Monday, May 30, 2011

INDAHNYA KEKALAHAN

“Kekalahan bukanlah sebuah kehinaan Nak Mas……, lebih dari itu, kekalahan juga sebuah pelajaran besar bagi mereka yang mau mengambil hikmahnya….” Kata Ki Bijak, menanggapi cerita Maula mengenai hasil final liga champion kemarin.

Dengan nada masih sedikit kecewa karena tim favoritnya kalah, Maula bertanya pada gurunya; “Pelajaran apa yang bisa kita petik dari sebuah kekalahan ki…?” Tanyanya kemudian.

Ki Bijak tersenyum mendengar nada bicara Maula, “Belajar untuk berjiwa besar salah satunya Nak Mas….” Kata Ki Bijak.

“Belajar untuk berjiwa besar ki…?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas…., hampir semua orang bisa menikmati kemenangan, hampir setiap orang bisa mengekpresikan kebahagian dan keberhasilan…., tapi hanya sedikit orang saja yang bisa menyikapi kekalahan dan kegagalan dengan cara yang benar dan bijak……”

“Hanya mereka yang memiliki kebesaran jiwa saja yang bisa menerima kekalahan sebagai sebuah konsekuensi dari sebuah kompetisi….”

“Hanya mereka yang memiliki kebesaran jiwa saja yang bisa melihat hikmah dibalik kekalahan yang dideritanya…”

“Hanya mereka yang memiliki kebesaran jiwa saja yang bisa mengambil pelajaran dari kekalahan yang dialaminya….”

“Dan sekali lagi, hanya sedikit orang saja yang memiliki kebesaran jiwa seperti ini…..” Kata Ki Bijak.

Maula masih diam mendengar penuturan Ki Bijak; “Ki…, ana sering dengar kata kebesaran jiwa, tapi maknanya sendiri ana belum paham benar….” Kata Maula kemudian.

“Tidak ada kata yang pasti mengenai definisi Jiwa Besar, ini adalah kata yang merupakan suatu ungkapan, bukan berarti jiwa yang berukuran besar, Jiwa Besar disini menggambarkan kondisi jiwa yang dapat menerima segala sesuatu yang terjadi pada dirinya dengan sikap positif…..”

“Hal inipun bukan hanya terjadi dilapangan bola Nak Mas…, tapi juga dalam kehidupan kita…., kegagalan, kekalahan adalah bagian dari perjalanan hidup setiap orang…, dan sebaik-baik orang adalah mereka yang bisa menjadikan kekalahan dan kegagalan itu sebagai batu asah untuk mempertajam dan memperbaiki kekurangannya….”

“Kalah dalam sebuah pertempuran, bukan berarti kalah perang, kalah dalam sebuah pertandingan, bukan berarti harus kalah dalam sebuah kompetisi, pun ketika kita gagal dalam suatu urusan, bukan berarti kita gagal dalam hidup…., kecewa terhadap suatu hasil, bukan berarti kita harus meratapi selamanya, mendapatkan sesuatu yang tidak seusai harapan, bukan berarti kita harus memendam kekecewaan yang akan membuat kita sakit.., tidak berhasil dalam sebuah urusan, bukan berarti dunia kiamat….”

“Orang yang bijak, orang yang bersikap positif akan menyikapi dan memandang kegagalan dengan sikap optimis bahwa esok hari keberhasilan pasti akan menyertai mereka yang mau mengusahakannya dengan sungguh-sungguh….” Kata Ki Bijak panjang lebar.

Maula masih diam mendengarkan penjelasan gurunya,

“Nak Mas bayangkan, jika sebuah tim meratapi kegagalannya sepanjang tahun, niscaya tim itu akan bubar…, pun dengan kita, jika kita meratapi masa lalu, menyesali kegagalan, menyesali diri, niscaya orang itu akan hancur, ia akan ‘mati’ sebelum ajalnya tiba…..” Tambah Ki Bijak.

“Sebaliknya, orang-orang yang berhasil selalu meninggalkan jejak pada kita bahwa jalan keberhasilan mereka sesungguhnya adalah bagaimana mereka memanage kegagalan menjadi sebuah batu lompatan untuk meraih hasil yang lebih tinggi…..”

“Thomas alfa Edison..,berhasil menemukan lampu pijar, setelah lebih dari 1000x percobaan yang gagal….,

“Sejarah juga mencatat Ibraham Lincon berhasil menjadi orang pertama di Amerika setelah menjalani serangkaian kegagalan dalam pemilihan senat dan bahkan harus menderita kelumpuhan…..”

“Atau kita bisa belajar pada anak kita yang tengah belajar berjalan…, ia jatuh bangun sebelum akhirnya benar-benar bisa berjalan….”

“Kita pun bisa belajar pada mereka yang tengah belajar bersepeda, tak jarang kadang mereka harus berdarah-darah agar bisa bersepeda….”

“Seandainya Thomas alfa Edison menyerah karena demikian banyaknya kegagalan, mungkin kita tidak bisa menikmati terang lampu ini…”

“Seandainya Abraham Lincoln menyerah ketika ia tidak terpilih sebagai senator, mungkin sejarah tidak akan pernah mengenalnya…”

“Seandainya anak kita atau bahkan kita sendiri takut untuk berdiri ketika kita jatuh, mungkin hingga saat ini pun kita tidak akan pernah bisa berjalan…”

“Seandainya ketika dulu kita takut jatuh, mungkin hingga saat inipun kita tidak akan pernah bisa menaiki sepeda….”

“Hanya dengan keyakinan, hanya dengan keberanian, hanya dengan sikap ingin maju, hanya dengan sikap ingin bisa, hanya dengan sikap ingin menang, hanya dengan sikap ingin berhasil, hanya dengan sikap yang positif sajalah kemudian keberhasilan dan kesuksesan akan diraih…, tentunya tanpa mendahului kehendak Allah swt Nak Mas…..” Kata Ki Bijak panjang lebar.

“Iya Ki…., ana mengerti sekarang…” Kata Maula.

“Jadi tim favorit Nak Mas boleh kalah, tapi Nak Mas tidak boleh kalah, Nak Mas harus belajar menjadi orang yang kuat, Nak Mas harus belajar untuk terus memupuk dan menjaga sikap mental positif ini agar tetap terjaga dengan baik…..” Kata Ki Bijak.

Maula tersenyum mendengar penuturan Ki Bijak, “Ana juga tidak memikirkan kekalahan MU kok Ki….” Kata Maula.

“Ya Nak Mas….., seperti yang Aki sering katakan pada Nak Mas, nonton bola bukan untuk membuat kita menjadi sibuk karenanya, tapi nonton bola untuk mengambil pelajaran yang mungkin kita dapat darinya….” Kata Ki Bijak lagi.

“Wassalam

May 28,2011

UNTA ARAB

“Nak Mas pernah dengar kelakar tentang unta arab…?” Tanya Ki Bijak.

“Ooh itu ki, biasanya pertanyaan seperti ini ki…, ‘dia lahir di arab, hidup diarab, dan bahkan mungkin mati pun akan di arab, tapi dia tidak bisa bahasa arab, dan jawabannya itu tadi Ki..; unta arab…” Jawab Maula sambil tersenyum.

“Ya Nak Mas…, dan bukan maksud Aki hendak berkelakar kalau Aki menanyakan hal itu, karena sesungguhnya kelakar itu bisa menjadi ‘sentilan’ bagi kita yang mengaku muslim….” Kata Ki Bijak lagi dengan nada yang serius.

Maula segera menangkap maksud lain dari gurunya dengan menanyakan kelakar tentang unta arab; “Maksud Aki….?” Tanyanya sejurus kemudian.

“Begini Nak Mas….., kita lahir dari rahim ibu yang muslimah, ayah juga muslim, kita lahir di negera dengan mayoritas penduduk muslim, ditumbuh menjadi anak muslim, kita sekolah disekolah muslim, kita besar menjadi remaja muslim, kartu identitas kita juga menyebutkan bahwa kita muslim, ijazah kita muslim, baju yang kita kenakan juga baju muslim, dan insya Allah, kelak ketika kita kembali kepada Allah, kita akan mati di Negara yang sekali lagi penduduknya mayoritas muslim…..” Kata Ki Bijak.

“Lalu ki….?” Tanya Maula mulai penasaran.

“Lalu ketika semuanya menyakatakan bahwa kita muslim, tapi kita tidak tahu apa itu islam, kita tidak bisa membaca kitab suci orang islam, kita tidak tahu siapa nabi umat islam, kita tidak tahu hukum islam, kita tidak tahu apa yang diperintah dan dilarang oleh islam…, bukankah kita akan seperti unta arab tadi, yang lahir, tumbuh dan besar dan insya Allah meninggal pun berada ditengah-tengah muslim, tapi tidak mengerti dan tidak mengenal islam….?” Kata Ki Bijak.

