rasa Nak Mas, pertajam lisan kita dengan kalamullah, gunakan jemari Nak Mas untuk sesuatu yang berguna, kalau Nak Mas baru bisa menulis sesuatu yang kecil, terus asah hingga tulisan Nak Mas benar-benar mampu menjadi suluh bagi diri Nak Mas sendiri, syukur berguna pula bagi orang lain, jangan cepat puas karena pujian, jangan surut karena kritikan, seperti sang elang, ia tak gentar menembus laju angin yang menerpanya, tak lekang karena panas yang menerpa tubuhnya, pun ia tak menggigil kedinginan karena hujan yang mengguyurnya............” Kata Ki Bijak.

“Nak Mas tahu perbedaan Elang dan burung lainnya......?” Tanya Ki Bijak.

Maula menggeleng, karena ia tahu yang dimaksud perbedaan oleh gurunya tentu bukan sekedar ukuran tubuh sang elang yang lebih besar dari burung-burung lainnya.

“Dengan memaksimalkan semua potensi yang ada padanya, elang senantiasa mampu bertengger dipuncak pohon tertinggi, sehingga ia relatif aman dari kejahilan tangan-tangan manusia......” Kata Ki Bijak.

“Pun dengan kita, orang yang menduduki maqam tertinggi disisi Allah dan dimata manusia adalah mereka yang tahu siapa dirinya, ia mampu memaksimalkan semua potensinya untuk mengabdi kepada Allah swt dengan menjadi khalifah-Nya dimuka bumi dengan cara memakmurkannya dan menegakan agama-Nya serta memurnikan ajaran-ajarannya.....” Kata Ki Bijak lagi.

Wajah Maula mulai nampak cerah, sumringah dan bersemangat lagi, ia sekarang memiliki modal tambahan untuk menjalani kehidupannya, ia ingin seperti Sang Elang................

Wasssalam

Agustus 03, 2007

SATU HATI

Allah telah memberimu 2 kaki untuk berjalan, dua tangan untuk memegang, dua mata untuk melihat, tapi mengapa Allah memberi kita hanya satu hati? karena Allah ingin agar Dia selalu ada di dalam hatimu. Semoga Allah memberikan cinta-Nya pada kita. Selamanya dan selamanya


“Assalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh....” Salam Maula kepada gurunya.

“Wassalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh....” Balas Ki Bijak

“Ki, kenapa kita hanya punya satu hati...?” Tanya Maula

“Maksud Nak Mas....?” Tanya Ki Bijak.

“Ya ki, kita dikaruniai Allah sepasang kaki, sepasang tangan, sepasang mata, sepasang telinga, tapi Allah ‘hanya’ memberikan satu hati kepada kita........” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum mendengar perkataan muridnya;

“Itu karena Allah sangat mencintai mahluk-Nya, Allah ingin agar kecintaan-Nya kepada kita tidak terbagi – bagi kelain hati, Allah-pun ingin agar cinta kita kepada-Nya tidak terbagi-bagi dengan kecintaan kita kepada harta, kecintaan kita pada dunia, kecintaan kita pada mahluk-Nya, Allah menghendaki kemurnian cinta kita kepada-Nya.......” Kata Ki Bijak.

“Dengan dua tangan yang Allah berikan kepada kita, Allah menghendaki kita untuk melakukan kasab secara sempurna, memaksimalkan upaya kita dalam menjemput karunia-Nya...”

“Dengan dua kaki yang Allah berikan kepada kita, Allah menghendaki kita untuk berhijrah dibumi Allah yang sangat luas, jangan terpaku pada suatu tempat atau daerah, jika memang ditempat lain Allah menyediakan karunia-Nya yang lebih besar kepada kita.......”

“Hijrah baginda Rasul da para sahabatnya dari Mekkah ke Madinah, selain sebagai tonggak sejarah perjuangan Islam, sebenarnya dengan peristiwa itu Allah menghendaki kita untuk berusaha mencar karunia-Nya yang lebih baik, terlepas dimana karunia itu disediakan Allah untuk kita............”

“Dengan dua mata yang Allah karuiakan kepada kita, Allah menghendaki kita untuk melihat semua tanda-tanda kebesaran-Nya, dengan dua mata, bukan hanya dari satu sisi saja, lihat mana yang baik, maka yang jelek, lihat mana yang benar dan mana yang salah, lihat mana yang ma’ruf mana yang munkar, dan seterusnya, dengan dua mata ini, Allah menghendaki kita melihat sesama kita dengan persepektif yang benar, jangan memandang orang dengan sebelah mata, jangan melihat orang dari pakaianya saja, jangan melihat orang dari gelarnya saja, jangan melihat orang dari jabatannya saja, karena kita dikaruniai Allah dua mata, untuk dapat melihat dengan seimbang dan adil.....”

“Pun dengan dua buah telinga yang Allah karuniakan kepada kita, Allah menghendaki kita untuk adil dan selektif terhadap apapun yang kita dengar, jangan terburu-buru membuat kesimpulan manakala kita mendengar suatu berita, jangan dulu membuat opini jika kita belum mendengar secara pasti, karena sangat boleh jadi kesimpulan dan opini yang prematur, akan menjebak kita kedalam prasangka, dan seperti Nak Mas tahu, sebagian prasangka adalah dosa.........” Kata Ki Bijak.

“Tidak demikian halnya dengan hati, Allah tidak memberi kita pilihan untuk melabuhkan cinta kita kepada selain-Nya, Allah hanya memberi satu hati saja, satu cinta saja, yaitu untuk Allah Swt......., Allah tidak ingin diduakan bahkan dengan anak istri kita sekalipun........” Kata Ki Bijak lagi.

“Ki, jika Allah sedemikian mencintai kita, bagaimana kita bisa membalasnya ki......?” Tanya Maula.

“Cinta adalah sebuah ketulusan...”
“Cinta adalah sebuah pengorbanan...”
“Cinta adalah sebuah kerelaan yang terdalam....”
“Cinta adalah sebuah kesetiaan........”
“Cinta menuntut tanggung jawab.....”
“Cinta memerlukan bukti.............”

“Cinta kita kepada Allah adalah sebuah ketulusan kita untuk menjadikan Allah sebagai satu-satunya ilah yang wajib kita ibadahi......”

“Cinta kita kepada Allah adalah sebuah ‘pengorbanan’ dari kita untuk dapat mengalahkan semua rintangan yang menghalangi jalan kita menuju ridha-Nya.....”

“Cinta kita kepada Allah adalah sebuah kerelaan kita untuk meminggirkan keinginan-keinginan duniawiah kita demi mengedepankan Allah dalam hati kita....”

“Cinta kita kepada Allah adalah sebuah kesetian terhadap janji prasetya kita, yaitu ‘Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah’, dan sampai kapanpun,janji ini tidak boleh ternodai oleh kepentingan apapun....”

“Cinta kita kepada Allah menuntut tanggung jawab kita untuk memenuhi hak-hak-Nya, menjalankan semua perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya......”

“Dan kita tidak bisa berkata ‘saya cinta Allah’ tanpa adanya sebuah bukti dan kesungguhan untuk memenuhi semua hak-hak Allah diatas segala apapun........”.

“Nak Mas lihat mentari itu........” Kata Ki Bijak sambil menunjuk matahari yang temarann menjelang senja.

Maula menoleh kearah mentari diufuk barat sana.......

“Mentari itu mengitari bumi, memancarkan cahaya dan menerangi alam mayapada ini tanpa henti, bahkan ketika malam menjelang, matahari itu tetap ‘menitipkan’ sinarnya lewat pantulan cahaya bulan, tanpa lelah, tanpa henti, tanpa pamrih, itulah cinta..........., Mentari memberi segalanya bagi kita, namun mentari tak pernah mengharap balasan apapun dari kita....”

“Lalu Nak Mas rasakan sepoi dan semilir angin yang berhembus............” Kata Ki Bijak sambil menarik nafas dalam-dalam dan menghirup udara pegunungan yang segar.

Maula pun melakukan hal yang sama,ia menarik nafas dalam sekali, dan menghembuskannya perlahan, terasa segar diseluruh rongga dadanya.

“Angin semilir, mengalir tak kenal lelah, menawarkan kepada setiap kita semilirnya yang menyegarkan, angin berhembus melintasi pegunungan, mengarungi lautan, meretasi daratan, gemerisik dedaunan karenanya, dan segar kita dengan oxigen yang dibawanya, tapi pernahkah angin meminta imbalan atas jasanya dan pengabdiannya.............,pasti jawabnya tidak, karena angin melakukan semuanya dengan cinta..........” Kata Ki Bijak.

“Ki, ana baru menyadari sekarang...,jika mentari dan angin saja memberi tanpa mengharap kembali, seharusnya kitapun mengabdi kepada Allah tanpa pamrih, begitukah ki....? Tanya Maula.

“Ya Nak Mas, itulah kenapa Allah memberi kita hanya satu hati, agar cinta kita kepada-Nya tidak terbagi..........” Kata Ki Bijak.

Wassalam

Agustus 06, 2007

BELAJAR DARI TUKANG PARKIR

“Assalamu’alaikum.........” Salam Maula

“Walaikumusalam......., Nak Mas baru pulang?” Balas Ki Bijak

“Ya Ki...............” Kata Maula sambil beranjak duduk dihadapan gurunya.

“Nak Mas bawa motor kekantor...?” Tanya Ki Bijak sambil melirik kearah parkir motor diluar masjid.

“Ya Ki, tapi sambil pintu Tol saja, kemudian ana ikut mobil teman kekantor.....”Kata Muala

“Motornya ditinggal dimana...?” Tanya Ki Bijak

“Dipenitipan ki......., kalau pagi hari, ratusan motor berjejer disana ki....” Kata Maula.

“Kalau sore hari...?” Pancing Ki Bijak.

“Kalau sore hari, tempat penitipan itu kosong melompong, mungkin hanya satu dua saja, milik karyawan yang shif malam....” Kata Maula.

“Seharusnya kita bisa belajar banyak dari penjaga penitipan motor itu Nak Mas....” Kata Ki Bijak.

“Apa yang bisa kita pelajari ki...........?”Tanya Maula.

“Nak Mas perhatikan si penjaga penitipan motor itu, ketika pagi hari banyak motor yang masuk ketempat parkirnya, dia bersikap biasa saja, wajar saja, tidak berlebihan, dan tidak merasa bahwa motor-motor itu adalah miliknya, ia dengar sadar bahwa motor-motor itu hanya titipan.....” Kata Ki Bijak.

“Lalu......” Tanya Maula.

“Pun ketika sore hari tiba, saat motor-motor itu satu demi satu diambil pemiliknya, hingga tempat parkirnya kosong sama sekalipun, ia tidak lantas merasa khawatir apalagi menangisi motor-motor yang diambil pemiliknya, ia ‘merelakan’ motor-motor itu pergi meninggalkannya, sekali lagi karena ia sadar, bahwa motor-motor itu hanya titipan.....” Kata Ki Bijak lagi.

Maula merenung sejenak, mencoba menyimak arah pembicaraan gurunya.

“Sikap untuk tidak berlebihan dan berlaku wajar ketika motor-motor itu datang memenuhi area parkirnya, dan ketika motor-motor itu diambil pemiliknya itulah sebuah pelajaran yang sangat baik bagi kita Nak Mas.........” Kata Ki Bijak

“Ketika kita dikaruniai Allah kelapangan rezeki, harta yang berlimpah, pangkat dan kedudukan yang tinggi, saat itu kira-kira mirip dengan motor-motor yang datang memasuki area ditukang parkir, dan dalam hal ini tukang parkir itu adalah kita.........” Kata Ki Bijak.

“Lalu ki.......” Tanya Maula.

