Friday, December 31, 2010

HATI-HATI PERANGKAP TAHUN BARU

“Nak Mas tidak masuk kerja…?” Tanya Ki Bijak seusai menunaikan shalat jum’at”

“Kerja Ki, tapi hanya setengah hari, jadi ana bisa shalat jumat disini….” Jawab Maula.

“Kenapa kerjanya setengah hari Nak Mas….?” Tanya Ki Bijak lagi.

“Itu ki, dalam rangka menyambut tahun baru, sehingga kantor memperbolehkan karyawannya pulang setengah hari…” Kata Maula lagi.

“Memangnya Nak Mas mau ikut merayakan tahun baru..?” Tanya Ki Bijak.

“Ya tidak ki…, ana ikut pulang setengah hari karena memang badan ana agak kurang sehat ki…, sekalian ana mau ketemu Aki disini….” Kata Maula.

“Syukurlah Nak Mas….., Aki fikir Nak Mas akan ikut-ikutan merayakan tahun baru yang sama sekali tidak ada faedahnya bagi kita….” Kata Ki Bijak.

“Iya ki…., tapi kenapa ya ki, banyak orang islam yang ikut-ikutan merayakan tahun baru, pada konvoi, pada berebut pergi kepuncak, pada niup terompet, bahkan tidak jarang banyak diantara orang islam yang merayakan baru dengan cara-cara yang melanggar syariat, mereka brpesta pora, menghambur-hamburkan uang, minum-minuman keras, pergaulan bebas dan lainnya….?” Tanya Maula.

Ki Bijak menghela nafas panjang, ia nampak prihatin dengan apa yang Maula katakan barusan, benar memang banyak diantara umat islam, bukan hanya anak-anak muda, tapi juga orang dewasa yang ikut larut dalam merayakan malam pergantian tahun,

“Ya Nak Mas, mau tidak mau, suka atau tidak suka, sebagian umat islam memang telah terperangkap kedalam jebakan yang ditebar oleh yahudi dan nasrani yang menghendaki umat ini hancur…..” Kata Ki Bijak.

“Perangkap ki….?” Tanya Maula.

“Ya Nak Mas…., dalam surat Al Baqarah ayat 120 Allah dengan tegas memperingatkan kita bahwa yahudi dan nasrani tidak akan senang terhadap kita hingga kita mengikuti milah mereka, Nak Mas ingat ayatnya….?” Tanya Ki Bijak.

“Ya Ki……..” Kata Maula sambil membacakan ayat dimaksud;


120. Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.

“Kalau dulu, dizaman Nabi ketidak sukaan itu mereka tunjukan dengan berkomplot untuk mengalihkan arah kiblat kaum muslimin sesuai dengan kiblat mereka, maka sekarang ini, kaum yahudi dan nasrani berkomplot untuk mengalihkan cara-cara hidup kaum muslimin hingga menyerupai tata cara kehidupan mereka….., milah, dalam ayat ini bisa diartikan tata cara atau pola hidup mereka, yang salah satunya adalah dengan memalingkan dan menjauhkan umat islam dari mengingat Allah, menjauhkan umat islam dari ajaran kitab sucinya, menjauhkan umat islam dari sunnah nabinya, seperti yang terjadi dihampir setiap pergantian tahun seperti sekarang ini Nak Mas….” Kata Ki Bijak

“Hanya sayangnya, hanya sebagian kecil saja umat islam yang menyadari bahwa mereka sebenarnya tengah digiring memasuki perangkap yahudi dan nasrani ini, umat islam tidak mau merujuk kitab sucinya yang telah mengingatkan mereka bahwa mengikuti tata cara mereka adalah sebuah kebodohan, umat islam tidak mau mengikuti peringatan nabinya bahwa barang siapa yang mengikuti suatu kaum, maka ia termasuk kedalam golongan kaum tersebut, kalau kita mengikuti gaya hidup yahudi dan nasrani, maka kita akan termasuk kedalam golongan mereka, ini yang mereka tidak mau menyadarinya…..” Kata Ki Bijak,

“Benar ki, lagi pula kalau difikir pakai akal sehat, apa sih yang didapat dengan merayakan tahun baru seperti itu…?, bukan hanya uang akan habis, bukan hanya waktu akan terbuang, tapi juga sangat mungkin kita akan terjerumus kedalam berbagai kedalam perangkap kemaksiatan yang banyak bertebaran selama merayakan pergantian tahun, mabuk, minum, berfoya-foya dan lain sebagainya…” Tambah Maula.

“Iya Nak Mas, orang dizaman kita ini mengaku orang intelek, mengaku orang yang rasional, mengaku orang yang berakal, sehingga mereka mengklaim masa sebelum mereka adalah masa primitive, tapi justru kaum yang mengaku intelek dan berakal ini, tidak mau menggunakan akal dan intelektualitasnya untuk berfikir tentang suatu manfaat dan mudharat dari apa yang mereka lakukan……, bahkan banyak diantara perilaku mereka yang jauh lebih primitive dari kaum yang mereka klaim primitive, seperti minum khamr, itulah perbuatan primitive yang dilakukan oleh kaum jahiliyah, dan setelah islam datang, mereka kemudian meninggalkannya, tapi sekarang justru ditengah-tengah kehidupan masyarakat islam, meminum minuman keras malah menjadi budaya…..” Kata Ki Bijak.

