Tuesday, August 19, 2008

SUDAHKAH KITA MERDEKA..?


“Merdeka, dalam arti lain berarti kebebasan dan kemandirian kita untuk berbuat sesuatu yang benar, merdeka artinya kita mampu memfungsikan akal dan fikiran kita secara benar, tanpa ada tekanan atau rintangan dari pihak lain, dan kita, diri kita ini hanya bisa dikatakan sudah merdeka manakala kita sudah terbebas dari kekangan hawa nafsu dan keinginan-keinginan yang membelenggu kita secara berlebihan.........” Kata Ki Bijak.

“Ana masih belum paham ki............” Kata Maula.

“Begini Nak Mas, sebagian kita masih ‘dijajah’ oleh hawa nafsu kita sehingga kita tidak bisa berbuat yang terbaik untuk kepentingan jangka panjang kita, misalnya kita tidak atau belum bisa beribadah kepada Allah secara merdeka, kita masih banyak terbelit oleh kepentingan-kepentingan duniawi kita, sehingga ketika waktu shalat datang, kita tidak bisa dengan segera menunaikannya, karena kita harus memenuhi ‘kewajiban’ terhadap duniawi kita, kita masih terbelenggu pekerjaan kita, kita masih terbelenggu urusan kita, kita masih terbelenggu oleh hobi kita, kita masih terbelenggu oleh berbagai hal yang mengikat kita sehingga kita tidak bisa shalat tepat waktu misalnya..............” Kata Ki Bijak.

“Demikian pun dengan ‘penjajahan’ yang datang dari keinginan-keinginan kita yang berlebihan....yang dilandasi oleh hawa nafsu..., benar, keinginan adalah sebuah fitrah manusia, kita ingin maju, kita ingin memiliki harta, kita ingin naik jabatan, kita ingin punya rumah, kendaraan dan lainnya, tapi ketika keinginan-keinginan itu tidak terkendali, maka keinginan-keinginan kita itu akan berbalik arah dan menjajah kita dengan berbagai angan semu dan kesibukan.......”

“Nak Mas perhatikan banyak orang yang setelah kerja, masih harus kerja lagi, karena ingin mendapatkan tambahan penghasilan untuk memenuhi keinginannya, bukan lagi untuk memenuhi kebutuhannya......”

“Nak Mas juga bisa lihat bagaimana mereka yang sudah berpenghasilan besar, masih mencari dan menerima eceran dari suap atau bahkan korupsi, dan apalagi alasannya kalau bukan karena mereka telah ‘dijajah’ hawa nafsunya.....”

“Nak Mas juga bisa lihat bagaimana mereka yang sudah memiliki jabatan, kasak-kusuk kesana kemari demi untuk mempertahankan jabatannya dengan cara-cara yang cenderung menyimpang, dan inipun tidak terlepas dari adanya belenggu penjajahan dalam diri orang tersebut.....”

“Bahkan masih sangat banyak orang yang ‘rela’ kehilangan waktunya untuk beribadah kepada Allah hanya karena mementingkan motor atau mobilnya yang kotor kehujanan, mereka basah-basahan mencuci kendaraannya ditengah kumandang adzan yang memanggilnya.....”

“Dan masih banyak lagi ironi betapa ditengah kemerdekaan yuridis negara kita ini, masih banyak orang-orang yang rela menggadaikan kehormatan dan harga dirinya demi setumpuk uang atau jabatan yang mereka anggap sebuah kemuliaan, ini sebuah kekeliruan besar, ini adalah sebuah bentuk penjajahan terhadap fitrah kemanusiaan yang seharusnya menjunjung tinggi harkat dan martabat dan fitrah kemanusiaannya........” Kata Ki Bijak panjang lebar.

“Iya ya ki, sayangnya sedikit sekali orang yang menyadari bahwa dirinya sedang dijajah oleh nafsu dan keinginannya ya ki......” Kata Maula.