“Lalu sikap yang harus kita miliki ketika kita tengah pada posisi itu adalah persis seperti tukang parkir itu, tidak berlebihan, tidak menjadi sombong, tidak merasa bahwa apa yang ada pada kita sekarang bukan mutlak miliknya, tapi hanya ‘titipan’, harta yang ada pada kita adalah titipan, rezeki kita yang berlimpah adalah titipan, pangkat dan jabatan adalah titipan, anak kita, istri kita, suami kita, bahkan anggota badan kita dan nyawa kitapun titipan, yang suatu saat pasti diambil oleh pemiliknya yang hakiki......” Kata Ki Bijak.

“Dengan bersikap seperti itu, pada saatnya harta, pangkat dan jabatan yang kita sandang itu harus dikembalikan atau diambil oleh pemiliknya, kitapun bisa bersikap seperti tukang parkir tadi, tidak cemas, tidak risau, tidak takut, tidak lantas mencari-cari berbagai cara untuk mempertahankannya dengan cara membabi buta, karena kita sadar dan menyadari sepenuhnya, bahwa memang akan ada saat ‘pengambilan barang titipan’ itu oleh pemiliknya.......” Kata Ki Bijak.

“Ki, apa yang harus kita lakukan pada saat kita ketitipan demikian banyak amanah, seperti harta, pangkat dan jabatan ki....” Tanya Maula.

“Persis seperti tukang parkir itu, kita harus menjaga ‘titipan-titipan’ itu dengan baik, dalam hal harta, pangkat dan jabatan yang Allah titipkan kepada kita, kitapun harus pandai-pandai menjaga harta kita, kita harus pintar memelihara pangkat dan jabatan kita dengan baik dan bertanggung jawab.....” Kata Ki Bijak.

“Bagaimana cara menjaganya ki......” Tanya Maula.

“Jaga harta kita agar tidak tercemari oleh harta yang subhat apalagi ada harta haram yang tercampur dalam harta kita, jaga harta kita dari ‘pencurian’ oleh setan dengan cara membelanjakannya dijalan yang tidak diridhai Allah swt.........”

“Jaga pangkat dan jabatan kita agar status yang kita sandang itu tidak lantas menjadikan kita sombomg, merasa asa aing, gede hulu, sok-sok dan menggunakan pangkat dan jabatan kita dengan melampaui batas.................” Kata Ki Bijak.

“Lalu bagaimana sikap kita saat titipan itu diambil oleh pemiliknya ki.....?” Tanya Muala

“Ucapkan innalillahi wa inna ilaihi roji’un................” Kata Ki Bijak.

“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un, Ki.........?” Tanya Maula

“Ya Nak Mas, apa yang ada pada kita semuanya dari Allah, dan pada akhirnya akan kembali kepada-Nya, persis situkang parkir tadi, ia dengan ikhlas membiarkan motor-motor diareanya diambil kembali oleh pemilik-Nya........” Kata Ki Bijak.

“Ki, mungkinkah kita mendapatkan kepercayaan yang lebih lama untuk menjaga amanah harta, pangkat dan jabatan ki....? Tanya Maula.

“Mungkin saja Nak Mas, Allah akan memberikan kemulian kepada siapa yang Dia kehendaki, Allah akan memberikan harta kepada siapa yang dikehendaki, seperti termaktub dalam surat Ali Imran:26;

26. Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.

“Jadi menurut Aki, agar kita dipercaya lebih lama untuk menjaga harta, pangkat dan jabatan kita adalah dengan menjadikan kita sebagai ‘orang yang dikehendaki oleh Allah’, yaitu dengan mensyukurinya dan senantiasa bertaqwa kepada-Nya dengan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun........” Kata Ki Bijak

“Lagi-lagi seperti tukang parkir itu, ketika selama menjaga motor-motor yang dititipkan padanya dengan baik, dengan tidak melalaikan tanggung jawab dan kewajibannya, bahkan dengan cara membersihkannya,misalnya, insya Allah Nak Mas pun tidak akan ragu untuk menitipkan motor Nak Mas ditempat yang sama setiap hari disana dan untuk jangka waktu yang lama.........” Kata Ki Bijak.

“Sebaliknya, ketika pertama kali Nak Mas menitipkan motor disana, kemudian sore harinya Nak Mas menemukan goresan pada motor Nak Mas, atau spionnya hilang, insya Allah, itulah kali pertama dan terakhir Nak Mas menitipkan motor Nak Mas disana, bukan begitu Nak Mas.......?” Kata Ki Bijak.

“Aki benar ki, ketika pertama kali ana menitipkan disana, ada perasaan was-was dan ragu, tapi sekarang tidak lagi, karena ana percaya pada yang menjaganya......” Kata Maula.

“Ya seperti itu Nak Mas, maka dari itu belajarlah lebih banyak pada tukang parkir sekalipun........” Kata Ki Bijak.

“Ya, ki...........” Kata Maula pendek sambil pamitan.

Wassalam

Agustus 09, 2007

DARI TUKANG SOL SEPATU

“Ki, kemarin ana sempat berbincang-bincang dengan seorang tukang sol sepatu keliling, seorang bapak paruh baya yang hampir tiap hari datang kekomplek untuk menawarkan jasanya...........” Kata Maula

“Lalu Nak Mas.....” Tanya Ki Bijak.

“Ana bertanya kepada bapak tadi, apakah ia mendapatkan uang setiap harinya, karena ana pikir, sepatu rusak kan tidak setiap hari ada, ki.......” Kata Maula

“Apa jawaban bapak tadi Nak Mas.....” Tanya Ki Bijak lagi.

“Bapak itu menjawab, setiap kali ia berkeliling, setiap kali itu pula ia mendapatkan uang dari jerih payahnya, lalu ana kepikiran ‘kok bisa ya’, ada saja orang yang memperbaiki sepatunya setiap hari, padahal selain sepatu tidak rusak setiap hari, tukang sol sepatu keliling juga khan banyak...?” Kata Maula setengah bertanya.

“Nak Mas tak perlu heran dengan ‘kebijaksanaan Allah’ dalam membagi-bagikan rezekinya, tidak mungkin Allah kekurangan jatah rezeki untuk mahluk-Nya, tidak mungkin Allah salah kasih rezeki kepada mahluk-Nya, betapapun banyak mahluk yang diurusi-Nya, seperti tukang sol sepatu tadi, ia tetap mendapatkan jatah rezekinya tanpa ada sesuatupun yang menghalanginya, tidak karena banyaknya tukang sol atau tidak juga karena sedikitnya sepatu yang rusak, Allah punya cara yang tidak terhingga dalam mengatur perputaran rezeki mahluk-mahluk-Nya.....” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, sepatu kita yang rusak, ternyata bisa menjadi sarana orang lain untuk mendapatkan rezekinya......” Kata Maula seperti baru tersadar.

“Bukan hanya sepatu kita yang rusak, tapi setiap hal, setiap kejadian, bisa jadi merupakan salah satu cara Allah untuk membagikan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya........” Kata Ki Bijak lagi.

“Ketika ban kendaraan kita kempes, misalnya, tidak perlu menggerutu apalagi sampai marah-marah, karena boleh jadi dengan cara itulah Allah hendak memberikan rezeki kepada tukang tambal ban...”

“Ketika kendaraan kita rusak, tidak perlu marah-marah atau bersikap secara berlebihan, karena boleh jadi dengan cara itulah bengkel mobil mendapatkan rezekinya....”

“Ketika kita macet dijalan, jangan ngedumel, karena boleh jadi itu jatahnya tukang asongan...”

“Atau bahkan ketika kita sakitpun, sempurnakan ikhtiar berobat kita tanpa harus menyalahkan siapapun, karena sakit kita, adalah ladang rezeki bagi para dokter yang telah menginvestasikan waktu dan uangnya untuk memperoleh gelar dokternya....”

“Lebih dari itu, kematian seseorang, yang oleh sebagian orang merupakan sebuah musibah, juga boleh jadi merupakan cara Allah membagikan rezekinya kepada para penggali kubur atau penjaga kuburan...........” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, kadang kita terburu nafsu untuk menyalahkan takdir dengan kejadian yang kurang menyenangkan yang kita alami, kadang kita lebih senang mencari kambing hitam, kadang kita lebih mendahulukan ego kita untuk menyalahkan orang lain, menyalahkan kondisi, menyalahkan apapun untuk membenarkan pendapat kita yang belum tentu benar....” Kata Maula.

“Ya, seperti itulah kebanyakan dari kita bersikap dalam menghadapi kondisi yang tidak kita senangi...., padahal gerutuan kita, kemarahan kita, atau sikap tidak bijak kita dalam menghadapi sesuatu, sangat sangat mungkin dimanfaatkan setan untuk menggelincirkan kita dari kewajiban kita untuk mengimani segala ketentuan Allah dan bertawakal serta berserah diri sepenuhnya kepada-Nya, dan sangat mungkin akan mengurangi rasa syukur kita kepada-Nya..........” Kata Ki Bijak.

“Nak Mas bayangkan, jika sepatu kita tidak pernah rusak, artinya pabrik sepatu tidak akan memproduksi lagi, artinya perusahaan akan tutup, artinya lagi ribuan buruh diPHK, artinya lagi anak istri atau suami si buruh juga akan kehilangan sumber nafkahnya, betapa banyak orang yang akan menanggung akibat, hanya karena sepatu kita yang tidak pernah rusak, misalnya....” Kata Ki Bijak

“Belum lagi kalau kita bicara orang sakit, mobil rusak, ban kempes, semua didesain oleh Allah untuk memutar roda kehidupan ini agar berputar dan berjalan......” Kata Ki Bijak lagi.

“Subhanallah maa khalaqta hadaa bathilaa.........” Hanya itu yang keluar dari lisan Maula, “Maha Suci Allah, tidak ada sesuatu ciptaan-Nya yang sia-sia”.

“Ki, apakah kita boleh bersedih ketika ditimpa sesuatu yang tidak kita senangi.....” Tanya Maula.

“Bersedihlah, Nabipun bersedih ketika Siti Hadijah meninggal, atau ketika Ibrahim putranya dipanggil berpulang kerahmatullah, tapi kalau kita mengaku sebagai umatnya, kita pun harus mencontoh beliau dalam hal menghadapi kesedihan yang dialaminya, yaitu dengan berserah diri kepada Allah swt.......” Kata Ki Bijak.

“Kadang kita ini berlebihan, kesedihan kita kadang melampaui batas, sehingga tidak jarang kesedihan kita membuat kita mempertanyakan kebijakan Allah, dan ini yang tidak boleh.........” Kata Ki Bijak.

“Sekali kita ragu atau mempertanyakan kebijaksanaan, disana ada jurang kekafiran yang siap menjerumuskan kita kedalam lembah kehinaan fi dunya wal akhirat, Naudzubillah.......” Kata Ki Bijak.

“Tidaklah Allah menciptakan dunia ini kecuali dengan perhitungan dengan maha teliti, terukur, tertimbang dan penuh dengan kebijaksanaan yang sempurna, hanya kadang akal kita yang tidak sampai atau tidak mampu menjangkau kesempurnaan itu, karena memang kita ditakdirkan untuk memiliki sedikit ilmu saja............” Lanjut Ki Bijak.

“Jalani saja kehidupan ini, biarkan semuanya mengalir laksana air, dan lakonkan peran yang kita mainkan sesuai dengan tuntunan skenario qur’an, sehingga diakhir cerita, insya Allah kita akan menjadi orang yang beruntung.......” Kata Ki Bijak lagi.

Maula mengangguk tanda mengerti, dan bersyukur kepada Allah karena telah mempertemukannya dengan Ki Bijak yang bijaksana ini.

Wassalam

August 10, 2007.

KOKOK AYAM JANTAN

“Nak Mas, Nak Mas........., bangun Nak....” Kata Ki Bijak membangunkan Maula yang malam itu tidur dirumah Ki Bijak.

“Ya ki, Alhamdulillahi ahyana ba’da maamatana wa ilaika nushuur....” Maula bangun sambil membaca do’a bangun dari tidur.