“Astaghfirullah….benar juga ya ki…., kita lahir dari rahim ibu yang muslimah, ayah juga muslim, kita lahir di negera dengan mayoritas penduduk muslim, ditumbuh menjadi anak muslim, kita sekolah disekolah muslim, kita besar menjadi remaja muslim, kartu identitas kita juga menyebutkan bahwa kita muslim, ijazah kita muslim, baju yang kita kenakan juga baju muslim, dan insya Allah, kelak ketika kita kembali kepada Allah, kita akan mati di Negara yang sekali lagi penduduknya mayoritas muslim, tapi tidak tahu islam…, betapa malangnya kita ya Ki….” Kata Maula, baru menyadari bahwa dibalik kelakar unta arab tadi, tenyata tersimpan teguran yang sangat keras, bagi mereka yang mengaku muslim, tapi tidak mengenal agamanya dengan baik.

“Islam…, bukan hanya sekedar agama Nak Mas, islam adalah jalan hidup kita menuju puncak kebahagiaan didunia wal akhirat…., dan ketika kita sudah bersyahadat, memproklamirkan diri sebagai orang, maka sebagai konsekuensinya adalah kita wajib menjadi islam sebagai tuntunan bagaimana kita harus hidup, sebagai panduan untuk bagaimana kita harus melangkah, sebagai arahan harus kemana kita menuju….”

“Dan ketika kita tahu islam itu apa, ajaran islam itu seperti apa, bagaimana mungkin kita bisa mengikuti jalan lurus yang dibentankannya….?” Kata Ki Bijak menuturkan.

Maula manggut-manggut mendengarkan penuturan gurunya, “Ibaratnya kita punya peta, tapi kita tidak mengerti dan tidak memahami bagaimana kita menggunakannya ya ki….” Kata Maula.

“Benar Nak Mas…, sebaik apapun peta yang kita punya, secanggih apapun kompas yang kita pegang, tapi ketika kita tidak bisa memakainya, maka boleh jadi peta dan kompas itu menjadi tidak berharga lagi bagi kita….” Kata Ki Bijak.

“Pun dengan islam…., dalam setiap shalat,kita memohon kepada Allah.., yaa Allah tunjuki kami jalan yang lurus…, jalan para ambiya, jalan para syuhada, jalan orang-orang yang mendapat ridhonya….., tapi kadang kita tidak atau kurang menyadari bahwa apa yang kita minta itu sesungguhnya telah ada dihadapan kita.., yaitu al qur’an dan sunnah…..” Kata Ki Bijak sambil memegang al qur’an dihadapannya.

“Al qur’an dan sunnah…., ini adalah peta kehidupan yang dibuat oleh Allah untuk memandu kita menapaki setiap jengkal langkah kita dalam menjalani kehidupan ini…,

“Al qur’an dan sunnah ini adalah kompas yang akurasinya dijamin seratus persen benar dan tepat oleh pembuatnya, yaitu Allah swt…”

“Al Qur’an dan sunnah ini adalah ‘pusaka’ yang akan mengantarkan kita yang mau mengikutinya untuk menapaki jalan lurus yang Allah bentangkan agar kita sampai pada ridha dan jannah_Nya……” Kata Ki Bijak.

Maula menghela nafas panjang, pandangan diarahkan pada al qur’an yang tadi dipegang oleh gurunya, “Benar ki….., dalam setiap shalat kita memohon diberi petunjuk kejalan yang lurus, padahal petunjuk kepada jalan yang lurus itu sudah ada, hanya kita yang tidak atau belum bisa memahaminya ya ki..” kata Maula.

“Kita tidak akan dapat memahami dan menggunakan al qur’an dan sunnah sebagai pedoman dan panduan hidup kita, kalau untuk membacanya saja kita enggan Nak Mas…., karenanya kita harus menjadikan membaca al qur’an sebagai sebuah kebutuhan Nak Mas….”

“Kalau kita merasa belum lengkap kalau hari ini belum baca Koran, mestinya kita cemas kalau hari ini kita belum baca qur’an…”

“Kalau hari ini kita merasa belum lengkap kalau belum baca e-mail, maka kita mestinya gelisah kalau kita belum baca qur’an…”

“Kalau hari ini kita merasa belum lengkap karena belum update status facebook, mestinya kita cemas kalau kita belum meng-update bacaan qur’an kita….”

“Kalau hani ini kita merasa belum lengkap karena belum dapat membaca SMS teman, maka mestinya kita lebih cemas ketika kita belum membaca ‘pesan-pesan’ Allah yang terekam dalam al qur’an…..”

“Budaya membaca dan tadabur qur’an inilah yang sekarang ini berkurang kalau tidak mau dikatakan hilang…., kebutuhan terhadap qur’an dan sunnah sudah tergerus dengan kebutuhan terhadap bacaan selainnya…., sehingga tidak jarang Aki mendengar orang yang ‘tidak sempat’ baca qur’an karena kesibukannya, sementara dilain sisi, ia punya banyak waktu untuk nonton tv, dilain sisi, ia punya banyak waktu untuk nonton bola, dilain sisi, ia punya banyak waktu untuk belanja, dilain sisi, ia punya banyak waktu untuk jalan-jalan….., dan kenapa hal itu terjadi….?’ Itu karena sebagian kita tidak lagi merasakan urgensi dan kebutuhan terhadap al qur’an dan sunnah…..” Kata Ki Bijak panjang lebar.

“Iya ki…., jadi tidak heran kalau masih banyak orang islam yang kayak unta arab ya ki…, lahir dari rahim islam, dibesarkan dilingkungan islam, sekolah islam, kuliah islam, ktp islam, tapi masih tidak bisa baca al qur’an, apalagi konon untuk menggunakannya sebagai panduan dalam kehidupannya……” Kata Maula.

“Makanya kita yang disini, jangan mau disamakan dengan unta arab, kita sebagai muslim harus tahu, harus paham, harus mengerti islam itu apa dan bagaimana menggunakannya dalam kehidupan kita…, salah satu caranya ya dengan ini…, dengan membaca dan memahami al qur’an, dengan menjadikan al qur’an sebagai menu wajib bagi kita untuk dalam melalui hari-hari dalam kehidupan kita….” Kata Ki Bijak.

“Iya ki…., ana mengerti….” Kata Maula sambil menyalami gurunya untuk pamitan.

Wassalam

May 28, 2011

MONEY CAN (NOT) BUY EVERYTHINGS

Ki…, tadi sepanjang perjalanan ke kantor, ana terlibat perbincangan yang mengasyikan mengenai berbagai hal, tapi satu yang menarik bagi ana adalah ketika seorang teman mengatakan bahwa dizaman sekarang ini, ada idiom yang Money can buy everything…” Kata Maula membuka perbincangan dengan gurunya.

Money can buy everythings Nak Mas…?” Tanya Ki Bijak memastikan.

“Iya ki…, itu idiom yang banyak digunakan oleh orang sekarang, mereka beranggapan asal kita punya uang, apapun bisa dibeli….

“Orang tua yang ingin anaknya masuk sekolah favorit, tapi nilainya kurang, mereka bisa ‘membeli’ panitia penerimaan siswa baru dengan sejumlah uang agar anaknya bisa diterima disekolah tersebut….”

“Orang tua yang ingin anaknya masuk kuliah di universitas terkemuka, tapi nilainya kurang, mereka bisa ‘membeli’ panitia penerimaan mahasiswa baru dengan sejumlah uang agar anaknya bisa diterima dikuliah di universitas tersebut….”

“Kemudian ada orang yang ingin familynya diterima sebagai pegawai negeri, mereka bisa membeli panitia penerimaan pegawai dengan sejumlah uang…”

“Ada orang yang ingin memasukan bahwa ‘haram’ agar tidak kena pemeriksaan, bisa membeli pegawai pemeriksa dengan sejumlah uang..”

“Ada yang ingin menjadi anggota polisi, juga katanya bisa membelinya dengan uang..”

“Ada yang ingin menjadi tentara, juga katanya bisa membelinya dengan uang…”

“Orang yang ingin jadi anggota dewan, orang yang ingin jadi gubernur, orang yang ingin menjadi bupati, orang yang ingin menjadi pejabat bank sentral, atau ingin menjadi apapun, selama ada uang katanya semuanya bisa dilakukan……” Kata Maula.

“Ooh itu toh maksud Nak Mas…..” Kata Ki Bijak sambil menarik nafas dalam-dalam.

“Dizaman kita sekarang ini, memang hampir segalanya butuh uang, tapi Aki tetap berkeyakinan bahwa uang bukanlah segala-galanya…, ada banyak hal dan bahkan mungkin banyak hal yang tidak bisa kita beli pakai uang, berapapun nilai uang kita……..” Lanjut Ki Bijak.