“Memang sangat sulit membedakan mana yang kebutuhan dan mana yang bukan, keduanya sangat samar, dan jika kita tidak pandai memilih dan memilahnya, maka kita akan terjebak dalam perbudakan hawa nafsu yang senantiasa mendorong kita untuk memforsir waktu dan tenaga kita untuk mencapai keinginan-keinginan tersebut.......” kata Ki Bijak.

“Ki, tadi Aki mengatakan bahwa secara fitrah memang manusia dikarunai hasrat terhadap sesuatu, lalu dimana letak ‘bahayanya’ ketika kita memforsir waktu dan tenaga kita untuk memenuhi keinginan-keinginan tersebut ki.....?” Tanya Maula.

“Pertama yang harus kita ingat adalah bahwa waktu kita, hidup kita ini sangat-sangat terbatas, paling banter enam puluh atau tujuh puluh tahun saja, kalau kita menghabiskan waktu yang sangat singkat itu hanya untuk mengejar ‘sesuatu’ yang berbalut nafsunya, sangat mungkin kita akan kehilangan momen-momen berharga untuk beribadah kepada Allah......”

“Aki sering mendengar orang malas kemasjid, karena kelelahan, Aki juga sering mendengar orang shubuhnya kesiangan karena pulang larut malam, Aki juga sering mendengar orang tidak sempat baca qur’an karena rutinitas dan kesibukan yang demikian sarat, Aki juga sering mendengar orang jarang silaturahim karena waktunya habis untuk mengejar uang dan uang, dan masih banyak lagi berbagai hal yang harusnya menjadi prioritas kita, justru terhalang oleh kepentingan-kepentingan sesaat yang tak jarang melalaikan.........” kata Ki Bijak.

“Yang kedua, keinginan-keinginan yang dilandasi oleh hawa nafsu, merupakan benih potensial untuk melahirkan kekufuran dan membunuh rasa syukur kita kepada Allah swt, kita sering lalai dalam melihat apa yang telah Allah karuniakan kepada kita, hanya karena kita selalu ‘tengadah’, selalu melihat keatas, selalu mengumbar angan kita, selalu membebaskan khayalan kita, selalu menumbuh suburkan andai kata dan misalnya dalam benak kita, ingin ini dan ingin itu, dan orang yang masih terjebak dalam kubangan seperti ini, dalam hemat Aki bukanlah orang yang merdeka...................” Kata Ki Bijak.

“Ki, lalu adakah sarana untuk kita membebaskan diri dari kekangan hawa nafsu dan perbudakan keinginan-keinginan yang tanpa batas itu ki......?” Tanya Maula.

“Sekarang ini kita sudah masuk dipertengahan bulan sya’ban, dan insya Allah beberapa hari kedepan, kita akan memasuki gerbang ramadhan, ini sebuah momentum yang sangat baik bagi kita untuk bisa benar-benar menjadi orang yang merdeka, merdeka secara lahiriah, dan merdeka pula secara bathiniah kita...........” kata Ki Bijak.

“Ki, bagaimana ramadhan bisa membebaskan kita dari ‘penjajahan’ bathiniah itu ki.......?” Tanya Maula.

“Nak Mas masih ingat apa arti ramadhan.......?” Tanya Ki Bijak.

“Iya ki, secara etimologi, Ramadhan terambil dari akar kata Ramidha yarmidhu yang artinya Panas, terik yang membakar, yang kemudian secara terminologi Ramadhan diartikan bulan untuk membakar dosa-dosa dengan cara shaum.......” kata Maula.

“Sementara shaum sendiri terambil dari kata Al Imsak, yang artinya Menahan diri, yang secara syar’i shaum didefinisikan Menahan diri dengan niat dari hal-hal yang membatalkanya, seperti makan,minum dan berhubungan dengan istri, dari mulai terbit fajar sampai matahari terbenam, ki......................” sambung Maula.

