Saturday, December 29, 2007

UYUT PENJUAL SAPU LIDI

“Photo siapa ini Nak Mas........?’ Tanya Ki Bijak mengamati photo sesosok perempuan tua dilayar monitor Maula.

“Ooh ini, photonya uyut ki..........” Jawab Maula sambil memandangi wajah perumpuan tua yang nampak keriput, dengan gigi yang sudah tidak utuh lagi, nampak sekali gurat-gurat wajah tuanya yang dipenuhi garis-garis sebagai gambaran kerasnya perjalanan hidup yang telah dilaluinya.

“Uyut siapa Nak Mas.....?” Tanya Ki Bijak yang sama sekali tidak mengenal wanita tua didalam photo itu.

“Ana tidak tahu namanya ki, ibu ini hampir setiap hari berkeliling kekomplek kami, beliau menjajakan sapu lidi................” Kata Maula, menahan nafas karena haru.

Ki Bijak diam, membiarkan Maula melepaskan bebannya.

“Ki, ana malu pada uyut ini ki..............” Kata Maula sejurus kemudian.

“Malu kenapa Nak Mas......?” Tanya Ki Bijak.

“Lihatlah senyum dibibir uyut ini, sedemikian tulus dan pasrah menjalani hari-harinya dengan berkeliling menjual sapu lidi, uyut menjual sapunya dengan harga dua ribu rupiah per ikat, dan tadi uyut hanya membawa tiga ikat sapu lidi, atau paling banyak lima ikat, ia tidak bisa membawa lebih banyak lagi karena memang ia tidak kuat dengan beban yang lebih berat dari itu..............” kata Maula.

“Lalu...........?” Tanya Ki Bijak lagi.

“Uyut berkeliling menyusuri pinggiran jalan raya yang penuh sesak dengan kendaraan menuju komplek kami, kaki-kaki tuanya memaksa uyut untuk berjalan dengan pelan dan berhati-hati, hampir setiap beberapa meter, uyut kemudian berhenti untuk mengatur nafasnya yang tersenggal, sambil tertatih uyut berjalan terus untuk menjual sapu lidinya, dan kalau pun sapu lidi yang dibawanya itu terjual semua, artinya uyut ‘hanya’ akan memperoleh enam ribu rupiah ki................” Kata Maula.

Ki Bijak menghela nafas panjang, ia kembali menatap wajah lugu dan polos di layar monitor Maula.

“Lalu apa yang membuat Nak Mas sedemikian malu pada uyut ini..........?” Tanya Ki Bijak.

“Jujur ki, semalam ana sedikit resah...........” Kata Maula.

“Resah kenapa Nak Mas................?” Tanya Ki Bijak.

“Entahlah ki, tiba-tiba ana merasakan ‘sesuatu’, ana tiba-tiba merasakan bahwa ana perlu mendapakan penghasilan lebih dari yang sekarang ana terima, terlebih sekarang ini banyak rekan ana yang selain kerja dikantor, mereka juga memiliki usaha sampingan dirumahnya, ada yang ternak ikan lele, ada yang ikut MLM yang katanya menjanjikan bonus jutaan rupiah itu, dan masih banyak lagi rekan yang memiliki usaha disamping penghasilannya sebagai karyawan.................” Kata Maula.

“Lalu Nak Mas.......?” Kata Ki Bijak.

“Sepintas ana ingin sekali seperti mereka, mempunyai penghasilan tambahan selain gaji, kemudian ana teringat pesan Aki, kalau kita menginginkan sesuatu, mintalah kepada Allah...............” Lanjut Maula.

“Syukurlah kalau Nak Mas ingat, kemudian Nak Mas.................?” Tanya Ki Bijak penasaran.

“Ditengah pikiran yang berkecamuk semalam, ana kemudian shalat hajat dua rakaat, dan ana memohon kepada Allah untuk diberikan petunjuk untuk mendapatkan tambahan penghasilan ki..............” Kata Maula.

“Lalu ketika ana beranjak ketempat tidurpun ana masih berpikir dan berharap semoga Allah memberi ana petunjuk, entah itu lewat mimpi sekalipun...................” Kata Maula.

“Nak Mas mimpi apa semalam.............?” Tanya Ki Bijak.

“Sama sekali tidak mimpi ki, tapi justru pagi tadi ana dipertemukan Allah dengan uyut ini ki........................’ Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum mendengar penuturan Maula.

“Itu jawabannya Nak Mas...............” Kata Ki Bijak.

“Jawaban apa Ki..............” Tanya Maula.

“Itu jawaban atas permohonan Nak Mas semalam............” Kata Ki Bijak.

“Kok aneh ya ki, ana tadinya kepikiran kalau jawaban atas permohonan ana itu, ana dipertemukan dengan orang yang mengajak ana usaha apa gitu, atau memberi ana cara dagang atau usaha, tapi jawabannya malah seorang wanita tua yang sama sekali tidak mengajari ana apa-apa ki.........” Kata Maula.

“Tidak ada yang aneh Nak Mas, dan justru uyut ini, mengajarkan banyak hal kepada Nak Mas, kepada kita.............” Kata Ki Bijak.

“Uyut penjual sapu lidi ini mengajari kita banyak hal ki...........?” Tanya Maula heran.

“Ya Nak Mas, Nak Mas perhatikan wajah yang lugu dan polos ini, wajah ini mengajarkan kepada kita untuk mampu menerima apapun yang Allah berikan kepadanya, uyut hanya mendapatkan enam ribu atau mungkin paling banyak sepuluh ribu untuk jerih payahnya berkeliling menjajakan sapu lidi sepanjang hari, coba Nak Mas bandingkan dengan pendapatan dan kondisi Nak Mas sekarang, apakah Nak Mas lebih baik atau uyut itu yang lebih baik...............?” Kata Ki Bijak.

“Astaghfirullah...........iya ki, ya Allah ampuni hamba yang tidak pandai bersyukur atas nikmat-Mu ya Allah.............” Kata Maula sambil menengadah kelangit-langit.

“Kemudian, disamping tawakalnya ini, dalam hemat Aki, uyut ini juga mengajarkan kita sebuah ilmu yang sangat mahal dan berharga, yaitu sifat sabar.............” Kata Ki Bijak.

“Uyut dengan sabar menjalani hari-hari tuanya yang entah berapa lama lagi, uyut tetap berkeliling setiap hari menjajakan sapu lidinya, uyut memelihara diri dari sifat meminta-minta, uyut menjaga kehormatan dan harga dirinya, meskipun misalnya tanpa menjual sapu lidipun, mungkin dengan (maaf) mengemis, uyut akan mendapatkan lebih dari enam atau sepuluh ribu sehari, tapi uyut lebih memilih berusaha daripada meminta-minta...............” Kata Ki Bijak.

“Ki, mungkinkah Allah mengajarkan kepada ana untuk lebih banyak dan lebih baik berusaha dan mensyukuri apa yang Allah berikan kepada ana lewat uyut ini ki................” Kata Maula.

“Wallahu’alam, tapi Nak Mas harus ingat barang siapa yang bersyukur akan nikmat-Nya, maka Allah akan menambah nikmat itu, sementara barang siapa yang kufur, maka Allah mengancam mereka dengan azabnya yang pedih...............” Kata Ki Bijak, mengingatkan Maula.

“Astaghfirullah.......Astaghfirullah............Astaghfirullah................., sungguh besar pelajaran yang Engkau berikan pada hamba hari ini ya Allah............” Kata Maula pelan.

“Iya Nak Mas, Allah memiliki cara yang tidak terhingga untuk menjawab permohonan kita, tinggal kitalah yang harus memaknainya dengan penuh hikmah dan kebijaksanaan................”Kata Ki Bijak.

“Ki, bijak tidak ya, ki kalau ana masih memiliki keinginan untuk memperoleh tambahan penghasilan seperti kemarin............?” Tanya Maula.

“Jika memang Nak Mas membutuhkannya, lakukanlah, hanya Aki pesan, berhati-hatilah dengan keinginan Nak Mas itu dan dengan apa yang akan Nak Mas lakukan, jangan sampai keinginan Nak Mas itu mengurangi rasa syukur Nak Mas atas nikmat Allah sedikitpun,dan jangan sampai kesibukan Nak Mas nanti mengurangi waktu Nak Mas untuk beribadah kepada Allah..............” Kata Ki bijak.

“Insha Allah ana akan selalu ingat pesan Aki, ki................” Kata Maula.

“Semoga Nak Mas, insha Allah, Allah akan membukakan jalan bagi Nak Mas untuk mendapatkan apa yang Nak Mas mohonkan kepada Allah, selama Nak Mas menyandarkan semuanya pada Allah, karena hanya Allah-lah sebaik-baik penerima doa dan Allah, Dia-lah yang Maha Mengabulkan...............” Kata Ki Bijak.

“Terima kasih ki, terima kasih uyut, syukur kepada-Mu ya Allah, hari ini Engkau ajari hikmah yang sangat besar..............”Kata Maula.

”Amiin.............., Kata Ki Bijak sambil mengutip sebuah ayat al qur’an;

269. Allah menganugerahkan Al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar Telah dianugerahi karunia yang banyak. dan Hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). Al baqarah


W@ssalam

Desember 24, 2007

APA LAGI YANG KITA TUNGGU?

“Innalillahi wainna ilaihi rojiun...., Aki sudah dengar berita tanah longsor diKarang anyar..........?” Tanya Maula demi mendengar berita di Televisi.

“Iya Nak Mas, tadi pagi Aki sempat melihat berita di TV mengenai bencana itu, kalau tidak salah korbannya lebih dari enam puluh orang ya Nak Mas.........” Kata Ki Bijak.

“Benar ki, bahkan korbannya masih mungkin bertambah, karena masih ada beberapa orang yang masih dinyatakan hilang ki..............” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, Aki sangat-sangat prihatin dengan apa yang terjadi akhir-akhir ini, karena selain tanah longsor, banjir juga melanda berbagai daerah, ratusan hektar sawah gagal panen, ratusan hektar tambak hanyut, belum lagi kerugian materi dan non materi yang sangat besar jumlahnya, sepertinya kita harus lebih dalam lagi menundukan hati dan kepala kita untuk bisa menangkap ‘pesan’ yang tersirat dari apa yang sekarang terjadi Nak Mas.............?” Kata Ki Bijak.

“Ki, orang lain yang tertimpa bencana, kenapa kita yang justru harus menundukan kepala dan hati lebih dalam ki...............?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, kita yang harus segera menundukan hati dan kepala kita untuk bersujud kepada-Nya, karena jika hari ini saudara kita yang diuji oleh Allah swt dengan apa yang kita sebut bencana, mungkin esok atau lusa kita yang akan mengalaminya, jadi yang diberi pesan itu kita yang masih hidup Nak Mas, karena orang yang telah ‘mati’ tidak mungkin lagi mampu menerima pesan apapun...............” Kata Ki Bijak.

“Pesan apa yang bisa kita tangkap dari peristiwa itu ki..............?” Tanya Maula.

“Satu pesan yang pasti dan sangat jelas bagi mereka yang masih ‘hidup hatinya’adalah sebuah pesan dari Allah bahwa semua kita akan mati, siapapun kita, presidenkah kita, pejabatkah kita, karyawankah kita, tua-muda, laki-laki atau perempuan, semua pasti akan mengalami yang namanya mati, entah itu karena kita tertimpa tanah longsor, terhanyut banjir, gempa bumi, karena sakit atau apapun syari’atnya, mati adalah sebuah kepastian.............” Kata Ki Bijak.

“Lalu ki.........?” Tanya Maula.

“Lalu kalau kita sudah tahu kita pasti mati, kenapa kita tidak mempersiapkan diri untuk menyambut saat kematian kita dari sekarang..? Kenapa kita justru lebih takut dan lebih disibukan dengan sesuatu yang belum pasti......?” Kata Ki Bijak setengah bertanya.

“Coba Nak Mas kaji dan hitung lagi bagaimana kita menghabiskan jatah hidup kita, kalau kita mau jujur, kita lebih disibukan dengan urusan dunia, kita mengejar kehidupan dunia seakan kita akan hidup selamanya, sudah kerja dikantor dengan menghabiskan waktu lebih dari 10 jam per hari, kita kadang masih disibukan dengan pekerjaan setelah pulang kantor, ada seminar ini, ada urusan itu, dan masih banyak lagi, sementara untuk urusan akhirat, kita melakukannya dengan sekedarnya saja, seakan kita tidak akan pernah mati, shalat yang kita dirikan, dengan sisa semangat dan tenaga setelah lelah diperjalanan, lelah mencuci kendaraan, zakatpun masih banyak diantara kita yang enggan menunaikannya..............” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, Aki benar.............” Kata Maula pendek.

“Lalu kalau Aki tidak salah ingat, kemarin itu bertepatan dengan peristiwa tsunami di Aceh ya Nak Mas......?” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki, tanggal 26 Desember kemarin tepat tiga tahun terjadinya tsunami Aceh, dan bahkan kemarinpun saudara kita di Aceh tengah memperingati kejadian itu ki...........” Kata Maula.

“Coba Nak Mas renungkan lagi, betapa harta yang kita kumpulkan siang malam, berpuluh tahun, dengan berbagai cara, pada akhirnya habis terhanyut air bah tidak lebih dari satu hari............”

“Mobil yang kita banggakan, rumah yang kita idamkan, tabungan yang kita kumpulkan, deposito, tanah dan kebun berhektar luasnya, sama sekali tidak dapat menolong dan menghindarkan kita dari kematian, lalu masihkan kita ‘bertuhan’ pada materi dan harta yang jelas-jelas tidak dapat menolong kita..............?” Kata Ki Bijak setengah bertanya.

“Iya ki, seharusnya rentetan kejadian ini makin menyadarkan kita ya ki..................” Kata Maula.

“Itu yang sedikit Aki sesalkan, ketika kita memperingati bencana dan sejenisnya, kita kerap terjebak pada acara seremonial belaka, atau kadang peringatan justru membuat kita kembali larut dalam kesedihan dan meratapi peristiwa itu, padahal menurut hemat Aki, peringatan itu bertujuan untuk mengingatkan kedhoifan dan kefanaan kita, untuk mengingatkan kita bahwa ada Allah disana yang Maha Berkuasa atas segalanya, dan dengan semua itu, mestinya membuat sujud kita semakin lama, mestinya ruku kita semakin khusyu, mestinya takbir kita semakin bermakna, karena kita menyadari bahwa hidup - mati kita semuanya ada dalam genggaman dan kekuasaan Allah swt............” Kata Ki Bijak.