“Iman, mutiara terindah yang Allah anugerahkan kepada mereka yang dikehendaki_Nya, tapi jika Allah tidak menghendaki seseorang beriman, maka tidak ada sesuatu pun yang akan menjadikannya beriman….., berapapun uang yang dimiliki seseorang, berapa banyak pun kekayaan yang dipunyai seseorang, tapi dia tidak akan pernah mampu membeli keimanan dengan uang dan kekayaanya itu….” Kata Ki Bijak mencontohkan hal yang tidak terbeli dengan uang.

Maula manggut-manggut mendengar penuturan gurunya.

“Benar Ki…, betapa banyak orang kaya harta, tapi miskin iman,mereka seperti kehilangan arah, kehilangan pegangan, kehilangan tempat bergantung yang kokoh, karena tidak memiliki keimanan kepada Allah swt…., harta dan kekayaan yang dimilikinya tidak bisa menjadikannya beriman, karena memang tidak ada toko atau swalayan yang menjual iman….” Kata Maula menambahkan

“Kemudian hal lain yang tidak akan terbeli dengan uang adalah waktu Nak Mas……, ketika kita menyia-nyiakan waktu, ketika kita tidak pandai memanfaatkan waktu untuk sesuatu yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat, ketika kita terlena dengan berbagai hal yang memabukan, dan kemudian kita kehilangan waktu…., maka sedetik pun kita tidak akan bisa membelinya untuk mengembalikan waktu yang telah berlalu……”

“Belum pernah ada, dan tidak akan pernah ada seorang konglomerat yang bisa membeli waktu barang sedetik saja untuk menunda kematiaanya…”

“Belum pernah ada, dan tidak akan pernah ada, seroang milyuner yang bisa membeli waktu barang sedetikpun agar ia bisa kembali kepada detik yang telah dilaluinya….”

“Belum pernah ada, dan tidak akan pernah ada, penguasa yang bisa membeli waktu dengan kekuasaan yang dimilikinya, agar ia bisa tetap berkuasa selamanya….”

“Dan seterusnya, siapapun dia, apa pun pangkat dan kedudukannya, berapa pun jumlah kekayaan yang dimilikinya, berapa pun jumlah tabungan dan deposito yang ada padanya, sekali ia kehilangan waktu, maka ia tidak akan pernah bisa membuatnya kembali…..” kata Ki Bijak lagi.

“Benar Ki…., kalau ada mesin pemutar waktu, itu hanya ada didalam film kartun saja ya ki….” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum mendengar perkataan Maula;

“Kemudian hal lain, yang juga tidak bisa dibeli dengan uang adalah kebahagiaan Nak Mas…..” kata Ki Bijak.

“Ki.., bukankah orang kaya bisa membeli kebahagiaan mereka ki…, misalnya dengan berlibur atau jalan-jalan ketempat yang mereka sukai, atau mereka makan makanan enak, nonton pertunjukan yang mereka sukai, membeli pakaian atau kendaraan yang mereka inginkan dengan uang yang mereka miliki….., bukankah itu akan membuat mereka bahagia ki…” Kata Maula.

“Sepintas memang akan terlihat bahwa mereka yang bergelimang harta, dapat membeli kebahagiaan dengan memenuhi semua keinginannnya, berlibur,bertamasya, membeli pakaian, perhiasan dan kendaraan yang mereka inginkan, tapi yakinlah bahwa bukan itu yang membuat mereka bahagia, karena sesungguhnya kebahagiaan hakiki adalah ketika kita bisa ‘bersua’ dengan Allah dalam ketaatan dan pengabdian kepada_Nya…..” Kata Ki Bijak.

“Ana belum mengerti ki….” Kata Maula.

“Insya Allah suatu saat nanti Nak Mas mengerti dan menemukan kebahagiaan yang Aki maksud, kebahagiaan dikala kita bercengkrama dengan Allah, kebahagiaan dimana kita bisa mengadukan segala permasalahan kita kepada Allah, kebahagiaan manakala kita mendapati Allah sedemikian dekat dengan kita, kebahagiaan manakala kita menyadari bahwa Allah selalu mendengar dan mengabulkan doa-doa kita….” Kata Ki Bijak lagi.

“Kapankah waktu itu kan tiba ki….?” Tanya Maula lagi.

“Bisa kapan saja, tergantung sejauh mana Nak Mas menginginkan kebahagiaan itu benar-benar datang kepada Nak Mas…..” Kata Ki Bijak lagi.

Maula diam, dihatinya ia berharap bahwa ia akan menemukan rahasia kebahagiaan seperti yang dikatakan gurunya.

“Masih banyak hal yang tidak bisa kita beli dengan uang Nak Mas…., cinta dan ridha Allah,adalah contoh lain yang tidak akan terbeli dengan uang…..”

“Cinta dan kasih sayang juga merupakan beberapa hal yang tidak akan terbeli dengan berapapun uang yang kita miliki….” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki…., ana juga baru menyadari bahwa kehangatan sinar mentari pagi, semilir angin yang berhembus, oxygen yang kita hirup, juga tidak akan terbeli dengan uang dalam jumlah berapapun…..” Kata Maula.

“Iya Nak Mas…., mata kita, hidung kita, telinga kita, tangan kita, hati kita, mulut kita, jemari kita, dan seluruh anggota badan kita, baik jasad maupun ruhani, juga hal yang teramat mahal yang tidak mungkin kita beli ditoko atau pabrik dimanapun didunia ini, karena memang tidak ada pabrik manapun yang bisa memproduksi organ tubuh kita ini…., kalaupun ada tiruan, pasti kualitasnya tidak sebanding dengan yang original, yang Allah ciptakan untuk kita…..” Kata Ki Bijak lagi.

“Benar ki…..” Kata Maula.

“Jadi kalau ada orang yang berpendapat apa tadi Nak Mas….?” Tanya Ki Bijak.

“Money can buy everythings ki….” Kata Maula mengulang idion barat yang tadi pagi didengarnya.

“Ya..,kalau ada orang yang berpendapat Money can buy everythings, ya biarkan saja…..,mungkin mereka merasa hebat karena sudah bisa membeli panitia penerimaan siswa baru dengan uangnya, mungkin mereka sudah merasa kaya, karena bisa menyuap panitia penerimaan mahasiswa, mungkin mereka bangga bisa masuk kepolisan atau tentara dengan setumpuk uang suapnya, mungkin mereka merasa bisa menepuk dada karena bisa menjadi anggota dewan dengan kekayaannya, mungkin mereka juga bisa menegakan kepala karena bisa menjadi pejabat dengan uang yang dimilikinya.., tapi tetap, mereka tidak akan pernah bisa membeli iman, mereka tetap tidak bisa membeli waktu, mereka tetap tida bisa membeli kebahagiaan dengan kekayaan dan uang yang mereka miliki…… “ Pungkas Ki Bijak.

“Iya ki…, ana mengerti….” Maula mengakhiri perbincangan sore itu.

Wassalam

May 26,2011

Tuesday, May 24, 2011

PAH…., DEDE INGIN SEPERTI NABI YUSUF

“Ki.., ana lagi ada pekerjaan rumah nih ki…” Kata Maula pada gurunya.

“PR apa Nak Mas…? Tanya Ki Bijak.

“Ini ki.., kemarin Ade bilang dia ingin seperti Nabi Yusuf as….” Kata Maula

Ki Bijak tersenyum mendengar perkataan Maula, “Bukankah itu keinginan yang sangat baik Nak Mas…, Aki berdoa pada Allah semoga cucu Aki benar-benar menjadi seperti Nabi Yusuf Nak Mas….” Kata Ki Bijak beberapa saat kemudian.

“Ya Ki…, tapi bagaimana caranya…? Nabi Yusuf adalah seorang nabi yang berbudi luhur, patuh pada orang tua, taat pada Allah…, seorang Nabi yang sabar, tidak pendendam, bahkan ketika beliau didhalimi oleh saudaranya, difitnah sehingga harus mendekam dalam penjara….., bukankah itu sangat sulit ki…..?” Tanya Maula.

Lagi-lagi Ki Bijak tersenyum mendengar perkataan Maula; “Sulit memang Nak Mas…., tapi apakah Nak Mas tidak ingin mempunyai anak seperti Nabi Yusuf…?” Tanya Ki Bijak.

“Tentu sangat ingin ki…., tapi ya itu tadi, bagaimana caranya…?” Tanya Maula.

“Caranya Nak Mas harus belajar dan mendidik diri Nak Mas untuk bisa seperti Nabi Yaqub as…..” Kata Ki Bijak.

“Maksudnya ki….?” Tanya Maula.