“Benar Nak Mas, itu arti dan definisi secara bahasa dan definisi formal, lebih dari itu, shaum secara fungsional memiliki berbagai fungsi yang salah satunya adalah sebagai sarana Tarbiyah bagi irodah kita -Tarbiyatul lil iradah- , terhadap hawa nafsu kita, terhadap keinginan-keinginan kita, terhadap kehendak-kehendak kita... ,

“yang berarti shaum merupakan sarana bagaimana kita mengendalikan keinginan-keinginan kita itu agar tetap selaras dengan fitrah kemanusiaan kita, kita dilatih untuk menahan diri dari keinginan dan rasa lapar kita, bahkan terhadap makanan dan minuman yang halal sekalipun, kita juga dilatih untuk menahan furuj’ kita terhadap istri yang sah sekalipun....,

“logikanya kalau selama shaum kita mampu menahan dan mengendalikan diri dari hal-hal yang halal, maka selepas shaum harusnya kita mampu menahan diri dari hal-hal yang jelas haram dan melanggar aturan..............” kata Ki Bijak.

“Barang siapa orangnya yang mampu menunaikan shaum dengan benar, mereka akan mendapat predikat faidzin, orang yang kembali dengan kemenangan, yang dalam arti lain, orang yang shaumnya benar, akan menjadi manusia ‘merdeka’ dari perbudakan nafsu dan keinginan kita yang tanpa batas..........” sambung Ki Bijak lagi.

“Semoga kita diberi kesempatan oleh Allah untuk sampai kebulan kemenangan itu ya ki..........” kata Maula penuh harap.

“Semoga Nak Mas, dan sebaik-baik orang yang menunggu, adalah dengan menyiapkan diri kita, baik secara fisik dan mental agar kelak, jika Allah benar-benar memberi kita kesempatan untuk bertemu ramadhan lagi, kita sudah siap dan tidak gagap dengan apa yang harus kita lakukan dibulan ampunan itu......” kata Ki Bijak.

“Jangan sampai setelah kita menunggu kedatangan bulan ramadhan, kemudian ketika kita sudah berada didalamnya, kita membiarkannya berlalu begitu saja, tanpa berbuat sesuatu untuk kebaikan kita...., ibarat kereta api Nak Mas, bulan ramadhan akan berlalu sekejap saja, barang siapa yang tidak siap-siap untuk naik ke gerbong kereta yang lewat itu, maka ia harus menunggu kereta berikutnya, dengan resiko ia terlambat atau bahkan tidak mendapat kereta sama sekali, karena umurnya keburu habis................”Kata Ki Bijak.

“Betapa ruginya ya ki, kalau sudah lama-lama menunggu, tapi pas ramadhan datang kita terlewat..........” Kata Maula.

“Karenanya agar kita tidak merugi, mari kita gunakan beberapa kedepan untuk bersiap-siap menyambut tamu agung itu, agar kita menjadi orang-orang beruntung nantinya, insya Allah...........” kata Ki Bijak.

“Iya ki, terima kasih.............” kata Maula sambil pamitan.

Wassalam

August 13,2008

SIAPA MAU MENYELAM, IA AKAN MENEMUKAN MUTIARA


“Al Qur’an, dalam hemat Aki seperti samudra yang luas dan dalam Nak Mas..............” Kata Ki Bijak, menyikapi pertanyaan Maula sedalam dan seluas apa al qur’an .

“Maksudnya ki........?” Tanya Maula.

“Setiap orang akan memiliki pandangan dan pemahaman yang sangat mungkin berbeda, tergantung siapa dan sedalam apa orang itu mau menyelami kandungan Al Qur’an....., mereka yang hanya melihat al qur’an dari luarnya saja, sangat mungkin akan menemukan al qur’an yang itu sesuatu yang sangat ‘menakutkan’, karena berisi kewajiban-kewajiban dan ancaman bagi mereka yang melanggarnya, persis seperti mereka yang hanya memandang laut dari permukaannya saja, mereka akan menemukan permukaan laut yang senantiasa bergelombang dan menakutkan..................” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, ana kemarin mendapat pertanyaan, kenapa Al qur’an lebih banyak berisi kewajiban-kewajiban yang memberatkan, harus shalat, harus zakat, harus shaum, harus berhaji, harus berjihad dan lain sebagainya........” Kata Maula.

“Apa jawaban Nak Mas......?” Tanya Ki Bijak.