“Sekarang mari kita tengok kedalam diri kita, apa yang selama ini membuat kita enggan dan sombong dengan tidak mengindahkan perintah dan larangan Allah, harta kita kah..? Wajah rupawan kita kah..?, pangkat dan jabatan kita kah..?, gelar kita kah....?, kemudian jawab dengan jujur, hal yang mana diantara semua yang kita agungkan itu yang dapat menolong kita dari kematian...?”

“Jika jawabannya tidak ada, lalu masih pantaskan kita berlaku sombong dihadapan Allah....?

“Masih pantaskah kita lebih mementingkan mencuci mobil dan motor kita dibanding bersegera memenuhi panggilan adzan....?”

“Masih pantaskah kita berbangga diri dengan ketampanan rupa kita kalau semua itu akan rusak binasa...?”

“Masih pantaskan kita meng-agungkan pangkat dan jabatan kita yang tidak lebih dari kehormatan sementara....? Kata Ki Bijak.

“Ki, boleh tidak kalau ana katakan bahwa rentetan kejadian bencana ini sebagai sebuah bentuk kasih sayang Allah untuk mengingatkan kita yang sering lupa ki....?” Kata Maula hati-hati.

“Ya Nak Mas, kita memang pelupa, Tsunami Aceh, gempa bumi Jogya, banjir bandang, Jakarta yang hampir tenggelam, gunung merapi meletus, dan sekarang air laut pasang, longsor dan banjir dihampir semua daerah, adalah sebuah cara Allah untuk mengingatkan kita untuk ‘kembali’ kepada jalan yang diridhainya, kepada fitrah kita sebagai manusia yang membutuhkan rahmat dan kasih sayang-Nya..............” Kata Ki Bijak.

“Meski kadang terasa berat dan sakit ya ki............” Kata Maula.

“Ya meski kadang kita merasakan ‘teguran’ itu berat dan menyakitkan, tapi itu bukan karena Allah yang dhalim, tapi lebih karena kita yang ‘nakal’ Nak Mas..........” Kata Ki Bijak.

“Kita yang nakal ki...?” Tanya Maula.

“Betapa tidak, setelah sedemikian banyak ‘tanda-tanda’ kebesaran Allah didepan mata kita, kita tetap saja berlaku acuh dan tidak mengindahkannya, sehingga ‘sangat wajar’ kalau teguran yang tadinya sangat halus, menjadi teguran yang lebih keras, agar kita bisa mendengarnya, agar kita segera kembali kepada-Nya.............” Kata Ki Bijak sambil mengutip sebuah ayat al qur’an;

41. Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). – Ar-rum)



Wassalam

Desember 27, 2007

Wednesday, December 19, 2007

SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA 1428 H

“Ki, setelah idul fitri kemarin berbeda, sekarang idul adha pun tidak serempak lagi ya ki...........” Kata Maula.

“Iya Nak Mas, hari ini sudah ada saudara-saudara kita yang melaksanakan shalat idul adha, sementara sebagian yang lain insha Allah merayakan idul adha-nya besok, sesuai dengan ketetapan pemerintah............” Kata Ki Bijak.

“Kenapa bisa terjadi perbedaan seperti ini ya ki...........?”Tanya Maula.

“Wallahu’alam, banyak sekali pendapat dari masing-masing pihak yang sama-sama kuat dan hebat sebagai hujjah masing-masing mereka, selebihnya hanya Allah yang tahu mana yang paling benar............” Kata Ki Bijak.

“Lalu bagaimana sikap kita ki............?” Tanya Maula lagi.

“Sebenarnya Aki lebih senang untuk bertukar pikiran mengenai hikmah kurban daripada membicarakan perbedaan waktu tibanya idul adha ini, tapi memang kita harus sangat berhati-hati menyikapi perbedaan ini............” Kata Ki Bijak.

“Harus sangat berhati-hati ki.........?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, perbedaan yang tidak disikapi secara dewasa, sangat mungkin menimbulkan kerawanan, sangat mungkin menimbulkan ‘perpecahan’ dikalangan umat ini, dan ini yang harus kita hindari.............”

“Sikapi perbedaan ini dengan penuh kebijakan, dengan penuh kearifan, dengan penuh kedewasaan, bahwa jika kita berbeda, bukan berarti kita berada pada dua sisi yang berbeda pula, bukan berarti kita harus mengklaim bahwa golongan kita yang paling benar, bukan berarti orang lain salah, karena sekali lagi hanya Allah yang Maha Tahu siapa yang benar menurut Allah swt.........” Kata Ki Bijak.

“Iya Ki, lalu apa yang bisa kita ambil dari pelaksanaan idul adha ini ki.....................” Tanya Maula.

“Nak Mas masih ingat kisah Nabi Ibrahim dengan putranya Nabi Ismail.......?” Tanya Ki Bijak.

“Iya Ki, Al qur’an menceritakan bagaiman Nabi Ibrahim bermunajat kepada Allah untuk dikaruniai anak yang shaleh, yang kemudian Allah mengabulkan permohonan Nabi Ibrahim dengan kelahiran Nabi Ismail dari Siti Hajar......” Kata Maula sambil mengutip ayat al qur’an yang dimaksud.

100. Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.

101. Maka kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar[1283]. (Ash-shafat)

[1283] yang dimaksud ialah nabi Ismail a.s.

“Lalu......?” Pancing Ki Bijak.

“Lalu setelah Nabi Ismail beranjak besar, Nabi Ibrahim mendapat perintah dari Allah untuk ‘menyembelih’ Nabi Ismail; sebagaimana diceritakan pada ayat selanjutnya....” Kata Maula

102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

“Lalu apa pendapat Nak Mas mengenai kedua orang Nabi pilihan Allah itu......?” Tanya Ki Bijak

“Menurut pendapat ana, dalam kisah tersebut ada sebuah kearifan dan kebijaksanaan yang luhur dari Nabi Ibrahim sebagai orang tua, beliau tetap minta pendapat kepada putranya mengenai apa yang perintah yang diterimanya, beliau tidak otoriter, beliau tetap memandang dan menghargai yang lebih muda sekalipun..........”

“Yang kedua, ana sangat berkesan dengan jawaban Nabi Ismail ketika beliau mengatakan ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar", yang menurut ana merupakan sebuah cerminan keshalehan Nabi Ismail dalam mematuhi perintah Allah dan orang tuanya..........” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, itulah teladan terbesar dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, ada kearifan dan kebijaksanaan, ada ketulusan dan kesabaran, ada ketaatan dan kerelaan ‘berkorban’ sebagaimana ditunjukan Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan putranya, dan Nabi Ismail yang ‘rela’ mengorban dirinya sebagai bentuk ketaatan kepada Allah swt............” Kata Ki Bijak.

“Rasanya akan sangat sulit sekali ya ki kita bisa menemukan orang yang memiliki sikap luhur seperti itu dijaman sekarang.........” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, akan sangat sulit bahkan mungkin langka, karenanya kadar ujian yang Allah berikan kepada kitapun berbeda dengan apa yang Allah ujikan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, Allah ‘hanya’ memerintahkan kita untuk berkorban seekor binatang ternak, seperti kambing, sapi atau unta sebagai bukti kecintaan dan ketaatan kita kepada Allah swt, bukan lagi putra kesayangan kita sebagaimana Nabi Ibrahim dulu ....” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, hanya seekor kambing bagi yang mampu, jauh lebih ‘ringan’ dari apa yang diujikan kepada Nabi Ibrahim dan putranya, tapi tetap saja masih banyak yang ‘menawar’ untuk sekedar mengorbankan sedikit uangnya untuk membeli seekor kambing dan membagikannya kepada saudaranya yang lain.........” Kata Maula.

“Karenanya momentum idul adha ini, sepatutnya kita lebih mengedepankan keteladan dan kerelaan berkorban sebagaimana ditunjukan Nabi Ibrahim dan putranya daripada lebih sibuk mencari dalil untuk membenarkan pendapat kita masing-masing........”

“Aki sedikit khawatir jika konsentrasi kita lebih tercurah pada perbedaan waktu pelaksanaan seperti ini, justru kita akan lupa terhadap ‘nilai’ yang harusnya kita hidupkan dalam setiap momen idul adha ini..............’ Kata Ki Bijak.

“Iya ki, nilai dan kerelaan serta keikhlasan dalam berkurban dijalan Allah yang mestinya menjadi landasan pokok pelaksanaan kurban ini, yang harusnya lebih kita kedepankan untuk bisa dipahami dan dimengerti oleh umat, masih sering tersamar dengan hal-hal lain yang bersifat khilafiyah yang kadang justru lebih menggema..........”Kata Maula.

“Ya Nak Mas, selain kita berkorban kambing atau sapi, kita juga dituntut mampu ‘berkorban’ untuk menerima dan memahami adanya pendapat yang berbeda dengan pendapat dan pandangan kita, ini pun perlu kita pupuk dan kita latih, agar kita memiliki jiwa besar dan legowo dengan perbedaan yang bukan prinsip dalam agama kita.............” Kata Ki Bijak.

“Benar ki, akan lebih indah rasanya jika kesamaan yang kita usung tinggi-tinggi, terlepas dari kapan kita melaksanakan idul adha, selama kita masih sama-sama bertuhan pada Allah yang Esa, dan mengakui Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul-Nya, Al Qur’an sebagai pedomannya, beriman pada malaikat-malaikat_Nya, mengimani adanya hari akhir dan takdir_Nya, rasanya tak perlu lagi ada jarak diantara kita yang melaksanakan idul hari ini atau esok hari ya ki...........” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, semoga kita bisa lebih arif dan bijak dalam berbagai masalah seperti ini.............”Kata Ki Bijak.

“Selamat hari raya idul adha saudaraku.....................” Kata Maula sambil meneruskan bacaan al Qur’an ayat-ayat berikutnya;


103. Tatkala keduanya Telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).

104. Dan kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,

105. Sesungguhnya kamu Telah membenarkan mimpi itu[1284] Sesungguhnya Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

106. Sesungguhnya Ini benar-benar suatu ujian yang nyata.

107. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar[1285].

108. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang Kemudian,

109. (yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim".

110. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

111. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba kami yang beriman. (Ash-shaffat)

[1284] yang dimaksud dengan membenarkan mimpi ialah mempercayai bahwa mimpi itu benar dari Allah s.w.t. dan wajib melaksana- kannya.

[1285] sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Ibrahim dan Ismail a.s. Maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan korban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan (kambing). peristiwa Ini menjadi dasar disyariatkannya qurban yang dilakukan pada hari raya haji.


Wassalam

Desember 19, 2007.

Tuesday, December 18, 2007

BACALAH CATATANMU

“Assalamu’alaikum..........” Sapa Maula kepada Ki Bijak yang tengah tafakur ba’da shalat isya.

“Walaikumusalam..., Nak Mas silahkan duduk.........” Balas Ki Bijak sambil menyambut uluran tangan Maula yang menyalaminya.

“Tadi kemana Nak Mas.., Aki tidak melihat Nak Mas dimajelis Taklim.........?” Tanya Ki Bijak mengenai ketidak hadiran Maula dimajelis taklim yang memang diadakan tiap minggu malam.

“Iya Ki, tadi ana masuk kantor ki, ana baru pulang tadi ba’da...........” Kata Maula.

“Bukannya Nak Mas sabtu – minggu libur............?” Tanya Ki Bijak.

“Iya Ki, biasanya ana libur, tapi tadi ana diminta bantuin StockTaking, jadi ana kekantor..........” Kata Maula.

“Menghitung persediaan begitu......?” Tanya Ki Bijak.

“Iya ki, menghitung persediaan barang digudang, untuk kemudian dicocokan dengan angka buku.............” Kata Maula.

“Selain itu, untuk apa lagi Nak Mas............?” Tanya Ki Bijak.

“Selain untuk memastikan fisik dan catatan sama, stocktake juga dimaksudkan untuk mengetahui secara dini apabila terjadi kesalahan, dan yang lebih penting, stocktake dilakukan untuk menjamin ketersediaan barang sehingga dapat memenuhi permintaan pelanggan dengan cepat dan tepat waktu............................” Kata Maula.

“Kita pun mungkin bisa melakukan ‘penghitungan’secara berkala terhadap aktivitas keseharian kita Nak Mas........” Kata Ki Bijak.

“Maksudnya ki..........?” Tanya Maula.

“Aki tertarik dengan apa yang barusan Nak Mas katakan, dengan mengadakan penghitungan dan pengecekan persediaan secara berkala, perusahaan dapat mengetahui validitas catatan dan kondisi barang sehingga mampu memenuhi kebutuhan dan permintaan pelanggan dengan baik.....”,

“Aki rasa kita pun harus membuka dan membaca catatan harian kita, dengan tujuan yang sama, untuk mengetahui apa yang telah kita perbuat selama ini, seberapa baik perbuatan kita dan apakah perbuatan kita sudah sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan, bukankah dikantor Nak Mas juga ada aturan main untuk melakukan suatu pekerjaan.........?” Tanya Ki Bijak.

“Iya ki, namanya Standard Operating Procedure, yaitu standar baku dalam melaksanakan suatu aktivitas agar dapat mencapai hasil yang maksimal dengan tingkat akurasi, kecepatan,dan keselamatan yang baik...........” Kata Maula.

“Ya seperti itu aturan main yang Aki maksud, dalam kehidupan kitapun, kita diharuskan menjalankan aturan main yang telah dibakukan oleh pencipta kita, yaitu Allah swt.........” Kata Ki Bijak.

“Allah telah mengatur secara detail bagaimana seharusnya kita berhubungan dengan Allah, dengan manusia, dan lingkungan.........”

“Allah juga telah mengatur hal mana yang seharusnya dilakukan,dan bagian mana yang tidak boleh dilanggar.............”

“Itu yang kemudian kita kenal dengan nama syari’at, dan seperti halnya dengan kondisi perusahaan Nak Mas, jika setiap karyawan mengetahui dan mematuhi standar tadi, insha Allah apa yang menjadi target dan tujuan perusahaan dapat tercapai secara maksimal....,

“Pun dengan kehidupan kita, kalau semua kita mengetahui aturan yang bernama syari’at tadi dan kemudian kita mematuhi dan melaksanakannya dengan penuh keyakinan dan tanggung jawab, insha Allah, kita pun akan mendapatkan hasil yang maksimal dalam upaya kita mencapai keridhaan Allah swt.....................” Kata Ki Bijak.