“Nak Mas…., keshalehan Nabi Yusuf memang karunia Allah, tapi secara syari’at, keshalehan Nabi Yusuf terbentuk dengan wasilah bimbingan dan didikan ayahnya, yaitu Nabi Yaqub…., seorang Nabi yang sangat taat dan shaleh, sehingga belia dijuluki Isra’il, Isra’ dalam bahasa ibrani artinya hamba, Il artinya hamba, jadi secara bahasa Isra’il bermakna hamba Allah……”

“Dan dalam bimbingan nabi Yaqub yang taat dan shaleh inilah kemudian Nabi Yusuf tumbuh dan berkembang menjadi seorang anak yang shaleh pula……” Kata Ki Bijak.

Maula manggut-manggut mendengar penuturan Maula; “Maksud Aki…, untuk mendidik anak menjadi anak yang shaleh, orang tuanya juga harus shaleh terlebih dahulu…?” Tanya Maula.

“Benar sekali Nak Mas….., Nak Mas perhatikan pohon-pohon itu…..” Kata Ki Bijak sambil menujuk pepohonan yang rindang disekitar pondok.

Maula dengan segera mengarahkan pandangannya kearah yang ditunjuk gurunya; “Ya ki….” Katanya kemudian.

“Lihat pohon pisang itu Nak Mas…., pohon pisang hanya akan menghasilkan buah pisang, lebih spesifik lagi, pohon pisang nangka, tidak akan menghasilkan buah pisang ambon, pun sebaliknya…”

“Kemudian Nak Mas lihat pohon mangga itu…, mangga harum manis, hanya akan menghasilkan buah mangga harum manis, mangga gedong, hanya akan menghasilkan buah mangga gedong, tidak ada pohon mangga harus manis berbuah mangga harum manis atau sebaliknya….”

“Kemudian Nak Mas lihat juga pohon kelapa itu, pohon kelapa hanya akan menghasilkan buah kelapa, pohon nangka tidak mungkin menghasilkan buah cempedak, begitu seterusnya…., buah yang dihasilkan tergantung dari induk atau pohon itu sendiri…..” Kata Ki Bijak panjang lebar.

“Jadi maksud Aki…, secara syari’at, seorang anak yang shaleh adalah produk ayah dan ibu yang shaleh, sementara anak yang tholeh…, juga merupakan produk orang tuanya yang tholeh, begitu ki…?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas…., secara syari’at seperti itu, hanya orang tua yang sholeh, yang taat, yang patuh, yang baik yang akan bisa memberi teladan kepada putra putrinya untuk menjadi seorang anak yang baik pula…;

“Sementara orang tua yang tholeh.., tentu akan memberikan contoh dan teladan yang tidak baik pula bagi putra-putrinya…, jadi jangan harap kalau orang tuanya seperti qarun yang gila harta, memiliki anak yang shaleh dan dermawan…”

“Jadi jangan berharap memiliki anak yang pandai mengaji, kalau orang tuanya sendiri tidak pernah baca qur’an….”

“Jangan pernah berharap anaknya rajin kemasjid, kalau orang tuanya sendiri shalatnya hanya mingguan…”

“Jangan pernah berharap anaknya menjadi ahli sedekah, kalau orang tuanya sendiri pelitnya tidak ketulungan…”

“Jangan pernah berharap anaknya menjadi anak yang santun, kalau orang tuanya sendiri suka bicara sembarangan…”

“Jangan pernah berharap anaknya menjaga pandangan, kalau orang tuanya sendiri matanya suka keluyuran,..”

“Jangan pernah berharap anaknya menjadi seorang alim, kalau orang tuanya sendiri tidak pernah bergaul dengan ulama….”

“Singkatnya jangan pernah berharap anak kita menjadi seorang anak yang baik dan shaleh, sebelum kita sendiri bisa menjadikan diri kita orang yang baik dan shaleh………” Papar Ki Bijak panjang lebar.

“Iya ki….,ana mengerti…., tidak mungkin kita memiliki anak sesholehah Siti Fatimah kalau orang tuanya belum bisa seperti Baginda Rasul dan Siti Khadijah ya ki….” Kata Maula.

“Ya Nak Mas….., dan kalau pun ada seorang anak yang orang tuanya ‘nakal’, orang tuanya tidak pernah shalat, orang tuanya tidak zakat, orang tuanya tidak pernah baca qur’an, kemudian anaknya menjadi seorang anak yang baik…., itu tidak bisa dijadikan contoh dan rujukan Nak Mas….,

“Atau sebaliknya, orang tuanya baik, tapi anaknya nakal, juga jangan dijadikan alibi bahwa kita tidak perlu menjadi orang baik dan shaleh dulu agar anak kita menjadi anak yang baik dan shaleh…., karena kita masih hidup dialam syari’at yang mengajarkan kita sebab akibat…., orang tua yang baik, yang bisa memberi teladan yang baik, insya Allah akan menghasilkan anak yang baik juga….”

“Sebaliknya, orang tua yang tidak bisa memberi contoh yang baik, juga insya Allah akan menghasilkan anak yang tidak akan jauh berbeda dengan orang tuanya…” Kata Ki Bijak.

“Iya Ki…kalau ada pohon cempedak berbuah nangka itu hanya ada didalam lagu ya ki…..” Kata Maula.

“Benar Nak Mas……, jadi kalau cucu Aki, Maulana ingin seperti Nabi Yusuf, Nak Mas harus bisa menjadikan Nak Mas agar sesholeh Nabi Yaqub, insya Allah, Allah akan membimbing Nak Mas dan Maulana untuk menjadi hamba_Nya yang shaleh…….” Kata Ki Bijak.

“Amiin…, mohon doanya ya ki……” Kata Maula.

“Insya Allah Nak Mas……, semoga Nak Mas dan nanda Maulana bisa menjadi hamba yang shaleh, seshaleh Nabi Yaqub dengan putra tercintanya Nabi Yusuf As….” Kata Ki Bijak mengakhri percakapan hari itu.

Wassalam

May 2011

Tuesday, May 17, 2011

BAHAYA STS

Ada banyak perangkap yang akan menjebak kita untuk masuk kedalam perangkap STS Nak Mas….” Kata Ki Bijak.

“Perangkap STS ki….?" Tanya Maula.

“Ya Nak Mas…., STS yang Aki maksud Syirik Tanpa Sadar Nak Mas….., banyak diantara kita yang dengan sadar atau tidak, terperangkap dalam kata maupun perbuatan syirik…..”

“Contoh kecil yang Aki temukan dipotongan iklan surat kabar, disana banyak sekali iklan yang menurut hemat Aki merupakan perangkap setan untuk menjerumuskan kita kedalam jurang kemusyrikan…, ada iklan yang menawarkan kekayaan dengan cara instan, ada yang menawarkan penglaris, ada iklan yang menawarkan kewibawaan, ada iklan yang menawarkan jabatan dengan cara yang kadang tidak rasional, dan berbagai ragam iklan yang membuat Aki geleng-geleng kepala membacanya……” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, dan bukan hanya disurat kabar, bahkan di siaran TV yang berskala nasional pun, iklan dan tayangan yang semacam itu seperti sudah lazim adanya, ada iklan minurman yang latar belakangnya meminta kekayaan pada dukun, ada juga orang yang minta usahanya lancar kepada para normal, ada juga pengusaha yang ingin urusannya beres, meminta bantuan jin, ada juga iklan rokok yang juga menampilkan sosok jin sebagai objeknya….,

"dan yang lebih parah lagi, ada sinetron yang menceritakan seorang pemuda yang berteman dengan jin, kemudian ada seorang gadis yang berteman dengan tuyul…….,

"dan sekarang ada lagi Ki acara apa namanya ana lupa, tapi acara itu menampilkan sosok orang pintar yang ‘menerawang’ keadaan pemirsanya, ada juga acara uji nyali yang menampilkan tayangan orang iseng yang ingin menguji nyalinya dengan melihat jin, dan entah berapa banyak lagi tayangan semacam itu yang langsung bisa dikonsumsi semua orang tanpa sensor….” Kata Maula.

“Iya Nak Mas…, dan itulah salah satu alas an Aki jarang menonton tayangan TV, karena demikian mudahnya tayangan-tayangan yang membahayakan akidah seperti itu bisa tayang di TV kita…” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, bahkan saking kuatnya pengaruh tayangan dan iklan di TV itu, sekarang ini banyak orang dengan atau tanpa sadar, meyakini apa yang diiklan tersebut…’

“Banyak orang yang ingin kaya, pergi ke paranormal….;

“Banyak orang yang ingin naik pangkat, perginya ke orang pintar…”

“Banyak orang yang ingin mendapatkan jabatan, merekapun larinya kegua tempat pertapaan…”

“Banyak orang yang ketika ingin mendapat pekerjaan, minta tolong pada batang pohon besar…”

“Banyak orang yang ingin lulus ujian, meminta bantuan jin untuk mengerjakan soal….”