“Ana belum memberikan jawaban ki..........” Kata Maula.

“Shalat, zakat, shaum, haji akan sangat ‘menakutkan’ bagi mereka yang belum memahami hikmah yang terkandung dibalik kewajiban-kewajiban itu, persis seperti mereka yang melihat laut dari kejauhan, hanya mendengar katanya, tanpa mau menyelam lebih dalam untuk melihat keindahan apa yang terkandung didalam lautan yang dalam itu...........” Kata Ki Bijak.

‘Sebaliknya, mereka yang mau menyelam kedalam dasar lautan, didalam sana mereka akan menemukan ‘mutiara’ yang sangat banyak dan indah, mereka akan menemukan taman-taman laut yang mempesona, mereka akan melihat keragaman hayati yang menakjubkan, mereka yang mau menyelam, akan menemukan banyak sekali keindahan yang tak pernah mereka bayangkan atau mereka temukan sebelum mereka menyelam kedalam lautan yang mereka anggap menakutkan itu.........” kata Ki Bijak.

“Demikian pun dengan al qur’an Nak Mas, jika kita mau menyelami kandungan al qur;an dengan benar dan bijaksana, niscaya kita akan menemukan kilauan permata dan mutiara yang tiada terhingga dari kedalaman tata bahasa al qur’an, dari ketinggian nilai dan norma yang terkandung al qur’an, kita akan menemukan kebenaran dan keluhuran dari ajaran dan tuntunan al qur’an, kita akan terpesona betapa al qur’an itu indah dan menakjubkan.............”

“Sayangnya sebagian dari kita lebih memilih untuk menjaga jarak dengan al qur’an, kita lebih senang mendengar ‘katanya’ al qur’an itu begini dan begitu, tanpa mau membuka dan mengkaji terlebih dulu kebenaran berita-berita bohong tentang al qur’an yang sangat mungkin dihembuskan oleh mereka yang tidak menyukai al qur’an...............” kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki, dari sekian juta orang Islam dinegeri ini, mungkin lebih dari 90%_nya memiliki al qur’an dirumahnya, tapi sayangnya, hanya sebagian kecil saja mereka yang mau membacanya, dan kalaupun membacanya, hanya sebagian kecil saja yang mau memahami isinya secara benar, dan akan lebih kecil lagi prosentase mereka yang mengamalkan kandungan al qur’an..........” kata Maula.

“Benar Nak Mas, budaya membaca al qur’an, sudah sedemikian jauh tergeser oleh kebutuhan bacaan-bacaan lain, seperti koran dan bacaan lainnya, dan mau diakui atau tidak, hal inilah yang kemudian menjauhkan sebagian kita dari al qur’an, yang pada akhirnya kita mendapati mereka-mereka yang memiliki pandangan yang sangat dangkal terhadap al qur’an.................” kata Ki Bijak.

“Ki, bagaimana kita bisa menemukan keindahan dan kebenaran Al qur’an ki.....?” Tanya Maula.

“Seperti Aki katakan tadi, untuk menemukan mutiara dan pesona al qur’an, kita harus benar-benar masuk dan menyelami kedalaman isinya dengan penuh kesabaran, tadaburi bacaanya ayat demi ayat, pahami kandungannya bagian-demi bagian, semakin dalam kita menyelam, semakin banyak mutiara dan keindahan yang akan kita temukan, betapa syariat shalat yang terlihat begitu memberatkan ketika kita melihatnya sepintas, akan menjadi sesuatu yang indah dan menakjubkan, betapa syariat zakat yang begitu meresahkan, akan menjadi untaian keindahan yang tiada ternilai hikmahnya, betapa shaum yang begitu ‘menyengsarakan’, akan menjadi sesuatu yang sangat kita rindukan, begitupun dengan haji dan kewajiban-kewajiban lainnya, akan sangat indah dan mempesona..............” Kata Ki Bijak.

“Akan halnya dengan jihad ki, yang dianggap oleh sebagian orang sebagai sesuatu yang sangat memberatkan....?” Tanya Maula.

