Friday, October 31, 2008

DOSA YANG DIANGGAP ‘BIASA’

42. "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?"
43. Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat,
44. Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin,
45. Dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya,
46. Dan adalah kami mendustakan hari pembalasan,

“Naudzubillah, betapa keras ancaman Allah ya ki...........” Kata Maula, hatinya bergetar membaca ayat-ayat dala Surah Al Muddatstsir.

“Benar Nak Mas, dan sudah sepatutnya kita perhatikan dengan sungguh-sungguh peringatan itu agar kita tidak termasuk kedalam golongan yang akan dimasukan kedalam neraka saqar itu...............” kata Ki Bijak.

“Iya ki, mestinya begitu, tapi ana melihat sebuah fenomena yang justru bertolak belakang dari keharusan kita untuk berhati-hati dengan peringatan itu ki............” Kata Muala.

“Maksud Nak Mas............?” Tanya Ki Bijak.

“Meninggalkan shalat, yang dalam ayat tadi disebutkan sebagai asbab seseorang dimasukan kedalam neraka saqar, justru sekarang ini dianggap hal yang biasa, meninggalkan shalat sepertinya bukan sebuah dosa besar yang akan mengakibatkan seseorang dimasukan kedalam neraka saqar seperti ayat di tadi ki................” Kata Maula.

“Dan yang lebih memprihatinkan, jika mereka ditanya kenapa tidak shalat, mereka pasti punya seribu satu alasan untuk membenarkan alibi mereka untuk tidak shalat, karena sibuk, karena malas, karena sakit, dan lain sebagainya, bahkan ada yang lebih memprihatinkan lagi masih adanya orang-orang yang mempertanyakan kenapa harus shalat dan seterusnya.............” Tambah Maula.

“Benar Nak Mas, hal itu yang menjadi keprihatinan Aki sejak lama, apalagi fenomena seperti ini berkembang sedemikian pesat, semakin hari semakin banyak orang yang meninggalkan shalat tanpa rasa berdosa karena telah mengingkari perintah Allah yang telah memberi mereka kehidupan, telah memberi mereka banyak kenikmatan dalam berbagai bentuknya..............” Kata Ki Bijak tak kalah prihatin.

“Apa yang bisa kita lakukan ki..........?” Tanya Maula.

“dakwah bil hal Nak Mas, Nak Mas dan rekan-rekan disini, harus tetap teguh dan istiqomah menegakan shalat, untuk kemudian mengajak saudara-saudara kita yang belum shalat dengan memberi teladan kepada mereka, berikan pemahaman dengan santun, dan tuntun langka mereka secara perlahan, jangan terkesan menggurui atau memaksa, karena sangat mungkin hal itu justru akan membuat mereka semakin jauh dari shalat.........” Kata Ki Bijak.

“Sebab lain yang dapat menyebabkan seseorang dimasukan kedalam neraka Saqar sebagaimana ayat tadi adalah keengganan kita untuk berbagi dengan sesama kita yang kekurangan, kita sering berlaku kikir, meski kita tahu, kita mampu untuk sekedar memberi makan fakir miskin..........” kata Ki Bijak lagi.

“Yang ketiga,“Dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya’ Nak Mas paham maksud ayat ini............?” Tanya Ki Bijak.

“Eeeeh, mungkin ayat ini untuk memperingatkan orang-orang yang suka bergunjing, ghibah atau berbicara yang tidak patut ya ki............” kata Maula.

“Benar Nak Mas, ayat ini untuk memperingatkan mereka yang suka mengunjingkan sesamanya, orang yang suka membicarakan aib orang lain, dan orang yang suka berkata-kata bathil, bisa berkata-kata kotor, atau mengumpat sesamanya......, dan kenapa Nak Mas harus berhati-hati, karena disekitar kita banyak sekali orang-orang yang memiliki hobi atau kegemaran berkata-kata bathil............” kata Ki Bijak.

Maula manggut-manggut, “Ki, kalau ada orang yang memperolok-olok ajaran agama, atau membicarakan negeri akhirat yang seolah-olah mainan, atau membicarakan malaikat yang katanya bisa dibohongi dan lainnya dengan tujuan bercanda, apakah hal seperti itu juga termasuk perkataan bathil ki......?” Tanya Maula.

“Naudzubillah, berhati-hati dengan perkataan semacam itu Nak Mas, terlepas dari apapun tujuanya, memperolok-olok ajaran agama atau menjadikan kehidupan akhirat sebagai bahan olok-olok, adalah perbuatan yang sangat-sangat tidak terpuji, dan bahkan dapat mengundang murka Allah....., itu sebuah kebathilan, Aki jadi bertanya-tanya Nak Mas, apakah tidak ada guyonan lain yang lebih menarik dari guyonan yang sangat berresiko seperti itu Nak Mas.....?” Kata Ki Bijak penuh heran.

“Ana juga tidak mengerti ki, tapi memang dalam keseharian, ana sering menemukan percakapan-percakapan seperti itu.......” Kata Maula.

