Friday, July 10, 2020

Kopi dari Langit

"Assalamualaikum Ki.." Maula menyampaikan uluk salam pada gurunya yang tengah membaca kitab. "Alaikumusalam.., Nak Mas, mari Nak Mas, mari masuk.." Jawab Ki Bijak mempersilahkan Maula masuk. "Ada kabar apa Nak Mas, seperti nya Nak Mas ingin menyampaikan sesuatu?" "Iya Ki...,pagi tadi saya mendapatkan ilmu yang luar biasa dari seorang sahabat Ki.." kata Maula . "Boleh Aki tahu ilmu apa Nak Mas?"Tanya Ki Bijak. "Sebelumnya ana sharing pelajaran yang ana dapat dari Aki kemarin, Man Yazra' Yashud, dan sahabat ana tersebut ternyata sudah mengalami apa yang selama ini disebut dengan 'keajaiban' sedekah Ki.."Kata Maula "Masya Allah..Laa Haula walaa quwwata ila Billah.., bagaimana prosesnya Nak Mas?" Tanya Ki Bijak lagi. "Beliau bertutur bahwa awalnya beliau 'hanya' pedagang kaki lima, suatu ketika beliau mendapat nasehat dari seorang temannya untuk rajin bersedekah, dan beliau kemudian benar-benar mengamalkan sedekah secara Istiqomah, dan sekarang, beliau sudah tidak lagi berjualan kaki lima, sekarang beliau sudah dikaruniai ruko 10! pintu sebagai lahan rezekinya Ki.." Papar Maula "Yaa Rabb, Maha Benar FirmanMu, Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang..." Lirih Ki Bijak berkata sambil menengadah ke langit. Sejurus kemudian, Ki Bijak memandang ke wajah Maula, "Nak Mas mau seperti teman Nak Mas tadi?" tanya Ki Bijak sejurus kemudian Maula sedikit ragu untuk menjawab pertanyaan gurunya, ia hanya mengangguk pelan "Dari penuturan Nak Mas tadi, Aki menangkap beberapa point yang sangat indah untuk kita pelajari dan amalkan.."Kata Ki Bijak. Maula diam, menunggu penjelasan dari gurunya. "Pertama, tidak ada nasehat yang bagus, kecuali diamalkan, seperti cerita Nak Mas tadi, sahabat Nak Mas menjalankan nasehat dari teman nya untuk bersedekah, dan itu beliau lakukan secara ikhlas dan Istiqomah, sementara mungkin disaat yang sama, ada banyak orang yang mendapatkan nasehat yang sama,bahkan mungkin lebih baik, lebih detail,dari kyai atau ustadz, tapi hanya didengar tanpa diamalkan, dua hal inilah yang membedakan kondisi sahabat Nak Mas berubah menjadi lebih baik, sementara yang lain tetap berjalan ditempat,karena ia hanya pandai mendengar, tanpa Amaliah yang nyata.." Maula manggut-manggut mendengar penjelasan gurunya. "Analogi nya, nasehat itu seperti makanan yang halal, bergizi dan menyehatkan, tapi selama makanan itu hanya dilihat,maka makanan tersebut tidak akan memberikan apapun kepada kita, seperti juga nasehat yang hanya dibaca, di like, tapi tidak diamalkan, tidak akan berarti apa-apa bagi kita.." Lanjut Ki Bijak Maula mengangguk-angguk mendengar penjelasan gurunya. "Yang kedua, dari penjelasan Nak Mas tadi, sahabat Nak Mas melakukannya dengan Istiqomah, beliau menyadari dan memahami bahwa untuk bisa menuai hasil, pasti ada proses, ibarat menyemai padi, setelah disemai,dipupuk, disiangi dan dijaga dari hama, baru kemudian kita bisa memanen padinya..."Papar Ki Bijak lagi. "Iya ya Ki, tidak mungkin ada hari ini tanam, besok berbuah, harus ada proses.." Timpal Maula "Bagi Allah tidak ada yang tidak mungkin Nak Mas, jika Allah berkehendak, hari ini kita sedekah, besok kita kaya, itu mudah, tapi dengan proses Allah ingin mendidik kita makna Istiqomah dan kesungguhan untuk mendapatkan sesuatu, karena tujuan hidup kita bukan sekedar hanya untuk menjadi kaya, tapi masih banyak hal yang harus kita capai, dan kita bisa menduplikasi proses keistiqomahan dan kesungguhan dalam mencapai tujuan.." Kata Ki Bijak. Maula mengangguk, "Benar Ki.." katanya kemudian "Yang ketiga, tentu harus ikhlas.., niat kita bersedekah bukan untuk kaya, bukan untuk mendapatkan nilai lebih dari uang yang kita sedekahkan, tapi lillahita'ala, perkara kemudian Allah memberikan kekayaan kepada kita, itu hak prerogatif Allah, kaya bukanlah tujuan sedekah, menjadi kaya hanya merupakan keniscayaan bagi mereka yang bersedekah nya Istiqomah dan ikhlas melakukan nya..." Kata Ki Bijak lagi. "Insyaallah ana paham Ki.., Nasehat yang baik akan menjadi percuma kalau tidak dijalani dengan Istiqomah dan ikhlas ya Ki..." Kata Maula. Ki Bijak tersenyum, 'Benar Nak Mas, laksanakan, Istiqomah kan, ikhlaskan, maka nasehat yang sederhana sekalipun, insyaallah akan memberi nilai tambah bagi bagi kita..."Pungkas Ki Bijak. "Terimakasih Ki..." kata Maula sambil pamitan kepada gurunya. "