“Belum lagi pergaulan bebas, yang kemudian menyebabkan kehamilan diluar nikah, perbuatan inipun adalah perbuatan jahiliyah….., yang oleh masyarakat jahiliyah sendiri sudah lama ditinggalkan setelah datangnya islam, tapi sekarang justru kembali menjamu dan berkembang……” Tambah Ki Bijak.

“Iya ki…., modern apanya ya ki, kalau orang minum minuman keras, pergaulan bebas, berfoya-foya itu justru perbuatan orang jahiliyah ya ki…” Kata Maula.

“Makanya Nak Mas tak perlu menanggapi kalau ada orang yang mengatakan mereka yang tidak merayakan tahun baru itu orang kuno, itu hanya ungkapan orang bodoh yang mengaku pintar saja Nak Mas, karena sesungguhnya merekalah yang meniru cara-cara hidup orang-orang bodoh dijaman jahiliyah dulu….” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, ana sih tidak peduli dengan mereka ki………., kalaupun ada yang ngomong seperti itu, ya seperti Aki bilang tadi, cuekin aja…..” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, kita mulai dari diri kita, kita mulai dari keluarga kita, kita mulai memberikan masukan dan pengertian pada lingkungan kita bahwa merayakan tahun baru dengan cara-cara seperti itu, tidak layak untuk dilakukan oleh mereka yang mengaku tuhanya Allah, kitabnya Al Qur’an, Nabinya Muhammad Saw….., semoga dengan pemahaman dan pengertian itu saudara-saudara kita menyadari bahwa merayakan tahun baru dengan cara yahudi dan nasrani adalah sebuah kerugian……, kita rugi didunia karena telah menghambur-hamburkan uang, tenaga dan waktu kita, pun kita rugi diakhirat jika kita kelak digolongkan kedalam golongan yang merayakan tahun baru dengan cara-cara kebathilan……..” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki…., lebih baik ana kesini nanti malam ki, Aki ingin lebih banyak mendengar nasihat dan petuah Aki daripada keluyuran tidak karuan ki……” Kata Maula.

“Silahkan Nak Mas, Nak Mas bisa datang setiap saat ketempat Aki, semoga Aki sehat dan diberi tambahan ilmu oleh Allah, sehingga bisa bertukar fikiran dengan Nak Mas……” Kata Ki Bijak lagi.


“Iya ki, ana pamit dulu……., terima kasih ki…..” Kata Maula berpamitan.

Wassalam

December 31, 2010

Wednesday, December 29, 2010

PELAJARAN HARI INI: JANGAN MENGEMUDI SAAT MARAH


“Masya Allah…., bagaimana kejadiannya Nak Mas……?” Tanya Ki Bijak, menanggapi cerita Maula mengenai mobil yang ditumpanginya mengalami kecelakaan.

“Kejadiannya berlangsung sangat cepat Ki, ana hanya tahu ketika tiba-tiba mobil yang ana tumpangi sedikit oleng, begitu ana lihat kedepan, ternyata sebuah mobil colt diesel memotong jalan, sopir mobil ana mungkin kaget, sehingga secara reflex membanting stir kekanan sehingga membentur pembatas jalan dengan keras, mobil sempat miring kekanan, ban dan peleknya hancur….., Alhamdulillah sopirnya cukup tenang, sehingga mobil tidak terbalik, dan hanya menggesek pembatas jalan sekitar 20 meteran ki…..” Kata Maula menceritakan pengalamannya.

Ki Bijak menghela nafas panjang mendengar penuturan Maula; “Syukurlah Nak Mas tidak kurang suatu apa…..” Katanya kemudian.

“Alhamdulillah ki……, tadi juga teman-teman ana yang berada dibelakang mobil yang ana tumpangi pada telpon, mereka khawatir dengan keadaana ana, karena memang benturannya keras sekali…., sepertinya sisopir itu kurang konsentrasi atau gimana, karena dari sebelum masuk tol pun, ana perhatikan pak sopir ini marah-marah pada keneknya, katanya penumpangnya kurang satu lagi, padahal didalam sudah penuh……” Kata Maula lagi.

“Ya Nak Mas, kecelakaan memang tidak ada yang tahu kapan dan dimana akan terjadi, tapi mendengar cerita Nak Mas tadi, ada sebuah pelajaran yang bisa kita petik dari apa yang Nak Mas alami tadi pagi…..” Kata Ki Bijak.

“Disetiap kejadian memang ana yakini ada sejuta hikmah dan selaksa pelajaran Ki, tapi untuk kejadian tadi pagi, kira-kira pelajaran apa ya ki….?” Tanya Maula.

“Pelajarannya ‘jangan mengemudi saat kita marah’ Nak Mas….., seperti Nak Mas tadi katakan, pak sopir itu marah-marah sebelum masuk tol, dan kemarahan itulah yang mungkin mengurangi konsentrasinya dalam mengemudi…, dan dalam kondisi apapun, kemarahan tidak akan menambah apapun kecuali kerugian……” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, terlepas dari apa yang terjadi tadi adalah atas izin dan kehendak Allah, tapi secara syari’at, mungkin kemarahan itulah yang membuat pak sopir sedikit kehilangan konsentrasinya…..” Kata Maula.