“Sudah pukul dua Nak Mas, katanya mau tahajud.......” Kata Ki Bijak.

“Ya ki........”Kata Maula sambil beranjak menuju tempat wudlu, sementara Ki Bijak meneruskan membaca Al qur’anul karim.

Setelah berwudlu, Maula berdiri untuk melaksanakan shalat tahajud sebanyak rakaat yang biasa dilakukan baginda Rasul sebagaimana diriwayatkan oleh Aisah ra ‘bahwasanya Rasulullah s.a.w. sholat malam sebanyak sepuluh rakaat, di tambah satu rakaat solat witir dan dua rakaat solat sunat fajar. Semuanya tiga belas rakaat.” (HR Muslim)’

Selepas Tahajud, Maula mengikuti aktivitas gurunya, yakni membaca Al qur’an’

190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,

191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.

192. Ya Tuhan kami, Sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, Maka sungguh Telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.

193. Ya Tuhan kami, Sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhanmu", Maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.

194. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang Telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji."


Baru empat ayat yang sempat dibaca Maula, ketika tiba-tiba suaranya seperti serak menahan tangis;

“Kenapa Nak Mas....?” Tanya Ki Bijak yang berada disebelahnya.

“Tidak apa-apa ki, hanya ana merasakan sesuatu yang belum pernah ana rasakan sebelumnya, yaitu rasa khidmat dan damai ketika ana membaca ayat-ayat diatas ki.........” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, ayat 190 sampai ayat terakhir dari surat Ali Imran ini biasa dibaca Nabi sebelum beliau melaksanakan tahajud, dan ayat-ayat itu memang sangat indah dan menyentuh...........” Kata Ki Bijak.

“Aki juga pernah merasakannya.....?” Tanya Maula.

Ki Bijak hanya mengangguk sambil tersenyum

“Seperti apa ki.........” Tanya Maula lagi.

“Sangat sulit menceritakan pengalaman bathiah kalau kita belum mengalaminya sendiri, insya Allah Nak Mas akan merasakannya sendiri manakala Nak Mas istiqomah tahajudnya.........” Kata Ki Bijak.

“Hal terpenting yang dapat aki petik adalah bahwa salah sau ciri ‘orang berakal’ ialah mereka yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka’, disini ada sebuah makna ‘kontinuitas, berkelanjutan dan terus menerus’ bagi kita untuk tetap mengingat Allah dalam kondisi apapun, dalam kondisi berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring…..” Kata Ki Bijak

“Bahkan ada yang memaknai kata ‘berdiri” dengan sebuah kondisi manakala kita jaya, saat kita kaya, waktu kita memegang jabatan, sementara “duduk dan berbaring’ dimaknai saat kita dalam kesulitan, ketika kita tak lagi mempunyai jabatan atau ketika kita tengah dicoba dengan kemiskinan…….atau singkatnya dalam kondisi dan keadaan apapun, Allah sajalah yang wajib kita ingat dan kita seru dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya….”Sambung Ki Bijak.

“Ki, ana masih sering dihinggapi rasa malas atau kantuk untuk tahajud, padahal ana sudah pasang weaker segala........” Kata Maula.

“Nak Mas pasang weaker-nya disisi bantal guling ya....?” Kata Ki Bijak.

‘Ya Ki, biar terdengar......” Kata Maula.

“Coba sekarang sebelum tidur Nak Mas baca ‘Allahuma ‘uidtu fi saati.........,jam berapa Nak Mas ingin dibangunkan ’kemudian baca surah al fatihah, insya Allah do’a itu akan menjadi weaker yang sangat baik, atau kalau perlu weakernya disimpan agak jauh, mungkin bisa didekat bak mandi atau tempat wudlu, yang penting masih terdengar.....”Kata Ki Bijak sambil tersenyum

“Untuk apa ki.....?” Tanya Maula.

“Untuk menggerakan mental mekanik kita, kalau weaker-nya didekat bantal, begitu bel-nya berdering, dilangsung matikan lagi, tapi kalau letaknya agak jauh, minimal kita harus bangun dan melangkah, dan ketika kita sudah bergerak, lalu muka kita kena air, Insya Allah kantuknya akan hilang.....” Kata Ki Bijak.

“Waah, boleh juga nih Ki idenya..........” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, sebenarnya tahajud bukanlah hal yang terlalu berat, jika kita bandingkan dengan keutamaan-keutamaan dibalik shalat tahajud itu, kita mungkin hanya perlu mengubah kebiasaan kita untuk tidur terlalu larut, kalau memang tidak ada hal yang sangat mendesak, untuk apa kita tidur larut, lalu bangun kesiangan, jangankan tahajud, shubuhpun kadang kita pukul 6.....”Kata Ki Bijak.

“Seharusnya kita malu pada ayam jantan Nak Mas.........” Kata Ki Bijak.

“Kenapa Ki.....?” Tanya Maula.

“Biasanya Ayam jantan mulai berkokok selepas tengah malam, aki juga tidak tahu kenapa demikian, aki hanya memaknai kokok ayam jantan itu sebagai tanda bahwa disana, diwaktu-waktu selepas tengah malam hingga menjelang shubuh, ada banyak keutamaan dan keberkahan yang Allah tawarkan kepada kita yang mau dan pandai memanfaatkannya..........” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, ana tidak pernah kepikiran bahwa kokok ayam jantan itu antara pukul satu hingga menjelang shubuh, mungkin untuk mengingatkan tentang keutamaan sepertiga malam itu ya ki...........” Kata Maula

“Wallahu’alam Nak Mas, yang jelas banyak sekali hadits dan keterangan yang menyatakan keutamaan diantara waktu-waktu itu...........” Kata Ki Bijak.

“Apa saja ki keutamaannya.........?” Tanya Maula.

“Aki tidak akan menjawabnya sekarang, aki khawatir akan mengganggu niat dan keikhlasan Nak Mas dalam menjalankan sunah rasulnya, laksanakan saja tahajud dengan istiqomah, insya Allah Nak Mas akan menemukan janji Allah untuk menempatkan para ahli tahajud ketempat yang terpuji, sebagaimana firman-Nya;


79. Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.

“Ketika kita sudah menjadi ahli tahajud, Isnya Allah kita akan ditempatkan “ditempat terpuji” oleh Allah, maka tidak akan ada satu kekuatanpun yang akan mampu menghinakan kita, dan Allah tidak akan mengingkari janji-Nya.......’ Kata Ki Bijak.

“Ki, apa bedanya ahli tahajud dengan tukang tahajud....?” Tanya Maula.

“Seorang ahli tahajud adalah mereka yang mengiklaskan tahajudnya, dzikirnya, bacaan qur’annya, tafakurnya, semata demi memenuhi pengabdiannya kepada Allah dan demi melaksanakan sunah rasulnya, ia akan dengan sekuat tenaga berusaha untuk melaksakan shalat tahajud dengan istiqomah ....”

“Sementara tukang tahajud adalah mereka yang tahajudnya musiman, ia tiba-tiba menjadi rajin tahajud ketika ia sedang mengalami kesulitan, ketika ia sedang dilanda kefakiran, ketika ingin jabatan, tapi setelah kesulitannya diangkat Allah, kefakirannya diganti dengan kekayaan oleh Allah, kursi parlemennya sudah didapat, para tukang tahajud ini tidak akan istiqomah lagi untuk menjalankannya.......” Kata Ki Bijak.

“Seperti kuli gitu ya ki....?” Kata Maula.

“Seperti kuli Nak Mas...?” Tanya Ki Bijak.

“Ya, kebanyakan kulikan gitu ki, mereka pura-pura bekerja keras ketika diawasi mandornya atau ketika ingin lemburannya gede, tapi kalau mandornya tidak ada, ia bekerja ala kadarnya dan cenderung malas-malasan........” Kata Maula.

“Meski tidak semua kuli seperti itu, dan bahkan juga banyak mereka yang berdasi dan berjas memiliki mental seperti itu, aki setuju bahwa sikap ‘kuli’ yang rajin manakala ada pamrihnya, dan sikap malas ketika hajatnya sudah terpenuhi, adalah bukan sebuah sikap yang patut ditiru oleh kita.....” Kata Ki Bijak.

“Sudah masuk waktu shubuh Nak Mas, kita siap-siap kemasjid sekarang.....” Kata Ki Bijak, beranjak dari sajadahnya diikuti oleh Maula, mereka bersegera menuju masjid untuk menunaikan shalat shubuh berjamaah.

Wassalam

Agustus 13, 2007

62 TAHUN INDONESIAKU

“Ki, insya Allah, dua hari berselang kedepan, bangsa kita akan genap berusia 62 tahun ya ki.....” Kata Maula

“Ya Nak Mas, sebuah bilangan usia yang cukup dewasa untuk kematangan sebuah bangsa......” Kata Ki Bijak.

“Ki, bagaimana kita memaknai kemerdekaan ini ki.....” Tanya Maula.

“Untuk dapat memaknai kemerdekaan, sebelumnya kita perlu memahami bagaimana proses kemerdekaan itu sendiri Nak Mas...” Kata Ki Bijak.

“Maksud Aki.........” Tanya Maula.

“Kemerdekaan bangsa ini, secara lahiriah adalah sebuah proses perjuangan yang dilakukan oleh generasi terbaik bangsa ini, mereka bahu membahu mengangkat senjata dengan sebuah tekad baja untuk mengusir penjajah dan merebut kemerdekaan bangsa ini........”

“Mereka, para pahlawan ini, merupakan wasilah Allah untuk memerdekaan bangsa Indonesia dari tangan penjajah, tanpa berkat dan rahmat Allah swt, niscaya perjuangan segigih apapun tak akan mampu mencapai kemenangan, dan inilah yang harus kita pahami secara benar.......” Kata Ki Bijak lagi.

“Ki, apa yang membuat para pejuang itu mampu mengorbankan segalanya untuk mencapai kemerdekaan ini ki............” Tanya Maula

“Yang utama tentu keimanan yang kuat Nak Mas.....” Kata Ki Bijak.

“Iman yang kuat ki....?” Tanya Maula

“Ya Nak Mas, dengan keimanan akan adanya kehidupan akhirat, mereka yakin bahwa pengorbanan mereka adalah sebuah nilai luhur yang wajib mereka lakukan demi kemerdekaan, dan kalaupun mereka tidak sempat menikmati jerih payah pengorban mereka, toh mereka telah disediakan surga bagi para syuhada diakhirat kelak...........’ Kata Ki Bijak

“Tanpa itu, tanpa keyakinan akan adanya hari kemudian, niscaya mereka tidak akan berani berkorban sedemikian rupa, karena pengorbanan yang mereka lakukan , boleh jadi tidak akan dinikmatinya, karena mereka harus gugur dimedan laga..........” Kata Ki Bijak lagi.

Sambil menghela nafas, Ki Bijak meneruskan pituturnya;

“Aki jadi teringat dengan sebuah pelajaran yang Aki dapat ketika Aki menghadiri acara tasyakur sebuah pondok pesantren, dalam tausiahnya, Pak Kyai yang sangat kondang itu menceritakan hasil studinya ketika beliau mengajukan desertasinya, beliau mengatakan bahwa ketika tahun 1945, tiga bulan setelah kita memproklamasikan kemerdekaan, Belanda datang lagi dengan membonceng tentara Inggris untuk berusaha menjajah kembali negeri ini.....”

“Ketika mengetahui hal itu, Presiden Soekarno berusaha menggalang seluruh potensi yang ada untuk melakukan perlawanan terhadap agresi militer Belanda tersebut, yang salah satunya adalah dengan meminta fatwa kepada KH Hasyim Asyari di Pesantren Tebu Ireng dan KH Abbas di Pondok Pesantren Buntet Cirebon, dan dari fatwa kedua ulama ini ditambah dengan dua orang Kyai lainnya masing-masing dari Indramayu dan Jawa tengah, Presiden Soekarno mendapatkan fatwa bahwa berjuang melawan penjajah adalah sebuah jihad yang wajib dilakukan oleh siapapun yang mengaku beriman...”