“Nah kenapa Aki tadi mengatakan kita harus sering-sering membuka dan mengecek buku catatan kita, agar kita bisa dengan segera bisa mengetahui jika ada kesalahan prosedur yang kita lakukan dalam menjalani kehidupan ini, selain juga kita bisa ‘menghisab’ amal kita .............’ Kata Ki Bijak.

“Menghisab amal kita ki...........?” Tanya Maula.

“Coba Nak Mas simak ayat ini;
14. "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu Ini sebagai penghisab terhadapmu" (Al Israa’).

“Allah menganjurkan kita, kalau tidak dikatakan memerintahkan kita untuk ‘menghisab’ dan menimbang apa-apa yang telah kita perbuat selama ini, baik amal perbuatan kita, maka bersyukurlah karena Allah telah membimbing kita untuk dalam melakukan amalan yang baik, buruk amal kita, bersegeralah kita memperbaikinya, agar kesalahan itu tidak bertumpuk sehingga sulit untuk diperbaiki lagi..........” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, kemarin pun banyak persediaan yang masih selisih, padahal dihitung setiap setengah tahun sekali, bagaimana kalau tidak pernah dihitung ya ki.......” Kata Maula.

“Ya, bagaimana kalau kita tidak pernah membuka catatan amal perbuatan kita, kita tidak akan pernah tahu apakah prosedur yang kita laksanakan sudah benar, apakah yang kita lakukan sudah benar, karena ketika kita sudah benar-benar dihisab dihadapan mahkamah Allah, kita tidak akan bisa memperbaikinya lagi...”,

“Seperti mungkin kalau diperusahaan Nak Mas, ketidakcocokan catatan dengan fisik yang tidak diketahui secara dini, akan mengakibatkan kerugian, baik karena kena pinalti atau kerugian lain, salah order atau biaya penyimpanan yang membengkak dan yang lebih parah, hilangnya kepercayaan dari pelanggan karena keterlambatan pengiriman perusahaan Nak Mas, misalnya.........................” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, benar.........., Ki, ketika kita membuka catatan kita kemudian kita menemukan banyak kebaikan disana, kita tidak boleh sombong kan ki...?” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, orang bijak tidak akan berbangga diri dengan amal baiknya, tapi justru ia lebih konsen pada hal mana yang harus diperbaikinya, apa saja yang belum dilakukannya dalam upayanya mendekatkan diri kepada Allah........., Nak Mas ingat dengan sebuah nasehat bagaimana seorang beriman memandang dosanya..............?” Tanya Ki Bijak.

“Iya ki, orang beriman akan memandang dosanya bagai gunung besar yang siap menimpa dan membinasakannya, sementara orang zalim akan memandang dosanya ibarat lalat yang hinggap dihidungnya, kemudian ia tepis dan kemudian ia lupa akan dosanya..........” Kata Maula.

“Iya, jadi sekali lagi, Allah menganjurkan kita untuk membaca catatan kita, bukan untuk berbangga diri, tapi agar kita lebih berhati-hati dan bersegera memperbaiki diri............’ Kata Ki Bijak.

“Iya ki, kemarin ana sama sekali tidak kepikiran kalau dari stocktaking sekalipun kita bisa belajar banyak ya ki.............” Kata Maula.

“Itulah kenapa Aki sering mengatakan kepada Nak Mas untuk belajar ‘membaca’ kitab yang tersirat dalam keseharian kita, yaa minimal untuk kita pahami sendiri Nak Mas, syukur kalau ada orang lain yang bisa menerimanya...............” Kata Ki Bijak.

“Iya ki..............”Kata Maula sambil pamitan.

Wassalam

December 10, 2007

TATA HATI

“Sedang cari apa Nak Mas.........? Tanya Ki Bijak melihat Maula tengah sibuk mencari sesuatu digudang masjid.

“Ooh, ini ki, ana sedang cari martil serta tali kawat untuk mengikat tambatan hewan kurban ki...........” Kata Maula, yang memang tengah mempersiapkan tempat dan peralatan penyembelihan kurban beberapa waktu mendatang.

“Ketemu Nak Mas.............?” Tanya Ki Bijak.

“Dari tadi ana cari-cari, tapi belum ketemu juga ki, tempatnya berantakan sekali, barang yang sudah tidak terpakai bercampur dengan barang yang masih bisa dipakai, sehingga susah mencari sesuatu disini..........” Kata Maula.

“Iya, Aki maklum kalau Nak Mas tidak menemukan yang Nak Mas cari, karena kemarinpun Aki kebingungan mencari papan tulis yang biasa digunakan untuk taklim............” Kata Ki Bijak maklum.

“Iya ki, mungkin harus segera kita benahi tata ruang gudang ini ki, selain susah mencari sesuatu, ana khawatir barang-barang yang masih bisa dipakai ikut rusak karena tertimpa barang yang sudah usang, sayang khan ki..............” Kata Maula usul.

“Iya Nak Mas, apapun dan dimanapun, yang tidak ditata dengan rapih, sangat berpotensi menyebabkan ‘kerusakan, kesulitan untuk menemukannya atau bahkan kehilangan’ sesuatu yang mungkin sangat berharga bagi kita....................”Kata Ki Bijak sejurus kemudian.

“Yang Aki maksud bukan hanya gudang ini khan ki...........?” Tanya Maula.

“Ya Nak Mas, gudang ini adalah sebuah ilustrasi yang sangat baik mengenai bagaimana jika hati kita tidak ditata sebagaimana mestinya...........” Kata Ki Bijak.

“Hati kita ki.........?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas...., hati kitapun harus kita tata dengan baik, agar tidak semrawut dan menyebabkan kita kebingungan ketika kita mencari sesuatu atau kerusakan yang sangat mungkin timbul akibat tidak tertatanya hati kita...........” Kata Ki Bijak

“Ana masih belum paham ki............” Kata Maula.

“Nak Mas masih ingat sebuah syair “hati tempat pahala dan dosa berlabuh.............?” Tanya Maula.

“Iya ki, itu lagunya Bimbo..............” Kata Maula.

“Nah Aki berpendapat begini Nak Mas, pahala itu ibaratnya barang-barang berharga yang kita peroleh dengan susah payah, pahala shalat kita, yang kita usahakan siang malam, mungkin pahala shaum kita dengan menahan sedemikian banyak godaan, pahala zakat kita dengan mengeluarkan sebagian uang kita, atau bahkan ilmu yang telah bertahun-tahun kita pelajari, kesemuanya adalah sesuatu yang sangat mahal dan berharga............” Kata Ki Bijak.

“Lalu ki..............?” Tanya Maula penasaran.

“Sementara dosa itu ibaratnya barang-barang yang juga merupakan ‘hasil jerih payah’ kita, ada dosa karena kita berlaku ujub dengan ibadah kita, ada dosa karena riya dan sum’ah kita, ada dosa karena kedengkian hati kita, ada dosa karena dusta kita, ada dosa karena keliaran pandangan mata kita, dosa karena kenakalan pendengaran kita, dan masih banyak lagi barang-barang bekas dan sampah yang bernama dosa itu yang mungkin kita kumpulkan selama ini................” Kata Ki Bijak.

“Nah ketika barang-barang berharga kita, yaitu ‘pahala dan ilmu’, serta barang-barang bekas dan sampah yang bernama ‘dosa’ kita tempatkan bersama-sama dalam satu ruang hati kita, menurut Nak Mas apa yang mungkin terjadi............?” Tanya Ki Bijak.

“Kemungkinan pertama, barang-barang berharga kita, pahala kita, ilmu kita, rusak karena tertimbun barang rongsokan atau tertular karat dari barang yang rusak tadi.................” Kata Maula.

“Ya, benar Nak Mas, itu kemungkinan paling besar, pahala kita rusak karena dosa-dosa kita, meski ada kemungkinan lain yaitu barang berharga kita akan menutupi barang-barang bekas dan rongsokan tadi, ada satu kemungkinan pahala atau amal baik kita menghapus dosa-dosa kita, tapi menurut Aki, barang bekas itu, kurang layak untuk ditempatkan secara bersama-sama dengan barang kita yang mahal dan berharga,terlalu beresiko................” Kata Ki Bijak.tetap saja, Ada lagi............?” Tanya Ki Bijak.

“Kenapa ki................?” Tanya Maula.

“Ketika gudang kita sudah ditempati terlalu banyak barang-barang rongsokan, maka akan sulit bagi kita untuk menata gudang kita untuk terlihat lebih indah, karena sudah terlalu penuh oleh dosa kita yang bertumpuk............”

“Pun demikian halnya dengan hati kita, ketika hati kita sudah terisi penuh oleh dosa dan kemaksiatan, maka cahaya kebenaran, sebagai sarana penghasil pahala, akan sulit memasuki ruangan hati kita, yang telah terlebih dahulu dipenuhi dengan dosa dan karat maksiat................”Kata Ki Bijak.

“Bahkan ada yang mengatakan bahwa dosa yang kita lakukan, terlebih dosa besar, akan menghapus satu ilmu yang pernah kita pelajari dari hati untuk selamanya, Naudzubillah.........” Sambung Ki Bijak.

“Benar ki, seperti gudang masjid tadi, meskipun sebenarnya cukup luas, tapi sekarang menjadi terasa sempit sekali karena banyaknya barang bekas yang seharusnya tidak ditempatkan disana, sehingga tidak terlihat lagi mana yang baik dan mana yang rusak.............” Kata Maula.

“Itulah kenapa Allah berkali-kali mengingatkan kita untuk tidak mencampur adukan yang haq dan yang bathil, karena keduanya tidak akan pernah bisa bersama-sama ada dalam satu ruang, keduanya akan saling mengalahkan...., beruntung kalau hal yang baik yang menang, tapi yang lebih sering justru kita lebih dikuasai oleh kebathilan, maka kita akan menjadi celaka karenannya..............” Kata Ki Bijak sambil mengutip beberapa ayat al qur’an;

42. Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu[43], sedang kamu Mengetahui.(Al Baqarah)

“Aki benar ki, lalu bagaimana agar kita bisa menata ruang hati kita dengan baik, ki...........?” Tanya Maula.

“Kita orang yang paling tahu barang mana yang kita perlukan dan barang mana yang harusnya kita singkirkan, kitalah yang paling tahu mana yang pantas untuk kita simpan dihati kita dan hal mana yang harusnya kita sisihkan dari hati kita.............” Kata Ki Bijak.

“Kita tahu dusta itu hal yang tidak berguna, kenapa kita masih sering melakukannya.....? sehingga mengurangi space hati kita untuk berkata jujur....”

“Kita tahu bergunjing itu sama sekali tidak mendatangkan manfaat apapun bagi kita, kenapa kita masih senang melakukannya...? Sehingga mengurangi ruang hati kita untuk dzikir atau tadarus al qur’an.....”

“Kita tahu mengumpat itu perbuatan tercela, lalu kenapa masih banyak diantara kita yang saling mengumpat dan mencela, sehingga ruang hati untuk menyambung tali silaturahim menjadi berkurang karenannya.....”

“Pun ketika kita tahu shalat tepat waktu adalah sebuah keutamaan, lalu kenapa kita masih mendahulukan pekerjaan lain.....? Bukankah hal itu pun akan mempersempit ruang hati kita untuk bermunajat kepada Allah...?

“Kita tahu bahwa zakat yang disertai keikhlasan merupakan sebuah keharusan, lalu kenapa masih banyak diantara kita yang zakatnya ingin dilihat orang....?, Bukankah itu juga akan mengurangi nilai pahala yang seharusnya kita dapatkan.....?”

“Dan masih banyak lagi contoh-contoh perilaku kita yang lebih senang mengumpulkan sampah daripada menata barang berharga kita...............” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, kalau bahasa sekarang istilahnya STMJ kali ya ki........” Kata Maula.

“Apa itu STMJ Nak Mas..........?” Tanya Ki Bijak.

“Shalat Terus Maksiat Jalan, shalatnya rajin, ujubnya bertambah, zakatnya rutin, pamrihnya makin menjadi, seperti itu khan ki........” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, seperti itu kira-kira......., Nak Mas memang pintar buat akronim seperti itu..........” Kata Ki Bijak sambil tersenyum.

“Ki, kapan kita akan merapihkan gudang itu ya ki...........?” Tanya Maula meminta persetujuan Ki Bijak.

“Silahkan kapan saja Nak Mas, kalau Nak Mas dan rekan-rekan senggang, tapi jangan lupa, hati kita, hati Aki, hati Nak Mas, hati rekan dan santri lain juga harus terus-menerus ditata dan dijaga, jangan sampai seperti gudang itu, kalau sudah campur aduk begitu, setidaknya kita memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak untuk membereskannya.............” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, kalau hati kita sudah seperti gudang itu....,Naudzubillah, berapa lama kita menatanya kembali...........” Kata Maula.

“Karenanya mulailah menatanya dari sekarang, menata hati kita agar rapih berseri dipenuhi cahaya ilahi............., caranya tentu dengan menata apa yang sudah baik agar menjadi lebih baik, shalat yang sudah tepat waktu, ditambah dengan meningkatkan keikhlasan, zakat yang sudah jalan, ditingkatkan dengan ketulusan, nafilahnya dijaga, sunahnya dilaksanakan.........”

“kemudian mengeluarkan hal-hal yang tidak berguna dari keseharian kita, hentikan dengan segera kebiasaan kita berdusta, hentikan dengan segera kesenangan kita bergunjing, kikis rasa ujub, riya dan takabur, serta jangan pernah sekali-kali untuk menambah dan memasukan ‘sampah dosa’ kedalam ruang hati kita, sekecil apapun itu, berusahalah untuk menghindarinya................”Kata Ki Bijak

“Iya ki, semoga Allah menata hati ini menjadi ruang yang indah untuk dapat bermakrifat kepada-Nya ya ki...........” Kata Maula.

“Amiin, insha Allah Nak Mas...........” Kata Ki Bijak mengamini, sementara Maula meneruskan pekerjaannya menyiapkan tempat dan peralatan untuk idul kurban.

Wassalam

Desember 17, 2007

Thursday, December 6, 2007

RASA MULIA

“Nak Mas, baru pulang.............?” Tanya Ki Bijak melihat Maula yang basah kuyup kehujanan sepulang kerja.

“Iya ki...........” Jawab Maula pendek, sambil melepas mantelnya, sementara baju dan celananya pun basah kena air hujan.

“Bukannya Nak Mas kalau pulang bareng sama teman yang bawa mobil..............?” Tanya Ki Bijak sejurus kemudian.