“Ya Nak Mas….., dan lebih jauh lagi, jika kita analogikan, seorang sopir itulah ibarat seorang pemimpin, dimana ia diamanahi untuk membawa penumpangnya selamat sehingga sampai tujuan…., dan ketika pemimpin ini selalu marah-marah, selalu tidak konsentrasi, selalu ugal-ugalan, maka ia berpotensi memcelakakan banyak orang, bukan hanya dirinya, tapi juga orang-orang yang berada dalam kendaraan yang dikemudikannya….,

“Seorang presiden, adalah sopir bagi rakyat dan negaranya untuk menuju Negara yang adil makmur wa robbun ghofur….., sehingga tidak boleh kemudian seorang presiden mengemudikan kendaraan yang bernama ‘negara’ ini dengan marah-marah, dengan ugal-ugalan, karena sekali lagi, sekali ia salah perhitungan, maka kecelakaan bukan hanya akan menimpa dirinya sendiri, tapi juga seluruh rakyat dan Negaranya akan mengalami kerugian…..”

“Pun seorang gubernur….., pun seorang bupati/walikota, pun seorang camat, pun seorang lurah, pun seorang RT/RW……, mereka yang diamanahi jabatan seperti itu, hakekatnya diamanahi kendaraan untuk dikemudikan dengan baik, sehingga penumpang-rakyat- yang dipimpinnya bisa selamat sampai tujuan……” Kata Ki Bijak.

Maula terdiam, meresapi setiap kata yang terurai dari lisan bijak gurunya.

“Dalam lingkup keluargapun, seorang suami adalah sopir atau nahkoda bagi keluarganya, suami bertanggung jawab atas dirinya, suami bertanggung jawab atas istrinya, suami bertanggung jawab atas anak-anaknya, untuk bisa selamat didunia, dan selamat dari api neraka diakhirat kelak……”

“Lalu bagaimana mungkin seorang suami bisa mengemudikan atau menahkodai bahtera rumah tangga kalau ia sendiri pemarah…?, bagaimana mungkin ia bisa mendidik dan mengarahkan anak istrinya untuk berlaku santun sementara ia sendiri ugal-ugalan…..?”

“Diperlukan suami yang santun, mengerti peraturan (syariat), penyayang, pemaaf dan sabar untuk dapat menjalankan roda rumah tangga menuju keluarga sakinah mawadah wa rahmah yang diidamkan setiap keluarga…….” Tambah Ki Bijak.

“Benar ki……, ketika seseorang marah, maka tangan, kaki, mata dan konsentraisnya menjadi buyar ya ki…..” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, benar yang memegang kemudi adalah tangan, yang menginjak pedal gas dan rem adalah kaki, yang melihat jalan adalah mata, yang mendengar klakson adalah telinga, tapi jika hati kita diliputi kemarahan, maka fungsi dari panca indera tadi tidak akan maksimal…, seperti pak sopir yang membawa Nak Mas tadi pagi, matanya tidak mengantuk,tangan kakinya sehat, telinganya pun baik, tapi ketika hatinya sedang tidak nyaman, kondisi hati itulah yang akan tampak lewat anggota tubuhnya yang dhahir…….” Kata Ki Bijak lagi.

“Hati ya ki….” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, hati inilah yang menggerakan anggota badan yang lain sesuai dengan kondisinya, jika hati baik, maka yang lain insya Allah baik, sebaliknya jika hatinya sedang tidak baik, pun dengan anggota tubuh lainnya sama, karenanya jagalah hati ini sebaik mungkin yang kita bisa….., termasuk menjaga hati agar tidak mudah marah…….” Kata Ki Bijak lagi.
“Bagaimana caranya ki, agar kita tidak mudah marah……?” Tanya Maula.

“Lembutkan hati dengan dzikrullah Nak Mas….., hati yang lembut, tidak akan mudah terpancing emosi, hati yang lembut, tidak akan mudah marah, karenanya perbanyaklah berdzikir kepada Allah agar kita diberi kelembutan hati…..”

“Yang kedua, ingatlah bahwa kemarahan itu datangnya dari syetan; syetan memprovokasi hati kita untuk marah dan meledak-ledak, dan setelahnya, syetan dengan gampang mengarahkan orang yang sedang marah untuk berbuat hal-hal yang melanggar perintah Allah, karenanya ketika marah, segeralah istighfar dan memohon perlindingan kepada Allah untuk mengusir syetan agar tidak mengganggu kita….”

“Yang Ketiga tentu kita harus senantiasa membangun kesadaran bahwa sekali lagi kemarahan tidak akan menambah apapun kepada kita kecuali kerugian…..; insya Allah ketika itu sudah kita lakukan, kita agar terhindar dari sifat-sifat pemarah yang merugikan itu…” Kata Ki Bijak.

“Ana mengerti ki…..” Kata Maula.