“Bahkan ketika sakit, banyak orang yang mengatakan bahwa ia sembuh karena minum obat atau ramuan ini, kita sehat karena dokter ini, kita sehat, karena produk ini dan itu….., semuanya mengarah pada mahluk, semuanya mengarah kepada benda, semetara Allah, Dzat yang maha kaya, dzat yang maha memiliki kekuasaan, dzat yang maha kuasa untuk memberikan kekuasaan, dzat yang maha menyembuhkan, dzat yang menyehatkan, bahkan sama sekali tidak pernah disebut-sebut atau bahkan ditiadakan……” Kata Maula lagi.

“Ya Nak Mas, akumulasi dari berbagai perkataan dan perbuatan yang kita anggap ‘biasa’ seperti itu, lambat laun akan membentuk sugesti dan bahkan membentuk sebuah keyakinan yang salah, yang jika tidak segera disadari, kondisi ini akan menggiring kita kedalam jurang kemusyrikan…..” Kata Ki Bijak.

Maula menghela nafas panjang dan dalam; “Ki.., seberapa besar bahaya syirik bagi kita ki…?” Tanya Maula beberapa saat kemudian.

“Besar Nak Mas, bahkan sangat besar sekali, karena kerusakan yang timbul akibat perbuatan syirik ini bukan hanya kerusakan didunia, tapi juga kerusakan diakhirat, bukan hanya kerusakan individu pelakunya, tapi juga menimbulkan kerusakan dimasyarakat, bukan hanya kerusakan lahiriah, tapi juga kerusakan bathiniah, bukan hanya kerusakan jasmani, tapi juga kerusakan ruhani, bukan hanya merusak hubungan kita dengan sesama manusia, tapi juga merusak hubungan mahluk dengan penciptanya….” Kata Ki Bijak.

“Syirik akan merendahkan kemuliaan dan martabat manusia, syirik juga adalah sumber segala kecemasan dan ketakutan, syirik membuat pelakunya kehilangan akal sehat, syirik akan menjadikan doa pelakunya tidak diijabah oleh Allah, syirik adalah kdhaliman yang besar bahkan tidak terampuni, sehingga pelakunya kekal dineraka….., Naudzubillah…..” Tambah Ki Bijak.

Lagi-lagi Maula menarik nafas panjang, “Ki….ana masih belum paham bagaimana syirik akan merendahkan kemuliaan dan martabat kita sebagai manusia ki..?” Tanya Maula.

“Nak Mas…, Allah menciptakan manusia dengan bentuk yang paling sempurna, kemudian Allah melengkapi kesempurnaan jasad dan rohani itu dengan akal fikiran, yang tidak diberikan Allah kepada mahluk selain manusia, Allah juga menjadikan manusia sebagai khalifah dumuka bumi, Allah juga menyempurnakan manusia dengan memberinya syari’at, melengkapinya dengan rasa malu, yang juga tidak diberikan oleh Allah kepada mahluk selain manusia….”

“Lalu ketika kemudian manusia dengan segala kelebihan dan kesempurnaan yang Allah berikan kepadanya itu,ada segolongan manusia yang menyembah sapi, yang jelas-jelas tidak berikan akal oleh Allah, yang jelas-jelas diberi rasa malu oleh Allah, bukankah ini akan menempatkan manusia dalam kasta yang lebih rendah dari pada hewan sesembahannya….?” Kata Ki Bijak.

Maula manggut-manggut mendengar penuturan Ki Bijak,

“Lalu ketika kemudian dengan segala kelebihan dan kesempurnaan yang Allah berikan kepadanya itu, ada segolongan manusia yang memuja setan dan iblis, pada jelas-jelas Allah menjadikan setan dan iblis itu kedalam makhluk yang ingkar dan tidak mau tunduk kepada perintah Allah, bukankah ini juga dengan sangat jelas menggambarkan betapa martabat manusia yang mulia, ditukar dengan kehinaan yang dibuat oleh manusia itu sendiri…?”

“Kemudian lagi, ada segolongan manusia, yang menyembah berhala, pada jelas-jelas berhala itu kreasi manusia, jelas-jelas bahwa berhala itu tidak bisa berbicara, tidak bisa mendengar, tidak bisa bergerak, bagaimana mungkin berhala-berhala itu akan memberikan apa yang diminta manusia, dan bukankah ini juga berarti bahwa nilai manusia ketika itu, berada diposisi yang lebih rendah dari pada sesembahanya yang hanya berupa batu atau kayu…”

“Kemudian lagi, jika ada segolongan manusia yang meyakini bahwa batu cincinya memiliki kekuatan untuk mendatangkan manfaat dan menghindarkannya dari mudharat, bukankan ini sebuah kebodohan ruhani yang sangat, yang menjadikan manusia menduduki posisi dari batu cincin yang dipertuhankannya…”

“Kemudian lagi, jika ada manusia yang meyakini bahwa pohon besar bisa menyembuhkan penyakitnya, bisa memenuhi hajatnya, ini juga merupakan penurunan dejarat dan martabat manusia dari yang seharusnya….”

“Belum lagi kalau ada manusia yang bertuhan pada harta, bertuhan pada materi, bertuhan pada benda, bertuhan pada sesama manusia, maka ketika itu pulalah manusia telah menghinakan dirinya sendiri, padahal Allah telah melebihkan penciptaannya dari segala mahluk….” Papar Ki Bijak dengan panjang lebar.

“Akan berbeda jika manusia itu hanya mengabdi, hanya menyembah, dan hanya memohon pertolongan pada Allah saja, tuhan dan Rabb-nya yang maha mendengar, yang maha melihat, yang maha kaya, yang maha mengabulkan, ia akan tampil sebagai manusia untuk baik dari sisi jasmaninya, maupun sisi bathiniahnya akan tetap menjadi manusia, mahluk Allah yang diciptakan dengan segala kemuliaan dan kesempurnaannya…..” Tambah Ki Bijak.

Maula menghela nafas panjang, “Ana mengerti Ki….., akan halnya syirik yang menyebabkan kecemasan dan ketakutan ki…?” Tanya Maula kemudian.

“Ketika seseorang meyakini bahwa rezekinya ditentukan oleh atasannya, orang itu pasti akan mengalami ketakutan yang luar biasa, jangan-jangan atasannya tidak menaikan gajinya, jangan-jangan atasannya tidak menaikan kelasnya, jangan-jangan atasannya pilih kasih, jangan-jangan atasannya tidak suka kepadanya, dan segala bentuk pertanyaan yang ‘salah alamat’ semacam itu akan menjadikan ia ‘takut’ yang bukan pada tempatnya, ia jadi mudah berburuk sangka dan lain sebagainya….”

“Kemudian lagi, ketika ia meyakini bahwa pohon atau batu memiliki ‘kekuatan’ yang bisa mendatangkan manfaat dan mudharat bagi dirinya, maka ia akan cemas kalau ia lupa memberi sesajen pada benda tersebut, ia akan merasa cemas dan takut kalau-kalau sang penunggu pohon dan batu itu ‘marah’…., dan masih banyak lagi kecemasan dan ketakutan yang tidak beralasan, hanya karena manusia salah memilih tuhannya…..”

“Juga ketika seseorang meyakini bahwa ‘nasibnya’ tergantung pada tempatnya bekerja atau tempatnya berjualan, maka ia akan mengalami banyak kecemasan dan ketakutan yang kadang berlebihan……” Kata Ki Bijak.

“Beda halnya dengan mereka yang meyakini bahwa Allah-lah yang menjamin rezekinya, bahwa Allah tempatnya bergantung, Allah tempatnya meminta, Allah-lah tempatnya berlindung, maka dengan keyakinan yang benar seperti ini, kehidupannya akan berjalan dengan irama yang indah, tidak selalu diliputi ketakutan dan kecemasan, karena ia merasa cukup dengan Allah yang senantiasa besertanya…” Kata Ki Bijak lagi.

“Ana mengerti ki…, akan halnya dengan syirik yang menjadikan pelakunya kehilangan akan sehat ki…?” Tanya Ki Bijak lagi.

“Nak Mas…, kita sering mendengar orang pintar yang membangga-banggakan akal fikirannya, tapi dibalik itu, banyak juga orang pinter tersebut menyembah batu atau benda pusaka, meyakani kerisnya bisa menjadikannya berwibawa, menyakini batu cincin bisa menjadikan jabatannya langgeng, meyakini piaraannya mampu menjadi orang kaya…, adakah orang yang akalnya sehat bisa menjelaskan bagaimana batu cincin akan melanggengkan jabatan pemakainya..?