“Memang benar manusia itu tempatnya salah dan dosa, tapi bukan dosa-dosa yang disengaja seperti itu yang dimaksudkan, kita tidak bisa bermain-main dengan dosa-dosa, sekecil apapun dosa itu, karena kita tidak tahu apakah kita masih berkesempatan untuk ‘mencucinya’dengan taubat kepada Allah.......”

“Ada banyak hal yang bisa kita bicarakan selain hal yang bathil, kita bisa berbicara mengenai keluarga, kita bisa berdiskusi mengenai kebaikan dalam agama, kita bisa berbagi pengalaman mengenai berbagai kebaikan yang bisa bermanfaat bagi kita.......................” Kata Ki Bijak.

“Lagi pula, menurut ana orang semacam ini berani banget ya ki......” Kata Maula.

“Mungkin mereka belum tahu peringatan Allah seperti ayat ini Nak Mas........, dan tugas kitalah untuk memberikan pemahaman pada mereka untuk mengurangi atau kalau bisa menghilangkan kebiasan seperti itu............” Kata Ki Bijak.

“Insya Allah Ki............” Kata Maula sambil pamitan.

Wassalam

October 31, 2008

Monday, October 27, 2008

UANG TIDAK BISA MEMBELI WAKTU

Detik, menit, jam, hari, kemudian minggu
Bulan, tahun, dan kemudian windu
Dasawarsa berlalu, seabadapun begitu
Waktu tak mungkin menunggu mereka yang duduk termangu

Bayi, bocah, remaja, muda kemudian dewasa
Tua, beruban, keriput, gigipun tinggal dua
Tubuh renta, tenaga pun tak lagi perkasa
Dan tanpa disadari, kini sudah diujung senja

Ketika malam menjelang, kita bersiap menutup mata
Adakah yang bekal yang bisa kita bawa
Untuk perjalanan panjang dialam sana
Yang kita tak tahu akan seperti apa

Setelah tertidur entah berapa lama dialam barzah
Sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan oleh Yang Maha Pemurah
Dan tak akan ada dayamu untuk berkilah
Dari kebajikan dan salahmu walau seberat dzarrah

Dan apabila manusia melihat catatan-catatan amalnya
Maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakannya
Maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dilalaikannya
Maka tiap-tiap jiwa ada yang menangis dan ada pula yang bergembira

Taatmu ketika didunia
Kan menjadikanmu golongan orang yang tertawa
Baktimu ketika didunia
Lapang jalanmu menuju surga

Lalaimu ketika didunia
Kan menjadikanmu golongan orang yang sengsara
Khianatmu ketika didunia
Pengantar langkahmu kelembah neraka

Kepada setiap jiwa tlah diilhamkan
Jalan kefasikan dan jalan ketaqwaan
Arah mana yang menjadi pilihan
Neraka atau surga menanti diujung jalan

---------------------------------------------
---------------------------------------------
---------------------------------------------
---------------------------------------------

“Masya Allah, syawal sudah hampir selesai ya ki...........” Kata Maula, ketika melihat bulat sabit dilangit yang menandai akan berakhirnya bulan syawal 1429 H.

“Benar Nak Mas, beberapa hari kedepan, insya Allah kita akan memasuki bulan dzulqoidah, lalu Dzulhijjah dan kemudian bulan Muharam lagi, yang berarti tahun baru hijriyah lagi, dan berkurang lagi sisa waktu kita didunia ini...............” kata Ki Bijak.

“Cepat sekali ya ki waktu bergulir dan berganti.............” kata Maula sambil terus memandangi bulan sabit yang teramaram tersaput awan.

“Bahkan sangat cepat Nak Mas, enam puluh atau tujuh puluh tahun kehidupan kita didunia ini, mungkin hanya sepersekian hari saja dari kehidupan waktu akhirat, maka rugilah mereka yang menyia-nyiakan waktunya yang sangat singkat itu........” kata Ki Bijak.

“Waktu tidak akan pernah berhenti atau menunggu, waktu juga tidak akan pernah kembali barang satu detikpun, seperti untaian puisi Nak Mas ini, detik,menit, jam, hari, minggu dan bulan, akan berlalu tanpa mau menoleh, tanpa mau menunggu, tanpa mau peduli pada mereka yang lalai memanfaatkannya.............” Kata Ki Bijak.

“Ki, lalu kalau ada orang yang mempergunakan hampir seluruh waktunya untuk mencari uang, dengan alasan waktu adalah uang, bagaimana ki...........?” Tanya Maula.

Ki Bijak tersenyum mendengar kata-kata Maula; “Nak Mas, masih ingat ayat yang menyebutkan tujuan penciptaan jin dan manusia...? Tanya Ki Bijak sejurus kemudian.

“Ya, ki.....................” kata Maula, sambil mengucapkan ayat dimaksud;


56. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Adz_Dzaariyaat)


“Bagi kita, waktu lebih dari sekedar uang Nak Mas, waktu lebih berharga dari sekedar tumpukan materi atau dari gunungan emas sekalipun, karena semuanya, baik itu uang, baik itu tumpukan materi,baik itu gunungan eman, tidak akan pernah mampu membeli waktu barang sedetikpun...........” kata Ki Bijak.