“Satu-satunya alas an yang membolehkan kita ‘marah’ adalah ketika kita melihat kemungkaran Nak Mas……, ketika kita melihat kemunkaran, kita harus ‘marah’, itupun dengan proporsi kemarahan yang benar, jangan membabi buta, tapi kemarahan yang disertai niat untuk merubah kemunkaran itu menjadi kebaikan……..” Kata Ki Bijak lagi.

“Sekarang Nak Mas istirahat saja dulu, sambil bertafakur untuk dapat mengambil hikmah dari apa yang Nak Mas alami pagi tadi….” Tambah Ki Bijak

“Iya ki, terima kasih…, Ya Rabb, semoga Engkau bukakan pintu hikmah dari setiap kejadian apapun, dan jadikanlah hamba menjadi abdiMu yang pandai mengambil hikmah dan pelajaran dariMu….” Kata Maula.

“Amiin….” Timpal Ki Bijak mengamini.

Wassalam

Desember 29,2010

Tuesday, December 28, 2010

BELAJAR DARI CARA BERPAKAIAN

“Kenapa ki….? Tanya Maula heran, demi melihatnya dengan tersenyum penuh arti.

“Masya Allah, Nak Mas kelihatan tampan sekali dengan setelan ini……” Kata Ki Bijak.

Maula tersenyum malu mendengar pujian gurunya, “Ini baju lama ki, hanya ana jarang mengenakannya….” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, tapi memang padanan yang Nak Mas kenakan itu pantes sekali, warna dan coraknya sangat harmonis, antara atasan dan bawahan yang sangat serasi……,

“Dan seandainya keserasian dan keharmonisan seperti ini terjadi dalam kehidupan kita, niscaya kita akan mendapati indahnya kebersamaan……” Kata Ki Bijak, seperti biasanya menggunakan kiasan dalam menyampaikan sebuah nasehat pada Maula; dengan harapan apa yang disampaikannya bisa mengena dan berkesan dalam pada diri Maula, sehingga muridnya itu dapat mengaplikasikan nasehat yang disampaikannya.

“Ana masih belum mengerti ki….” Kata Maula.

Ki Bijak kembali memperhatikan setelah baju dan kain yang dikenakan Maula;

“Nak Mas perhatikan baju dan kain yang Nak Mas kenakan ini…., baju dan kainnya memiliki keharmonisan, warnanya penuh keserasian, perpaduan yang sangat indah, saling mengisi dan saling melengkapi…..,

“Pun dalam kehidupan keseharian kita Nak Mas, misalnya ditempat kerja atau kantor Nak Mas, betapa indahnya jika atasan (manager) dan bawahan (staf), bisa bersinergi, bisa saling mengisi, bisa saling menopang, saling hormat menghormati,saling menunjang, memiliki kesamaan visi, memiliki kesamaan pandangan, memiliki kesamaan tujuan, niscaya keharmonisan kerja akan terbangun dengan baik…..”

“Lain halnya jika baju yang Nak Mas kenakan ini, dipadankan dengan warna lain, misalnya atasananya terlalu terang, terlalu mentereng, atau terlalu ngejreng dalam bahasa anak muda sekarang, sementara bawahannya gelap, maka padannan seperti ini akan menampilkan citra yang berbeda dari yang nampak sekarang….”

“Pun dalam kehidupan keseharian kita, jika atasan hanya mau menang sendiri, jika atasannya bergaya otoriter, jika atasan tidak mau mengerti kesulitan dan keadaan bawahannya, maka yang akan terjadi adalah ‘perlawanan’ dari para bawahan, yang pada gilirannya, akan memudarkan keindahan sinergi dalam bekerja…….”

“Atau sebaliknya, kalau hanya atasannya saja yang baik, tapi bawahannya bekerja sendiri-sendiri, tidak mengindahkan perintah atasan, tidak mau berkomunikasi, tidak mau bekerja sama, maka yang akan terjadi adalah kesemrawutan dalam pekerjaan……..” Kata Ki Bijak menjelaskan.

Maula manggut-manggut setelah mengerti apa yang dimaksudkan gurunya; “Iya ya ki…., kalau atasan hanya bisa main perintah, hanya bisa menyalahkan bawahan, tidak mau bertanggung jawab, seperti baju yang robek ya ki….., pasti tidak akan kelihatan indah….” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, karena seorang atasan harusnya mampu menutup ‘aurat’ dan aib apapun yang terjadi dibawah arahannya, ketika bawahan melakukan kesalahan, maka kewajibannyalah untuk ikut bertanggung jawab dan memperbaikinya, bukan justu menguak kesalahan anak buahnya lebih lebar, karena mengorek kesalahan bawahan, sama artinya dengan membuka aibnya sendiri…….” Kata Ki Bijak.

“Pun bawahan, mempunyai kewajiban untuk menjaga nama baik dirinya, nama baik teman-temannya, nama baik atasannya, bahkan juga harus menjaga citra dan nama baik department dan perusahaannya……, tidak bisa kemudian seorang bawahan berfikiran sempit, dia hanya berfikir yang penting dia kelihatan kerja, yang penting kerjaan dia selesai, tanpa mengindahkan teman dan atasannya, ini juga salah, hal ini juga tidak akan membuat suasana kerja berjalan harmonis, persis seperti setelan baju dan kain yang tidak selaras…..” Kata Ki Bijak lagi.