“Dari sanalah kemudian setiap pemuda-pemuda muslim bangkit mengangkat senjata melawan Belanda dan tentara sekutu dengan bersenjatakan bambu runcing, seketika itulah gema takbir berkumandang diantara desingan peluru dan letusan mortir, dan dengan bekal itulah, bekal keimanan dan keyakinan yang hebat, pasukan kita, dibahwah komandi Bung Tomo, berhasil memukul mundur pasukan sekutu, kisah heroik itu kemudian dikenal dengan Hari Pahlawan, tanggal 10 Nopember...., Kata Ki Bijak lagi.

“Nak Mas masih ingat dengan ayat berikut;

65. Hai nabi, Kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti[623].

66. Sekarang Allah Telah meringankan kepadamu dan dia Telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar.

[623] Maksudnya: mereka tidak mengerti bahwa perang itu haruslah untuk membela keyakinan dan mentaati perintah Allah. mereka berperang Hanya semata-mata mempertahankan tradisi Jahiliyah dan maksud-maksud duniawiyah lainnya.

“Nak Mas perhatikan, kekuatan sabar dan iman, mampu mengalahkan jumlah musuh yang lebih besar, dan inilah kekuatan tentara kita saat itu, mereka memiliki keimanan dan kesabaran untuk berperang dijalan Allah............” Kata Ki Bijak.

“Selebihnya adalah keinginan luhur untuk terlepas dari belenggu penjajahan, keinginan yang kuat untuk merdeka, yang disertai semangat persatuan dan kesatuan yang terpupuk dalam setiap jiwa para pahlawan kita itulah yang mendorong mereka berjibaku berjuang membela tanah airnya......” Kata Ki Bijak.

“Waaah, hebat sekali para pahlawan itu ya ki.........” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, dan sekarang kewajiban kitalah untuk tidak menyia-nyiakan pengorbanan mereka dengan mengisi kemerdekaan ini dengan baik..........” Kata Ki Bijak.

“Apa yang bisa kita berikan untuk menghargai jasa mereka ki...........” Tanya Maula.

“Sebenarnya,mereka tak peduli jika pengorbanannya dulu tidak dihargai dengan sebuah medali atau sebutan pahlawan, meski sebagai bangsa yang besar memang kita perlu menghargai mereka dengan medali dan penghormatan dengan sebutan pahlawan, tapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana kita mengisi kemerdekaan ini dengan karya nyata yang mungkin bisa kita lakukan.........” Kata Ki Bijak.

“Kalau kita pandai komputer, gunakan keahlian dan kepandaian kita untuk membantu membentuk generasi yang beriman dan berteknolgi.....”

“Kalau kita pandai managemen, gunakan keahlian dan kepandaian kita untuk membantu membentuk generasi yang ahli managemen dan islami.....”

“Kalau kita tentara, jadilah pejuang muslim yang gagah perkasa.....”

“Kalau kita politisi, jadilah politisi yang mumpuni, berbudi dan berbakti kepada agama, nusa dan bangsanya...”

“Kalau kita pejabat, jadilah pejabat yang takut kepada Allah dan menyayani rakyatnya, membangun jiwa dan raga umat untuk menuju ridha-Nya......”

“Kalau kita memiliki harta yang berkecukupan, berjuanglah untuk membebaskan saudara-saudara kita dari kemiskinan....”

“Kalu kita diamanahi ilmu, berjuangalah untuk membebaskan saudara-saudara kita dari kebodohan....”

“Apapun kita, dimana pun kita, umat ini masih membutuhkan banyak pahlawan, yang benar-benar mau berjuang demi membela kebenaran dan jalan yang diridhai Allah swt.............” Kata Ki Bijak lagi.

“Ki, ana sekarang ana bekerja sebagai karyawan disebuah perusahaan, apa yang bisa ana lakukan untuk mengisi kemerdekaan ini ki...........?” Tanya Maula.

“Jadilah karyawan teladan dan profesional, karyawan yang menjunjung tinggi ajaran agamanya, karyawan yang hanya mengabdi kepada Tuhannya, karyawan yang berjuang lilahita’ala demi memenuhi tanggung jawab lahiriahnya untuk keluarga dirumah, insya Allah, jika Nak Mas sudah berusaha maksimal untuk itu, penghargaan dari Allah atas niat baik Nak Mas akan Nak Mas dapatkan, yang nilainya jauh lebih besar dari sekedar piagam penghargaan dari kantor Nak Mas misalnya.............” Kata Ki Bijak.

“Sebagai orang merdeka secara lahiriah, kita juga harus merdeka secara bathiniah, bebas dari nafsu kebinatangan kita, bebas dari perbudakan syaitoniyah kita, sehingga kita benar-benar merdeka secara lahir dan bathin.........” Kata Ki Bijak.

“Insya Allah ki...............” Kata Maula

Ki Bijak tersenyum, sambil menyalami Maula yang pamitan

Wassalam

Agustus 15, 2007.

BERLOMBALAH..!

“Dari mana Nak Mas, keringatan begitu..?” Tanya Ki Bijak melihat Maula yang keringatan dan terengah-engah nafasnya.

“Habis ikut lomba Agustusan ki.....” Jawab Maula

“Ada lomba apa saja Nak Mas.....?” Tanya Ki Bijak

“Banyak ki, ada lomba balap karung, lomba makan kerupuk, lomba pukul kendi dan masih banyak lagi.............” Kata Maula

Ki Bijak tersenyum mendengar perkataan Maula yang sedemikian semangat menuturkan berbagai perlombaan yang memang biasa diadakan oleh warga untuk merayakan peringatan hari kemerdekaan Indonesia.

“Nak Mas, selain ramainya perayaan hari ulang tahun kemerdekaan itu, adakah Nak Mas melihat sesuatu yang lebih berharga yang dapat kita ambil sebagai pelajaran bagi kita.................?” Tanya Ki Bijak.

“Apa ya ki............?” Kata Maula

“Sebenarnya ada banyak ibrah yang bisa kita ambil dari berbagai perlombaan yang Nak Mas ikuti tadi, seperti misalnya lomba pecah kendi.............” Kata Ki Bijak.

“Coba Nak Mas perhatikan lomba pecah kendi tadi, pertama ada kendi-kendi yang diikat dan digantung sebagai tujuan yang harus didapat oleh peserta lomba, kemudian ada peserta lomba biasanya ditutup matanya dengan kain, membawa alat pemukul, dan sebelum peserta tadi maju, biasanya peserta diputar-putar terlebih dahulu oleh panitianya, begitu bukan Nak Mas................” Kata Ki Bijak.

“Ya Ki, ikatannya tebal sekali dan diputarnya berulang-ulang, hingga tadi ana tidak bisa memukul sasaran, karena gelap dan pusing, belum lagi teriakan penonton yang mencoba mengarahkan ana, ada yang teriak kekiri, ada yang teriak ana harus kekanan, ada yang teriak maju dan ada pula yang teriak mundur, yang justru membuat ana semakin bingung, arah mana yang harus ana pilih............” Kata Maula.

“Ya itulah yang aki maksud Nak Mas, dalam kehidupan nyata pun demikian adanya, kita sebenarnya tahu ada target dan tujuan yang harus kita capai, tapi kerap kali kita gagal mencapai target tersebut karena seperti peserta lomba tadi, mata kita tertutup, kita juga sering dibuat bingung oleh banyaknya ‘teriakan’ yang saling mengklaim bahwa ini yang paling benar, yang lain salah, yang ini sesat, yang itu bid’ah, semua orang menganggap ajaran dan ajakannya paling benar.............” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, sekarang ini banyak sekali golongan dan ajaran yang saling mengklaim bahwa golongan mereka yang paling baik, bahwa golongan mereka yang paling benar dan sebagainya, yang membuat umat semakin bingung siapa yang harus diikuti...........” Kata Maula

“Yang membuat kita bingung sebenarnya bukan semata karena banyak ajaran dan golongan disekitar kita, tapi lebih pada ‘mata kita yang tertutup’, dalam arti mata lahiriah kita yang tidak terlalu banyak melihat informasi yang benar, atau dalam arti lain mata hati kita yang tertutup oleh sumbatan dan kotoran dosa-dosa kita, sehingga mata hati kita tidak lagi dapat melihat mana yang jernih dan mana yang kotor, mana ajaran dan ajakan yang benar-benar selaras dengan nilai-nilai yang diajarkan Al Qur’an dan sunnah dan mana ajaran yang hanya mengatasnamaka islam dan kebenaran........” Kata Ki Bijak.

“Kita sering merasa tiba-tiba kita ‘kehilangan Allah’, padahal Allah tetap menjadi tuhan semesta alam sampai kapanpun, tidak pernah berubah dari zaman nabi adam sampai akhir zaman nanti......”

“Kita sering sulit menemukan keadilan, kita sering samar melihat kebenaran, kita sering nanar melihat yang haq, dan itu bukan berarti keadilan itu tidak ada, atau kebenaran itu hilang, atau sesuatu yang haq itu telah lenyap, sama sekali tidak, keadilan akan tetap ada, kebenaran akan tetap kebenaran serta yang haq tidak mungkin akan musnah karena banyaknya kebathilan, lalu kenapa kita sering sulit menemukannya...? Jawabnya ya itu tadi, pertama mata hati kita tertutup serta kita banyak menghabiskan waktu kita untuk berputar-putar tak tentu arah, serta kita banyak mendengar atau membiarkan telinga kita mendengar sesuatu yang kurang berguna, sehingga kita pusing karenanya............”, Kata Ki Bijak.

“Aki benar ki, persis seperti ana kemarin, ana tidak bisa memecahkan kendi berisi air, karena mata tertutup, kemudian ana diputar beberapa kali dan teriakan penonton yang saling berlawanan justru makin membingungkan ana......” Kata Maula.

“Ya, kira-kira seperti itu Nak Mas.........”, Timpal Ki Bijak.

“Bahkan kalau kita mau sedikit merenung, sepanjang jalan kehidupan kita ini adalah “sebuah perlombaan”.........’Kata Ki Bijak.

“Hidup kita sebuah perlombaan ki......?” Tanya Maula

“Ya Nak Mas, hidup kita adalah sebuah perlombaan yang garis awalnya adalah akil baligh kita, sementara garis finishnya adalah kematian kita..........” Kata Ki Bijak lagi.

Maula terdiam, belum sepenuhnya memahami amsal yang dibuat gurunya.

“Nak Mas perhatikan, Allah sering sekali membahasakan perintah-Nya dengan kata “segeralah” atau “bergegaslah” seperti ayat-ayat berikut;

133. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,


9. Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli[1475]. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.

[1475] Maksudnya: apabila imam Telah naik mimbar dan muazzin Telah azan di hari Jum'at, Maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalakan semua pekerjaannya.

148. Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

“Dan masih banyak lagi ayat Allah yang sejenis, dan sebagaimana halnya perlombaan, setiap peserta memulai lombanya digaris awal, yaitu masak akil baligh, kemudian semua kita berlomba sepanjang hayat kita, dan pasti akan ada peserta yang menjadi juara, dan ada pula peserta yang kalah dan menjadi pecundang diakhir garis finish kelak........” Kata Ki Bijak

“Ada peserta yang berhasil menggapai “ampunan dan syurga Allah yang luasnya seluas bumi dan langit”, mereka adalah peserta yang senantiasa menyesali perbuatan salahnya, terlepas sekecil apapun kesalahan itu, kemudian mereka segera bertobat, jauh sebelum garis finish menjelang sekalipun......’