“Jihad bukanlah sesuatu yang berat bagi mereka yang merindukan ridha dan surga Allah swt, bahkan mereka akan sangat merasa rugi manakala mereka kehilangan kesempatan untuk berjihad dengan harta dan jiwanya...................” Kata Ki Bijak.

“Betapa indah ya ki, seandainya kita sudah bisa menyelami al qur’an dengan baik dan benar...............” Kata Maula.

“Indah sekali Nak Mas, ketika kita sudah masuk dan menyelami al qur’an, kita pasti akan enggan untuk keluar darinya, dan kita akan merasa rugi ketika meninggalkannya.....” Kata Ki Bijak.

“Ana ingin sekali bisa seperti itu ki............” Kata Maula.

“Mulailah dari sekarang Nak Mas, jadikan al qur’an sebagai bagian dari kehidupan kita, jadikan al qur’an imam kita, jadikan al qur’an sebagai satu-satunya referensi kita, baca al qur;an setiap saat, dimanapun, kapanpun, sempatkan untuk membaca dan mentaburi al qur’an, insya Allah setelah sekian lama, Nak Mas akan merindukan saat-saat kebersamaan dengan al qur’an.........” kata Ki Bijak.

“Iya ki, ana kadang masih suka merasa aneh, manakala kita ketinggalan handphone, rasanya ada sesuatu yang kurang, tapi ketika kita tidak bawa al qur’an, sepertinya biasa-biasa saja, bahkan membawa al qur’an cenderung menjadi beban bagi sebagian orang.........” kata Maula.
“Kebiasaan itu yang harus kita ubah Nak Mas, kalau kita memerlukan handphone sebagai kebutuhan kita, seharusnya kita lebih memerlukan al qur;an untuk senantiasa berada bersama kita, tidak salah kita bawa handphone karena itu memang sebuah kebutuhan, tapi akan menjadi salah menurut Aki, kalau kebutuhan kita terhadap handphone mengalahkan kebutuhan kita terhadap al qur’an...............” kata Ki Bijak.

“Iya ki, padahal sekarang ini, al qur’an bisa dengan mudah diakses lewat internet, baik murotal, tafsir, maupun mushafnya, tapi ya itu tadi, masih sangat jarang yang mau memanfaatkannya.............” kata Maula.

“Selama kita belum merasakan bahwa al qur’an adalah kebutuhan kita, maka kecenderungan kita untuk meninggalkan al qur’an masih akan terus berjalan, karenanya, ubah pola pikir kita, bahwa al qur’an adalah sebuah kebutuhan yang harus kita penuhi, melebihi kebutuhan kita terhadap kebutuhan-kebutuhan lainnya......................” kata Ki Bijak.

“Siapa mau menyelam, ia akan menemukan mutiara ya ki..............” kata Maula mengulang perkataan gurunya diawal.

“Ya Nak Mas, siapa mau menyelam, ia akan menemukan mutiara, maka bersiaplah untuk menyelam dan bersiaplah untuk menemukan keindahan dan keagungan didalam al qur’an....” kata Ki Bijak.

“Iya ki, semoga ana bisa menemukan mutiara dan keindahan al qur’an.........” kata Maula.

Ki Bijak tersenyum, “Semoga Nak Mas....................” Kata Ki Bijak.

Wassalam

August 11,2008.

SIAPA MENANAM, IA AKAN MENUAI


"Tentu beda Nak Mas, menyalurkan infaq kepada fakir miskin, berbeda dengan ketika kita memberi uang kepada pengemis............” Kata Ki Bijak, menjawab pertanyaan apakah penyaluran dana infaq kepada fakir miskin sama dengan kita memberi kepada pengemis.

“Dimana bedanya ki...............?” Tanya Maula.