“Dan Nak Mas bisa lihat dengan mudah, apakah mereka yang mempunyai uang banyak, mobil berderet, deposito dimana-mana, mampu membeli waktu barang sehari saja.....?, misalnya mereka ingin membeli waktu shalat dhuhurnya yang kelewat kemarin....?” Tanya Ki Bijak.

“Ttentu tidak bisa, ki...........?” Kata Maula.

“Jadi kenapa mereka harus menghabiskan waktu untuk sesuatu yang tidak pernah bisa membeli waktu....?” Kata Ki Bijak setengah bertanya.

“Dan kalau toh kita diwajibkan menjalankan kasab lahiriah kita untuk mencari uang, carilah, bekerjalah atau berusahalah mencarinya, tapi satu yang mesti Nak Mas ingat, jangan sampai kesibukan dan kasab tersebut melalaikan kewajiban utama kita untuk beribadah kepada Allah swt, pergunakan waktu dalam kadar, skala dan prioritas yang benar, sehingga kita tidak terjebak mengorbankan sesuatu yang lebih besar untuk sesuatu yang lebih kecil, mengorbankan kehidupan akhirat yang kekal abadi, hanya untuk mengejar kehidupan dunia yang sebentar dan fana ini..........” kata Ki Bijak lagi.

“Kalau kemudian timbul pertanyaan untuk apa kita diwajibkan ibadah, maka sesungguhnya ibadah pada dasarnya adalah untuk kebutuhan dan keutamaan manusia itu sendiri, karena Allah tidak memerlukan apapun......,“Ibadah ('abada : menyembah, mengabdi) merupakan bentuk penghambaan manusia sebagai makhluk kepada Allah Sang Pencipta. Karena penyembahan/pemujaan merupakan fitrah (naluri) manusia, maka ibadah kepada Allah membebaskan manusia dari pemujaan dan pemujaan yang salah dan sesat…..” Kata Ki Bijak.

“Ibadah, memiliki aspek yang sangat luas, yang dapat diartikan bahwa ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah swt, baik itu berupa ucapan, perbuatan dan bahkan perbuatan-perbuatan hati seperti selalu berdzikir mengingat Allah, merupakan aktivas ibadah…………”

“Nak Mas masih ingat kegiatan ibadah dalam islam dikelompokan kedalam berapa kelompok…………?” Tanya Ki Bijak kemudian.

“Iya ki, dalam Islam dikenal dua kelompok atau dua macam ibadah, yaitu yang pertama Ibadah Maghdhah (Khusus), yaitu ibadah yang telah ditentukan cara, rukun dan syaratnya secara detail, seperti shalat, zakat, shaum ramadhan, haji ki………….” Jawab Maula.

“Dan yang kedua, ibadah Ghoiru Marghdah/Amah (Muamalah), yaitu ibadah dalam arti umum, segala perbuatan manusia sesuai dengan prinsip,norma dan kaidah-kaidah yang berlaku baik secara agama maupun secara umum berlaku dimasyarakat;misalnya : menyantuni fakir-miskin, mencari nafkah, bertetangga, bernegara, tolong-menolong, dan lain sebagainya……….” Sambung Maula.

“Nak Mas benar, dan agar ibadah kita, baik ibadah Maghdhah maupun muamalah memiliki ‘nilai’ disisi Allah swt, semua ibadah itu harus memenuhi standard, seperti Iman kepada Allah dan Hari akhir, karena ibadah yang tidak dilandasi keimanan, hanya akan laksana fatamorgana saja…….;

“Kemudian, agar ibadah kita memiliki nilai disisi Allah swt adalah adanya keikhlasan dalam melakukannya, murni, semata karena Allah swt, tanpa ikhlas, ibadah kita akan kehilangan makna dan ruhnya…………..”

“Dan yang ketiga, agar ibadah kita memiliki nilai disisi Allah swt adalah dengan melaksanakan ibadah tersebut sesuai dengan petunjuk dan tuntunan syariat yang benar dari Allah swt, tidak ditambah atau dikurangi………….” Sambung Ki Bijak panjang lebar.

“Ana mengerti ki…., lalu tadi Aki mengatakan bahwa sebenarnya ibadah itu untuk kebutuhan dan keutamaan manusia itu sendiri ki…….?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, Nak Mas perhatikan ayat – ayat al qur’an ini…..” kata Ki Bijak sambil menunjukan beberapa ayat al qur’an;

29. (Allah berfirman): "Inilah Kitab (catatan) kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya kami Telah menyuruh mencatat apa yang Telah kamu kerjakan". (Al Ankabut)

183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (Al Baqarah)
103. Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (At Taubah)

[658] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda

[659] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.

197. (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi[122], barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats[123], berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa[124] dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal. (Al Baqarah)

[122] ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah.

[123] Rafats artinya mengeluarkan perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh.

[124] maksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta selama perjalanan haji.