“Ada peserta yang berhasil berbuat kebaikan selama hidupnya, yaitu mereka, peserta lomba yang berlomba dengan mentaati aturan yang telah dibuat oleh panitia lomba, mereka tidak berbuat curang, mereka tidak memotong jalan, mereka juga tidak pakai doping., sehingga ketika kelak tiba digaris finish, mereka layak berbahagia atas keberhasilannya........”

“Pun demiian dengan mereka yang selalu mengutamakan shalat jum’at dibanding dengan kesibukan duniawinya, insya Allah, mereka juga akan menjadi pemenang dalam perlombaan kehidupan ini.............” Kata Ki Bijak lagi

“Lalu siapa saja peserta yang gagal ki.......” Tanya Maula.

“Peserta yang gagal adalah mereka yang lalai dalam memanfaatkan setiap kesempatan bertobat yang diberikan Allah kepadanya, mereka kerap berpikir nanti saja tobatnya, nanti saja benernya, mereka tidak menyadari bahwa garis finish semakin dekat, dan ketika ajal sudah ditenggorokan, mereka tidak akan bisa lagi menyesal untuk mengulang lomba dari awal, karena lomba telah usai, saat itu, saat kematian datang,adalah saat penentuan siapa yang juara dan siapa yang pecundang, tidak ada lagi upaya yang bisa dilakukan untuk merubah keputusan sang juri, karena sebelumnya semua peserta telah diberi tahu aturan lomba yang harus dipenuhi oleh setiap pesertanya...........”

“Ada juga peserta yang didiskualifikasi Nak Mas........” Kata Ki Bijak.

“Diskualifikasi Ki.........” Tanya Maula

“Ya Nak, dari sekian milyar peserta yang ikut dalam perlombaan kehidupan ini, mungkin banyak yang dapat mencapai garis finish, tapi tetap saja mereka dianggap gagal karena telah melanggar aturan permainan yang telah ditetapkan......”,Kata Ki Bijak.

“Contohnya ki......” Tanya Maula

“Ada peserta lomba yang berhasil masuk garis finish dengan membangun madrasah misalnya, ada lagi peserta yang berhasil masuk finish dengan sedekahnya, dan masih banyak lagi, tapi setelah juri mempelajari perjalanan yang dilalui peserta tadi dinyatakan gagal, karena uang yang digunakan untuk membangun madrasah tersebuh adalah hasil korupsi misalnya, atau sedekahnya adalah uang hasil manipulasi santunan fakir miskin, atau ada peserta yang menggunakan dana umat untuk kepentingan dan keharuman nama baiknya agar disebut dermawan, Nah peserta-peserta seperti ini mungkin akan berhasil mengelabui penonton sepanjang perjalanan lomba, tapi tidak akan mampu menipu juri yang Maha Mengetahui...........” Kata Ki Bijak.

“Seorang juara adalah mereka yang berhasil masuk garis finish dengan cara yang benar, cara ksatria, cara yang elegan, bukan dengan menghalalkan cara untuk memenangkan lomba, karena itu hanya akan menipu dirinya sendiri, dan ia sendiri yang akan rugi dan menyesalinya kelak dikemudian hari.........” Kata Ki Bijak.

“Untuk itulah kita harus senantiasa bersiap menghadapi perlombaan kehidupan ini, agar kita bisa menjadi pemenang, menjadi orang yang mendapat ampunan Allah, mendapat syafaat qur’an dan Rasulullah diakhirat kelak.........” Kata Ki Bijak.

“Ya Ki, do’akan ana menjadi peserta lomba yang baik, agar ana menjadi pemenang ki......” Kata Maula

Ki Bijak tersenyum, “Insya Allah Nak Mas..............”

Wassalam

17 Agustus 2007

MELIHAT DENGAN JERNIH

“Ki, beberapa waktu lalu, ana mengalami kejadian “aneh” ki...........” Kata Maula

“Aneh bagaimana Nak Mas..?” Tanya Ki Bijak

“Ana masih ingat sekali, ketika itu hari Jum’at, ana tidak kekantor karena uang ana tinggal seratus ribu, sementara sikecil sakit dan harus diperiksa kedokter sore harinya........” Kata Maula

“Lalu.........” Tanya Ki Bijak lagi.

“Dengan sisa uang sejumlah itu, ana bermaksud mencari tambahan untuk berobat kedokter, maklum biaya berobat sekarang cukup mahal ki, lalu ana berkeliling dengan sepeda motor, maksudnya ana ingin mencari pinjaman kepada teman atau tetangga yang mungkin ana temui sepanjang perjalanan itu..........” Kata Maula

Ki Bijak diam dan terus memperhatikan uraian Maula.

“Setelah beberapa lama berkeliling, ana tidak menemukan siapapun yang bisa ana pinjami uangnya, akhirnya ana memutuskan untuk pulang, karena ketika itu, matahari sudah semakin panas dan waktu shalat Jum’at tinggal beberapa saat lagi........”Sambung Maula.

“Lalu Nak Mas........? Tanya Ki Bijak lagi.

“Ketika ana hampir sampai dirumah, ana dipertemukan Allah dengan seorang rekan jamaah masjid yang rumahnya tidak terlalu jauh dari ana, beliau menghentikan ana, kemudian beliau berkata bahwa beliau baru saja dari rumah ana, tapi ana tidak ada.......”

“Ada sedikit terbersit harapan ketika itu, bahwa beliau adalah orang yang ditunjuk oleh Allah untuk memberikan pinjaman kepada ana, tapi ternyata justru sebaliknya ki.......” Lanjut Maula

“Sebaliknya bagaimana Nak Mas...? Tanya Ki Bijak.

“Ya, orang yang ana kira akan memberikan pinjaman kepada ana, justru memelas kepada ana untuk diberikan pinjaman uang sebesar seratus ribu untuk biaya berobat anaknya yang sakit panas, ana tidak tega ki, jadi sisa uang seratus ribu yang ana miliki, ana pinjamkan kepada bapak tadi............” Kata Maula.

“Ki, apa maksud Allah dengan semua itu ki, khan aneh, ana muter-muter mau cari pinjaman, tapi justru Allah mengirim bapak tadi untuk meminjam uang persis seratus ribu uang yang ana punya...........?” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum mendengar semua penuturan Maula;

“Tidak ada yang aneh Nak Mas, Allah mampu berbuat apapun yang Dia kehendaki, termasuk kejadian yang Nak Mas alami kemarin........” Kata Ki Bijak.

“Lalu apa maksudnya ki.......?” Tanya Maula

“Maksudnya adalah agar Nak Mas tidak terlalu risau dengan kondisi yang tengah Nak Mas alami, Allah ingin “mengatakan” bahwa Nak Mas tidak perlu mengeluh dan menggerutu karena Nak Mas tidak punya ongkos untuk berangkat kekantor dan putra Nak Mas sakit, karena masih banyak orang-orang disekitar kita yang jauh lebih membutuhkan uang dari sekedar untuk ongkos, seperti bapak tadi, anaknya juga sakit dan mungkin harus diopname dan membutuhkan biaya yang lebih besar dari sekedar berobat jalan putra Nak Mas.........” Kata Ki Bijak.

“Allah ingin mengingatkan Nak Mas bahwa Nak Mas harus senantiasa bersyukur atas apa yang Nak Mas alami, Nak Mas harus “melihat kebawah”, melihat dengan jernih berbagai hal yang Nak Mas alami, agar Nak Mas tidak merasa menjadi orang paling malang atau paling menderita, sebaliknya, dengan mengirim bapak tadi, Allah ingin Nak Mas sadar bahwa yang sakit bukan hanya putra Nak Mas, yang tidak punya uang bukan hanya Nak Mas, yang khawatir juga bukan hanya Nak Mas, tapi masih banyak orang lain disekitar kita yang mengalami hal yang sama, tapi toh mereka bisa bersabar dan tetap bersyukur dengan apa yang Allah berikan kepada mereka..............” Kata Ki Bijak.

“Astaghfirullah.....benar ki, ana ketika itu memang “sedikit” merasa Allah meninggalkan ana dalam kesusahan, ya Allah ampuni hamba-Mu ini ya Allah............” Kata Maula, matanya menerawang jauh, ia sangat menyesali prasangka buruknya terhadap Allah.

“Allah tidak pernah “meninggalkan” kita Nak Mas, justru kita yang kadang lari dari Allah, ketika ada kesulitan, bukan Allah yang kita mintai pertolongan, justru mahluk-Nya, ketika kita dalam kekhawatiran, bukan Allah yang kita seru, kita kerap mengambil pelindung dan penolong yang salah untuk mengatasi berbagai permasalahan yang kita hadapi, padahal dengan sangat jelas Allah memaklumkan bahwa “Allah sebaik-baik pelindung dan penolong kita” dalam hal apapun, dan tidak ada satu pertolongan pun yang akan mampu menghilangkan kesusahan kita kecuali atas kehendak dan izin-Nya...............” Kata Ki Bijak.

Maula merenungi pitutur Ki Bijak dengan seksama, ia baru menyadari bahwa Allah akan memberikan ujian kepada semua mahluk-Nya, termasuk kepada dirinya beberapa waktu lalu.

“Coba Nak Mas lihat kedalam genangan air itu, apa yang Nak Mas lihat didalamnya........” Tanya Ki Bijak beberapa waktu kemudian

“Tidak ada apa-apa ki.......?” Kata Maula

“Coba perhatikan baik-baik Nak Mas, apa yang Nak Mas lihat didalam genangan air itu.....” Kata Ki Bijak

Maula mengamati dengan seksama apa yang terlihat didalam genangan air yang dalamnya tidak lebih dari mata kaki itu.

“Ana hanya melihat bayangan matahari yang jauh dikedalaman sana ki......” Kata Maula setelah ia mengamati beberapa kali genangan air itu.

“Coba Nak Mas masuk kedalam genangan air itu, benarkah air itu sedalam yang Nak Mas lihat.........” Kata Ki Bijak.

Tanpa banyak bertanya Maula memasukan kakinya kedalam genangan air tadi.

“Nak Mas perhatikan, bayangan matahari yang Nak Mas lihat sedemikian dalam tadi, ternyata berada didalam air yang dalamnya tidak lebih dari mata kaki Nak Mas.........” Kata Ki Bijak.

“Apa artinya ini ki..........” Tanya Maula.

“Artinya kita kerap melihat dan memandang masalah itu dari kejauhan, sehingga masalah yang sebenarnya “dangkal” tersebut, terlihat sedalam bayangan matahari yang Nak Mas lihat tadi, sehingga kita kerap memilih lari dari pada menghadapi dan mengatasi masalah yang tengah kita alami.........”

Maula termenung sejenak, “Lalu ki.............?” Tanyanya

“Masuklah kedalam pokok masalah itu, insya Allah masalah yang kita hadapi sebenarnya tidak sedalam yang kita pikirkan sebelumnya, sehingga kita memiliki keberanian untuk menghadapi dan mengatasinya, seperti Nak Mas mencelupkan kaki Nak Mas tadi.........” Kata Ki Bijak.

Maula kembali memperhatikan mata kakinya yang memang sama sekali tidak tenggelam dalam genangan itu, tapi ketika ia tadi diluar genangan air itu, bayangan matahari terlihat jauh dan dalam.

“Aki benar ki, kadang kita takut duluan sebelum kita benar-benar menghadapi masalah itu.........’ Kata Maula.

“Dan sebagai orang beriman, kita pantang untuk lari dari masalah, karena mungkin justru dengan ujian dan masalah itulah Allah ingin membuat kita lebih kuat dan lebih siap dalam menghadapi kehidupan ini, hadapi semuanya dengan tetap menyandarkan semua persoalan yang kita hadapi pada kebesaran dan keadalilan Allah swt, percayalah, Allah tidak pernah dhalim kepada kita mahluk-Nya..........’ Kata Ki Bijak.