“Iya ki, biasanya ana ikut teman, tapi tadi teman yang bawa mobil, tidak ada semua, ada yang keluar kota, ada yang lembur dan ada yang masih meeting, jadi ana ke Cikarang, dan disana kemarin hujan lebat sekali ki...............” Kata Maula.

“Masya Allah....., tapi Nak Mas baik-baik saja...............?” Tanya Ki Bijak sedikit khawatir.

“Alhamdulillah ki, hanya sedikit masuk angin karena baju dan celana ana basah kemarin, sementara perut ana belum terisi...............” Kata Maula.

“Ngomong-ngomong, kok Nak Mas tidak tahu kalau teman Nak Mas tidak pada pulang............?” Tanya Ki Bijak.

“Yaah, itu salah ana ki...............” Kata Maula menghela napas panjang.

“Salah apa Nak Mas............?” Tanya Ki Bijak.

“Ana tadi tidak telpon dulu, ana sedikit ‘sombong’ dengan meyakini kalaupun ana tidak telpon, ana bisa ikut salah satunya ki.............” Kata Maula.

“Astaghfirullah......, semoga ini menjadi pelajaran bagi Nak Mas, bahwa kita tidak boleh mendahului kehendak Allah, seperti Nak Mas tadi itu, yang beranggapan akan dapat mobil tanpa telpon dulu, apapun keadaanya, Nak wajib berusaha dulu untuk menanyakan kepada teman Nak Mas, bukan langsung memastikan..............” Kata Ki Bijak.

“Iya ki......., Lalu ki, mungkinkah karena hal itu, Allah membuat ana kehujanan, ana dapat mobilnya telat, ana juga harus menahan dingin dan rasa lapar karena baru sampai rumah pukul delapan malam..............?” Kata Maula.

“Wallahu’alam Nak Mas........, bersyukurlah kalau memang itu sebuah ‘imbalan’ atas kesalahan Nak Mas, karena merunut sebuah hadits "Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang, maka dipercepat tindakan hukuman atas dosanya (di dunia) dan jika Allah menghendaki bagi hambanya keburukan maka disimpan dosanya sampai dia harus menebusnya pada hari kiamat". (HR. Tirmidzi dan Al-Baihaqi), semoga Nak Mas masuk kategori orang yang dikehendaki Allah seperti dalam hadits itu……….” Kata Ki Bijak.

“Amiin…………” Kata Maula.

“Tapi satu hal yang harus Nak Mas ingat, bahwa jikapun benar apa yang Nak Mas alami tadi merupakan ‘teguran’ dari Allah atas kelalaian Nak Mas, jangan sampai hal itu menjadikan Nak Mas memiliki rasa bahwa Nak Mas ‘sudah dekat dengan Allah’, karena itu sangat berbahaya………..” Kata Maula.

“Orang yang sudah masuk kedalam wilayah ‘rasa mulia’, merasa sudah baik, sudah merasa dekat dengan Allah, kemudian menjadi jumawa karenanya, sangat tidak disukai oleh Allah, bahkan ada sebuah petuah para ahli hikmah yang mengatakan;

“Dosa yang membuat seseorang berusaha bertobat dan mendekat kepada Allah, jauh lebih baik daripada ketaatan yang membuat seseorang menjauh dari Allah dari rasa ujub dengan ketaatannya”,

“Karena itu maknai semua yang Nak Mas alami sebagai sebuah pelajaran dan hikmah, jauhkan diri Nak Mas dari ‘rasa mulia’ tadi, karena hal itu cenderung melalaikan kita....................” Kata Ki Bijak lagi.

“Benar ki, ana pun merasakan dorongan yang sedemikian besar untuk mengatakan hal itu, untuk mengatakan bahwa ana langsung ditegur Allah karena kedekatan ana, tapi Alhamdulillah, dengan nasehat dari Aki, ana dihindarkan dari hal itu ki..........” Kata Maula.

“Iya Nak Mas, kita harus berhati-hati sekali, karena sifat ujub atau ‘rasa mulia’ tadi bisa menjalar dalam diri kita dengan cara yang sangat halus, bahkan lebih halus dari rambatan semut terkecil sekalipun, sehingga kadang kita sama sekali tidak menyadarinya................” Kata Ki Bijak.

“Sangat halus ya ki............” Kata Maula.

“Rasa mulia itu bisa muncul lewat perkataan kita, ketika kita bercerita kepada orang lain, bisa lewat perilaku, cara kita memandang dan menatap orang lain, atau bahkan mungkin rasa mulia itu muncul dengan bahasa tubuh kita, misalnya kita membuang muka, atau muka kita yang terlihat masam atau kurang senang manakala kita bertemu seseorang, mengeryitkan dahi atau lain sebagainya, karenanya sekali lagi kita harus sangat berhati-hati akan bahaya rasa mulia ini..........” Kata Ki Bijak lagi.

“Lalu bagaimana Nak Mas akhirnya dapat mobil kemarin............?” Tanya Ki Bijak.

“Awalnya ana sedikit bingung karena setelah ana menunggu sekitar setengah jam didekat pintu tol dan tidak juga dapat mobil, ana dapat informasi dari pedagang gorengan bahwa memang tidak ada lagi mobil yang kearah Cikampek, dan ana disarankan untuk menunggu mobil dijalan sebelah, ana kemudian kesana, meskipun jalanan banjir..............” Kata Maula.

“Lalu.............?” Tanya Ki Bijak.

“Ditengah kebingungan itulah ana menyadari ‘kesalahan’ yang tadi ana ceritakan pada Aki, dan ana teringat pula pesan Aki untuk memperbanyak istighfar manakala kita dalam kebingungan, dan ditengah hujan yang mulai agak reda, ana terus menerus membaca istighfar, dan alhamdulillah, ana dipertemukan dengan sebuah mobil carry merah dengan tujuan Cikampek, hingga ana sampai dirumah sekitar pukul 8.00 malam.............” Kata Maula.

“Oooh, pantes tadi Aki nggak lihat Nak Mas shalat Isya dimasjid.............., syukurlah Nak Mas baik-baik saja..........” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, ana tadi shalat dirumah.............” Kata Maula.

“Ooh ya Ki, ana sedikit alpa mengenai istighfar, ada di surat apa ya ki.........?” Tanya Maula

“Di Surat Nuh (71) ayat 10 sampai 12 dan disurat Hud (11) ayat 3 Nak Mas.....................” Kata Ki Bijak.

Maula bergegas membuka Al qur’an untuk mencari ayat yang dimaksud oleh Ki Bijak.

10. Maka Aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun-,
11. Niscaya dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,
12. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.

3. Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang Telah ditentukan dan dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.


“Subhanallah, besar sekali keutamaan istighfar ya ki........”Kata Maula

“Benar Nak Mas, merugilah mereka yang tidak mau atau enggan untuk beristighfar, selain juga Allah sangat menyukai orang-orang yang bertaubat kepada_Nya............” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, semoga Allah memelihara ana dari kealpaan seperti kemarin, dan semoga pula ana senantiasa beristighfar, doakan ana ya ki...........” Kata Maula.

Ki Bijak mengangguk sambil tersenyum menyalami Maula yang pamitan.

Wassalam

December 07, 2007

MENCINTAI ADALAH SATU-SATUNYA CARA UNTUK DICINTAI

“Ki, bisakah kita ‘mengetahui’ ridha tidaknya Allah dengan amal ibadah kita ki........?” Tanya Maula.

“Wallahu’alam Nak Mas, namun demikian, ada sebuah petuah bijak yang mengatakan ‘jika engkau ingin mengetahui seberapa ridha Allah terhadap amal ibadah kita, maka lihatlah seberapa ridha kita terhadap apa yang Allah berikan kepada kita............” Kata Ki Bijak.

“Maksudnya ki..........?” Tanya Maula.

“Jika kita ridha terhadap segala qadha dan qadhar Allah terhadap kita, betapapun hal itu tidak kita senangi, insha Allah, Allah-pun ridha terhadap amal ibadah kita yang masih banyak kurangnya ini....................”Kata Ki Bijak.

“Astagfirullah.....ana jadi merasa malu kepada Allah ki............” Kata Maula.

“Kenapa Nak Mas...............?” Tanya Ki Bijak.

“Ya ki, kadang ana lebih banyak ‘menuntut’ kepada Allah untuk ridha dengan kekurangan amal ibadah yang ana lakukan, ana kerap merasa Allah akan maklum kalau sesekali ana tidak bersegera melaksanakan perintahnya, ana juga kadang berpikir ‘aah tidak apa-apa, kalau shalat dirumah, toh Allah Maha ridha..........., tapi justru karena hal itu, ana malah ‘lupa’ untuk bisa menerima ketentuan Allah terhadap ana ki...........” Kata Maula.

“Bukan hanya Nak Mas, tapi juga kebanyakan dari kita, kita lebih sibuk meminta kepada Allah dari pada berupaya meningkatkan rasa syukur kita terhadap apa yang telah Allah anugerahkan kepada kita, karena kesibukan kita mengadu, kadang melalaikan kita untuk berserah diri dan bertawakal kepada Allah, kesibukan kita berprasangka kurang baik kepada Allah, lebih sering menyebabkan kita ‘lupa’ bahwa kitalah yang membutuhkan Allah, bukan Allah yang memerlukan kita...........” Kata Ki Bijak sambil mengutip sebuah ayat al qur’an.

15. Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah dialah yang Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji (Al Fathir).

“Iya ki.............” Kata Maula pendek.

“Ki, bagaimana caranya agar kita bisa lebih banyak bersyukur daripada mengeluh, agar kita lebih banyak berserah diri dan tawakal daripada mengadu, dan lebih banyak berprasangka baik kepada Allah daripada berburuk sangka pada Allah ki, sehingga kita menjadi orang yang dicintai Allah.............?”

“Tidak ada satupun cara terbaik untuk dicintai Allah, kecuali kita ‘mencintai’ Allah dengan sepenuh hati dan jiwa kita Nak Mas............” Kata Ki Bijak.

“Untuk menjadi orang yang dicintai Allah, kita harus mencintai Allah ki.......?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, cintailah Allah, maka insha Allah, Allah akan lebih mencintai kita.........”Kata Ki Bijak.

“Bagaimana caranya ki.........?” Tanya Maula.

“Ciri utama cinta adalah ikhlas melakukan sesuatu untuk siapapun yang dicintainya, kalau kita mengatakan kita mencintai Allah, maka ungkapan cinta itu tidak bisa sebatas kita mengatakan bahwa kita cinta kepada Allah.........” Kata Ki Bijak.

“Lalu ki.............?” Tanya Maula.

“Cinta memerlukan pembuktian, kalau kita memang benar cinta kepada Allah, tentu kita akan senang hati dan ikhlas untuk melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan dengan ikhlas pula meninggalkan apa yang dibenci dan dilarang-Nya..........”

“Allah memerintahkan kita untuk hanya menyembah kepada-Nya saja, dan itu tidak boleh ditawar-tawar lagi, dengan penuh kesadaran, kita harus menjaga diri kita dari menyembah ilah lain selain Allah, kita harus dengan ikhlas dan sadar untuk tidak menyembah berhala-hala modern semisal harta, pangkat dan tahta.........”

“Allah memerintahkan kita untuk shalat dengan khusyu, maka orang yang benar-benar mencintai Allah dengan ikhlas, tak akan banyak menawar dalam melaksanakan shalat, tidak menunda-nunda dengan alasan dan dalih apapun, dan berusaha sebisa mungkin untuk dapat ‘bertatap’ dengan Allah dalam shalatnya..............”

“Allah memerintahkan kita untuk shaum, zakat, haji, itupun akan dilakukan dengan penuh keimaman dan keikhlasan jika benar kita mencintai Allah................” Kata Ki Bijak.

“Sepertinya kita harus segera memperbaharui cinta kita kepada Allah kalau kita masih berkutat seputar perlu tidaknya kita bertauhid, atau mempertanyakan syari’at shalat, menyangsikan shaum, zakat dan haji, karena sekali lagi cinta adalah sesuatu yang tulus tanpa pamrih.............” Kata Ki Bijak lagi.

“Berat juga ya ki............” Kata Maula.

“Tidak ada harga yang murah untuk sesuatu yang mahal Nak Mas, apa yang kita korbankan akan sebanding dengan apa yang akan kita peroleh............, jika kita menginginkan cinta Allah, maka itulah harga yang harus dibayar, lha wong ketika kita ingin dicintai orang lain saja sedemikian banyak syarat yang harus kita penuhi, terlebih untuk mendapatkan kecintaan Sang Pemilik Cinta hakiki, kita harusnya berupaya lebih dari sekedar mendapatkan cinta selain-Nya..............” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, kalau kita berdoa, kita minta rezeki yang banyak, minta kedudukan yang tinggi, tapi ketika disuruh bangun tahajjud, kita malasnya minta ampun, kalau diperintah zakat, mikirnya ratusan kali, kalau diperintah shaum, dalilnya keluar semua, sementara shaumnya asal-asalan.............” Kata Maula.

“Itulah tidak adilnya kita Nak Mas, kita lebih sering berprasangka buruk kepada Allah kalau keinginan kita tidak segera dipenuhi Allah, kita jadi uring-uringan dan bahkan tidak jarang mencari tuhan alternatif untuk dapat segera memenuhi keinginan kita.................” Kata Ki Bijak.

“Tuhan alternatif ki..........?” Tanya Maula.

“Pergi ke orang pintar, pergi ketempat yang dianggap keramat dan sejenisnya adalah sebentuk ‘pelarian’ dari mereka yang tidak mempercayai keadilan Allah, sehingga mereka mencari-cari tuhan lain selain Allah yang mereka anggap bisa lebih cepat mengabulkan keinginan mereka, dan itu sebuah kedhaliman yang besar, itu syirik Nak Mas............” Kata Ki Bijak.

“Nak Mas hapal ayat al baqarah 186...? Tanya Ki Bijak.

“Ya ki.................” Kata Maula sambil membaca ayat yang dimaksud.

186. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.


“Ayat itu adalah sebuah pesan yang sangat jelas dari Allah, bahwa Allah mengabulkan permohonan siapapun yang memohon kepada-Nya, dengan ketentuan ‘hendaklah kita memenuhi perintah-Nya, hendaknya kita ‘hanya’ beriman kepada_Nya, dan agar kita selalu berada dalam kebenaran.......”Kata Ki Bijak.

“Dan kita, sekali lagi, karena kesibukan kita menuntut Allah, kita jadi kerap lupa untuk memenuhi syarat untuk terpenuhinya permohonan kita kepada Allah....”Sambung Ki Bijak.