“Kesemuanya, baik itu terpeliharanya kita dari perbuatan keji dan munkar, lalu pembentukan karakter orang yang bertakwa, kemudian pembersihan harta dan jiwa kita, serta pelatihan untuk menahan diri dari perbuatan dan perkataan kotor sebagaimana diungkapkan oleh ayat-ayat ini, merupakan kebutuhan manusia guna mencapai kebaikan fi dunya wal akhirat kita sebagai manusia…………” Lanjut Ki Bijak.

“Sekali lagi Aki nasehatkan kepada Nak Mas, bahwa kita diciptakan bukan sebagai mesin pencari uang, tapi sebagai hamba yang diwajibkan kepada kita untuk beribadah semata kepada Allah swt, maka carilah uang dan nafkah itu sebagai penyempurna kasab dan syariat kita, tapi diatas semua itu laksanakan pengabdian kita selaku hamba kepada Allah swt, insya Allah Nak Mas tidak akan menjadi robot yang distir oleh kepentingan-kepentingan dunia yang sesaat ini.......................” Kata Ki Bijak lagi.

“Insya Allah ki..................” kata Maula sambil menyalami gurunya untuk pamitan.

Wassalam

Oktober 27,2008

Tuesday, October 21, 2008

DAN TAHUKAH KAMU, BOLEH JADI HARI KIAMAT ITU (SUDAH) DEKAT?


(Asy-Syuura:17)
Wahai diri, wahai sahabat, kapan kau hendak bertaubat
Sementara Waktumu kian dekat
Dengan kedatangan sang malaikat
Penjemput ajalmu untuk kembali ke akhirat

Tidakkah kau tahu, kiamat sudah dekat
Tidakkah kau lihat, tanda-tandanya yang kiat lekat
Dari sinar mentari yang makin menyengat
Hingga panggung dunia yang dipenuhi maksiat

Dalam al waqiah sudah jelas dan nyata
Kiamat takkan terbantah kedatangannya
Kejadian yang merendahkan dan meninggikan sebagian kita
Maka beruntunglah mereka yang tinggi derajatnya

Ketika bumi diguncang sedahsyat-dahsyatnya
Ketika gunung hancur seluluh-luluhnya
Ketika itulah manusia terbagi dalam golongan yang tiga
Golongan kiri, golongan kanan dan golongan awal yang didekatkan kepada_Nya

Dan orang-orang yang beriman paling dahulu
Mereka berada dalam kenikmatan sepanjang waktu
Mereka mendapatkan apa yang mereka mau
Buah iman dan taqwa mereka dahulu

Dan golongan kanan, alangkah bahagianya mereka
Dipenuhi kenikmatan surga
Dari pohon pisang yang bersusun buahnya
Hingga bidadari bermata jeli, penuh cinta lagi sebaya seumurnya.

Dan golongan kiri, alangkah malangnya mereka
Diliputi siksa neraka
Dari air yang mendidih sebagai minumnya
Hingga naungan asap hitam yang menyelimutinya.

Apa yang akan kau dapat nanti
Bergantung pada amalmu hari ini
Dan apapun pilihanmu didunia ini
Kan kau temui kebenaran janji Allah yang pasti

Bersegera menuju Allah untuk bertobat
Satu-satunya pilihan yang tepat
Agar kita tidak terlambat
Karena kiamat (boleh jadi) sudah dekat


“Waah Nak Mas sekarang rajin buat puisi, ada apa gerangan........?” Tanya Ki Bijak, demi membaca bait-bait puisi yang ditulis Maula.

“Tidak apa-apa ki, ana hanya sedang mencoba mengungkapkan apa yang ana rasa akhir-akhir ini, dan coretan ini bukanlah puisi yang sebenarnya ki, hanya sekedarnya saja...........” kata Maula.

“Kadang kita memang memerlukan media untuk mengekspresikan kata hati atau perasaan kita, dan puisi ini merupakan salah satu sarana untuk itu, dan Aki lihat Nak Mas cukup berbakat untuk menjadi penyusun puisi yang bagus........” kata Ki Bijak setengah memuji.

“Terima kasih ki............” Kata Maula sedikit malu mendengar pujian gurunya.

Ki Bijak kembali melihat-lihat puisi gubahan Maula, sejurus kemudian, Ki Bijak menarik Napas panjang; “ Nak Mas benar, kiamat adalah kejadian yang pasti adanya, terlepas orang mengimani atau tidak, kiamat pasti akan tiba, meski kapan terjadinya, tidak ada satupun mahluk yang mengetahuinya, karena hal itu merupakan rahasia Allah swt...........” Kata Ki Bijak.

“Dan karena ketidaktahuan kita itulah kita harus senantiasa bersiap setiap saat untuk menyambutnya, terutama menyambut ‘kiamat kecil’, menyambut waktu kematian kita, yang kita tidak tahu entah esok atau lusa..................” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki, ana kadang merasa sangat ‘takut’ bila membayangkan waktu kematian itu tiba, ana tidak dapat membayangkan saat-saat itu................” Kata Maula.