“Subhanallah, terima kasih ki, ternyata dibalik semua kejadian,ada hikmah besar yang Allah persiapkan untuk kita...........” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum, ia bangga dengan muridnya yang bisa cepat menangkap nasehat-nasehatnya.

Wassalam

20 Agustus 2007.

KUPU-KUPU YANG LUCU

“Wah, handphone baru Nak Mas.........?” Tanya Ki Bijak

“Alhamdulillah ki, handphone ini baru kemarin ana beli, suaranya lebih jernih, bisa diloud lagi, ditambah fiturnya juga bagus ki, warna-warnanya juga indah.............” Kata Maula seperti tengah berpromosi.

Ki Bijak tersenyum mendengar kata-kata Maula, mereka berdua terlibat diskusi mengenai handphone baru Maula.

“Nak Mas, kalau suara handphone ini diapakan tadi...diloudkan....? kira-kira dalam radius berapa suaranya bisa terdengar.........” Tanya Ki Bijak.

“Mungkin masih bisa kedengaran dalam radius dua atau tiga meter ki........” Kata Maula.

“Nak Mas pernah dengar suara jangkrik....?” Tanya Ki Bijak.

“Ya pernah ki, suaranya keras sekali, bahkan sampai terdengar dari radius puluhan meter....” Kata Maula.

“Nak Mas bandingkan besar jangkrik dengan besar handphone Nak Mas, pasti jauh lebih kecil, tapi dengan ukuran yang jauh lebih kecil sekalipun, jangkrik mampu menghasilkan suara dari gesekan sayap-sayapnya, jauh lebih keras dari handphone yang tercanggih sekalipun............” Kata Ki Bijak.

Maula baru ‘engeh’ kearah mana pembicaraan gurunya.

“Iya ya ki, handphone ini sudah sedemikian canggih, tapi suaranya masih kalah dari jangkrik yang kecil.........” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum lagi, “Itulah kenapa kita tidak boleh merasa sombong dengan kepandaian dan kepintaran kita, karena ilmu dan pengetahuan kita hanyalah seperti setitik tinta ditengah lauatan ilmu Allah.............” Sambung Ki Bijak.

“Lalu Nak Mas perhatikan sayap kupu-kupu yang beterbangan itu...............”Kata Ki Bijak sambil menunjuk kearah beberapa kupu-kupu yang hinggap dan pergi diputik bunga.

Maula mengarahkan pandangannya kearah yang ditunjuk gurunya, ia mendapati beberapa ekor kupu-kupu dengan sayap yang bercorak sangat indah, kedua sisi sayapnya dihiasi motif dan garis yang sangat simetris, kalau ada titik hitam disayap kirinya, titik dengan warna dan ukuran yang sama terdapat pula disayap kananya, jika ada warna kecoklatan dan garis-garis halus disebelah sayap kanannya, pun demikian disayap kirinya, sungguh sebuah penciptaan yang sempurna, tak bosan mata Maula menyaksikan gerak sayap kupu-kupu yang berkipas-kipas, hingga Ki Bijak meneruskan perkataannya.

“Nak Mas bandingkan dengan corak dan warna casing handphone Nak Mas yang mahal itu,lebih indah mana....?” Tanya Ki Bijak.

“Subhanallah, tiada kesempurnaan dan keindahan yang melebihi kesempurnaan dan keindahan yang Allah ciptakan ki.............” Kata Maula.

“Nak Mas benar, tiada kesempurnaan dan keindahan yang setara atau menyamai kesempurnaan dan keindahan ciptaan Allah yang seharusnya makin membuat kita bersujud demi menyaksikan keagungan dan kebesaran-Nya........” Kata Ki Bijak.

“Ki, demikian banyak dan jelas kesempurnaan dan keindahan yang Allah ciptakan, tapi kenapa sedikit sekali diantara kita yang mengetahui atau menyadarinya ki.......” Kata Maula.

“Seandainya hati anak adam ini tidak tertutupi oleh debu dosa dan kufarat, jangankan hanya keindahan yang jelas nampak didepan mata, keindahan-keindahan langit sekalipun ia akan mampu melihatnya.....” Kata Ki Bijak.

“Ki, sebesar apa pengaruh dosa terhadap kepekaan dan ketajaman “mata hati” dalam melihat “kebesaran Allah”..?” Tanya Maula.

“Besar Nak Mas, bahkan sangat besar sekali, karena hati kita ini ibarat lensa yang membantu kita untuk dapat melihat dengan jelas segala hal yang Allah perkenankan untuk kita ketahui, namun ketika lensa itu tertutup oleh debu-debu dosa, maka pandangan mata hati kita akan buram dan samar, atau bahkan tidak bisa kita gunakan untuk melihat sama sekali, manakala kotoran dan debu-debu dosa itu sedemikian banyak dan berkerak dihati kita...............” Kata Ki Bijak.

“Ki, apakah mungkin kotoran dan debu itu bisa dibersihkan ki..........?” Tanya Maula.

Ki Bijak menghela nafas panjang, “Insya Allah bisa Nak Mas, selama kita masih diberi kesempatan hidup oleh Allah swt..........” Katanya lagi.

“Meskipun dosa-dosa kita banyak ki........” Tanya Maula

Ki Bijak mengangguk, “Nak Mas perhatikan lagi kupu-kupu itu, Nak Mas tahu dari apa kupu-kupu itu berasal...?”Tanya Ki Bijak.

“Kupu-kupu berasal dari ulat yang bermetoforposis menjadi kepompong sebelum kemudian akhirnya menjadi kupu-kupu ki.........” Kata Maula, sambil mengingat pelajaran biologi yang pernah didapatnya dulu.

“Siapapun hampir pasti jijik ketika melihat ulat bulu yang gatal, tapi ketika ulat bulu yang hitam dan besar itu bermetaforposis kemudian jadi kupu-kupu, insya Allah setiap orang menyukainya, terlepas dari apa kupu-kupu itu berasal......”

“Demikianpun kita Nak Mas, sengaja atau tidak disengaja, mungkin suatu ketika periode kehidupan kita terjebak dalam kubangan dosa yang membuat kita kotor dan penuh debu dosa, dan ketika itu kita ibarat ulat yang sangat menjijikan dimata Allah swt.........”

“Dengan keagungannya, kemudian Allah memerintahkan kita untuk bersegera menuju ampunannya dengan menyesali dan bertobat dari salah dan dosa kita, mungkin kita akan merasakan “sakit” ketika kita mulai meninggalkan hobi judi kita misalnya, mungkin kita akan menderita manakala kita tak lagi meminum khamr kegemaran kita misalnya, mungkin kita akan merasakan lelah, manakala kita harus banyak duduk bersila dan berdzikir untuk membasuh dosa-dosa kita, mungkin kita akan merasa merugi ketika pertama kali kita bersedekah, tapi perasaan sakit, perasaan menderita, perasaan lelah itupun dialami oleh ulat yang ingin menjadi kupu-kupu, jadi adalah sesuatu yang wajar dalam proses tobat kita, kita merasakan sesuatu yang kadang sedikit menyakitkan, yang harus kita ingat bahwa dengan itu, insya Allah kita akan menjadi “kupu-kupu” yang indah, yang lucu, dan tidak lagi dijauhi atau membuat jijik orang-orang disekitar kita..........” Kata Ki Bijak lagi

Maula kembali memperhatikan kupu-kupu itu, indah warnanya, imut gerakannya, dimanapun kupu-kupu itu hinggap, tak satupun bunga yang melarangnya, karena kupu-kupu tidak pernah membuat kerusakan pada putik bunga, justru kupu-kupu menjadi sarana perkawinan antara putik sari dan benang sari serta penyebaran bibit-bibit bunga ketempat-tempat yang dihinggapinya...

Ki Bijak memperhatikan Maula yang terlihat sangat asyik memperhatikan kupu-kupu disekitarnya;

“Kita pun seharusnya meniru dan belajar dari kupu-kupu Nak Mas, indah perilaku kita, bijak tutur kata kita, sopan dan santun gerak – gerik kita, sehingga kita bisa diterima dimanapun kita menginjakan kaki, dikantor, dirumah, atau dimanapun, dan seperti kupu-kupu itu lagi, sedapat mungkin keberadaan kita bisa membawa manfaat bagi orang lain dan lingkungan tempat dimana kita tinggal...” Kata Ki Bijak.

Maula tersenyum, perkataan gurunya barusan, adalah penjelasan dari apa yang tengah ia pikirkan, kemudian hatinya lirih berkata;

“Terima kasih ki, terima kasih kupu-kupu, puji syukur kepada-Mu yang Allah, hari ini hamba Engkau ajari hamba dengan hikmah yang sangat indah ......................”

Wassalam

Agustus 22, 2007

++++++

PATUHI RAMBU-RAMBU

“Ki, tadi pagi ada kejadian kecil ki, mobil tumpangan ana ditabrak truk dari belakang, bempernya rusak lumayan parah.......” Kata Maula

“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un..........” Kata Ki Bijak.

“Ada yang luka Nak Mas......” Tanya Ki Bijak

“Alhamdulillah ki, tidak ada......., hanya ana kasihan sekali sama sopir truknya ki........” Kata Maula

“Kenapa Nak Mas, bukankah Nak Mas bilang tadi truk itu yang nabrak dari belakang.....?”Tanya Ki Bijak.

“Benar ki, truk itu yang nabrak, dan karena itu, sopirnya harus mengganti kerusakan mobil tumpangan ana sebesar 200 ribu rupiah, karena ia tidak punya uang lagi........” Kata Maula

“Lalu Nak Mas.........?”Tanya Ki Bijak lagi.

“Ana merasa kasihan pada pak sopir truk itu, karena mungkin uang dua ratus ribu itu adalah uang makannya, atau mungkin uang yang seharusnya dibawa pulang untuk keluarganya ki..................” Kata Maula.

Ki Bijak menghela nafas panjang, seolah turut merasakan apa yang menimpa sopir truk itu.

“Ya Nak Mas, musibah memang selalu saja meninggalkan sesuatu yang tidak menyenangkan mereka yang tengah mengalaminya, meski kita tidak tahu hikmah apa yang hendak Allah sampai kepada sopir truk itu, kepada sopir mobil tumpangan Nak Mas, atau kepada kita, yang pasti selalu ada hikmah dibalik setiap peristiwa yang terjadi dan menimpa siapapun................” Kata Ki Bijak.

“Perjalanan dan jalan raya mengajarkan banyak hal kepada kita Nak Mas....” Kata Ki Bijak.

“Pelajaran apa saja ki.............” Kata Ki Bijak.

“Nak Mas perhatikan, disepanjang jalan terdapat banyak rambu lalu lintas, dikiri kanan jalan terpampang petunjuk arah, peringatan untuk berhati-hati, jumlah korban meninggal akibat kecelakaan, rambu dan peringatan penyebab utama kecelakaan dan lain sebagainya..........” Kata Ki Bijak.

“Lalu ki...........” Tanya Maula.

“Rambu-rambu dibuat sedemikian rupa, ditempatkan sedemikian rupa, ditata sedemikian rupa, dengan tujuan agar para pengguna jalan mematuhinya, bukan untuk orang lain, tapi demi keselamatan pengguna jalan itu sendiri......” Kata Ki Bijak.

“Lalu kenapa angka kecelakaan masih sedemikian tinggi ki........”Tanya Maula.

“Banyak hal yang mungkin jadi penyebabnya, tapi Aki yakin bahwa salah satu penyebab terbesar dari tingginya angka kecelakaan adalah ketidaksiplinan pengguna jalan dalam mematuhi aturan tersebut, disamping tentu ada faktor-faktor lainnya.......” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, kemarin terjadi kecelakaan karena salah satu pengendaranya memacu mobilnya melebihi batas kecepatan maksimum, disamping juga ia menyalip dari sebelah kiri dan bahu jalan......”Kata Maula menceritakan kejadian yang pernah dilihatnya.