Monday, April 13, 2020

Dzikir Jahar

Apa itu Dzikir Jahar Dzikir Jahar (nyata); Dzikir Jahar dilakukan mulut dengan menyebut-nyebut bacaan (lafazh); Istighfar, Tasbih, Tahmid, Tahlil, Takbir, dan lain-lain atau tilawah ayat al-Qur’an atau wirid; “ Sesungguhnya bergemuruhnya suara orang berdzikir saat usai shalat fardhu betul-betul terjadi di masa Rasulullah s.a.w. Aku dapat mengetahui orang sudah usai shalat (berjamaah di masjid Nabi) ketika kudengar suara dzikir itu “. (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad). Dalam sehari semalam, hati manusia bergerak/bolak-balik sekitar 70,000 kali,ketika gerak hati tersebut tidak dikendalikan, maka yang akan timbul adalah Keresahan, kegalauan, ketakutan, cemas dan gelisah karena terlalu banyak ‘rasa yang bercampur aduk didalam hati, dan untuk ‘mengendalikan gerak hati” sebanyak ini, dapat dilakukan dengan memperbanyak dzikir jahar “Laa ilaha ilallah”, hingga kita akan mendapatkan ‘rasa dzikir’ yang sesuai dengan tingkatannya: - Ijtima’I Satati Qolbi Shohibihi - mengumpulkan terpecahnya ingatan hati manusia yang sedang berdzikir Gerakan hati manusia sehari semalam adalah 70.000 gerakan silih berganti, maka yang tak bisa menyikapinya jiwanya akan lelah dibawa kesana kemari oleh gerakan hatinya. Contohnya dalam sholat: apabila kita sedang sholat terasa dalam hati melirik kepada selain Allah.Namun yang tahu akan hal ini dia akan segera mengistirahatkan hatinya tinggal satu gerakan yaitu hanya Allah yang ada.Sehingga sholatnya menimbulkan efek samping sebagai tempat istirahat jiwa yang lelah karena beban 70.000 gerakan hati. Apabila masih kesulitan mengendalikan gerakan hatinya maka sebaiknya melatih dzikir sesudah sholat. - Himmatun ‘Aliyah – Memiliki cita-cita yang tinggi Dari segi bahasa Himmah bererti “An Niyyah“ (niat), “Iradah” (kehendak), “Al ‘azimah” (tekad). Dalam makna ini terdapat tiga kata yang berbeda yaitu berupa niat yang sifatnya biasa, kemudian iradah atau kehendak yang kuat lalu dilanjutkan dengan tekad untuk melaksanakan kehendak tersebut. Seseorang dikatakan memiliki Himmah yang tinggi manakala ia mampu mengenyampingkan amal atau tujuan lain selain cita-citanya, misalnya dalam hal ibadah, seseorang yang memiliki Himmatun ‘aliyah akan mampu mengeyampingkan tujuan dan pikiran lain selain Allah (khusyu), pun ketika menghadapi segala problem tidak mudah putus asa dari rahmat Allah, selalu ada harapan/himmah yang kuat kepada Allah. - Anisul Mutawahis - Menjinakan perkara diri yang liar Contohnya menggantikan sesuatu yang liar dengan diganti ibadah sunnah. Dengan kata lain Kontrol atau kemampuan untuk mengendalikan diri untuk menjaga dari hal yang dilarang dan menggantinya dengan kegiatan yang lebih baik. Kebiasaan untuk begadang diganti dengan shalat malam, kebiasaan untuk baca Koran, diganti dengan baca qur’an, kebiasaan ngobrol diganti dengan bacaan dzikir dan seterusnya. - Jarrul Khoir – Menarik Kebaikan. Yaitu kemampuan yang diberikan Allah kepada