“Waah…., Aki seperti seorang designer handal…., ana setuju ki, baik itu setelan pakaian atau pun ‘setelan’ pekerjaan, dibutuhkan padanan yang harmonis, yang serasi, yang saling mengisi dan menunjang, sehingga menampilkan citra keindahan yang enak dipandang ya ki…..” Kata Maula.

“Ya, seperti padanan yang Nak Mas kenakan ini, terlepas dari siapapun yang melihatnya, padanan seperti ini memang indah dan pantas untuk dilihat dan dipandang……, dan memang seharusnya pakaian seperti inilah yang kita kenakan ketika kita hendak menghadap Allah……, bukan sembarang pakaian, yang kadang asal saja, pakai kaos oblong, pakai jelana jeans belel, rasanya tidak patut kalau kita menghadapa Dzat yang telah menciptkakan kita dengan kondisi seperti itu…..” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, kalau mau ketemu pejabat saja, kita mesti pakai pakaian yang bagus, kenapa justru ketika hendak bertemu Allah kita mengenakan pakaian ala kadarnya, padahal kalau ke undangan atau kepesta, pakaian yang dikenakan bagus-bagus………..” kata Maula menambahkan.

“Sikap seperti itulah yang harus kita ubah Nak Mas, tidak ada larangan mengenakan pakaian yang bagus untuk bertemu pejabat, tidak ada pantangan untuk mengenakan pakaian mahal ketika pergi undangan, pun seharusnya kita akan lebih berhati-hati dalam memilih dan mengenakan pakaian ketika kita hendak menghadap Allah, karena selain masalah etika kita kepada Allah, berpakaian dengan baik ketika kita kemasjid adalah sebuah perintah Allah yang mestinya kita jaga dan kita junjung tinggi…..” Kata Ki Bi Bijak sambil mengutip ayat Al qur;an:

Hai anak Adam, Sesungguhnya kami Telah menurunkan kepada kalian Pakaian untuk menutup aurat kalian dan Pakaian indah untuk perhiasan. dan Pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Alloh, Mudah-mudahan mereka selalu ingat". (QS. Al A'raaf [7]: 26)

"Hai anak Adam, pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan". (QS. Al A'raaf [7]: 31)

“Subhanallah, betapa sempurna ayat-ayat_Mu ya Rabb……; terima kasih Ki,semoga ana bisa senantiasa mengenakan pakaian dhahir terbaik dan pakaian taqwa juga yang terbaik ya ki….” Kata Maula.

“Insya Allah Nak Mas……” Kata Ki Bijak.

Wassalam

Desember 27,2010

Monday, December 27, 2010

BELAJAR DARI KEKALAHAN

“Gimana nonton bolanya Nak Mas…?” Tanya Ki Bijak.

“Payah ki, Indonesia kalah telak dari Malaysia, 3-0!...” jawab Maula sedikit kesal karena kekalahan yang membuat harapannya dan juga harapan sebagian besar rakyat Indonesia untuk dapat melihat tim garuda juara, menjadi kabur.

Ki Bijak tersenyum melihat mimic Maula yang nampak kesel itu; “Kalah menang dalam sebuah pertandingan itu hal biasa Nak Mas, yang penting kita sudah berjuang semaksimal mungkin untuk meraih kemenangan, mengenai hasil, itu bukan kewajiban kita…..” Kata Ki Bijak coba menghibur.

“Justru disitu masalahnya Ki, permainan Indonesia kali ini, jelek banget, semangatnya payah, mentalnya pun belum apa-apa sudah down, mereka seperti terbebani oleh harapan yang demikian besar dari masyarakat yang menginginkan mereka juara….” Kata Maula.

“Ya sudah Nak Mas, alas an apapun yang kita buat, toh tidak akan mengubah kekalahan menjadi kemenangan, dan beberapun kambing hitam yang akan dikorbankan, tetap saja kenyataannya kita kalah…, sebaik-baik cara untuk mengubah kekalahan menjadi kemenangan adalah instrospeksi dimana kelemahan dan kesalahan kita, untuk kemudian memperbaikinya……” Kata Ki Bijak.

Maula masih diam, fikirannya masih dipenuhi perasaan kesal atas kekalahan tim Indonesia kemarin sore;

“Kemenangan…..adalah buah dari serangkaian proses Nak Mas, secara syariat, kemenangan adalah rangkaian dari proses latihan yang baik, baik itu fisik, mental, strategi, kekompakan, semangat dan berbagai aspek lainnya…., satu saja rangkaian itu putus atau tidak ada, maka kemenangan akan sulit dicapai….”

“Misalnya, latihan fisiknya bagus, strateginya mantap, petihnya oke, tapi semangat dan mental pemainnya jelek, maka akan sulit bagi siapapun untuk menjadi pemenang…….”

“Atau mungkin karena beban yang berlebihan juga bisa ya ki…..?”Kata Maula.