“Perjalanan hidup kitapun demikian Nak Mas, Allah menempatkan kita dimuka bumi ini lengkap dengan rambu-rambu yang wajib kita taati, bukan untuk Allah rambu itu diciptakan, tapi demi kepentingan dan keselamatan kita............” Kata Ki Bijak.

“Allah membuat rambu-rambu yang kemudian kita kenal dengan sebutan ‘syari’at, yang menggariskan apa saja yang boleh dan mana yang dilarang, misalnya kita diwajibkan untuk saling menghormati antara semasa, harus saling menolong, tidak boleh berlaku sombong, tidak boleh ugal-ugalan, tidak boleh ‘menyalip’ orang lain dengan cara-cara yang tidak etis, dan lain sebagainya.........” Kata Ki Bijak.

“Allah juga membuat waktu-waktu untuk kita beristirahat sejenak selama perjalanan panjang kita, setiap hari kita diwajibkan untuk beristirahat lima kali untuk shalat dhuhur, ashar, maghrib, isya dan shubuh,agar kita kembali segar untuk menenruskan perjalanan...”

Allah juga memberikan fasilitas tune-up pada tubuh kita secara berkala dengan puasa ramadhan agar kita bisa kembali segar untuk melanjutkan perjalanan panjang didepan kita, disamping kita diwajibkan untuk membersihkan diri dan harta kita dengan zakat dan sedekah.....” Kata Ki Bijak

“Apa yang telah Allah gariskan dan Allah buat untuk kita, sekali lagi adalah demi kepentingan dan keselamatan kita, karena ketika kita tidak mematuhi aturan dan syari’at yang telah digariskan, potensi kita untuk mengalami “kecelekaan’ dalm hidup kita akan sangat besar, dan ketika kita celaka, bukan hanya dia sendiri yang akan menanggung akbibatnya, tapi juga orang lain.........’ Kata Ki Bijak.

“Seperti Nak Mas ceritakan tadi, sopir yang ugal-ugalan, mengemudi melampui batas kecepatan, menyalip sebelah kiri, sangat-sangat mungkin menabrak pengendara lain, yang artinya bukan hanya dia yang mengalami kecelakaan dan kerugian, tapi juga mobil orang lain yang ditabraknya.............”Sambung Ki Bijak.

“Pun dalam kehidupan kita, ketika ada orang yang berlaku pongah dan sombong serta berlaku semena-mena, mungkin dia bisa berkata bahwa itu adalah urusannya, tapi pikiran itu adalah pendapat yang keliru, karena sewenang-wenangannya sangat mungkin mengakibatkan orang lain teraniaya dan terdhalim, dan ini akan sangat berbahaya bagi dirinya dan bagi orang yang teraniaya itui.....,

“kemudian ketika kita lalai dalam membayarkan zakat kita, dan kita berpikir bahwa itu adalah hak itu, itupun pendapat yang sangat keliru, karena zakat disyari’atkan dengan kandungan dimensi sosial yang sangat tinggi, sehingga ketika sedemikian banyak orang yang enggan bayar zakat, yang terjadi adalah kondisi seperti sekarang ini........”

“Nak Mas lihat kesenjangan sosial demikian tinggi, yang kaya makin merajalela, sementara yang miskin makin terpuruk, yang pada kondisi ekstrim, kemiskinan ini kemudian melahirkan rasa frustasi, sehingga mereka yang mengalaminya berontak yang kadang dengam cara yang tidak benar, merampok, menjabret, maling dan lain sebagainya demi memenuhi kebutuhan perutnya yang kelaparan, sementara mereka yang berpunya tak lagi peduli dan peka terhadap rintih lapar saudara-saudaranya, bukankah ini juga merupakan sebuah “ kecelakaan sosial” yang sangat mengerikan............?” Kata Ki Bijak lagi.

“Nak Mas masih ingat dengan ayat Allah berikut;

25. Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.

“Ketika setiap orang hanya berpikir bahwa ini adalah urusan saya, bahwa ini adalah hak saya, sehingga mereka melakukan kedhaliman apapun yang menurut mereka tidak merugikan orang lain, misalnya ke tempat prostitusi katanya haknya, misalnya lagi berjudi, katanya itu uangnya, minum minuman keraspun mereka bilang tak merugikan siapa-siapa, tapi coba perhatikan peringatan Allah diatas, bahwa siksa atau bencana tidak hanya akan menimpa mereka yang melakukan maksiat dan dosa, tapi akan menimpa siapapun yang ada ditempat itu, yang karena itulah setiap kita harus saling mengingatkan, saling menasehati, agar kita bisa seiring sejalan menuju terminal akhir dengan selamat dan damai...........” Kata Ki Bijak lagi.

“Ki, bagaimana agar kita selamat dijalan ki........?” Tanya Maula

“Tidak yang menjamin kita bisa selamat dimanapun kecuali Allah swt..., untuk itu mohonlah keselamatan itu kepada Allah;“Allahuma anta salaam, wa minka salam wa ilaika ya udzu salam, kita mohon keselamatan kepada Allah agar kita selamat fidunya wa dieni wal akhirat, kemudian sempurnakan syari’at kita dengan mematuhi semua rambu dan aturan yang telah ditetapkan-Nya, kemudian kita berusaha mengingatkan “pengendara lain” untuk sama-sama “berkendara dengan baik dan benar” menjalani kehidupan dengan benar, dengan mematuhi aturan dan syari’at yang telah ditetapkan, yaitu dengan “balighu anni walau ayat, dengan berdakwah lillahita’ala................”

“Terima kasih ki, semoga ana bisa menjalani kehidupan ini dengan selamat, do’akan ya ki..........” Kata Maula

“Insya Allahi aminiiin........” Kata Ki Bijak.

Wassalam

23 Agustus 2007

DARI SEBATANG POHON KELAPA

“Aaah, alhamdulillah, segar sekali panas-panas begini minum air kelapa muda ya ki.........” Kata Maula sambil mengusap ceceran air kelapa muda dari sela bibirnya.

“Ya Nak Mas, air kelapa muda ini manis dan segar.......” Kata Ki Bijak.

Kedua orang murid itu tengah rehat disebuah kebun kelapa disekitar pondokan.

“Ki, ana jadi kepikiran, bagaimana buah kelapa ini bisa berisi air ya ki..., tidak bocor dan manis lagi rasanya.............” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum mendengar perkataan Maula, “Wallahu ‘alam....” Nak Mas..”, Kata Ki Bijak sambil kembali meminum air kelapa yang masih tersisa.

“Terlepas dari bagaimana kelapa ini bisa berisi air yang manis, kita juga bisa belajar banyak dari pohon kelapa ini Nak Mas......” Kata Ki Bijak

“Pelajaran apa ki...........?” Tanya Maula.

“Nak Mas perhatikan, mulai dari akar hingga ujung batang pohon kelapa ini, semuanya bisa bermanfaat bagi kita..............’ Kata Ki Bijak.

Maula segera saja mulai memperhatikan batang pohon kelapa yang tidak jauh tempat istirahat.

“Mulai dari akar pohon kelapa ini yang bisa dibuat berbagai kerajinan oleh tangan-tangan terampi,atau dibuat kerangka bedukl, kemudian batangnya yang dapat kita fungsikan untuk bahan bangunan, bahan jembatan, dan lain sebagainya, kemudian nyiurnya bisa dibuat atap, lidinya bisa dibuat sapu, terlebih buah kelapanya, ada sedemikian banyak manfaat dan kegunaan selain rasanya yang manis dan menyegarkan..........” Kata Ki Bijak

“Air kelapa juga merupakan penawar racun, bahkan sekarang lagi musim kelapa muda yang dibakar, katanya baik untuk kesehatan, sungguh sebuah pelajaran yang sangat baik baik kita......”

“Ketika mudanya, kelapa sudah memberikan rasa yang nikmat dan manfaat yang banyak, pun ketika tuanya, semakin tua kelapa dipetik, semakin banyak santan yang dihasilkan, serabutnya bisa buat sapu lantai, batoknya bisa buat arang, subhanallah, seandainya kita bisa seperti buah kelapa dan batangnya............” Kata Ki Bijak.

Maula diam tercenung mendengar ucapan Ki Bijak yang panjang lebar;

“Seandainya kita seperti kelapa ki......? Kata Maula.

“Ya seandainya masa muda kita bisa kita manfaatkan untuk menuntut ilmu agama sebanyak dan sedalam mungkin, menuntut berbagai ilmu yang bisa berguna bagi kehidupan kita dan syukur berguna pula bagi orang lain, niscaya kita akan seperti kelapa muda yang manis rasanya lagi menyegarkan....”

“Ketika kita beranjak dewasa, kita semakin bijak dalam bertutur kata, bisa semakin santun dalam bertatakrama, bisa semakin berilmu, bisa semakin bermanfaat bagi orang lain, sehingga orang lain bisa menikmati “santan” dari keberadaan kita......”

“Betapa kita akan menjadi orang yang sangat beruntung, manakala mata kita bisa digunakan untuk membimbing mereka yang kehilangan arah atau mereka yang tersesat dan tak menemukan jalan....”

“Betapa kita akan beruntung, bila tangan kita bisa digunakan untuk meringankan beban mereka yang tengah dilanda kesulitan dan kesusahan....”

“Betapa kita akan sangat bahagia, bila kaki kita ini mampu menjadi tumpuan mereka yang “lumpuh” dan lemah tiada berdaya...”

“Betapa kita patut bersyukur seandainya bahu kita bisa menjadi sandaran mereka yang telah dilanda musibah, bahu kita menjadi tempat mereka menumpahkan air mata kesedihan..........”

“Betapa kita akan menjadi orang yang berguna, jika lisan kita mampu menjadi peyambung ilmunya para ulama untuk kita sampaikan kepada orang yang membutuhkan.....”

“Betapa kita laksana buah kelapa, yang kala muda lezat rasanya, kala tua, menghasilkan santan yang berguna, dicampur gula tambah nikmat, dimakan sendirian pun tak kurang lezat, putih warna buahnya, alami dan segar airnya, suci dan terproteksi dari debu dan kotor karena kokoh serabut dan kulitnya, betapa ketika itu kita menjadi sebaik-baik manusia, yakni manusia yang paling berguna bagi manusia lainnya....”

Sekali lagi Maula menoleh dan memperhatikan batang pohon kelapa didepannya, dan menatap buah kelapa muda yang berada ditangannya, ternyata buah kelapa yang selama ini menjadi kesukaannya, mengandung berbagai hikmah yang luar biasa, seperti pitutur Ki Bijak barusan.

“Ooooh, ana baru mengerti sekarang ki, kenapa gerakan pramuka menggunakan lambang tunas kelapa.........” Kata Maula.

“Aki tidak tahu persis latar belakang pengambilan tunas kelapa sebagai lambang gerakan Pramuka, tapi boleh jadi sang penemu lambang itu orang yang sangat bijak, yang mengerti betul bahwa pohon kelapa memiliki keunikan tersendiri dibanding buah lainnya, sehingga diharapkan para praja pramuka mampu menjadikan diri mereka menjadi sedemikian berguna bagi dirinya dan bagi orang lain diberbagai lahan kehidupan.....” Kata Ki Bijak.

“Aki benar Ki, itu falsafah pengambilan tunas kelapa sebagai lambang pramuka......” Kata Maula.

“Nak Mas, saat ini, diusia sekarang ini, Nak Mas harus belajar menjadi buah kelapa muda, yang mampu memberikan kesegaran mereka yang mereguknya.........” Kata Ki Bijak lagi.

“Bagaimana caranya ki.....” Tanya Maula.