“Kita memang patut merasa ‘takut’ menanti kedatangan saat itu, selama bekal kita untuk menempuh perjalanan nan panjang itu masih kurang, atau kita masih merasa diselimuti beban dosa yang menggunung...........,

“Sebaliknya, kita tidak perlu terlalu risau ‘manakala kita sudah mengikuti ‘aturan main’ yang telah digariskan Allah swt.............” kata Ki Bijak.

“Yang patut menjadi pertanyaan kita sekarang, apakah kita sudah mengetahui dengan benar aturan main itu dan sudah melaksanakannya sesuai dengan apa yang digariskan, sehingga kita bisa berharap amal ibadah kita sampai kepada Allah swt.........” kata Ki Bijak.

“Ki, bagaimana tata cara taubat yang benar itu ki.....?” Tanya Maula.

“Merujuk pada pendapat banyak ulama, tobat mensyaratkan adanya penyesalan yang dalam, penyesalan yang keluar dari hati nurani terdalam terhadap salah dan khilaf yang pernah dilakukan, kemudian penyesalan itu diikuti dengan kesungguhan tekad untuk berhenti dan tidak mengulangi perbuatan-perbuatan tersebut, serta memohon ampun kepada Allah dengan sungguh-sungguh, bukan sekedar ucapan, tapi juga harus dibuktikan dengan amal perbuatan, berupa upaya untuk senantiasa berbuat kebaikan, insya allah, mereka yang bersegera untuk menuju ampunan Allah, Allah akan senantiasa membuka pintu maghfirah_Nya bagi mereka yang bersungguh-sungguh menginginkannya, selama pintu taubat itu benar-benar ditutup dengan ajal yang menjelang.................” kata Ki Bijak sambil mengutip ayat al qur’an;

160. Kecuali mereka yang Telah Taubat dan mengadakan perbaikan[105] dan menerangkan (kebenaran), Maka terhadap mereka Itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah yang Maha menerima Taubat lagi Maha Penyayang. (Al Baqarah)

[105] Mengadakan perbaikan berarti melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik untuk menghilangkan akibat-akibat yang jelek dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan.

“Kemudian ada pula yang menambahkan syarat taubat yang berkaitan dengan kesalahan kita kepada sesama manusia, yaitu dengan meminta maaf kepada yang bersangkutan, dan mengembalikan hak orang yang mungkin kita dhalimi................” tambah Ki Bijak.

Maula diam,menyimak apa yang barusan dituturkan gurunya; kemudian pelan terdengar dari mulutnya ucapan istighfar;

23. Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami Telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya Pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi. (Al A’raaf)

“Perbanyak dan perbaiki senantiasa istighfarnya Nak Mas, semoga istighfar kita menjadi asbab gugurnya khilaf dan salah kita, sehingga kita tidak termasuk orang-orang yang merugi dikelak kemudian hari.....” Kata Ki Bijak.

“Insya Allah ki............” Jawab Maula sambil terus beristighfar ; "Ya Tuhan kami, kami Telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya Pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.

Wassalam
October 21, 2008

Friday, October 17, 2008

PERSPEKTIF


“Nak Mas perhatikan lingkaran merah dan biru yang ditengah ini, menurut Nak Mas, mana yang lebih besar.........?’ Tanya Ki Bijak.

“Lingkaran biru lebih besar dari yang merah ki.....” jawab Maula spontan.

“Nak Mas yakin...?” coba perhatikan lagi, mana yang lebih besar.......” Kata Ki Bijak.

Maula mulai memperhatikan lebih teliti dua buah lingkaran berwarna merah dan biru ditengah lingkaran, sejurus kemudian. “ ooh, besarnya sama ki.......” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum, “Nak Mas benar, kedua lingkaran itu sama persis, lalu kenapa tadi Nak Mas melihat lingkaran warna biru lebih besar......?” Tanya Ki Bijak.

“Karena secara sepintas, tadi ana lihat yang biru memang kelihatan lebih besar ki...................” Kata Maula.

“Jawaban yang tepat kenapa lingkaran biru kelihatan lebih adalah karena adanya perbedaan ukuran lingkaran yang mengelilinginya, lingkaran merah dikelilingi lingkaran yang lebih besar, sementara lingkaran biru dikelilingi lingkaran yang lebih kecil.....................” Kata Ki Bijak.

“Artinya apa ki........?” Tanya Maula.

“Mungkin hal ini tidak akan berarti banyak bagi orang lain, tapi bagi Aki, ini adalah sebuah pelajaran agar kita lebih bijak dalam melihat sesuatu..........” Kata Ki Bijak.

“Ana masih belum mengerti ki.................” Kata Maula.