“Ya Nak Mas, bukan hanya dalam sepakbola, harapan, impian, cita-cita atau angan yang muluk dan berlebihan, kerap menjadi boomerang bagi kita, bukan menjadi pelecut semangat, tapi justru menjadi beban yang membelit kita, sehingga kita tidak bisa bermain lepas dan menampilkan apa yang kita punya……” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, setelah kemenangan beruntun kemarin, tim kita disanjung bak pahlawan, tim kita dipuja setinggi langit, tim kita dipuji layaknya selebritis, bahkan ada yang bilang dipolitisasi sedemikian rupa, sehingga mungkin hal ini yang menjadi beban bagi mereka ya ki……” Kata Maula.

“Tim sepakbola kita harus segera berbenah dan belajar dari hal tersebut, jika memang harapa dan pujian yang berlebihan itu membebani mereka, maka jalan terbaiknya adalah melepaskan beban itu sesegera mungkin, dan mengembalikan focus pada pertandingan selanjutnya, bukan berharap pada pujian dan sanjungan dari orang, karena tujuan sebuah tim adalah memenangi gelar kejuaran, bukan mengharap sanjung dan pujian…….” Kata Ki Bijak.

“Pun bagi pribadi kita Nak Mas, kita harus terus menerus mengingatkan diri kita bahwa pujian tidak akan menambah apapun bagi kita kecuali keruagian dan kelalaian……”

“Shalat yang mengharap pujian dari orang lain, riya namanya, dan shalat semacam ini tidak bernilai disisi Allah swt….”

“Sedekah yang mengharap pujian dari orang lain, cari muka namanya, dan sedekah semacam ini, laksana lumut dibebatuan yang licin, yang akan hilang tidak bermakna disisi Allah swt….’

“Pergi haji yang mengharap pujian, sama sekali tidak akan menjadikan orang yang melakukannya menjadi manusia yang lebih baik setelahnya, karena haji yang hanya mengharap pujian dari orang lain, hanya akan menimbulkan sifat sombong dan takabur, mentang-mentang haji, merasa paling benar, mentang-mentang haji, pengennya dihormat terus, pengen disanjung terus……”

“Pun dalam aktivitas apapun, ketika orientasi kita pujian, ketika tujuan kita sanjungan, ketika harapan kita sorak sorai, maka itu sama artinya kita tengah menanam benih kekecewaan…….” Kata Ki Bijak panjang lebar.

Maula menghela nafas panjang, “Benar Ki, pujian sama sekali tidak mendatangkan apapun bagi kita……” Katanya kemudian.

“Ketika kita menolong orang bukan karena Allah, tapi karena ingin disebut orang dermawan, maka nilainya disisi Allah adalah nol besar….”

“Ketika kita mengajak orang untuk beribadah, agar kita disebut dai atau mubaligh, maka nilainya disisi Allah adalah nol besar…”

“Ketika kita menjari orang dengan ilmu pengetahuan, dengan harapan kita disebut orang alim atau ustadz, maka nilainya disisi Allah adalah nol besar….”

“Semua apapun yang kita lakukan, tapi nawaitunya bukan lillahita’ala, maka hakekat nya kita tengah menggali lubang kehancuran kia sendiri…..”

“Karenanya, kita harus selalu mawas diri Nak Mas, kita harus selalu bertanya pada hati kita apakah niat kita sudah lurus, niat kita sudah tulus ikhlas hanya karean Allah swt saja, dan bukan karena yang lainnya…..” Tambah Ki Bijak.

“Iya ki, semoga tim kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari kekalahan ini, dan semoga ana juga bisa terus menerus berinstrospeksi untuk selalu berbuat dan bertindak dengan ikhlas lillahita’ala ya ki…..” Kata Maula.

“Semoga Nak Mas……” Kata Ki Bijak.

“Ayo garudaku….; kita boleh kalah dalam pertempuran…, tapi insya Allah kita akan memenangkan perang ini !! kata Maula sambil mengepalkan tangan.

Ki Bijak tersenyum melihat polah tingkah Maula yang demikian berharap tim kesayangganya menang.

Wassalam

Desember 26,2010

Monday, December 6, 2010

JELANG TAHUN BARU HIJRIAH 1432, MOMENTUM INTROSPEKSI DAN KOREKSI


“Bulan pertama Hijriah bulan Muharram ki, yang kalau ana tidak salah, artinya bulan yang diharamkan untuk berperang;

“Kemudian, bulan yang kedua; Shafar, artinya daun yang menguning; atau ada pula yang mengartikan perjalanan, karena dibulan ini, biasanya masyarakat Arab banyak yang melakukan perjalanan, baik itu untuk berdagang atau untuk mencari air;

“Bulan yang ketiga; Rabi’ul Awwal ,artinya musim semi pertama”

“Bulan yang keempat; Rabi’ults Tsani, artinya musim semi yang kedua”

“Bulan yang kelima; Jumadil Awwal, artinya masa air membeku (musim dingin) yang pertama;

“Bulan yang keenam; Jumadits Tsani, artinya masa air membeku (musim dingin) yang kedua;

“Bulan yang ketujuh Rajab, artinya masa air yang membeku mulai mencair; atau ada juga yang mengartikan bulan yang agung, karena dibulan Rajab ini terjadi peristiwa besar dalam sejarah umat Islam, yaitu peristiwa di Isra’ Mi’raj-kannya Nabi Muhammad Saw”

“Bulan yang kedelapan Sya’ban, artinya lembah-lembah yang mulai ramai digarap penduduk untuk bercocok tanam atau beternak; atau ada pula yang mengartikannya ‘yang bercabang’ karena banyaknya cabang-cabang kebaikan yang terdapat dibulan ini, bahkan Nabi banyak melakukan shaum sunnah dibulan ini..”