“atau akal sehat mana yang bisa menjelaskan bagaimana keris, yang jelas-jelas benda mati, member kewibawaan pada pemiliknya…?

“Hanya mereka yang akidahnya sakit saja yang bisa membuat bualan bahwa cincin dan keris itu memiliki kekuatan dan kehebatan, hanya mereka yang didalam hatinya ada syirik sajalah yang akan dengan lancar mampu mendeskripsikan bagaimana cara cincin dan keris itu bekerja untuk pemiliknya…”

“Mereka yang akidahnya lurus, mereka yang hatinya sehat, mereka yang hanya menyembah Allah, pasti tidak akan bisa membuat dongengan yang tanpa fakta….” Papar Ki Bijak lagi.

“Ana mengerti ki…., kalau kemudian pelaku syirik akan menjadi penghuni neraka yang kekal abadi, ana sudah banyak menemukan keterangannya ki, pun kalau doa-doa orang yang berbuat syirik yang tidak diijabah oleh Allah, ana sudah paham…, yaa Rabb, hamba memohon kepada_Mu dari penyakit syirik dan segala keburukan yang ada padanya, bimbing kami kejalan_Mu yang lurus, yang Engkau tebarkan rahmat dan berkah disepanjang lintasannya…., yaa Allah hanya kepada_Mu kami menyembah, dan hanya kepada_Mu kami memohon pertolongan.., Rabbana atina fidunya hasanah wa fil’akhirati hasanata wa qinna ‘adzabannar….” Maula memanjatkan doa.

“Amiin……” Timpal Ki Bijak mengamini.

Wassalam

May 17, 2011

Thursday, May 12, 2011

‘MUSLIM ‘TAPI’

Populasi ‘Muslim Tapi’ sekarang ini memang cenderung terus bertambah Nak Mas…..” kata Ki Bijak pada sebuah kesempatan.

“Muslim ‘Tapi’ Ki….? Tanya Maula heran.

“Ya Nak Mas…, Nak Mas pernah dengar orang muslim tapi tidak shalat…?” Tanya Ki Bijak.

“Banyak ki…, ana bahkan sering bertemu dengan mereka, ia mengaku seorang muslim, tapi tidak shalat..” Kata Maula.

“Lalu pernahkah Nak Mas bertemu dengan seorang muslim, tapi tidak bayar zakat, sementara hartanya sudah masuk nisab…?”

“Atau Nak Mas pernah bertemu dengan seorang muslim, tapi tidak shaum ramadhan..?”

“Atau Nak Mas pernah bertemu dengan seorang muslim, tapi tidak pernah kemasjid..?”

“Atau lagi, mungkin Nak Mas pernah juga bertemu dengan seorang muslim, tapi ia suka meminum minuman keras…?

“Atau lagi, mungkin Nak Mas pernah bertemu seorang muslim, tapi suka menerima suap..?

“Atau Nak Mas juga mungkin pernah mendengar berita, seorang muslim, tapi ia rajin korupsi…?

“Atau mungkin Nak Mas juga pernah mendengar seorang muslim, tapi suka mencuri…?

“Atau mungkin juga Nak Mas pernah mendengar seorang muslim yang tidak mengucap atau malu menjawab salam…?”

“Atau lagi, mungkin Nak Mas mendengar seorang muslim yang gemar berkelahi, gemar membuat onar…?

“Atau lagi Nak Mas mungkin juga mengenal orang muslim yang tidak bisa membaca al qur’an, tidak mengenal sejarah Nabinya, tidak mengenal syari’at agamanya, tidak mengenal hukum mana yang halal dan mana yang haram….” Tanya Ki Bijak, menyebut beberapa perilaku seorang muslim yang ber’tapi’.

Maula tersenyum demi mengerti apa yang dimaksud gurunya dengan sebutan “Muslim Tapi’..;

“Waah kalau ‘muslim tapi’ seperti itu sih ada banyak disekitar kita ki…., belum lagi ada seorang muslim, tapi tukang sabung ayam, belum lagi ada seorang muslim, tapi pelitnya bukan kepalang, belum lagi ada seorang muslim, tapi sombongnya tidak ketulungan, belum lagi ada muslim, tapi dengan tetangga tidak pernah bertegur sapa, belum lagi ada seorang muslim, tapi tidak mampu menjaga pandangan dan lidahnya, dan masih banyak lagi muslim yang masih ‘bertapi’ ki…” kata Maula.

“Iya Nak Mas, itulah kondisi sebagian umat kita sekarang ini, dan tugas kita untuk bagaimana mengajak para ‘muslim tapi’ itu menjadi muslim yang kaffah, muslim yang benar-benar muslim, muslim yang bukan hanya KTPnya saja, muslim yang bukan hanya status diijazahnya saja, muslim yang bukan hanya keturunan saja, muslim yang bukan hanya karena pernikahan saja, muslim yang bukan hanya ‘kebetulan saja’, tapi muslim yang benar-benar muslim sebagaimana mestinya….” Kata Ki Bijak.

“Ki…., seperti apa seorang muslim kaffah yang tidak pakai ‘tapi’ itu ki…?” Tanya Maula.

“Seorang muslim yang benar, seorang muslim yang kaffaf, seorang muslim yang tidak pakai ‘tapi’ adalah seseorang yang memiliki apa yang disebut ‘Salimul Aqidah’ atau akidah yang lurus, seorang muslim sejati adalah seorang hanya hanya bertuhan kepada Allah, hanya menghamba kepada Allah, hanya memohon kepada Allah, hanya menggantungkan harapan dan cita-citanya pada Allah, hanya berserah diri kepada Allah, sebagaimana ia ikrarkan dalam setiap shalatnya,

162. Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.

“dan tidak lagi pakai ‘tapi’, sekali ia berikar demikian, maka itulah yang dilakukannnya…..” Tambah Ki Bijak.

“Jadi shalatnya bukan sekedar shalat, tapi tetap kedukun, bukan shalatnya tetap shalat, tapi masih percaya klenik, bukan pula shalatnya tetap shalat, tapi masih suka bersekutu dengan jin dan setan ya ki…” Kata Maula

“Benar Nak Mas, seorang muslim sejati tidak adalah lagi tujuan dan harapannya selain Allah swt…” Kata Ki Bijak lagi.

“Ana mengerti ki, lalu ciri apalagi yang ada pada muslim sejati ki…?’ Tanya Maula.

“Ciri yang kedua, yang menjadi ciri khas seorang muslim sejati adalah adalah ia melaksanakan ibadah, melaksanakan perintah Allah dengan baik dan benar, atau bahasa lainnya ‘Shahihul ibadah’, seorang muslim yang baik adalah seorang muslim yang beribadah sesuai dengan contoh dan tuntunan dari al qur’an dan sunnah Rasulnya, bukan mereka yang membuat aturan peribadatan sendiri, bukan mereka yang membuat hokum dan aturan sendiri……, seorang muslim sejati adalah mereka yang melandasi semua aktivitas ibadahnya dengan keimanan dan tuntunan yang benar…..” Kata Ki Bijak.

“Kalau kemudian ada orang yang shalatnya pakai cara sendiri, bagaimana ki…?” Tanya Maula.

“Maksud Nak Mas…?” Tanya Ki Bijak.

“Ana beberapa kali bertemu dan berdialog dengan orang yang shalatnya beda dengan shalat yang biasa kita lakukan, mereka mengatakan shalat yang sesungguhnya bukanlah seperti itu, tapi mereke memiliki penafsiran sendiri yang berbeda dengan penafsiran ulama secara umum ki…..” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum mendengar penuturan Maula; “Bagi kita, sabda baginda Rasul "Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat", cukup untuk menjadi dasar bahwa shalat yang beliau contohkan adalah seperti apa yang secara mutawatir kita dapat dari guru-guru kita, kalau kemudian ada orang yang shalatnya cukup dengan ingat saja, cukup dalam hati saja, dengan dalih bahwa mereka sudah makrifat kepada Allah, maka sesungguhnya orang yang paling makrifat kepada Allah adalah Baginda Rasul, tapi toh Baginda Rasul tetap menjalankan shalat syari’at sebagaimana mestinya….” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki…..” Kata Maula.

“Kemudian, ciri khas yang ketiga,yang melekat pada diri seorang muslim sejati adalah bahwa ia memiliki Ahlaqul hasanah, ahlaq yang baik, ahlaq yang sesuai dengan nilai-nilai yang bersumber pada al qur’an dan sunnahnya, atau contoh konkretnya seorang muslim yang baik, hanya makan dari makanan yang baik dan halal, seorang muslim sejati, hanya mengeluarkan perkataan yang baik dan benar, seorang muslim yang sejati, akan senantiasa menjaga lisan dan perbuatanya agar tidak menyakiti atau menyinggung orang lain, seorang muslim yang sejati, tidak akan pernah membuat orang lain merasa ‘takut’ dengan apa yang diperbuatnya….”