“Fakir dan miskin adalah orang yang membutuhkan, yaitu orang yang tidak memiliki apa yang dibutuhkannya, misalnya mereka tidak memiliki uang untuk membeli kebutuhan hidupnya, mereka tidak memiliki beras, lauk dan kebutuhan pokok lainnya, sebagaimana sabda Rasulullah ketika beliau ditanya tentang orang miskin, beliau menjawab; ‘Orang miskin bukanlah orang yang berkeliling meminta-minta, lalu diberi
sesuap atau dua suap, satu buah kurma atau dua buah, orang miskin adalah Alladzii laa yajidu ghinan yu’niiHi, wa laa yufthaanu laHu fayutashaddaqa alayHi wa laa yas-alun naasa syai-an, yang artinya orang miskin adalah Orang yang tidak memiliki sesuatu yang dapat menutupi kebutuhannya, dan kondisinya tidak diketahui sehingga diberi shadaqah, maka ia diberi zakat dan dia tidak meminta-minta (HR Bukhari dan Muslim).

“Atau orang miskin adalah orang-orang yang bekerja serta memiliki pendapatan, namun tidak mencukupi kebutuhan hidupnya, sebagaimana firman Allah swt;


79. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan Aku bertujuan merusakkan bahtera itu, Karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.

“Pada ayat tersebut di atas mereka disifati dengan sifat miskin, padahal mereka memiliki kapal laut dan memperoleh pendapatan…..” sambung Ki Bijak.

“Lalu akan halnya pengemis ki……….?” Tanya Maula.

“Pengemis, dalam hemat Aki, lebih pada sikap mental seseorang Nak Mas……” Kata Ki Bijak.

“Maksudnya ki………?” Tanya Maula.

“Ada banyak orang yang secara lahiriyah tidak termasuk dalam kategori miskin sebagaimana Aki dijelaskan tadi, tapi mereka tetap meminta-minta, mereka masih mau makan dari uang infaq, mereka masih berharap untuk menerima sedekah dari orang lain, bahkan Aki masih sering melihat orang-orang yang ‘gagah’ berseragam, dan mungkin memiliki posisi tertentu, masih senang menadahkan tangannya untuk menerima pemberian orang lain, orang-orang semacam inilah yang dalam pandangan Aki termasuk kedalam kategori pengemis, terlepas dari berapapun pendapatanya, terlepas dari kondisi bahwa mereka mampu mencukupi kebutuhan hidupnya dari hasil kasabnya…………., dan mereka dalam kategori ini memang sebaiknya tidak dimasukan kedalam golongan yang menerima infaq…” Kata Ki Bijak.
“Kenapa Ki……….?” Tanya Maula.

“Karena mereka sebenarnya lebih membutuhkan pemulihan mental dari sekedar uang untuk memenuhi kebutuhannya, mereka perlu dibimbing dan dididik serta disadarkan bahwa tangan diatas, jauh lebih baik dari pada tangan dibawah, mereka perlu disadarkan bahwa meminta-minta, bukanlah sebuah alternatif terbaik bagi mereka, sementara sebenarnya mereka masih punya potensi untuk mendapatkan penghasilan secara layak………….” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, sekarang ini memang agak dilematis ketika kita dihadapkan pada pilihan apakah akan memberi sedikit uang pada pengemis atau tidak memberinya…., kalau kita kasih terus, mereka malah keenakan dan tidak mau berusaha, sementara kalau tidak dikasih, kadang ada rasa iba juga ki, jangan-jangan mereka memang benar-benar belum makan lainnya………” Kata Maula.

“Karenanya kita harus mampu memilah dan memilih kepada siapa saja kita harus berinfaq dengan tujuan untuk membantu, dan kepada siapa kita harus berkata ‘ma’af, dengan tidak memberi mereka uang, bukan karena kita benci, tapi itulah salah satu cara kita mendidik mereka dan agar mereka berfikir dengan bijak……..” Kata Ki Bijak.

“Syukurlah ki, jelas bagi ana sekarang bahwa penyaluran infaq kemarin itu benar-benar kepada orang fakir & miskin sebagaimana Aki jelaskan tadi, ana khawatir penyaluran infaq kemarin salah sasaran, karena beberapa orang berpendapat bahwa menyalurkan infaq kepada fakir miskin yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dari hasil usahanya itu relatif sama dengan memberi uang kepada pengemis…….” Kata Maula.