“Iya ki, lalu kenapa tadi Aki bilang ‘hanya beriman kepada-Nya saja’ ki.........” Tanya Maula.

“Kadang keimanan kita ini masih campur aduk Nak Mas, kita mengatakan kita percaya bahwa Allah-lah yang melapangkan dan menyempitkan rezeki kita, tapi disisi lain kita menyakini bahwa perusahaan tempat kita kerja, atau atasan kita-lah yang menentukan sedikit banyaknya rezeki kita, sehingga kita lebih takut kepada atasan dari pada kepada Allah, seyogyanya hal ini tidak terjadi jika keimanan kita sudah berada pada tingkatan yang benar.............” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, bahkan yang lebih lucu lagi, ada orang yang lebih takut kepada Jin dan Setan, sementara mereka sama sekali mengabaikan Allah yang notabene adalah Dzat yang menciptakan jin dan setan itu ya ki, sehingga mereka rutin memberikan sesajen atau sejenisnya dengan alasan agar jin dan setan tidak ‘marah’ kepada mereka..........” Kata Maula

“Iya, masih banyak yang harus kita benahi Nak Mas, mulai dari keimanan kita sendiri, kemudian pembuktian kecintaan kita kepada Allah, hingga tanggung jawab kolektif kita sebagai sesama muslim untuk saling menasehati dalam kebaikan...........,”Kata Ki Bijak.

“Ya Allah, tunjukilah hamba jalan kearah-Mu dan berikan kemampuan kepada hamba untuk dapat mencintai-Mu Allah..............” Guman Maula pelan, sambil menengadah kelangit, menyadari betapa selama ini ia belum bisa membalas cinta Allah kepadanya.

Wassalam

Desember 07, 2007

BENARKAH ALAM TLAH ENGGAN DENGAN KITA?

“Ki, benarkah alam sudah enggan dengan kita ki..........?” Tanya Maula

“Kenapa Nak Mas.............?” Tanya Ki Bijak memastikan.

“Iya ki, belakangan ini kan bencana seolah ‘berebut’ untuk datang disekitar kita, Tsunami belum lagi selesai, gempa bumi menjelang, disusul banjir bandang dan sekarang gunung berapi seolah tak mau ketinggalan untuk menghadirkan kecemasan pada kita dengan muntahan lahar panasnya............”Kata Maula.

“Masya Allah, laa haula walaaquata ila billah, inna lillahi wa inna ilaihi rojiun........., itu yang seharusnya kita ucapkan Nak Mas.........” Kata Ki Bijak.

“Maksud Aki..............?” Tanya Maula.

“Sebagai orang yang mengaku beriman, sekali lagi kita harus berhati-hati dalam bertutur kata Nak Mas, jangan sampai kata-kata kita menjadikan kita syirik kepada Allah tanpa kita menyadarinya (syirik khofi), seperti tadi, Alam mulai enggan, kemudian alam marah, seolah alam memiliki kekuatan sendiri disamping kekuatan Allah, mungkin maksud kita bukan seperti itu,tapi alangkah baiknya ketika kita menyikapi semua kejadian dengan melihat af’al Allah dibelakang semua peristiwa itu.............” Kata Ki Bijak.

“Astaghfirullah, iya ki............, lalu hikmah apa yang dapat kita petik dari semua yang telah dan tengah terjadi belakangan ini ki...............?” Tanya Maula.

“Alam tidak pernah enggan apalagi marah kepada kita, alam ‘berlaku’ demikian semata demi melaksanakan perintah Allah swt, untuk mengingatkan kita akan akibat yang harus kita tanggung karena ulah tangan-tangan kita yang tidak terjaga.............” Kata Ki Bijak


41. Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Ar ruum)


“Nak Mas perhatikan ayat diatas, 14 abad yang lalu, al qur’an telah memaklumkan bahwa telah nampak kerusakan didarat dan dilaut karena perbuatan tangan manusia, kerusakan inilah yang kemudian menjadi asbab terjadinya bencana sesuai dengan kehendak Allah............”

“Kerusakan didarat, seperti hutan yang gundul akibta pembalakan liar, gunung yang rata karena semena-menaan, bumi yang keropos karena ekploitasi, dan kerusakan-kerusakan lainnya, dikembalikan Allah kepada manusia sebagai pelaku utama kerusakan itu.........”,

“Pun dengan kerusakan dilaut, pencemaran, pendangkalan, abrasi dan kerusakan terumbu karang dan habitat alam laut, akan dikembalikan Allah kepada manusia sebagai pelaku utama kerusakan itu.............”

“Itulah yang kemudian kita sebut sebagai bencana, tanah longsor karena kerusakan hutan, banjir karena pendangkalan laut dan lain sebagainya, semuanya terjadi atas kehendak Allah, bukan karena alam marah atau sudah enggan dengan kita....................” Kata Ki Bijak.

“Ki, apakah Allah marah kepada kita ki...............?” Tanya Maula.

“Wallahu’alam Nak Mas, tapi Aki lebih senang untuk mengatakan bahwa apa yang telah dan tengah terjadi belakang ini tetap merupakan sebuah bentuk kasih sayang Allah kepada kita, bukan sebuah kemarahan..........” Kata Ki Bijak.

“Bencana sebagai sebentuk kasih sayang Allah kepada kita ki..........? Kata Maula heran.

“Coba Nak Mas perhatikan sekali lagi ayat yang tadi Aki sebutkan, diujung ayat itu, Allah menyatakan ‘supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)’, jadi menurut hemat Aki, dibalik semua apa yang kita sebut ‘bencana’ itu tersirat sebuah rahmat Allah yang besar bagi kita, Allah menghendaki kita agar tidak tersesat jauh dan berbuat kerusakan terus-menerus, karenanya Allah ‘menegur’ kita dengan bahasa yang menurut kita berupa bencana tadi............” Kata Ki Bijak.

“Ki, rasanya sulit sekali ya ki untuk dapat memahami bencana sebagai sebuah bentuk kasih sayang Allah kepada kita............” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum mendengar kata-kata Maulana, ia maklum, karena memang berat dan sangat sulit bagi siapapun untuk memahami bencana sebagai sebuah bentuk kasih sayang Allah.

“Nak Mas pernah ‘marah’ sama Dinda...........?” Tanya Ki Bijak.

“Pernah ki.............” Kata Maula.

“Kenapa Nak Mas marah pada Dinda......?”Tanya Maula.

“Ana kadang marah, kalau Dinda melakukan hal-hal yang ana anggap Dinda melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya, atau kalau ana menganggap Dinda melakukan hal yang kurang patut ki.........” Kata Ki Bijak.

“Apakah Nak Mas marah pada Dinda karena Nak Mas tidak menyayanginya..........?” Tanya Ki Bijak lagi.

“Ana memarahi Dinda justru karena ana sangat mencintai dan menyayangi Dinda, ana tidak ingin Dinda mendapat hal yang kurang baik, apalagi sampai celaka, sama sekali bukan karena ana tidak menyayanginya ki.............” Kata Maula.

“Subhanallah tidak ada hal apapun yang dapat dibandingkan dengan Allah, demikian pula Allah Yang Maha Rahman dan Rahim, yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui, banyaknya bencana, banyak peringatan dan teguran Allah kepada kita, justru menunjukan betapa Allah sangat-sangat menginginkan kebaikan bagi kita, agar kita segera sadar akan kelalaian kita dan segera kembali menuju kejalan-Nya, agar kita tidak terjerumus lebih dalam kedalam jurang kebinasaan yang kita gali sendiri............”Kata Ki Bijak.

“Benar Ki, seandainya ana membiarkan Dinda yang belum mengerti betul bahaya tidaknya apa dia lakukan, itu berarti ana justru tidak menyayanginya, ya ki............” Kata Maula.

“Pernah tidak Nak Mas marah karena Dinda melakukan hal yang sudah benar............?” Tanya Maula.

“Tidak Ki, hanya ana kadang ingin menguji kesungguhan dan kecermatan Dinda dengan apa yang dilakukannya saja ki.....” Kata Maula.

“Kalau ada orang beriman dan beramal shaleh, kemudian dia juga masih merasakan dampak dari ‘teguran’ Allah, itu juga dapat kita maknai sebagai ujian apakah sudah benar keimanananya, sehingga dengan sadar ia mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun, terhadap apa yang menimpanya, bukan menyalahkan alam yang marah atau bosan, orang beriman tidak akan mengatakan hal itu semacam itu, karena takut akan merusak tauhidnya kepada Allah swt..............” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, semoga kita bisa memaknai semua kebijakan Allah dengan lebih arif ya ki..........” Kata Muala.

“Belajarlah untuk bisa memaknai segala hal yang terjadi disekitar kita dengan arif dan bijaksana, bukan hanya dengan membaca literatur yang tersurat dalam buku dan kitab, Nak Mas juga harus belajar membaca kitab yang tersirat dialam sekitar kita, dengan satu tujuan : untuk menuntun Nak Mas kepada sang Pencipta Alam Semesta ini yaitu Allah swt..............” Kata Ki Bijak lagi.

“Terima kasih ki, semoga ana diberi kekuatan dan kemudahan oleh Allah untuk dapat mempelajari semuanya ya ki...........” Kata Maula.

“Amiin...........semoga Nak Mas..........” Kata Ki Bijak mengakhiri percakapan hari itu.

Wassalam

Nopember 30, 2007

Wednesday, November 28, 2007

JAGALAH HAL YANG TIGA

“Setidaknya ada tiga hal yang akan membuat kita terpuruk dalam kehidupan dan agama kita Nak Mas................” Jawab Ki Bijak, menjawab pertanyaan Maula mengenai hal-hal yang sepatutnya dihindari agar seseorang selamat dan mencapai keberhasilan didunia dan diakhirat kelak.

“Hal apa saja itu ki...........?” Tanya Maula.

“Hal pertama yang dapat menghancurkan kita dalam kehidupan dan keagamaan kita adalah terlalu banyak bicara................” Kata Ki Bijak.

“Kenapa ki..............” tanya Maula.

“Nak Mas masih ingat dengan diskusi kita kemarin, bahwa mulutmu harimaumu...?” Tanya Ki Bijak.

“Ya ki, ana ingat.............”Kata Maula.

“Ya, seperti itu Nak Mas, lidah kita ini tidak bertulang, sehingga karena kelenturannya itulah, kita sering tidak dapat mengontrol lidah kita kalau kita sudah bicara, sehingga tidak jarang pembicaraan kita lebih pada pembicaraan yang mengandung mudharat, bergunJing, bergosip, membicarakan aib orang lain, atau bahkan mengarah pada pembicaraan cabul tanpa makna, dan ini akan sangat-sangat merugikan kita, waktu kita tersita, jatah usia kita berkurang, sementara kita tidak mendapatkan hasil apapun dari pembicaraan semacam itu..................” Kata Ki Bijak.

“Aki sangat prihatin dengan kondisi masyarakat kita dewasa ini, sebagian kita justru lebih senang dengan acara-acara dimedia televisi yang hanya menjual berita-berita murahan seputar kehidupan seorang artis, atau acara-acara guyon yang saling mencela, bahkan mencela kondisi fisik lawan mainnya, mereka sepertinya tidak takut bahwa celaan mereka terhadap keadaan fisik seseorang akan mengikis rasa takjim dan syukur kita terhadap kesempurnaan ciptaan Allah......................” Kata Ki Bijak prihatin.

“Iya ki, sekarang memang banyak acara sejenis itu, acara gosip, acara lawakan atau bahkan acara yang hanya mengumbar syahwat dan birahi disiarkan secara sembarangan diberbagai stasiun TV.................” Kata Maula.

“Seseorang yang terlalu banyak mengkonsumsi acara-acara semacam itu, disadari atau tidak, cenderung meniru apa yang ditonton dan dilihatnya..........,

“Coba Nak Mas perhatikan, anak-anak sekolah dasar sekalipun sekarang ini sudah pandai mencela sesamanya, kata-katanya pun banyak yang tidak patut, belum lagi mereka juga meniru cara orang tuanya yang juga kerap berbicara kasar dan tidak mendidik.............” Kata Ki Bijak.

“Dan Nak Mas harus ingat, dibalik kelenturannya, lidah juga bisa sangat tajam, melebihi pisau atau pedang sekalipun, orang yang tertusuk pisau atau pedang, mungkin sakit, tapi orang yang tersayat tajamnya lidah, jauh-jauh lebih sakit, bahkan saking sakitnya, seringkali rasa sakit itu diwariskan pada anak cucunya...........” kata Ki Bijak,

“Diwariskan ki...........?” Tanya Maula.

“Misalnya ada orang tua yang ketika hendak meninggal, berpesan kepada anaknya agar tidak berhubungan dengan orang yang pernah menyakitinya, dan si anakpun kemudian ikut-ikutan memusuhi orang yang pernah menyakiti orang tuanya, terus begitu, dan ini adalah sebuah isyarat kehancuran bagi dia dan keluarganya...........” kata Ki Bijak.

“Iya ki, ana pernah menemukan kejadian seperti itu...........” Kata Maula.

“Untuk itulah, kita harus pandai-pandai menggunakan dan menjaga lisan kita ini, agar lidah kita tidak menjadi racun yang akan menggerogoti kebaikan kita didunia maupun diakhirat kelak...........” Kata Ki Bijak.

“Disamping itu, terlalu banyak bercakap mengenai hal-hal yang jauh dari agama, akan menggiring kita untuk cenderung pada hal-hal tersebut, misalnya, kalau kita bercakap tentang duniawi saja, maka kita akan lebih cenderung pada urusan dunia pula......”,

“Dan satu yang paling Aki khawatirkan adalah ketika kita terbiasa membicarakan aib orang lain, kita menjadi lupa terhadap aib kita sendiri, sehingga kita lalai untuk memperbaikinya, dan ini sebuah kerugian yang besar sekali...........” Sambung Ki Bijak.

“Seperti kata pepatah kuman diseberang lauatan jelas kelihatan, gajah didepan mata tak kelihatan ya ki.........” Kata Maula.

“Ya, seperti itu Nak Mas........” Jawab Ki Bijak.

“Lalu yang kedua apa ki...........?” Tanya Maula.

“Hal kedua yang akan menjadikan kita merugi adalah terlalu banyak makan, obesitas, darah tinggi, jantung, gula darah, adalah sebagian kecil contoh penyakit yang diakibatkan oleh pola makan kita yang kurang baik, selain juga kekenyangan akibta konsumsi makanan yang berlebih akan mengakibatkan orang ‘malas’..............” kata Ki Bijak.