“Begini Nak Mas, kedua objek, (lingkaran merah dan lingkaran biru) yang sebenarnya mempunyai ukuran yang sama akan tampak berbeda, dan ‘perbedaan’ ini diakibatkan oleh hanya perspektif yang berbeda, cara pandang yang berbeda, yang orang yang memandang pun berbeda....., dan didunia nyata, adanya perbedaan pandangan seperti itu juga banyak terjadi Nak Mas, banyak orang memperdebatkan sesuatu dari sisi dan sudut pandang mereka, sehingga tak jarang menimbulkan friksi yang sangat tajam, karena masing-masing orang saling bersikukuh dengan sudut pandangnya masing-masing..........” kata Ki Bijak.

“Oooh ana mengerti sekarang ki, ana sering juga mendapat kiriman e-mail yang isinya kira-kira seperti itu, kedua belah pihak saling mengemukakan dalil-dalil yang ana sendiri belum sampai kesana ki, dan kedua pihak juga merasa dalilnya yang paling shaheh, padahal kalau merunut apa yang Aki katakan tadi, dua-duanya bisa jadi benar, atau dua-duanya bisa jadi salah ya ki.........” kata Maula.

“Aki percaya mereka adalah orang-orang yang mumpuni dibidang itu Nak Mas, tidak mungkin mereka mengemukakan dalil itu tanpa mempelajarinya terlebih dahulu, tapi bagi kita yang masih miskin ilmu, hendaknya kita lebih hati-hati dan lebih bijak dalam melihat dan menilai sebuah objek, karena ya itu tadi, sudut pandang kita masih sangat-sangat terbatas.........” kata Ki Bijak.

“Lalu bagaimana agar kita bisa melihat sebuah objek dengan nyata dan tidak sama ki.............” tanya Maula.

“Nak Mas perhatikan lagi gambar ini, sekarang kita hilangkan lingkaran – lingkaran disekitar lingkaran merah dan biru ini....................” Kata Ki Bijak sambil menghapus lingkaran disekitar kedua objek tadi.




“Nak Mas lihat hasil, tanpa perlu pengamatan yang detail pun kita akan bisa dengan cepat melihat dan memutuskan bahwa kedua objek itu sama besar.............” kata Ki Bijak.

“Artinya apa ki.......................?” Tanya Maula.

“Artinya untuk melihat ‘kebenaran’ sesuatu, kedua belah pihak harus sama-sama menghilangkan ‘lingkaran-lingkaran ego’ disekililingnya, yang besar yang merasa paling benar, yang kecil yang menutup diri dengan pendapat dan pemikiran orang lain, dan ketika kedua belah pihak sama-sama melihat objek dengan ‘mata dan hati dan niat yang bersih’ untuk mencari kebenaran, insya allah, benturan, friksi atau sejenisnya yang banyak menghabiskan energi itu tidak perlu terjadi.........” kata Ki Bijak.

“Aki benar ki, ana sekarang dapat melihat dengan jelas bahwa kedua lingkaran ini sama besar, tapi kenapa banyak orang seperti sulit untuk menghilangkan ‘lingkaran-lingkaran ego disekelilingnya ya ki.............?” Kata Maula.

“Ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang merasa sudah sedemikian besar, dan disisi lain ada banyak faktor pula yang menyebabkan orang berfikir kerdil dan tidak mau menerima perbedaan dan pendapat orang lain, Nak Mas......” Kata Ki Bijak.

“Lalu bagaimana cara menghilangkan ego itu ki....?” Tanya Maula.

“Lingkaran yang besar harus berada dilingkungan yang sama atau lebih besar dengan dia, dan lingkaran yang kecil pun harus berbuat yang sama..............” Kata Ki Bijak.

Maula diam tanda belum mengerti.

“Artinya begini Nak Mas, seperti Nak Mas atau Aki, selama kita disini, kita mungkin akan merasa sudah mampu atau setidaknya lebih mampu dari santri-santri lain, tapi sangat mungkin pengetahuan kita ini belum ada apa-apanya dibanding orang lain diluar kita, begitupun dengan santri-santri itu, mungkin ilmu mereka sudah jauh lebih baik dibanding mereka-mereka yang tidak pernah belajar dipesantren atau madrasah..........”

“Dengan membuka diri dan membuka wawasan, maka kita tidak akan terjebak pada pemikiran yang sempit atau kata orang sunda mah kurung batokeun............”Tambah Ki Bijak.

“Iya ki, ana merasakan hal itu, ana masih merasa sangat bodoh dibanding teman-teman ana..............” kata Maula.

“Pesan Aki, jangan sampai perasaan itu membuat Nak Mas merasa imferior, sebaliknya justru sebuah tantangan bagi Nak Mas untuk mengejar ketertinggalan Nak Mas dari rekan-rekan Nak Mas itu, dan sebaliknya jangan sekali-kali Nak Mas merasa sudah merasa paling mampu, karena hal itu akan merusak sudut pandang dan cara berfikir Nak Mas dalam melihat sesuatu hal..........” kata Ki Bijak.

“Iya ki, insya Allah ana akan senantiasa mengingat pesan dan nasehat Aki...........” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum, sambil membalas uluran tangan Maula yang pamitan.