seseorang untuk ‘mempengaruhi orang lain untuk berbuat kebajikan; baik itu lewat perbuatannya/akhlaqnya, baik itu lewat lisannya atau dengan tulisan-tulisannya. - Khotrotus Samawiyyah – Kabar dari Langit. Secara harfiah Khotrotus Samawiyah artinya kabar dari langit, tanda tandanya ada kabar dari langit (belum tentu bisikan, tapi kabar gembira bagi kita akan janji Allah) bulu kuduk berdiri diiringi rasa gentar, terasa sedih tak tahu yang disedihkan, air mata meleleh namun hati bahagia,tapi bukan menangis karena persiapan dibuat suasana hati menjadi sedih, namun timbul sendiri kadang susah untuk mengulangi di lain hari, itulah rahmat Allah bagi hambanya yang dekat denganNYA (Allah memberi tanda sebagai kabar gembira). - Miftahul Ghaib - Terbukanya sesuatu yang samar. Untuk mengetahui perkara yang samar memang tidak mudah. Dibukakanya perkara yang samar ada yang langsung dari Allah berupa ilham tanpa kata tanpa suara tanpa huruf, suatu kepahaman, pengertian ilmu yang datang secara tiba tiba – (Ilmu Laduni) Dzikir jahar la ilaha illa Allah dilakukan dengan membayangkan semacam garis imajiner yang melewati lathaif. Fungsi “penarikan” garis zikir itu, yakni dari bawah ke atas, lalu ke kanan dan kiri (untuk pemula yang belum berpengalaman dianjurkan dengan menggunakan gerak kepala, sehingga dari luar tampak mereka berdzikir dengan menggeleng-gelengkan kepala) adalah agar kekuatan kalimat itu menyentuh titik-titik lathaif. Gerakan simbolik dari dzikir nafi-itsbat dimaksudkan agar semua lathifah tersebut, yang diyakini merupakan pusat pengendalian nafsu dan kesadaran jiwa dan spiritual, teraliri dan terkena energi dan panas zikir tahlil tersebut. DZikir pada mulanya pelan, dan cenderung lebih panjang tarikan bacaannya, tetapi kemudian temponya dipercepat dan suara makin meninggi, agar tercapai kondisi semacam “ekstase.” Percepatan bacaan ini juga dimaksudkan untuk membentengi pikiran dari “lintasan pikiran” (khatir) yang mengganggu hati, sehingga seluruh konsentrasi tertuju pada Allah saja. Kitab Fath al-Arifin menggambarkan sepuluh lathifah, lima diantaranya yg utama adalah qalb, ruh, sirr, khafi, dan akhfa, yang dikenal sebagai alam al-amr (alam perintah). Lima lathifah lainnya adalah nafs, plus empat unsur: air, udara, tanah dan api (alam al-khalq). Pada Tarekat Naqsabandiyah dan tarekat cabang-cabangnya, termasuk TQN, ada satu lathaif yang barangkali paling tinggi dan sulit dicapai, yakni “kullu jasad”, ini adalah kondisi “tanpa titik” di mana totalitas insan (dimensi ruh, kognitif, dan fisik) telah dawam dalam berdzikir dan “menjadi” dzikir itu sendiri. Itu adalah saat layar kesadaran menjadi tanpa tepi dan siap menerima limpahan (faid) ilmu dan rahasia-rahasia ruhani dari Allah. Dari segi hikmah, gerakan kepala tersebut dimaksudkan untuk ‘mencegah’ masuknya ‘setan’ dari arah depan,belakang, samping kiri dan kanan kita sebagaimana diisyaratkan dalam surat Al A’raf ayat 16 dan 17; 17. Apa itu Dzikir Khofi
Apa itu Dzikir Jahar