“Coba Nak Mas rasakan, ketika perut kita terlalu kenyang, maka yang sangat logis terjadi adalah rasa kantuk serta berat untuk melakukan aktivitas, mau shalat, nanti dulu masih kenyang, mau bangun malam untuk tahajud, malas karena kenyang, mau mengaji, nanti dulu, masih kenyang, dan masih banyak lagi aktivitas dunia dan ukhrowi kita yang terganjal oleh rasa kenyang yang berlebihan............” Kata Ki Bijak.

“Dan satu hal lagi, kekenyangan akan mengurangi kepekaan kita terhadap sesama, kita jadi tidak peka terhadap mereka yang lapar, kita jadi tidak peka terhadap mereka yang haus, karena kita sendiri tidak pernah merasakan bagaimana rasanya haus dan lapar itu, karena perut kita senantiasa kenyang.............” Kata Ki Bijak.

“Jadi itukah salah satu hikmah shaum ramadhan ki, untuk melatih kepekaan kita terhadap mereka yang lapar dan haus.......?” Tanya Maula,.

“Benar Nak Mas, itu salah satu hikmah shaum ramadhan, disamping shaum juga sangat-sangat baik untuk menjaga kestabilan badan kita dan demi kesehatan kita.....” Kata Ki Bijak.

“Hal ketiga, terlalu banyak tidur, adalah juga hal yang harus kita perhatikan, agar tidak menjadi mudharat bagi kita..............” Kata Ki Bijak.

“Kenapa ki......?” Tanya Maula.

“Nak Mas coba hitung, kalau kita tidur delapan jam per hari saja, itu sama artinya kita tidur sepertiga dari waktu kita yang dua puluh empat jam, nah kalau kita dikaruniai Allah umur 60 tahun, artinya kita hanya numpang tidur didunia ini selama kurang lebih 20 tahun, sementara kita diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya, bukan menghabiskan waktu dengan tidur berlebihan................” Kata Ki Bijak.

“Masya Allah, benar ki, betapa ruginya kita, kalau waktu kita hanya untuk tidur...................” Kata Maula.

“Untuk itu, hendaknya kita bijak dalam mengalokasikan waktu kita, tidur memang perlu bagi kita, tapi bukan berarti kita menghabiskan jatah malam kita untuk tidur mendengkur menanti pagi, cobalah kita belajar untuk menghidupkan malam-malam kita dengan tahajjud, bermunajat kepada Allah, berdzikir dan tilawah al qur’an, insha Allah hal itu jauh lebih baik daripada tidur...........................” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, lagian tidur terlalu lama juga mengakibatkan badan jadi letih, bukan tambah segar............” Kata Maula.

“Ya, itu salah satunya, coba nanti malam Nak Mas bangun malam untuk tahajjud, dan rasakan bedanya, insha Allah tubuh Nak Mas akan terasa lebih segar dipagi hari, disamping Nak Mas akan mendapatkan ‘kenikmatan’ yang sulit Aki lukiskan kecuali Nak Mas merasakannya sendiri.............” Kata Ki Bijak.

“Bangun malam dan tahajjud nikmat, ki...........?” Tanya Maula.

“Cobalah Nak Mas, bangun dan tahajjud dengan ikhlas, maka Nak Mas akan merasakan kehilangan sesuatu manakala Nak Mas meninggalkan tahajjud barang semalam saja...............” Kata Ki Bijak.

“Bismillah, semoga ana diberikan kekuatan oleh Allah untuk dapat mendirikan tahajjud secara ikhlas dan istiqomah ya ki............” Kata Maula.

“Semoga Nak Mas.........” Kata Ki Bijak, sambil beranjak menuju tempat wudlu, diiringi Maula, untuk menunaikan shalat.

Wassalam

Nopember 27, 2007

BEKERJA SEBAGAI MUJAHID

“Assalamu’alikum.............” Sapa Ki Bijak pada Maula yang tengah asyik duduk didepan komputer sambil membaca beberapa artikel.

“Walaikumusalam warahmatullahiwabaratuh......., Aki..., Mari masuk ki...........” Balas Maula sambil mempersilahkan Ki Bijak masuk.

“Sedang baca artikel apa Nak Mas.............?” Tanya Ki Bijak.

“Ini ki, ana sedang memikirkan sebuah hadits yang dikirim seorang teman ki....’sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil (Profesional dan ahli). Barang siapa bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya, maka dia serupa dengan seorang mujahid dijalan Allah azza wajalla (HR.Ahmad)’...........” Kata Maula membacakan hadits yang dikirim salah seorang karibnya.

“Subhanallah, hadits yang penuh makna dan hikmah, bersyukurlah kepada Allah karena Nak Mas dikaruniai sahabat yang mau berbagi, terlebih berbagi ilmu seperti ini, sudah semestinya kita berterima kasih padanya Nak Mas..........” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, ki......., lalu hikmah apa yang bisa ana petik dari hadits itu ki...............” Tanya Maula.

“Nak Mas harus menjadi seorang profesional dan ahli dibidang Nak Mas sebagaimana anjuran hadits itu...........” Kata Ki Bijak.

“Lalu ki..........?” Tanya Maula.

“Seorang karyawan yang bekerja dengan profesional dan dengan ketrampilan tinggi dengan niat lillahita’ala mencari keridhaan Allah dalam menafkahi keluarganya, memiliki kesetaraan dengan seorang mujahid yang berperang menegakan panji-panji agama Allah, karenanya Nak Mas tidak boleh bekerja dengan asal-asalan, tanpa mengerti apa yang Nak Mas kerjakan, malas bertanya dan enggan belajar, yang penting pekerjaan saya selesai, mengenai orang lain keteteran, bukan urusan saya, atau bekerja seperti robot, hanya input tanpa tahu untuk apa dan bagaimana hasil pekerjaan yang dihasilkan, atau hanya datang, absen, ngobrol kemudian pulang, itu bukan tipe seorang yang bekerja sebagai mujahid bagi keluarganya, orang yang bekerja seperti itu tidak lebih dari robot-robot penghasil uang, yang belum tentu berkah karena kerjanya sambil uring-uringan.......” Kata Ki Bijak.

“Ki, menurut pendapat Aki, hal apa saja yang dapat menjadikan seorang karyawan seperti ana,dapat bekerja sebagai mujahid ki...........?” Tanya Maula.

“Ini bukan pendapat Aki, tapi Aki mengutip pendapat orang lain Nak Mas, semoga Allah membalas kebaikan orang itu, bahwa seorang karyawan mujahid akan memiliki etos kerja yang baik, secara singkat, seseorang yang memiliki etos kerja yang baik akan memandang pekerjaannya dari sudut pandang yang berbeda dari kebanyakan orang.........” Kata Ki Bijak.

“Sudut pandang seperti apa ki............?” Tanya Maula.

“Pertama, seorang karyawan atau pekerja mujahid, akan memandang kerja dan pekerjaannya sebagai sebuah rahmat dari Allah swt..............” Kata Ki Bijak.

“Kerja sebagai rahmat ki..........?” Tanya Maula.

“Betapa tidak Nak Mas, coba Nak Mas perhatikan, diluar sana, berapa banyak orang yang tidak memiliki pekerjaan, mereka melamar kesana kemari, dengan harapan memperoleh pekerjaan untuk menyambung hidupnya, atau ada juga mereka yang bekerja dibawah terik matahari yang panas memanggang kulit, menggali batu cadas untuk sekedar mendapatkan satu atau dua liter beras untuk keluarganya........”

“Coba bandingkan dengan kerja Nak Mas, terlepas dari berapapun gaji yang Nak Mas terima, Nak Mas bekerja dikantor, tidak kepanasan, tidak kehujanan, bahkan mungkin ruangan Nak Mas ber-AC, apakah itu bukan sebuah kenikmatan yang besar..?, Apakah itu bukan sebuah rahmat dari Allah untuk Nak Mas, selain merupakan sebuah ujian seberapa besar rasa syukur Nak Mas atas curahan rahmat-Nya...........” kata Ki Bijak.

“Astaghfirullah, benar ki, seharusnya ana lebih banyak bersyukur atas semua rahmat yang dilimpahkan-Nya..........”Kata Maula yang juga sering merasa kurang senang dengan kondisinya sekarang.

“Syukurilah Nak Mas, agar nafkah yang Nak Mas berikan kepada keluarga merupakan berkah dan semoga Nak Mas menjadi seorang mujahid dengan bekerja ikhlas dan senantiasa mensyukuri rahmat-Nya...........”Kata Ki Bijak

“Kedua, seorang karyawan atau pekerja mujahid adalah mereka yang memandang pekerjaannya sebagai sebuah ibadah, sehingga ia melakukan pekerjaannya dengan disertai keseriusan dan penuh tanggung jawab.........”Kata Ki Bijak.

“Ada persepsi yang sedikit salah dari sebagian kita yang memandang bahwa ibadah itu hanya shalat saja, shaum saja, berdiam dimasjid saja, ibadah mengandung pengertian yang sangat luas, salah satunya adalah dengan bekerja, itupun dapat berarti ibadah, kita melaksanakan sunatullah untuk menjemput karunia dan rezeki yang telah Allah siapkan untuk kita, dan mereka yang bekerja dengan baik dan ikhlas, insha Allah akan dibalasi Allah dengan nilai-nilai ibadah kepada siapa yang dikehendaki-Nya...........” Kata Ki Bijak lagi.

“Yang ketiga, mereka yang bekerja sebagai mujahid adalah mereka yang memandang pekerjaan sebagai sebuah amanah............” Kata Ki Bijak.

“Amanah ki...........” Tanya Maula.

“Ya, amanah dari keluarga kita dirumah, yang secara tidak langsung memberikan tanggung jawab kepada kita untuk menafkahi mereka, amanah dari perusahaan yang memberi kepercayaan dan menggaji kita, kemudian yang terpenting pekerjaan kita adalah amanah dari Allah, untuk menguji kita sejauh mana kita bersyukur atas kemudahan dan kenyamanan pekerjaan kita, atau sebaik apa kesabaran kita ketika pekerjaan kita tidak sesuai dengan harapan kita.....”,

“Mereka yang melalaikan pekerjaannya, berarti dia tidak memenuhi amanah keluarganya untuk mencari nafkah yang halal dan berkah, mereka yang bermain-main dengan pekerjaannya, berarti menodai kepercayaan perusahaan kepadanya, mereka yang lalai akan tanggung jawabnya, akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Allah swt di yaumil akhir kelak............” Kata Ki Bijak.

“Astaghfirullah, betapa besar tanggung jawab yang kita emban dari amanah pekerjaan ini ya ki.............” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, karenanya berusahalah untuk bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, baik secara pribadi kepada Allah, kepada keluarga, kepada perusahaan, maupun tanggung jawab kolektif sebagai bagian dari unit perusahaan, jangan sampai ada orang yang terdhalimi oleh kita, karena kita lalai terhadap amanah yang kita emban, itupun sebuah dosa Nak Mas......................” Kata Ki Bijak.

“Ki, Alhamdulillah ana sekarang mengerti bahwa pekerjaan kita adalah rahmat dari Allah kepada kita, pekerjaan juga merupakan sebuah aktivitas ibadah, dan bekerja mencari nafkah merupakan sebuah amanah yang harus kita junjung tinggi, selain itu ada lagi ki............?” Tanya Maula yang masih kerasan untuk menimba ilmu dari Ki Bijak.

“Ya Nak Mas, pekerjaan kita juga adalah sebuah kehormatan bagi kita..........” Kata Ki Bijak.

“Sebuah kehormatan ki..........?” Tanya Maula.

“Seperti yang Aki katakan diatas, berapa banyak mereka yang berjalan puluhan kilo untuk mencari pekerjaan, tapi toh tidak semua mereka mendapatkan pekerjaan, dan hanya mereka yang diberi kehormatan sajalah yang diterima untuk bekerja disebuah perusahaan misalnya.........., lalu patutkah kita mengabaikan kehormatan yang telah diberikan kepada kita dengan bekerja asal-asalan................?” Kata Ki Bijak setengah bertanya.

“Iya ki, mungkin hanya sepuluh orang dari seribu orang pelamar saja yang diterima diperusahaan, itupun setelah mengikuti berbagai seleksi dan memenuhi persyaratan yang sangat banyak, Aki benar, itu sebuah kehormatan.........................” Kata Maula.

“Karenanya manfaatkan kehormatan itu semaksimal mungkin, karena kualitas kerja kita juga bisa merupakan cerminan dari kualitas pribadi kita, pekerjaan kita merupakan sebuah bentuk aktulisasi dari apa yang ada pada kita.......................” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, ana mengerti sekarang, hasil kerja kita merupakan bukti eksistensi kita ya ki............” Kata Maula.

“Berbahagilah mereka yang keberadaanya disuatu tempat diakui oleh rekan dan sejawatnya, sebaliknya, sepatutnyalah kita bertanya pada diri kita ketika ada tidaknya kita ditempat kerja kita, bukan merupakan sebuah kehilangan bagi unit kerja yang lain, karena artinya kita mungkin tidak terlalu dibutuhkan dilingkungan tersebut...............” Kata Ki Bijak.

“Jadi kalau kita sering bolos kerja, kemudian atasan kita tidak menegur kita, mestinya kita berhati-hati ya ki, bukannya malah senang karena tidak kena marah..........” kata Maula.

“Seperti Aki katakan barusan, tanyakan hal itu pada diri kita, adakah kita dibutuhkan oleh rekan dan perusahaan kita, atau sebaliknya kita hanya merupakan karyawan mubah saja, artinya kita tidak ada ya tidak apa-apa, dan kalaupun kita datang, tak banyak yang bisa kita lakukan........................” Kata Ki Bijak.

“Terima kasih ki, semoga ana diberi kekuatan Allah untuk menjadi karyawan yang baik, syukur kalau menjadi mujahid yang diridhai Allah swt....” Kata Maula.

“Semoga Nak Mas...........” Kata Ki Bijak.

Wassalam

Nopember 28, 2007

Tuesday, November 27, 2007

TIDAK ADA ‘DUSTA’ YANG SEMPURNA

“Dusta itu ibarat kanker Nak Mas............” Kata Ki Bijak menjawab pertanyaan Maula tentang bahaya berbohong dan dusta.

“Seperti kanker ki................?” Tanya Maula.