“Seorang muslim yang baik akan tercermin dari sikapnya yang santun dan sabar…”

“Seorang muslim yang baik, akan menampilkan sosok yang penuh cinta kasih dan dermawan…”

“Seorang muslim yang baik, akan mampu mengejewantahkan sifat-sifat ilahiyah dalam kehidupan dan kesehariannya…” Kata Ki Bijak lagi.

Maula menghela nafas dalam-dalam, ia demikian meresapi setiap untai kata gurunya.

“Lalu sikap ciri apa lagi yang melekat dalam diri seorang muslim sejati ki…?” Tanya Maula.

“Seorang muslim sejati adalah mereka yang pandai menjaga kesehatan jasmani dan rohaninya, karena ia menyadari bahwa nikmat sehat adalah sebuah modal yang sangat berharga untuk dapat beribadah dan mengabdi kepada Allah, seorang muslim sejati akan sangat selektif memilih minuman dan makanan yang akan dikonsumsinya…”

“Kemudian seorang muslim sejati adalah mereka yang menggunakan akal dan intelektualnya untuk dapat memahami setiap ayat Allah, baik itu yang tersurat dalam al qur’an atau tersirat didalam berbagai hal yang ia lihat, didalam apa yang ia dengar, dan didalam apa yang ia temukan…, semuanya dijadikan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah swt…

“Kemudian lagi, seorang muslim sejati adalah seorang yang pandai menjaga waktunya,karena ia tahu waktu adalah modal utama dalam kehidupannya didunia ini, seorang muslim sejati berpantang untuk menyia-nyiakan waktunya untuk sesuatu yang tidak berguna bagi kehidupan dunia dan akhiratnya…”

“Dan yang juga tidak kalah penting, seorang muslim sejati memiliki ciri khas bahwa kehidupannya haruslah berguna bukan hanya bagi dirinya, tapi juga bagi orang lain, seorang muslim sejati adalah mereka yang berfungsi sebagai motor penggerak bagi setiap kegiatan untuk kemaslahatan umat, seorang muslim sejati, juga merupakan orang yang senantiasa siap sedia, menyingsingkan lengan baju untuk membantu sesamanya, seorang muslim sejati selalu mendidik dirinya untuk dapat berguna bagi setiap detak kehidupan orang-orang disekitarnya dan juga dilingkungan yang lebih luas lagi…..” Kata Ki Bijak panjang lebar.

“Betapa indahnya jika setiap muslim menyadari fungsi dan perannya yang sedekian agung ya ki…., betapa indahnya jika setiap muslim mampu menjalankan ajaran agamanya tanpa ‘tapi’, tanpa pamrih, tanpa reserve apapun kecuali karena Allah semata…..” Kata Maula.

“Ya Nak Mas.., dan semoga kita diberikan kekuatan dan kemampuan oleh Allah swt untuk menjadi muslimin yang kaffah, muslim sejati, muslim yang tidak lagi memakai ‘tapi’, muslim yang benar dalam pandangan Allah swt…” Kata Ki Bijak.

“Amiin yaa Allah rabbalalamiiiin….” Pungkas Maula mengamini doa gurunya.

Wassalam

May 11,2011

Wednesday, May 4, 2011

“ Qollu: Innalillahi wa inna ilaihi roji’un”

“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un, semoga rekan Nak Mas diberikan kesabaran dan ketabahan, dan semoga putrinya yang berpulang itu, dapat diterima disisi Allah swt……” Kata Ki Bijak ketika mendengar salah seorang putri rekan kerja meninggal dunia.

“Umur memang rahasia Allah ya ki, tidak muda, tidak tua, tidak anak-anak dan bahkan bayi yang baru lahirpun, ketika Allah menghendaki seseorang meninggal, maka tidak ada satu kekuatan pun yang dapat menghalanginya….” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, kematian itu sesuatu yang haq, yang pasti datangnya, hanya kita ‘lupa’ dengan perjanjian kita dengan Allah dulu, sampai kapan usia didunia ini…..” Kata Ki Bijak lagi.

Maula menghela nafas panjang, “Iya ki, kalau difikir-fikir, memang kehidupan kita didunia ini sangat singkat, apalagi kalau seorang karyawan seperti ana ini, hitung-hitunganya gampang sekali, kalau misalnya seorang karyawan mulai bekerja dari usia 20 tahun dan akan pension du usia 55 tahun, artinya ia bekerja selama 35 tahun yang berarti hanya 420 kali gajian, sedikit sekali ya ki….” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, kehidupan kita didunia ini seperti orang yag sedang singgah dalam sebuah perjalanan, dan yang namanya singgah,pasti waktunya tidak terlalu lama dan pasti suatu saat ia harus pulang ketempat asalnya……”

“Namun demikian, singkatnya waktu kita didunia ini, bisa sangat berarti jika kita bisa memanfaatkannya dengan baik Nak Mas….., pun bisa menjadi sia-sia manakala kita tidak pandai memanfaatkan waktu yang tersisa….” Kata Ki Bijak lagi.

Lagi, Maula menghela nafas panjang, ia mencoba menyusuri jejak-jejak perjalanannya selama ini, mulai dari ia kecil, beranjak remaja, kemudian bekerja dan berkeluarga, semuanya berjalan sangat cepat…..”

“Serasa baru kemarin ana lulus sekolah ki…, kemudian ana bekerja, menikah dan dikarunia putra, tanpa terasa, kini Dinda sudah kelas IV, dan sudah tumbuh menjadi seorang gadis remaja…” Kata Maula

“Ya Nak Mas, waktu tidak berjalan mundur, waktu terus melaju kedepan, meninggalkan mereka yang lengah dalam memanfaatkannya, banyak orang baru menyadari kelalaiannya dalam memanfaatkan waktu, dan mereka baru terbangun ketika rambut sudah memutih, tulang mulai rapuh, kulit mulai keriput, gigi mulai tanggal satu per satu, hingga akhirnya tibalah saat orang-orang mengantar kita dengan kalimat ‘innalillahi wa inna ilaihi roji’un…..” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki…, hampir semua orang hafal dan fasih mengucapkan kata innalillahi wa innailaihi roji’un, tanpa mau berfikir bahwa jika hari ini dia yang mengantar kerabat dan saudaranya dengan kalimat itu, besok lusa, ia yang akan diiringi kalimat innalillahi wa innailaihi roji’un…..” Kata Maula lagi.

“Iya Nak Mas, dan satu lagi yang kita juga sering lupa, bahwa kalimat innalillahi wa inna ilaihi roji’un ini bukan hanya kita ucapkan ketika kita mengantarkan orang meninggal, kalimat innalillahi wa inna ilaihi roji’un ini sesungguhnya kalimat agung yang akan mampu menjadi orang yang bisa memaknai menjadi orang yang ‘kuat’…” Kata Ki Bijak.

“Kalimat innalillahi wa inna ilaihi roji’un menjadikan kita kuat ki…?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, kalimat ini mengandung makna yang sangat dalam, kalimat ini merupakan pondasi yang sangat kuat bagi mereka yang memahaminya dengan baik..”

“Dengan memahami keagungan ayat ini, seseorang tidak menjadi sombong atau takabur manakala ia mendapatkan kebaikan,ketika ia mendapatkan kesuksesan, mendapatkan pangkat dan jabatan…, karena sepenuhnya ia menyadari bahwa kebaikan yang diperolehnya, kesuksesan yang dicapainya, pangkat dan jabatan yang disandangnya, merupakan karunia Allah yang harus ia pertanggung jawabkan dihadapan Allah swt dan harus ia pergunakan sesuai dengan amanah yang menitipkannya….”

“Sebaliknya, seseorang yang memahami dengan baik hikmah dan makna innalillahi wa inna ilaihi roji’un, tidak akan terjerembab kedalam jurang kehancuran atau putus asa manakala ia mendapatkan ujian berupa keburukan, mendapatkan ujian berupa kemiskinan, mendapatkan ujian berupa penyakit, mendapat ujian berupa apapun, ia akan tetap bisa berdiri tegak, ia tetap akan bisa hidup sebagaimana mestinya, ia akan bisa menjalani semua ujian-ujian tersebut, karena ia yakin bahwa semuanya dari Allah, dan karenanya ia akan mengembalikan semuanya kepada Allah sebagai Rabb_nya…….” Kata Ki Bijak panjang lebar.