“Segarkan mereka yang “dahaga akan ilmu dan pengetahuan”, dengan “manisnya ilmu dan hikmah” yangAllah amanahkan kepada Nak Mas, ajak mereka untuk bersama sama Nak Mas meninggikan kalimah Tauhid, sehingga mereka tidak lagi mencari-cari “air” yang tidak terjamin kualitas dan kemurniannya, misalnya dengan membaca buku-buku terbitan barat yang kadang tidak jelas misi dan fungsinya....,

“Berikan teladan dengan menjadikan diri Nak Mas orang yang pertama-tama melakukan apa yang Nak Mas serukan, Insya Allah, Nak Mas mampu menjadi penawar dahaga mereka, syukur kalau menjadi penawar racun kemaksiatan yang belakang banyak menjangkiti umat ini...........” Kata Ki Bijak.

“Mampukah ana ki...........” Tanya Maula.

“La haula walaa quata ilabillah.....jika tidak mulai dari sekarang, maka selamanya tidak akan pernah bisa Nak Mas............., seperti buah kelapa tua yang banyak menghasilkan santan pun, harus terlebih dahulu melalui proses pematangan dengan menjadi kelapa muda terlebih dahulu, setelah sekian lama, menahan derasnya hembusan angin yang menerpanya, maka ia akan menjadi penghasil “santan yang gurih” dan lezat rasanya............” Kata Ki Bijak lagi.

“Nak Mas harus ingat, tidak ada waktu yang paling tepat untuk memulai sesuatu kebaikan kecuali saat ini, kita tidak bisa menunggu dipanggil ustadz atau kyai dulu, baru kemudian baru mau menyampaikan kebenaran, kita tidak bisa menunggu umur tertentu untuk memulai kebaikan, karena kita tidak tahu sampai kapan usia kita ini, bismilllah...kuatkan niat Nak Mas untuk semata mengharap ridha ilahi dengan jalan dakwah, bukan karena hal lainnya...........” Kata Ki Bijak.

“Do’akan ana bisa mengemban amanah ini ki.........” Kata Maula.

“Insya Allah Nak Mas, Aki selalu berdo’a untuk Nak Mas, semoga kelak Nak Mas mampu menjadi anutan dan pitutur yang baik bagi sesama, menjadi sosok yang mampu memberikan “air penawar dahaga” atau santan si penyedap rasa.........” Kata Ki Bijak lagi.

“Amiiin........”

Wasssalam

24 Agustus 2007

KACANG LUPA KULITNYA

“Ki, Apakah setiap do’a kita akan diterima oleh Allah ki........” Tanya Maula

“Insya Allah Nak Mas, selama kita berdo’a untuk kebaikan, disertai dengan hati yang khusyu dan cara yang benar, Allah pasti mengabulkan do’a kita......” Kata Ki Bijak.

“Lalu kapan do’a kita itu dikabulkan ki........” Tanya Maula lagi.

“Itu hak mutlak Allah Nak Mas, kita tidak bisa mendikte Allah untuk mengabulkan permohonan kita sesuai dengan waktu dan jumlah yang kita inginkan, kita tidak bisa memaksa bahwa apa yang Allah berikan harus sesuai dengan keinginan kita, karena Allah adalah Allah, Rabb semesta Alam, yang ditangan-Nya-lah semua kekuasaan dan kehendak, tidak ada sesuatu pun yang dapat memaksanya, justru Allah yang berhak menentukan apapun kepada semua mahluk-Nya.......” Kata Ki Bijak.

“Kadang do’a kita dikabul justru saat kita sudah lupa bahwa kita pernah memintanya..........” Sambung Ki Bijak

“Maksudnya ki.........” Tanya Maula.

“Begini Nak Mas, ketika motor kita rusak misalnya, hal pertama yang kita lakukan adalah mencoba memperbaikinya sendiri, karena bukan ahlinya, tentu kita tidak bisa memperbaiki kerusakan pada motor tersebut....”

“Kemudian kita telpon bengkel misalnya, menceritakan kerusakan motor kita pada montirnya, tapi motor tetap ada dirumah kita, sekalipun bengkel itu memberi penjelasan kepada kita, montir tidak bisa melakukan apapun untuk memperbaiki motor kita, tetap kerusakan motor kita belum teratasi....”

“Lain halnya ketika motor kita mogok, setelah memeriksanya sebentar, kita langsung bawa motor kita kebengkel, dan montir yang ahli akan segera memperbaikinya...............”

“Pun demikian halnya dengan do’a kita, selama kita masih memikirkan “masalah” yang tengah kita hadapi, selama itu pula artinya “kesulitan” kita belum diambil alih oleh Allah, seperti motor yang rusak tadi, kita masih ngutak-ngatik sendiri, meskipun kita tahu kita bukan orang yang tepat untuk memperbaikinya.....” Kata Ki Bijak.

“Tapi ketika segala permasalahan kita kembalinya kepada Allah, artinya kita telah menyerahkan permasalahan dan “kerusakan” kita kepada sang Maha Ahli, yaitu Allah swt.....”

“Apapun masalah kita, insya Allah ketika kita sudah menyerahkan sepenuhnya kepada Allah, Allah akan memberikan jalan keluar yang terbaik bagi kita.....”

“Ketika kita terbelit hutang misalnya, kadang pikiran kita muter-muter mencari jalan keluar, ingin jual inilah, ingin pinjam kesiapalah, sehingga waktu dan pikiran kita tersita untuk memikirkan jalan keluar terbaik dari belitan hutang kita, padahal belum tentu itu baik bagi kita....”,

“Karenanya, jika memohon kepada Allah, memohonlah “Ya Allah hamba ingin terbebas dari jeratan hutang.......” itu saja, biarkan Allah yang menentukan dari mana uang yang akan kita dapat untuk melunasi hutang kita, karena sekali lagi Allah Maha Mengetahui yang terbaik bagi kita.....”,

“Kita tidak perlu “mengajari” atau menggurui Allah dengan berkata “Ya Allah, saya ingin melunasi hutang saya dengan jual mobil ini.....” karena belum tentu jual mobil untuk bayar utang adalah cara terbaik, yakinlah apa yang Allah pilihkan untuk kita, adalah yang terbaik bagi kita......”

Maula terdiam, merenungi perkataan Ki Bijak, karena ia sering mengalami sendiri untuk mencoba-coba memecahkan berbagai permasalahanya tanpa “melibatkan Allah”, dan benar apa yang dikatakan Ki Bijak tadi, semakin ia merasa mampu memecahkan persoalan yang ia hadapi, semakin sempit rasanya jalan keluar yang ada, bahkan tak jarang ia merasa semua jalan tertutup baginya.

“Selama kita merasa mampu menyelesaikan masalah kita, maka selama itu pula Allah akan membiarkan kita kebingungan dengan berbagai masalah yang kita hadapi, “Silahkan kau keluarkan seluruh kepandaian dan kemampuanmu untuk mengatasi kesulitanmu jika kau mampu”, Kata Allah, seharusnya kita menyadari sepenuhnya sepandai apapun kita, sekuat apapun kita, sehebat apapun kita, setinggi apapun pendidikan kita, kita hanyalah mahluk lemah yang dikaruniai Allah dengan berbagai keterbatasan............” Kata Ki Bijak.

“Ki, kenapa Allah “membatasi” kita ki........” Kata Ki Bijak.

“Wallahu’alam Nak Mas, yang jelas, dengan keterbatasan kita, seharusnya makin menyadarkan kita bahwa ada Dzat yang kekuasaan dan kehendaknya tidak terbatas, yaitu Allah, dan dengan kesadaran itu, harusnya kita semakin rajin berdo’a dan bermohon kepada Allah dalam segala hal..............” Kata Ki Bijak lagi.

“Dan satu hal yang Nak Mas harus Nak Mas ingat, bahwa do’a kita adalah sebuah pengakuan yang jujur dari kita, bahwa kita ini mahluk lemah yang tiada daya, sehingga kita memohon kepada Allah, bukan sebaliknya..........” Kata Ki Bijak.

“Maksudnya ki....?” Tanya Maula

“Kita sering beranggapan bahwa setelah kita melakukan ibadah, shalat tahajud misalnya, kita seolah berhak “mendikte Allah” dengan berbagai permintaan kita, ingin naik gaji lah, ingin naik jabatan lah, ingin ini dan itu, dan ketika Allah “menunda” permohonan kita, kita kemudian menyalahkan Allah, ini yang salah, ingat, kita ini hamba, Allah adalah sang Khalik, tidak ada sesuatupun yang bisa memaksa-Nya............” Kata Ki Bijak lagi.
“Padahal ada banyak hikmah yang bisa kita petik dari “tertundanya” permohonan kita......” Sambung Ki Bijak.

“Hikmah apa ki.............?” Tanya Maula.

“Salah satu hikmah dibalik “tertundanya permohonan” kita adalah sebagai sebuah ujian kesabaran dan latihan bagi kita dalam memohon dan beribadah kepada Allah......,

“Karena sangat mungkin ketika hari ini kita memohon kepada Allah, kemudian do’a kita dikabul Allah, kita kemudian menjadi malas lagi untuk beribadah kepada Allah, lalu kita merasa kita “sudah dekat dengan Allah”, sehingga do’a kita cepat diijabah, dan ini berbahaya Nak Mas.....,

“Perasaan “sudah dekat dengan Allah”, kerap menggelincirkan kita pada sikap sombong dan lalai, maka “beruntunglah” mereka yang do’anya ditangguhkan oleh Allah, sehingga ia masih merasa banyak salah, banyak dosa, yang kemudian memacu keimanan dan semangatnya untuk bertobat dan beribadah kepada Allah...............”

“Kita bisa dengan mudah menemukan mereka yang seakan-akan sangat taat kepada Allah manakala kesulitan dan masalah tengah menghinggapinya, ia menjadi rajin kemasjid, tahajud dan lain sebagainya..............,

“Tapi setelah semua kesulitan dan masalahnya diangkat oleh Allah, ia kemudian kembali berpalng dari Allah, ia merasa bahwa kesulitan dan masalahnya hilang adalah karena usahanya semata, kemudian ia terjebak pada sifat sombong dan takabur, ia jadi malas kemasjid karena kesibukannya mengurus usaha dan pekerjaannya, atau berbagai dalih yang ia gunakan untuk menutupi kesombongannya untuk tidak mau bersujud kepada Allah...................”

“Nak Mas masih ingat kisah Tsa’labah......?” Tanya Ki Bijak.

“Iya Ki, Tsa’labah adalah seorang sahabat Nabi yang pernah meminta dido’akan oleh Nabi agar menjadi kaya, dengan syari’at memelihara kambing, Tsa’labah kemudian dijadikan Allah sebagai orang yang mempunyai harta yang berkecukupan. Tapi kemudian kekayaanya melalaikan Tsa’labah akan kewajiban Zakat hartanya. Ia juga meninggalkan solat berjamaah dan seterusnya solat Jumaat setelah kambingnya semakin membiak dalam jumlah yang banyak……” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, terlepas dari pendapat yang mengatakan bahwa sanad hadits itu lemah, kenyataannya sekarang banyak Tsa’labah-Tsa’labah baru lahir dizaman kita ini………,

“Ada orang yang ketika miskin demikian taat, kemudian tiba-tiba menjadi lalai karena mobilnya bertambah banyak….,

“Ada yang ketika masih karyawan kontrak kerjanya rajin, shalatnya tepat waktu, tiba-tiba menjadi pembangkang nyata dengan selalu meninggalkan shalat berjamaah dengan alasan kesibukan, saat ia sudah menjadi manajer misalnya, dan masih banyak lagi Tsa’lah-Tsa’labah modern yang ibarat kacang lupa kulitnya………….’ Kata Ki Bijak.

“Karenanya, kita tidak perlu berkecil hati, jika Allah menagguhkan permohonan kita, yakinilah bahwa semua yang Allah lakukan demi kebaikan kita, meski mungkin kita tidak menyukainya.............’ Lanjut Ki Bijak menutup wejangannya.

Maula mengangguk, ia demikian meresapi apa yang barusan disampaikan gurunya.

Wassalam

28 Agustus 2007