“Ya, sekali saja kita berkata bohong, maka kebohongan demi kebohongan akan terus berlanjut untuk menutupi kebohongan kita, sayangnya tidak banyak orang yang sadar akan bahaya bohong ini.............” Kata Ki Bijak.

“Contoh kecilnya begini Nak Mas, jika ada seorang karyawan bolos kerja, kemudian dia telpon kekantornya dengan alasan sakit, padahal alasan sebenarnya karena dia malas berangkat saja misalnya, maka ketika keesokan harinya ia kekantor, tanpa ditanyapun, pasti dia sudah memberikan penjelasan dan argumentasi atas ketidak hadirannya kemarin..........”Kata Ki Bijak.

“Benar ki, pernah suatu ketika ada teman yang berasalan sakit sehingga ia tidak kekantor, kemudian keesokan harinya ia mempertegas lagi bahwa ia sakit, dan ketika ditanya sakit apa, kedokter belum, maka ia kelabakan tidak bisa menjawab............” Kata Maula

“Iya Nak Mas, serapat-rapatnya bangkai ditutupi, maka busuknya akan tetap tercium juga, karena memang tidak ada dusta yang sempurna...........” Kata Ki Bijak.

“Tidak ada dusta yang sempurna ki...........?” Tanya Maula.

“Kadang kita menganggap dusta adalah perkara sepele, gampang ditutupi dengan argumen dan dalih yang meyakinkan, tapi sehebat apapun kita bersilat lidah, serapih apapun kita menutupi kebohongan kita, tetap akan ada ‘celah’ yang akan membongkar kedustaan kita.........” Kata Ki Bijak.

“Celah seperti apa ki...?” Tanya Maula

“Mungkin atasan kita percaya dengan alasan kita, mungkin rekan kita maklum dengan dalih kita, tapi kita mesti ingat, bahwa kita memiliki ‘lie detector’ (pendeteksi kebohongan) dalam hati kita, semakin kita banyak berbohong, maka semakin keras hati kita berdegup tidak menerima kebohongan lisan kita, sehingga sering tanpa sadar, orang yang berbohong membuka sendiri kebohongannya, dengan atau tanpa sengaja............., misalnya ia menggigau ketika tidur atau ia kepeleset lidah ketika bicara, dan masih banyak lagi cara Allah membuka kedok kebohongan kita..............” Kata Ki Bijak.

“Ki, apakah mungkin seseorang berbohong dan kemudian tidak ada yang mengetahuinya..........?” tanya Maula.

“Dihadapan orang lain mungkin bisa, ketika kita berbohong pada istri kita misalnya, mungkin selamanya istri kita tidak akan pernah tahu, tapi ingat Allah tidak pernah lalai atau tidur untuk mencatat segala kebohongan kita, selain juga hati kita yang akan menolak kebohongan kita.............” Kata Ki Bijak.

“Ki, boleh tidak kalau ana mengatakan kalau kita berbohong dengan sengaja, itu artinya kita mengingkari keberadaan Allah...?” Tanya Maula.

“Aki sependapat dengan Nak Mas, kalau kita berbohong dengan sengaja, artinya kita tidak mengakui Allah yang Maha Mengetahui, artinya kita tidak mengakui Allah yang Maha Mendengar, artinya lagi kita tidak mempercayai Allah yang Maha mencatat, kita tidak meyakini keberadaan Malaikat Roqib dan Atid yang senantiasa mencatat amal perbuatan dan perkataan kita, kita tidak mengakui adanya hari pembalasan dan lain sebagainya, dan dalam kondisi yang ekstrem, sangat boleh jadi bohong yang kita anggap sepele itu, akan menjerumuskan kita pada jurang kemusyrikan, Naudzubillah.................” Kata Ki Bijak.

“Astaghfirullah, besar sekali kehancuran yang ditimbulkan oleh kesalahan lisan kita ya ki.............” Kata Maula.

“Itulah kenapa ada orang yang mengatakan lidah kita lebih tajam dari pedang, karena lidah yang sering berdusta, bisa mengakibatkan hancurnya tatanan rumah tangga, lidah yang sering berdusta, tak jarang melahirkan fitnah dan permusuhan, atau bahkan peperangan...............” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, lalu bagaimana kita bisa menghindari bahaya lisan ini ki.....?” Tanya Maula.

“Yang pertama, tentu menjaga lisan kita dari perkataan dusta, sekecil apapun itu, baik kepada istri, kepada anak, kepada teman, karena kebohongan tidak akan pernah membawa kebaikan apapun bagi kita.............” Kata Ki Bijak.

“Yang kedua, kita harus berhati-hati terhadap setiap informasi yang kita terima, apalagi kalau informasi itu datang dari orang yang kredibilitasnya kita ragukan, jangan mudah percaya, cek dulu kebenaran informasi itu, sehingga tidak menjadi fitnah, seperti yang dicontohkan Rasul ketika beliau menerima pengaduan dari seorang yahudi mengenai seorang sahabat, Nak Mas masih ingat cerintanya...........?” Tanya Ki Bijak.

“Ya ki, Rasulullah ketika itu mendapat informasi dari seorang yahudi mengenai sahabat Abdullah bin Mas’ud yang mengatakan bahwa ia lebih senang berada jauh dari Rasulullah dan rumahnya jauh dari masjid..............” Kata Maula.

“Lalu.............”Pancing Ki Bijak.

“Mendengar berita ini, Rasulullah tidak lantas marah, beliau kemudian memanggil Ibnu Mas’ud untuk menanyakan kebenaran berita yang diterima dari yahudi itu, dan ketika itu Ibnu Mas’ud menjawab,

“Benar ya Rasul, saya lebih senang kalau rumah saya berada jauh dari masjid’, pun Rasulullah tidak marah, dan bertanya lagi ‘Kenapa Engkau lebih senang rumahmu jauh dariku dan dari masjid?’,

Ibnu Mas’ud menjawab ‘ Bukankah Engkau ya rasul yang mengajarkan kepada kami, bahwa setiap langkah menuju kearahmu dan menuju masjid dihitung pahala?,

“Benar ya Ibnu Mas’ud....”, Jawab Rasul ketika itu.

“Ibnu Mas’ud kemudian berkata ‘ Ya Rasul, saya ingin mendapatkan banyak pahala dengan berjalan jauh dari rumah menuju masjid dan menemui ya Rasul......., dan Rasulullah tersenyum bangga kepada sahabatnya itu...” Kata Maula mengutip dialog pada kisah tersebut.

“Dan Rasulullah ada sebaik-bai teladan bagi kita, maka dari itu, kitapun wajib meneladani beliau bagaimana sikap beliau dalam memilah berita dan informasi yang diterima, tidak buru-buru, tidak lantas marah, dan dengan penuh kebijakan menanyakan kebenaran berita itu secara adil dan seimbang kepada pihak-pihak yang terkait...., Ashalatu wasalamu alaika ya rasul.............” Ki Bijak melanjutkan pituturnya, sambil berucap salam kepada Rasulullah.

“Alangkah indahnya hidup ini kalau setiap orang mampu menjaga lidahnya ya ki..............” Kata Maula.

“Ya, hidup ini akan serasa indah laksana disurga, karena disurga tidak ada perkataan dusta dan sia-sia................” kata Ki Bijak, sambil mengutip ayat al qur’an


6. Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu (Al Hujuurat)

Wassalam

Nopember 23, 2007

Tuesday, November 20, 2007

LIMA HAK AL QUR’AN

“Ki, bukankah Al qur’an merupakan petunjuk bagi kita ki..........?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, bahkan dengan tegas Al qur’an menyatakan bahwa ‘tidak ada keraguan didalamnya’ sebagai petunjuk orang-orang mutaqin........” Jawab Ki Bijak, sambil mengutip ayat al qur’an;

2. Kitab[11] (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa[12],

“Lalu kenapa masih banyak orang yang membaca al qur’an, tapi masih banyak diantara kita yang masih kelimpungan mencari petunjuk lain selain al qur’an, apanya yang salah ki...............” Tanya Maula.

“Tidak ada yang salah bagi kita yang rajin dan pandai membaca al qur’an, dan jika kita belum menemukan al qur’an sebagai petunjuk, itu karena kita belum menunaikan hak-hak al qur’an.........” Kata Ki Bijak.

“Hak-hak al qur’an ki.........?” Tanya Maula

“Benar Nak Mas, kadang kita terlalu sibuk menuntut al qur’an sebagai ini dan itu, sementara hak-nya tidak pernah kita hiraukan.....”. “

“Al qur’an juga mempunyai hak atas kita, yang jika hak-hak Al qur’an itu kita tunaikan,isha Allah, kita akan benar-benar mendapati al qur’an sebagai petunjuk bagi kita, bahkan lebih dari itu, Al qur’an akan menjadi rahmat dan pemberi syafaat bagi kita di yaumil akhir nanti............” Sambung Ki Bijak.

“Apa saja hak-hak al qur’an atas kita ki.........?” Tanya Maula.

“Setidaknya ada lima hak al qur’an yang harus kita tunaikan, yang pertama, hak al qur’an atas kita adalah dibaca sesuai dengan ketentuan tajwid dan mahroj-nya..........” Kata Ki Bijak.

“Alhamdulillah, kalau sekarang ini banyak metode pembelajaran Al qu’ran yang bagus, yang bisa dengan cepat mengajar kita untuk bisa baca al qur’an, hanya kadang sebagian kita kurang terlalu peduli dengan kaidah-kaidah baca al qur’an yang benar, sehingga keagungan bacaan al qur’an sebagai kalam ilahi, menjadi kurang tampak, dan bahkan bagi sebagian orang, membaca Al qur’an tidak lebih penting dari membaca koran, ini yang harus kita perbaiki, sebagai salah satu langkah kita untuk memenuhi hak al qur’an atas kita, baca al qur’an sesuai dengan ketentuan dan kaidahnya..............” Kata Ki Bijak.

“Lalu hak al qur’an yang kedua atas kita apa ki............?” Tanya Maula.

“Setelah kita bisa membaca al qur’an, maka akan timbul hak al qur’an yang kedua, yaitu memahami artinya, baik arti secara harfiah, maupun arti maknawi (tafsir)-nya...........” Kata Ki Bijak.

“Nak Mas masih ingat, apa saja yang terkandung dalam al qur’an...?” Tanya Ki Bijak.

“Ya ki, secara garis besar, al qur’an mengandung pelajaran ketauhidan, kisah-kisah bangsa terdahulu serta hukum-hukum atau syari’at........” Jawab Maula,

“Karenanya, kita harus benar-benar memahami apa arti bacaan al qur’an, agar kita bisa melaksanakan apa yang terdapat dalam al qur’an serta menjauhi apa yang dilarang Allah seperti tercantum dalam ayat-ayat al qur’an...........”,

“Atau bagaimana mungkin kita bisa menjadikan kisah-kisah bangsa terdahulu yang diterangkan al qur’an sementara kita tidak mengetahui apa yang dikatakan Al qur’an.....?, untuk itulah kewajiban kita terhadap al qur’an adalah mengerti dan memahami arti dan maknanya...........” Kata Ki Bijak.

Maula manggut-manggut mendengar penjelasan gurunya, “Yang ketiga ki.......?” Tanyanya kemudian.

“Hak Al qur’an yang ketiga adalah dihapal.............”Kata Ki Bijak.

“Nak Mas masih ingat dengan hadits yang menunjukan keistimewaan orang yang hapal al qur’an.....?” Tanya Ki Bijak.

“Ya ki, dari Abi Hurarirah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW mengutus satu utusan yang terdiri dari beberapa orang. Kemudian Rasulullah SAW mengecek kemampuan membaca dan hapalan Al Quran mereka: setiap laki-laki dari mereka ditanyakan sejauh mana hapalan Al Quran-nya….”.

“Kemudian seseorang yang paling muda ditanya oleh Rasulullah SAW : “Berapa banyak Al Quran yang telah engkau hapal, hai pulan?” ia menjawab: aku telah hapal surah ini dan surah ini, serta surah Al Baqarah. Rasulullah SAW kembali bertanya: “Apakah engkau hapal surah Al Baqarah?” Ia menjawab: Betul. Rasulullah SAW bersabda: “Pergilah, dan engkau menjadi ketua rombongan itu!............” Kata Maula mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmizi.

“Benar Nak Mas, itu salah satunya, dan masih banyak lagi hadits yang menyatakan betapa orang yang didalam dadanya hapal al qur’an, mendapat kehormatan disisi Allah dan Rasul-Nya……., seperti sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah bersabda ‘“Penghapal Al Quran akan datang pada hari kiamat, kemudian Al Quran akan berkata: Wahai Tuhanku, bebaskanlah dia, kemudian orang itu dipakaikan mahkota karamah (kehormatan), Al Quran kembali meminta: Wahai Tuhanku tambahkanlah, maka orang itu dipakaikan jubah karamah. Kemudian Al Quran memohon lagi: Wahai Tuhanku, ridhailah dia, maka Allah SWT meridhainya. Dan diperintahkan kepada orang itu: bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat surga), dan Allah SWT menambahkan dari setiap ayat yang dibacanya tambahan ni`mat dan kebaikan ..” Kata Ki Bijak.

“Selanjutnya, al qur’an mempunyai hak atas kita untuk diamalkan, bacaan yang bagus, pemahaman arti yang baik, dan hapalan yang banyak, tidak boleh lantas menjadikan kita bangga diri, karena bacaan, arti dan hapalan yang tidak disertai dengan pengamalan yang baik dan benar, laksana pohon rindang tanpa buah, tak banyak memberikan manfaat pada orang yang memilikinya............” Kata Ki Bijak.

“Bahkan menurut hemat Aki, pengamalan nilai-nilai yang terkadung dalam al qur’an merupakan hal terpenting dalam upaya kita memenuhi hak-hak al qur’an........” Kata Ki Bijak lagi.

“Ki, kalau ada orang yang sudah mengamalkan al qur’an, tapi tidak bisa membaca al qur’an bagaimana ki...........?” Tanya Maula.

“Benar, ada orang yang sudah mengamalkan al qur’an meski ia tidak bisa membacanya, tapi itu sama sekali tidak berarti menggugurkan kewajibannya untuk belajar membaca al qur’an, belajar memahami artinya, belajar menghapalnya, karena kewajiban tetaplah kewajiban, yang harus ditunaikan, dan insha Allah, mereka yang sudah melaksanakan hukum-hukum al qur’an sebelum bisa membacanya, akan menjadi lebih baik lagi pengamalan al qur’anya kalau ditambah dengan membaca, mengerti dan menghapal al qur’an dengan baik..........” kata Ki Bijak.