Dzikir Jahar (nyata); Dzikir Jahar dilakukan mulut dengan menyebut-nyebut bacaan (lafazh); Istighfar, Tasbih, Tahmid, Tahlil, Takbir, dan lain-lain atau tilawah ayat al-Qur’an atau wirid; “ Sesungguhnya bergemuruhnya suara orang berdzikir saat usai shalat fardhu betul-betul terjadi di masa Rasulullah s.a.w. Aku dapat mengetahui orang sudah usai shalat (berjamaah di masjid Nabi) ketika kudengar suara dzikir itu “. (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad).

Dalam sehari semalam, hati manusia bergerak/bolak-balik sekitar 70,000 kali,ketika gerak hati tersebut tidak dikendalikan, maka yang akan timbul adalah Keresahan, kegalauan, ketakutan, cemas dan gelisah karena terlalu banyak ‘rasa yang bercampur aduk didalam hati,  dan untuk ‘mengendalikan gerak hati” sebanyak ini, dapat dilakukan dengan memperbanyak dzikir jahar “Laa ilaha ilallah”, hingga kita akan mendapatkan ‘rasa dzikir’ yang sesuai dengan tingkatannya:

- Ijtima’I Satati Qolbi Shohibihi - mengumpulkan terpecahnya ingatan hati manusia yang sedang berdzikir

Gerakan hati manusia sehari semalam adalah 70.000 gerakan silih berganti, maka yang tak bisa menyikapinya jiwanya akan lelah dibawa kesana kemari oleh gerakan hatinya.

Contohnya dalam sholat: apabila kita sedang sholat terasa dalam hati melirik kepada selain Allah.Namun yang tahu akan hal ini dia akan segera mengistirahatkan hatinya tinggal satu gerakan yaitu hanya Allah yang ada.Sehingga sholatnya menimbulkan efek samping sebagai tempat istirahat jiwa yang lelah karena beban 70.000 gerakan hati. Apabila masih kesulitan mengendalikan gerakan hatinya maka sebaiknya melatih dzikir sesudah sholat.

- Himmatun ‘Aliyah – Memiliki cita-cita yang tinggi
Dari segi bahasa Himmah bererti “An Niyyah“ (niat), “Iradah” (kehendak), “Al ‘azimah” (tekad). Dalam makna ini terdapat tiga kata yang berbeda yaitu berupa niat yang sifatnya biasa, kemudian iradah atau kehendak yang kuat lalu dilanjutkan dengan tekad untuk melaksanakan kehendak tersebut. Seseorang dikatakan memiliki Himmah yang tinggi manakala ia mampu mengenyampingkan amal atau tujuan lain selain cita-citanya, misalnya dalam hal ibadah, seseorang yang memiliki Himmatun ‘aliyah akan mampu mengeyampingkan tujuan dan pikiran lain selain Allah (khusyu), pun ketika  menghadapi segala problem tidak mudah putus asa dari rahmat Allah, selalu ada harapan/himmah yang kuat kepada Allah.

- Anisul Mutawahis  - Menjinakan perkara diri yang liar

Contohnya menggantikan sesuatu yang liar dengan diganti ibadah sunnah. Dengan kata lain Kontrol atau kemampuan untuk mengendalikan diri untuk menjaga dari hal yang dilarang dan menggantinya dengan kegiatan yang lebih baik. Kebiasaan untuk begadang diganti dengan shalat malam, kebiasaan untuk baca Koran, diganti dengan baca qur’an, kebiasaan ngobrol diganti dengan bacaan dzikir dan seterusnya.