Wassalam

October 17,2008

Thursday, October 16, 2008

MASJIDKU YANG KEMBALI SUNYI

Sepi, kini aku kesepian lagi
Setelah sebulan lamanya aku berseri
Oleh ramai orang yang mengunjungi
Sunyi, kini aku kesunyian lagi

Kemana aku harus bertanya
Tentang jamaahku yang kini tiada
Setelah sebulan lamanya
Mereka ramai mendatangiku dengan bersuka

Ramadhan belum lagi genap sebulan berlalu
Orang-orang pun masih enggan melepas baju baru
Tapi sebagian mereka lupa apa yang hendak dituju
Selepas ramadhan mestinya mereka lebih taat sujud dan ruku’

Aku rindu barisan sandal berderet ditanggaku
Aku rindu riuh takbir menggema diruanganku
Aku rindu hamparan sajadah dilantaiku
Aku rindu lirih dzikir menemaniku

Namun kerinduan itu hanyalah tinggal kerinduan
Aku kini laiknya bangunan tak bertuan
Orang-orang enggan dan tak lagi berkenan
Memasuki ruanganku seperti kemarin ramadhan

Tidakkah sebulan latihan
Tidak cukup untuk memberi kesadaran
Bahwa ramadhan adalah latihan
Yang harus dibuktikan pada bulan-bulan berjalan

Tarawih, tadarus dan shalat malam
Bukanlah sebatas amalan sebulan
Melainkan sebuah kebutuhan
Bagi mereka-mereka yang beriman

Lailatul qadr yang banyak dinanti
Tak akan banyak berarti tanpa bukti

…………………………………………………
…………………………………………………
…………………………………………………
…………………………………………………

“Siapa yang buat puisi ini Nak Mas…..” Tanya Ki Bijak sambil membaca beberapa bait puisi yang belum selesai.

Maula tersipu malu menyadari coretan puisinya dibaca oleh Ki Bijak “Aaah ini bukan puisi ki, hanya coretan-coretan biasa saja, ana tidak pandai membuat puisi ki………..” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum; “Puisi ini lumayan bagus Nak Mas, Aki maklum dengan isi puisi ini, karena Aki pun melihat fenomena yang sama dengan apa yang Nak Mas lihat….” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, ana merindukan kehangatan suasana ramadhan, dimana masjid ini selalu dipenuhi jamaah, ana juga merindukan suara tadarus yang mengalun syahdu ditengan suasana malam yang hening, ana merasa seperti kehilangan sesuatu sepeninggal ramadhan ini ki……….” Kata Maula.

“Bersyukurlah jika Nak Mas merasakan kehilangan ramadhan, insya Allah artinya Nak Mas tahu apa yang terkandung dalam bulan suci itu, sementara bagi sebagian yang lain, ramadhan justru sebuah beban yang sangat memberatkan…….” Kata Ki Bijak.

“Dan Nak Mas tidak perlu terlalu heran dengan kondisi masjid ini sepeninggal ramadhan, seperti sering disampaikan oleh para ulama dan para mubaligh, ramadhan adalah bulan ujian, ramadhan adalah bulan latihan, ramadhan adalah bulan seleksi untuk memilah siapa yang terbaik iman dan amalnya……, dan layaknya sebuah ujian, tidak semua peserta bisa lulus dari ujian tersebut, ada yang harus mengulang, atau bahkan ada yang kena diskualifikasi karena mereka berusaha berbuat curang dalam mengikuti ujian……..” Kata Ki Bijak.

“Benar ki, dalam sebuah ujian ada peserta yang harus mengulang atau bahkan harus tinggal kelas karena gagal menyelesaikan ujian dengan baik……” Kata Maula.

“Menahan lapar, menahan dahaga, menahan pandangan mata dari hal-hal yang diharamkan Allah, menahan mulut dari ucapan-ucapan yang tidak terpuji, dan bahkan menahan keinginan-keinginan hati dari selain Allah adalah seranagkaian mata ujian yang harus dilalui oleh setiap peserta ramadhan Nak Mas, disamping juga mereka harus menjaga perilaku dan anggota jasmani lainnya dari hal-hal yang dapat menggugurkan atau setidaknya akan mengurangi nilai ujian itu sendiri……………”

“Dan siapapun pasti mengakui bahwa ujian seperti ini sangat-sangat berat untuk bisa dilalui, oleh karenanya mereka yang ‘lulus’ dari ujian yang sangat berat itu, layak mendapat predikat terhormat dengan sebutan mutaqien, orang yang bertaqwa, sebuah kehormatan besar yang disematkan Allah bagi hamba-hamba_Nya yang lulus dalam ujian tersebut………………….” Kata Ki Bijak.

“Ki, bagaimana kita bisa melihat ‘hasil’ujian ramadhan kita Ki….?” Tanya Maula.

“Lihat dengan ini Nak Mas………..” Kata Ki Bijak sambil menunjuk dadanya.

“Lihat dengan hati ki………..?” Tanya Maula.

“Benar, lihat dengan mata hati kita dengan jujur Nak Mas, pertama lihat apakah kita merasa kehilangan ramadhan yang baru saja berlalu, kedua lihat adakah ibadah dan pengabdian kita kepada Allah cenderung meningkat setelah ramadhan…….” Kata Ki Bijak.