“Selanjutnya, mengajarkan al qur’an juga merupakan sebuah kewajiban kita terhadap al qur’an yang harus kita laksanakan..., ajarkan apa yang kita mampu, walaupun hanya satu ayat................” Kata Ki Bijak.

“Buah yang matang dan ranum, tidak akan dapat dirasakan manis dan nikmatnya jika hanya dibiarkan menggantung diketinggian pohonnya, untuk itu, buah itu harus kita petik dan kita sampaikan, agar orang lain bisa menikmati manis dan lezatnya buah yang kita hasilkan............” Kata Ki Bijak.

“Ki, setelah mendengar penjelasan Aki tadi, ana merasa, ana masih punya banyak ‘hutang’ terhadap al qur’an ki, bacaan al qur’an ana masih banyak kurangnya, pemahaman ana terhadap al qur’anpun masih sedemikian dangkal, apalagi menghapal dan mengamalkannya, ana merasa masih sangat-sangat jauh ki...............” Kata Maula.

“Aki-pun demikian Nak Mas, masih banyak hak-hak al qur’an yang belum bisa Aki penuhi seluruhnya, tapi setidaknya mulai sekarang, marilah kita kembali buka dan pelajari lagi Al qur’an, agar kita tidak termasuk orang yang dianggap lalai dalam memenuhi kewajiban kita terhadap al qur’an.....” kata Ki Bijak merendah.

“Ki, adakah kiat yang bisa ana pakai untuk bisa belajar al qur’an dengan benar ki.......” Tanya Maula.

“Setiap orang, memiliki cara dan kekhususan tersendiri dalam mempelajari al qur’an, setiap orang mungkin berbeda cara belajarnya, namun setidaknya kita harus memiliki beberapa hal mendasar sebagai modal kita untuk belajar al qur’an..............” Kata Ki Bijak.

“Apa saja modal dasar itu, ki..........” Tanya Maula.

“Pertama, Niat dan komitmen yang kuat, niatkan belajar kita lillahita’ala, hanya semata karena mengharap ridha-Nya, kemudian, tanamkan dalam diri kita sebuah komitmen yang tinggi untuk benar-benar belajar dan mempelajari al qur’an................”

“Kedua, tanamkan selalu sifat rendah hati, sifat tawadlu, agar kita tidak cepat merasa bosan atau cepat merasa puas dengan apa yang telah kita pelajari........”

“Ketiga, belajarlah terus menerus dengan penuh kesungguhan.........”

“Keempat, amalkan apa yang sudah kita pelajari, misalkan kita sudah belajar baca bismillah, pahami apa arti dan makna yang terkandung didalamnya, kemudian amalkan dalam keseharian kita, bahwa tidak ada satupun aktivitas kita yang lepas dari memohon pertologan kepada Allah, yaitu dengan membaca Bismilllah..........’

“Selanjutnya, untuk membantu proses belajar kita, ajarkan apa yang sudah kita pahami, proses ini akan membantu ingatan kita terhadap apa yang telah kita dapat, dengan mengajarkan, secara otomatis kita selalu mengulang-ulang pelajaran yang sama, sehingga tingkat pemahaman dan belajar kita insha Allah menjadi lebih baik..........”

“Kemudian, kalau lima proses diatas sudah kita lakukan dengan benar, maka kita akan memiliki karakter...........’ kata Ki Bijak

“Apa cirinya kita sudah memiliki karakter ki..........?”, Tanya Maula

“Cirinya, kita akan merasa rugi kalau sehari saja kita tidak baca al qur’an,kita akan merasa kehilangan, kalau sehari saja kita tidak buka al qur’an, atau kita akan merasa bersedih karena kehilangan momentun belajar al qur’an, setiap hari, setiap saat dan setiap detik, orang yang memiliki karakter ini akan menunjukan semangat dan keinginan yang kuat untuk belajar al qur’an.............” Kata Ki Bijak.

“Alangkah bahagianya mereka yang sudah memiliki karakter seperti itu ya ki............” Kata Maula.

“Ya, berbahagialah orang yang memiliki karakter positif seperti itu, sebaliknya kita mesti berhati-hati kalau justru karakter negatif secara tidak sengaja menempel pada diri kita............” Kata Ki Bijak.

“Contohnya apa ki...........” Tanya Maula.

“Menunda waktu shalat, kadang juga merupakan menjadi ciri atau karakter seseorang, sehingga kalau ia shalat tepat waktu, malah merasa rugi dan terganggu...........”

“Kemudian lagi kebiasaan mencela, juga bisa jadi karakter seseorang, sehingga kalau belum mencela, rasanya gatal, dan lain sebagainya.........” Kata Ki Bijak memperingatkan Maula untuk berhati-hati.

“Ya ki, semoga ana bisa memiliki karakter positif dan semoga pula ana terhindar dari karakter negatif tadi ya ki............” Kata Maula.

“Semoga Nak Mas.............” Kata Ki Bijak.

Wassalam

November 19, 2007.

Thursday, November 15, 2007

KITA HANYA BOLEH MELAKUKAN YANG TERBAIK

“Sedang baca berita apa Nak Mas............” Tanya Ki Bijak pada Maula yang tengah membaca tabloid olahraga sambil istirahat.

“Ini ki, berita rencana penggantian pelatih Barcelona............” Kata Maula.

“Kenapa memangnya Nak Mas.........?” Tanya Ki Bijak.

“Itu ki, kemarin kan Barca kalah lawan Getafe, padahal sebelumnya, Barca menang di Liga Champion, tapi tetap saja kekalahan itu membuat sebagian pendukung dan pengurus kasak-kusuk untuk mencari pelatih baru.........” Kata Maula.

“Bukankah pelatih Barca yang sekarang ini ‘berhasil’ merebut juara liga spanyol plus liga Champion Nak Mas.....?” Tanya Ki Bijak.

“Benar Ki, Frank Rijkard dua tahun lalu demikian dipuja karena keberhasilannya mematahkan dominasi Madrid sebagai langganan juara La Liga, ana jadi kepikiran, kenapa ya ki, keberhasilan yang boleh dikata hebat itu, bisa pupus hanya karena satu kekalahan yang mungkin tidak terlalu menentukan juara tidaknya sebuah klub......?” Tanya Maula.

“Nak Mas ingat dengan pepatah yang mengatakan ‘panas setahun hilang oleh hujan sehari....?” Tanya Ki Bijak.

“Iya ki, kebaikan yang banyak, akan hilang oleh keburukan yang dilakukan walau hanya sekali.............” Kata Maula.

“Ya, kira-kira seperti itu, lalu Nak Mas tahu apa arti peribahasa itu bagi kita...........?” Tanya Ki Bijak.

Maula menggeleng, belum mengetahui makna peri bahasa itu bagi kehidupan sehari-harinya.

“Artinya kita hanya boleh melakukan yang terbaik saja dan harus senantiasa menjaga diri dari hal yang subhat sekalipun, karena sekali kita berbuat salah, maka seolah kita telah melakukan kesalahan sepanjang masa, tidak peduli bahwa betapapun banyak kebaikan yang telah kita lakukan sebelumnya..........” Kata Ki Bijak.

“Sepertinya tidak adil ya ki...........” Kata Maula.

“Terlepas adil atau tidaknya menurut kita, itu adalah sebuah pelajaran yang sangat berharga untuk kita camkan dan tanamkan bahwa kita tidak boleh melakukan kesalahan sekecil apapun agar kebaikan yang kita lakukan tidak hangus karenanya..............” Kata Ki Bijak.

“Dalam bahasa Al qur’an, Allah sering sekali menggunakan kata ‘peliharalah’, seperti ‘peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka’, kemudian ‘peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya’, lalu ‘peliharalah hubungan silaturahim’ dan masih banyak lagi….”,

“Menurut hemat Aki, kata ‘pelihara’ mengandung arti berkesinambungan dan terus menerus, jika kita diperintah Allah untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka, artinya kita diharus kan secara terus menerus menjaga amal ibadah dan perbuatan kita yang dapat menghindarkan kita dari neraka, jika kita diperintah Allah untuk memelihara tali silatarahim, artinya kita harus menjaga hubungan kekerabatan dan kekelurgaan bukan hanya saat idul fitri saja misalnya, tapi kontinu dan terus menerus………”

“Sekali kita lalai dalam memelihara apa yang diperintahkan Allah, sangat boleh jadi, kebaikan yang kita lakukan akan terhapus sama sekali oleh kesalahan yang kita buat...........” Tutur Ki Bijak.

“Iya ya ki, seperti contoh pelatih sepakbola itu, terlepas dari berapa kemenangan yang telah diraih timnya atau berapa tropi yang sudah dipersembahkannya, ketika dia ‘melakukan kesalahan’ karena timnya kalah, maka kemenangan dan tropi itu seperti tidak berarti sama sekali...........” Kata Maula, mulai memahami apa yang diutarakan oleh gurunya.

“Pun demikian dengan pekerjaan kita Nak Mas, berusahalah untuk senantiasa memberikan yang terbaik, jaga kepercayaan atasan, dan jangan sekali-kali membuat ‘kesalahan’ yang akan membuat nilai kita merah selamanya dihadapan atasan kita, karena akan sangat sulit bagi kita untuk merebut kembali kepercayaan yang telah rusak.............” Kata Ki Bijak.

“Jadi kita tidah boleh melakukan kebaikan musiman ya ki.........” Kata Maula.

“Bukan tidak boleh Nak Mas, kalau kita ramai-ramai menyantuni yatim piatu di bulan Muharam, misalnya, itu juga sebuah kebaikan yang sangat dianjurkan, namun demikian, alangkah baiknya bila kita ‘memelihara’ amal shaleh itu dalam setiap waktu, karena kebutuhan anak yatim piatu kan bukan hanya dibulan Muharam saja, jika semua kita milih-milih waktu untuk menyantuni anak yatim piatu sebatas dibulan muharam, lalu bagaimana kehidupan mereka dibulan-bulan lainnya.........?” Kata Ki Bijak.

“Atau kalau kita gemar bersedekah dibulan ramadhan karena iming-iming pahala yang besar, juga sangat baik, tapi alangkah baiknya kalau sedekah, zakat dan zariah itu dilakukan sepanjang tahun, karena itu merupakan kebutuhan kita.......” Kata Ki Bijak lagi.

“Tadarus Al qur’an pun demikian ya ki, bulan hanya dimalam-malam ramadhan........” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, kalau kita baca qur’an sebatas dimalam-malam ramadhan, kesannya kita hanya ikut-ikutan, dan belum menjadikan tadarus al qur’an sebagai sebuah kebutuhan...............” Kata Ki Bijak.

“Atau bahkan menurut beberapa kalangan, al qur’an mempunyai hak atas kita, yaitu untuk dikhatamkan minimal dua kali dalam setahun., Nah kalau kita hanya baca al qur’an dibulan ramadhan, harusnya kita khawatir ada hak al qur’an untuk dikhatamkan tidak dapat kita tunaikan, kita menjadi ‘berhutang’ dan berdosa karenannya............” Lanjut Ki Bijak.

“Kembali pada topik kita diatas, melakukan hal terbaik harus dapat kita jadikan sebagai karakter kita, kita harus berupaya shalat dengan shalat terbaik, kita harus shaum dengan shaum terbaik, zakat dengan harta dan cara terbaik, haji dengan upaya maksimal untuk menjadi haji terbaik, terlepas dari apapun hasil yang akan Allah berikan kepada kita nanti, kita sudah mendapat kredit point tersendiri dari kesungguhan upaya kita untuk hanya melakukan yang terbaik sesuai dengan kemampuan kita..............” Kata Ki Bijak.

“Ki, bagaimana membentuk karakter seperti ini, ki...........” Tanya Maula.

“Latihan Nak Mas, mulailah latihan dari yang kecil dulu, misalnya untuk mencapai tingkatan shalat terbaik, latihlah diri kita untuk minimal shalat tepat waktu dulu, kemudian secara perlahan dan kontinu, perbaiki bacaan kita, sempurnakan gerakan kita, kemudian pahami makna bacaan kita, selanjutnya terus hingga kita bisa mencapai maqam shalat khusyu sesuai yang diajarkan Rasulullah...............” Kata Ki Bijak.

“Pun dalam hal sedekah, latihlah diri kita untuk bersedekah tiap hari, berapapun jumlahnya, terus kita bersedekah, sehingga kita akan merasa rugi dan kehilangan jika kita tidak bersedekah, kemudian tingkatkan kualitas sedekah kita dengan nominal yang lebih besar, niat yang lebih ikhlas, sehingga kita memiliki karakter untuk selalu berbuat yang terbaik............” Kata Ki Bijak.

“Berapa lama latihannya ki.........?” Tanya Maula.

“Tergantung kesungguhan kita dalam melakukan latihan itu Nak Mas, semakin intens kita melatih diri untuk shalat tepat waktu, maka karakter untuk menjadi orang yang selalu shalat dengan cara terbaik, akan lebih cepat kita miliki, pun dengan latihan sedekah dan zakat kita, kalau kita latihan sedekahnya rajin dan rutin, insha Allah, karakter itu akan lebih cepat terbentuk..............”Kata Ki Bijak.

“Sederhana sekali ya ki............?” Kata Maula.

“Sangat sederhana bahkan, tapi kadang karena kesederhaan itu kita jadi cenderung menyepelekannya, ini hanya harus kita waspadai Nak Mas.....................” Kata Ki Bijak.

“Nak Mas, ada jadwal pertandingan sepakbola nanti malam....?” Tanya Ki Bijak.

“Ada ki, Aki mau ikut nonton.............?” Kata Maula.

“Nak Mas saja yang nonton bola, kemudian Nak Mas perhatikan, pemain yang tidak memberikan permainan terbaiknya, pasti akan diganti oleh pemain lain, benar begitu...?” Kata Ki Bijak.

“Benar Ki..............” Kata Maula.

“Ya, seperti itulah kehidupan kita......., maka belajarlah dengan lebih keras untuk menjadi orang yang selalu berbuat yang terbaik bagi dirinya,bagi keluarga, dan syukur kalau bisa berbuat yang terbaik untuk agama, bangsa dan negara..., Aki pamit pulang dulu ya Nak Mas.............” Kata Ki Bijak sambil menepuk bahu Maula.

“Assalamu’alaikum..............” Lanjut Ki Bijak,

“Walaikumusalam.........., Balas Maula sambil mengantar gurunya kedepan.

Wassalam

Nopember 15, 2007