“Iya ya ki, kenapa kita harus terbahak ketika mendapatkan kebaikan, karena kita tahu semua kebaikan yang kita terima semuanya dari Allah…., dan kenapa kita harus menangis bersedih atau tersedu manakala kita mendapatkan keburukan, padahal kita tahu, keburukan juga merupakan bagian dari cinta dan kasih sayang Allah kepada kita selaku mahluk_Nya…..” Kata Maula.

“Iya Nak Mas, karenanya kalimat innalillahi wa inna ilaihi rojiun jangan hanya sekedar diucapkan ketika ada kematian, tidak hanya diucapkan ketika kita mendapatkan keburukan, pun ketika kita mendapatkan kebaikan, selain mengucapkan Alhamdulillah, kita pun harus membarenginya dengan ucapan innalillahi wa inna ilaihi roji’un, agar kita kita tidak lupa pada siapa yang memberikannya…..” Kata Ki Bijak.

“Pun ketika kita mendapatkan ujian berupa keburukan, dua hal yang harus segera kita lakukan adalah memperbanyak dan memperbaharui istighfar kita dan maknai innalillahi wa innailaihi rojiun ini dengan benar, insya Allah akan membuat kita ringan menjalani ujian Allah swt dengan sikap sabar dan tawakal…..” Kata Ki Bijak lagi.

“Amiin…..” Kata Maula menutup perbincangan dengan gurunya.

Wassalam

May 04,2011

Tuesday, May 3, 2011

TIDUR SIANG

“Sebenarnya, tidur siang, menjelang atau ba’da dhuhur tidak dilarang Nak Mas, bahkan dalam sebuah literature, Aki pernah membaca, bahwa tidur siang merupakan sebuah ‘terapi’ yang sangat baik bagi kita…..”

“Dalam literature itu disebutkan bahwa siang di kantor sangat bermanfaat bagi kesehatan jantung, karena dapat mengurangi stress dan detak jantung yang berlebihan, sehingga membuat kerja terhambat, dan masih meneurtu literature tersebut, tidur siang memiliki pengaruh yang penting dalam meningkatkan produktivitas dan mengurangi tingkat kematian….., hanya sayangnya kadang tidur siang kita mengganggu orang lain…..” Kata Ki Bijak.

“Iya ki…., ana juga beberapa kali menemukan orang-orang yang tidur siang dimasjid, tapi posisi tidurnya menghalangi orang yang hendak shalat…., jadinya fungsi utama masjid berubah, yang tadinya untuk shalat, sekarang fungsi utama masjid malah untuk tempat tidur siang, yang shalat hanya numpang…..” Kata Maula.

Ki Bijak menghela nafas panjang mendengar penuturan Maula, “Itulah kondisi umat kita sekarang ini Nak Mas, banyak diantara kita yang tidak mengerti fungsi masjid itu untuk shalat, untuk dzikir, untuk tadarus al qur’an….., sekarang ini fungsi masjid telah bergeser, kalau ada orang mengantuk, pergi kemasjid untuk tidur, kalau hendak telpon, orang pergi ke masjid, nelpon dimasjid sambil tiduran, dengan suara keras, dan masih banyak lagi perilaku umat ini yang mengurangi ‘kecemerlangan cahaya’ masjid sebagai sarana mencapai jannahnya Allah…..” Kata Ki Bijak lagi.

“Benar ki, dan yang sekarang lagi ngetrend, banyak orang yang berjualan disekitar masjid, masjid sudah menyerupai pasar, apalagi kalau ba’da jum’at, banyak sekali orang berjualan berbagai macam barang dagangan, dan yang lebih heran lagi, banyak juga pembelinya, jadi ketika imam salam, bukannya dzikir, tapi jamaah segera berhamburan untuk mencari barang-barang yang hendak dibelinya…….” Kata Maula menambahkan.

“Kembali pada masalah tidur siang Nak Mas, seandainya setiap kita paham ilmunya, niscaya tidur siang kita akan jauh lebih bermanfaat dan berharga, karena bukan saja kita mendapatkan kesegaran, tapi tidur siang juga merupakan aktivitas yang juga dilakukan para sahabat….” Kata Ki Bijak.

“Tidur siang merupakan aktivitas para sahabat ki…?” Tanya Maula.

Ki Bijak mengangguk, “Ada beberapa hadits mengenai tidur siang ini, sabda Baginda Rasul yang dinukilkan oleh Anas bin Malik r.a;
قِيْلُوا فَإِنَّ الشَّيَاطِيْنَ لاَ تَقِيْلُ
“Qailulah-lah (istirahat sianglah) kalian, sesungguhnya setan-setan itu tidak pernah istirahat siang.” (HR. Abu Nu’aim dalam Ath-Thibb, dikatakan oleh Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 1637: isnadnya shahih)

Yang dimaksud dengan qailulah adalah istirahat di tengah hari, walaupun tidak disertai tidur. (An-Nihayah fi Gharibil Hadits)

“Kemudian apa yang disabdakan baginda Rasul ini juga diikuti oleh pada para sahabat, di antaranya ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dalam riwayat dari ‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu:

رُبَّمَا قَعَدَ عَلَى بَابِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رِجَالٌ مِنْ قُرَيْشٍ، فَإِذَا فَاءَ الْفَيْءُ قَالَ: قُوْمُوا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لِلشَّيْطَانِ. ثُمَّ لاَ يَمُرُّ عَلَى أَحَدٍ إِلاَّ أَقَامَهُ

Pernah suatu ketika ada orang-orang Quraisy yang duduk di depan pintu Ibnu Mas’ud. Ketika tengah hari, Ibnu Mas’ud mengatakan, “Bangkitlah kalian (untuk istirahat siang, pent.)! Yang tertinggal hanyalah bagian untuk setan.” Kemudian tidaklah Umar melewati seorang pun kecuali menyuruhnya bangkit.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no.1238, dikatakan oleh Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Adabil Mufrad no. 939: hasanul isnad)
Dalam riwayat yang lainnya disebutkan:

كَانَ عُمَرُ رضي الله عنه يَمُرُّ بِنَا نِصْفَ النَّهَارِ –أَوْ قَرِيْبًا مِنْهُ – فَيَقُوْلُ: قُوْمُوا فَقِيْلُوا، فَمَا بَقِيَ فَلِلشَّيْطَانِ
Biasanya ’Umar radhiyallahu ‘anhu bila melewati kami pada tengah hari atau mendekati tengah hari mengatakan, “Bangkitlah kalian! Istirahat sianglah! Yang tertinggal menjadi bagian untuk setan.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no.1239, dikatakan oleh Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Adabil Mufrad no. 939: hasanul isnad)

“Dan masih ada beberapa hadits yang berkaitan dengan tidur sian ini…..” Kata Ki Bijak lagi.

“Ooh begitu ya ki….; jadi intinya silahkan tidur siang, tapi posisinya tidak mengganggu orang shalat, kemudian menjaga kebersihan masjid, jangan sampai air liur kita membasahi karpet atau sajadah, dan yang kalah penting nawaitu tidur siangnya karena Allah dan semoga dengan tidur siang ini kita malamnya bisa bangun tahajud dan berdzikir pada Allah ya ki….” Kata Maula.

“Iya Nak Mas, nilai tidur siang kita akan berkurang manakala niat tidur siang kita agar malamnya kita bisa nonton bola atau begadang tanpa tujuan yang jelas….” Kata Ki Bijak, sedikit menyentil Maula.

Maula yang merasa menjadi objek gurunya hanya tersenyum mendengar sentilan tersebut, “Insya Allah tidak ki, lagi pula ana jarang bisa tidur siang dikantor, tidak tahu kenapa, kalau tidur siang dikantor, rasanya malah tidak enak ki….” Kata Maula.

“Sekarang Nak Mas sudah tahu, kalau Nak Mas mau tidur siang sebentar dikantor, itu boleh dan tidak salah, semoga dengan tidur siang itu malamnya Tahajudnya lebih kalaupun tidak tidur, Nak Mas bisa memanfaatkannya untuk membaca qur’an atau buku-buku yang bermanfaat, intinya jangan sampai waktu yang sangat berharga ini berlalu tanpa bernilai kebaikan bagi kita…..” Kata Ki Bijak.

“Iya ki….., subhanallah, demikian mahalnya ilmu ya ki…, dalam hal tidur saja, akan menghasilkan dampak yang berbeda antara orang awam dan orang berilmu….” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, karenanya jangan pernah bosan menuntut ilmu, jangan pernah merasa sudah pandai, jangan pernah sudah merasa cukup ilmu, karena sebanyak apapaun yang kita tahu, pasti lebih banyak yang kita tidak tahu….., ilmu yang Allah amanatkan kepada kita hanyalah sedikit sekali Nak Mas….” Kata Ki Bijak.

“Iya ki……” Kata Maula pendek, mengakhiri perbincangan siang itu.

Wassalam

May01,2011