“Lalu ki………..” Tanya Maula.

“Kalau kita merasa sangat kehilangan ramadhan, insya Allah ada segelintir mutiara iman didada kita, dan kalau ibadah kita setelah ramadhan cenderung meningkat, insya Allah artinya kita mendapat nilai yang cukup bagus dalam bulan latihan kemarin….., semoga dengan nilai itu kita akan bisa naik ke kelas yang lebih tinggi, kalau sebelum ramadhan shalat fardhunya masih dirumah, sekarang, setelah naik kelas, jamaahnya harus lebih rajin, kalau sebelum ramadhan shalatnya masih telat dan malas-malasan, setelah naik kelas, waktu shalatnya dijaga, ghirahnya dipelihara, khusunya ditingkatkan dan seterusnya……”

“Pun kita harus lebih baik lagi dalam menjaga tutur kata kita, perilaku kita, pandangan mata kita, langkah kaki kita, pun dalam mengendalikan keinginan-keinginan, jika nilai ramadhan kita memadai, semuanya akan menjadi lebih baik………” Kata Ki Bijak.

Maula manggut tanda mafhum; “Lalu akan halnya mereka yang shaumnya sebulan penuh, tapi tetap seperti sebelum ramadhan, atau bahkan cenderung menurun bagaimana ki……….” Tanya Maula.

“Nak Mas pernah perhatikan bagaimana perilaku ular….?” Tanya Ki Bijak.

Maula tak menjawab, menunggu kelanjutan nasehat Ki Bijak.

“Ular, kalau sudah dapat mangsa, ia akan puasa, mengurung diri sampai mangsa yang ditelannya dicerna semua, puasa ular bisa berhari-hari tergantung jenis dan besar mangsa yang ditelannya……” Kata Ki Bijak.

“Lalu ki………?” Tanya Maula.

“Lalu setelah selesai puasa itu, ular tidak lantas menjadi ‘baik’, tapi justru bertambah ganas, dengan kekuatan dan tenaga barunya, dan kemudian ia kembali berburu mangsa, begitu seterusnya…., Nah mereka yang shaum ramadhannya tidak menimbulkan efek kebaikan bagi dirinya, ditamsilkan dengan puasanya ular, sebaliknya mereka yang shaumnya benar biasa ditamsilkan dengan puasanya ulat……”

“Iya ki, ulat yang berbulu dan menjijikan sekalipun, setelah bermetaforposa didalam kepompong, akan berubah menjadi kupu-kupu yang indah dan lucu……….” Kata Maula menimpali.

“Dan dibalik keindahan dan kelucuannya, kupu-kupu pun menyimpan berbagai ibrah yang sangat baik untuk kita pelajari, dari bagaimana kupu-kupu berperan dalam proses penyebaran bibit tanaman dan bunga, dari bagaimana kupu-kupu berperan dalam proses perkawinan putik dan benang sari dalam perkebangbiakan bunga, dari bagaimana kupu-kupu bisa hinggap disegala bidang dan batang tanaman tanpa merusak tanaman atau bidang yang dipijaknya, semua itu sebuah ibrah yang luar biasa besar bagi kita yang mau memaknainya……..” Kata Ki Bijak.

“Apa maknanya ki…..?” Tanya Maula.

“Seorang yang nilai shaumnya baik, akan lahir kembali sebagai penyebar bibit-bibit kebaikan dimanapun diberada, seorang yang nilai shaumnya baik, akan lahir kembali sebagai motor bagi perkembangan nilai-nilai luhur disekililingnya, seorang yang nilai shaumnya baik, akan senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai agama, moral dan nilai-nilai luhur lainnya, sebagaimana kupu-kupu tidak pernah merusah pucuk bunga yang dihinggapinya, seorang dengan nilai shaum tinggi akan senantiasa memegang prinsip dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung, sehingga ia akan terhindar dari sifat-sifat liar, brutal atau pembuat onar, karena ia terproteksi dengan nilai shaumnya yang tinggi……….” Kata Ki Bijak.

Maula kembali melihat bait-bait puisinya, dalam hatinya bertanya, adakah sunyinya masjid ini karena masih banyaknya nilai ramadhan yang ‘merah’, sehingga belum mampu membawa orang-orang itu kembali kemasjid untuk memakmurkannya.

“Nak Mas, selain ramadhan, keberadaan sebuah masjid juga merupakan ujian dan barometer bagi keimanan seseorang, Nak Mas perhatikan ayat Allah ……”


18. Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.


“Maka itu bulatkan tekad Nak Mas untuk senantiasa memakmurkan masjid, dengan sungguh-sungguh, dengan ketulusan, semoga masjid ini tidak terlalu kesepian dengan keberadaan Nak Mas dan teman-teman disini……” Kata Ki Bijak.

“Insya Allah ki…………” Kata Maula mengakhiri percakapan hari itu.

Wassalam

Oktober 16,2008