“Bulan yang kesembilan, Ramadhan, artinya panas yang membakar;

“Bulan yang kesepuluh Syawwal, artinya peningkatan panas yang membakar tersebut; atau peningkatan kualitas ibadah setelah sebelumnya ditarbiyah dibulan ramadhan..”

“Bulan yang kesebelas Dzul Qa’iah, artinya yang di dalamnya banyak orang yang hanya duduk-duduk karena panasnya udara;

“Dan bulan yang kedua belas,Dzulhijjah artinya yang di dalamnya ada haji ki….” Tutur Maula menjawab pertanyaany gurunya seputar bulan hijriah.

“Alhamdulillah, Aki senang Nak Mas mengetahui dengan baik nama-nama bulan hijriah, dan memang seharusnya seperti itu, kita umat islam seharusnya lebih mengetahui kalender hijriah daripada kalender masehi, hanya sayangnya, sekarang ini, sangat sedikit generasi muda kita yang tahu dan mengenal kalender hijriah seperti Nak Mas….” Kata Ki Bijak senang dengan pengetahuan Maula, sekaligus prihatin dengan minimnya generasi muda sekarang dengan kalender agamanya.

“Iya ki, kalau menyambut tahun baru masehi, hampir semua orang tahu, dan bahkan ada yang turut merayakannya, meniup terompet, kompoi dijalanan dan lainnya, padahal itu sama sekali tidak ada manfaatnya, sementara ketika menyambut tahun baru Islam, mungkin hanya beberapa orang saja yang tahu dan mengambil pelajaran daripadanya……..” Kata Maula lagi.

“Inilah tantangan kita Nak Mas, bagaimana kita ‘mengembalikan’ pola fikir dan pemahaman umat islam kepada yang seharusnya, bukan sekedar merayakan, bukan sekedar ikut-ikutan, bukan sekedar ingin dikatakan tidak ketinggalan zaman…..” Kata Ki Bijak.

“Nak Mas juga masih ingat sejarah singkat penetapan tahun hijriah…?” Tanya Ki Bijak beberapa saat kemudian.

“Dari beberapa literatur yang pernah ana baca, penetapan tahun baru Hijriah ini dimulai pada masa pemerintahan Umar Bin Khattab, tepatnya ditahun kelima masa pemerintahannya, ketika itu Umar menerima surat dari Musa Al As’ari, yang ketika itu menjabat gubernut kuffah; dibuku yang an abaca, isi suratnya kira-kira begini ki….;

“KATABA MUSA AL AS’ARI ILA UMAR IBNUL KHOTHOB. INNAHU TAKTIINA MINKA KUTUBUN LAISA LAHA TAARIIKH.”

Artinya: Telah menulis surat Gubernur Musa Al As’ari kepada Kepala Negara Umar bin Khothob. Sesungguhnya telah sampai kepadaku dari kamu beberapa surat-surat tetapi surat-surat itu tidak ada tanggalnya.

“Setelah menerima surat itu, Sayyida Umar mengumpulkan para tokoh untuk merumuskan tarekh atau kalender Islam…, dalam musyawarah yang dipimpin langsung oleh Sayyidina Umar, ada sahabat yang mengusulkan penanggalan islam dimulai dari tahun kelahiran Nabu Muhammad, ada juga kemudian yang mengusulkan tahun pengangkatan Nabi Muhammad sebagai Rasul, ada pula yang mengusulkan tahun di Isra’ Mi’raj-kannya Nabi Muhammad sebagai awal tahun Hijriah, dan Sayyidina Ali mengusulkan penanggalan tahun hijriah dimulai dari Tahun hijrahnya Nabi Muhammad saw dan kaum muslimin dari Makkah ke Madinah, sebagai symbol berpisahnya kerusakan menuju kebaikan(Mekkah ketika itu disimbolkan tempat kerusakan, dan Madinah sebagai kota penuh cahaya dan ilmu)…..” Tutur Maula menceritakan kembali apa yang pernah dibacanya mengenai sejarah penetapan tahun Hijriah.

Ki Bijak hampir bertepuk tangan mendengar Maula dengan fasih menuturkan sejarah penaggalan Hijriah, namun akhirnya Ki Bijak mengganti tepuk tangganya dengan berdoa ”Yaa Allah, karuniakan ilmu dan hikmah kepada anakku ini, semoga ia kelak bisa menjadi pewaris para alim sebagai penerus dan penegak panji-panji_Mu…..” Doa Ki Bijak dalam hati.

Maula nampak diam, karena ia tidak mendengar doa Ki Bijak;

“Setelah Nak Mas paham mengenai sejarah tahun hijriah, satu hal lagi yang Nak Mas harus pahami, yaitu hikmah dan aktualisasi hijrah dalam kehidupan kita sekarang ini…..” Kata Ki Bijak beberapa saat kemudian.