-Jarrul Khoir – Menarik Kebaikan.
Yaitu kemampuan yang diberikan Allah kepada seseorang untuk ‘mempengaruhi orang lain untuk berbuat kebajikan; baik itu lewat perbuatannya/akhlaqnya, baik itu lewat lisannya atau dengan tulisan-tulisannya.

- Khotrotus Samawiyyah – Kabar dari Langit.

Secara harfiah Khotrotus Samawiyah artinya kabar dari langit, tanda tandanya ada kabar dari langit (belum tentu bisikan, tapi kabar gembira bagi kita akan janji Allah) bulu kuduk berdiri diiringi rasa gentar, terasa sedih tak tahu yang disedihkan, air mata meleleh namun hati bahagia,tapi bukan menangis karena persiapan dibuat suasana hati menjadi sedih, namun timbul sendiri kadang susah untuk mengulangi di lain hari, itulah rahmat Allah bagi hambanya yang dekat denganNYA (Allah memberi tanda sebagai kabar gembira).

-  MiftahulGhaib - Terbukanya sesuatu yang samar.

Untuk mengetahui perkara yang samar memang tidak mudah. Dibukakanya perkara yang samar ada yang langsung dari Allah berupa ilham tanpa kata tanpa suara tanpa huruf, suatu kepahaman, pengertian ilmu yang datang secara tiba tiba – (Ilmu Laduni

Dzikir jahar la ilaha illa Allah dilakukan dengan membayangkan semacam garis imajiner yang melewati lathaif. Fungsi “penarikan” garis zikir itu, yakni dari bawah ke atas, lalu ke kanan dan kiri (untuk pemula yang belum berpengalaman dianjurkan dengan menggunakan gerak kepala, sehingga dari luar tampak mereka berdzikir dengan menggeleng-gelengkan kepala) adalah agar kekuatan kalimat itu menyentuh titik-titik lathaif.
Gerakan simbolik dari dzikir nafi-itsbat dimaksudkan agar semua lathifah tersebut, yang diyakini merupakan pusat pengendalian nafsu dan kesadaran jiwa dan spiritual, teraliri dan terkena energi dan panas zikir tahlil tersebut. DZikir pada mulanya pelan, dan cenderung lebih panjang tarikan bacaannya, tetapi kemudian temponya dipercepat dan suara makin meninggi, agar tercapai kondisi semacam “ekstase.” Percepatan bacaan ini juga dimaksudkan untuk membentengi pikiran dari “lintasan pikiran” (khatir) yang mengganggu hati, sehingga seluruh konsentrasi tertuju pada Allah saja. Kitab Fath al-Arifin menggambarkan sepuluh lathifah, lima diantaranya yg utama adalah qalb, ruh, sirr, khafi, dan akhfa, yang dikenal sebagai alam al-amr (alam perintah). Lima lathifah lainnya adalah nafs, plus empat unsur: air, udara, tanah dan api (alam al-khalq).  Pada Tarekat Naqsabandiyah dan tarekat cabang-cabangnya, termasuk TQN, ada satu lathaif yang barangkali paling tinggi dan sulit dicapai, yakni “kullu jasad”, ini adalah kondisi “tanpa titik” di mana totalitas insan (dimensi ruh, kognitif, dan fisik) telah dawam dalam berdzikir dan “menjadi” dzikir itu sendiri. Itu adalah saat layar kesadaran menjadi tanpa tepi dan siap menerima limpahan (faid) ilmu dan rahasia-rahasia ruhani dari Allah.

Dari segi hikmah, gerakan kepala tersebut dimaksudkan untuk ‘mencegah’ masuknya ‘setan’ dari arah depan,belakang, samping kiri dan kanan kita sebagaimana diisyaratkan dalam surat Al A’raf ayat 16 dan 17;


قَالَ فَبِمَاۤ اَغْوَيْتَنِيْ لَاَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيْمَ 
“(Iblis) menjawab, Karena Engkau telah menghukum aku tersesat, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus,”
ثُمَّ لَاٰ تِيَنَّهُمْ مِّنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ اَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَآئِلِهِمْ ۗ وَلَا تَجِدُ اَكْثَرَهُمْ شٰكِرِيْنَ
“kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.”
(QS. Al-A’raf Ayat 16-17