“Hijrah secara harfiah hijrah artinya berpindah Nak Mas…, sementara secara istilah, Hijrah mengandung dua makna, yaitu hijrah makani dan hijrah maknawi…”

“Hijrah makani artinya hijrah secara fisik berpindah dari suatu tempat yg kurang baik menuju yg lebih baik, seperti Hijrah kaum muslimin dari Mekkah ke Madinah, secara fisik mereka pindah dari negeri penuh kebathilan, menuju negeri penuh ilmu dan harapan….”

“Adapun hijrah maknawi artinya berpindah dari nilai yg kurang baik menuju nilai yg lebih baik dari kebatilan menuju kebenaran dari kekufuran menuju keislaman, ringkasnya hijrah kepada tuntunan Allah dan Rasul-Nya…..” Kata Ki Bijak panjang lebar.

Maula diam sejenak, menyimak penuturan gurunya; “Makna Hijrah yang paling relevan bagi kita untuk saat ini mungkin makna Hijrah maknawi ini ya ki….” Kata Maula sejurus kemudian.

“Aki sependapat dengan Nak Mas, bahwa makna hijrah yang relevan untuk kita saat ini adalah hijrah maknawi, meski negeri kita sekarang ini masih banyak dihiasi oleh berbagai kekufuran dan kejahiliyahan, namun yang paling mendesak saat ini adalah semua kita, yang mengaku muslim, yang mengaku nabinya Nabi Muhammad, yang mengaku kitab sucinya Al qur’an, harus segera ‘hijrah’!!;

“Kita harus segera hijrah dari kebodohan menuju keilmuan, bukan jamannya lagi orang islam tidak bisa baca qur’an, bukan saatnya lagi orang islam tidak mengetahui tarekh nabinya, bukan jamannya lagi orang islam tidak tahu tahun apa yang dipakainya….;

“Kita harus segera hijrah dari kemiskinan menuju kekayaan, bukan jamannya lagi orang islam miskin ilmu, bukan saatnya lagi orang islam miskin ahlaq, bukan jamannya lagi orang islam miskin pengetahuan, bukan jamannya lagi orang islam miskin akidah….., saatnyalah kini umat islam kembali tampil sebagai umat pilihan Allah yang beriman kepada Allah, beramal shaleh dan beramar ma’ruf nahi munkar…”

“Kita harus segera berhijrah dari kurafat menuju kemurnian akidah, tidak jamannya lagi umat islam pergi kedukun, tidak jamannya lagi umat islam memohon pada quburan tua, tidak jamannya lagi orang islam percaya sesajen, bukan jamannya lagi umat islam percaya klenik dan lain sebagainya, kini saatnyalah kita kembali kejalan lurus yang Allah bentangkan untuk kita lalui dengan memurnikan iman dan Akidah kita…."

“Kita harus segera berhijrah dari malas menuju sikap rajin, sudah ketinggalan jaman orang islam shalatnya ketinggalan terus, sudah kuno orang islam zakatnya terlambat terus; sudah bukan zamannya orang islam malas ibadah, sudah termasuk golongan terbelakang kalau masih ada orang islam yang malas baca qur’an, kini saatnyalah kita rajin, kita giat dan semangat untuk mencari keridhaan Allah swt…”

“Dan masih banyak lagi aktualisasi hijrah yang bisa kita lakukan untuk menjadi lebih baik dalam pandangan Allah dan dimata manusia….” Kata Ki Bijak dengan semangat.

“Iya ki, rasanya aneh kalau masih ada orang islam tidak bisa baca qur’an, rasanya mengherankan kalau ada orang yang KTPnya islam tapi shalatnya musiman, jumat saja, atau bahkan idul fitri dan idul adha saja, padahal masjid banyak, waktu ada, badan sehat, apalagi yang menghalangi mereka untuk bergegas menyembah Allah…?” Kata Maula menambahkan.

“Iman Nak Mas, iman yang ada disini……” kata Ki Bijak sambil menunjuk dadanya.

“Iman inilah yang harus segera dibenahi, hati inilah yang harus segera ditata kembali untuk menemukan cahaya ilahiyah yang mungkin tertutup oleh kurafat dan dosa, sehingga tidak lagi mampu menangkap keindahan sinyal-sinyal ilahiyah yang Allah pancarkan…..” Tambah Ki Bijak.

“Mumpung nanti malam momentum peringatan tahun baru hijriyah, ayo kita introspeksi diri, muhasbah, menghitung dan mengkaji lagi apa yang telah kita lakukan setahun kebelakang, untuk kemudian menyempurnakan yang masih kurang, memperbaiki yang rusak, dan menambah yang belum ada, dan itulah makna peringatan tahun baru; untuk introspeksi dan koreksi, bukan sekedar ikut-ikutan dan seremonial belaka….” Kata Ki Bijak member kesimpulan.

“Iya ki…..” Jawab Maula pendek mengakhiri diskusinya dengan Ki Bijak.

Wassalam

30 Dzulhijjah 1431 H/Desember 06,2010