“Memang sangat samar sekali Nak Mas, sangat sulit membedakan mana orang yang benar-benar miskin, dan orang-orang yang memiskinkan dirinya dengan lebih mengutamakan meminta-minta daripada menyempurnakan kasabnya……” Kata Ki Bijak.

“Mungkin sebagian mereka terjebak pada idiom yang salah ya ki………” Kata Maula.

“Idiom apa Nak Mas….?” Tanya Ki Bijak.

“Itu ki, orang-orang sering menggunakan istilah Take and Give, menerima dan memberi, mestinya Give dan Take kali ya ki, memberi dulu, baru menerima…………….” Kata Maula.

“Itukan hanya istilah Nak Mas, meski mungkin juga benar adanya, tapi kalau kita mau belajar, hanya mereka yang mau menanam sajalah yang akan menuai hasilnya, tidak ada buah yang akan bisa dipetik kalau kita tidak pernah menanam……..” Kata Ki Bijak.

“Menanam dulu, baru menuai hasilnya ya ki……………” Kata Maula

“Benar Nak Mas, atau dalam kata lain, memberikan tenaga dan pikiran dulu, melakukan sesuatu dulu, atau menanam dulu, baru kita menerima imbalan, bukankah ditempat Nak Mas bekerja pun demikian….?’ Nak Mas bekerja dulu, baru kemudian diakhir bulan Nak Mas mendapatkan imbalan atas kerja Nak Mas sebulan sebelumnya……?” Kata Ki Bijak.

“Benar ki, sangat jarang ada orang yang mendapatkan pendapatan dimuka, baru kemudian baru bekerja…………….” Kata Maula.

“Lalu apa pertimbangan Nak Mas mau melakukan pekerjaan dulu, kemudian baru menerima upah………..?” Tanya Ki Bijak.

“Karena adanya jaminan dari perusahaan untuk membayar gaji diakhir bulan…….” Kata Ki Bijak.

“Nak Mas yakin dengan jaminan itu……?” Tanya Ki Bijak.

“Iya ki, kami terikat kontrak kerja yang salah satu isinya adalah syarat dan ketentuan kerja dan upah yang akan kami terima, jadi dengan kontrak itulah kami mendapatkan jaminan dari perusahaan untuk mendapatkan upah diakhir bulan…..”Kata Maula.

“Aki menggaris bawahi kata ‘yakin’ dan ‘keyakinan’ yang Nak Mas katakana barusan, dan hal itu benar, kita harus memiliki keyakinan agar kita dapat berbuat sesuatu dengan baik dan benar serta ikhlas, pun demikian halnya dengan ibadah kita Nak Mas, Allah menjanjikan pahala untuk shalat yang kita dirikan, Allah menjanjikan imbalan yang berlipat atas infaq, sedekah dan zakat yang kita tunaikan, Allah menjanjikan pahala untuk semua amaliah kita, baik yang besar atau yang tak terlihat sekalipun, yang kita butuhkan dan harus kita bangun sekarang adalah bagaimana keyakinan akan kebenaran janji Allah itu tertanam dan mengakar dihati kita, bagaimana keyakinan itu melandasi dan menggerakan setiap amaliah kita, karena tanpa itu, kita akan banyak bertanya dan malas-malasan dalam beramal………….”Kata Ki Bijak.

“Iya ki, terima kasih, semoga ana dikaruniai Allah kemampuan untuk menanam, sebelum ana benar-benar memetik buahnya………..” Kata Maula.

“Insya Allah Nak Mas, tanamlah selaksa kebaikan, kapanpun, dimanapun, dengan cara apapun yang Nak Mas punya dan Nak Mas mampu melakukannya, dan Nak Mas tidak perlu risau dengan hasilnya, karena Allah yang telah menjamin barang siapa berbuat kebajikan seberat zarah sekalipun, maka ia akan menuai buah dari apa yang ditanamnya………….” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, sekali terima kasih…………..” kata Maula sambil menyalami gurunya.

Wassalam

July 31, 2008

PENTINGNYA MENJAGA FITRAH

“Iya Nak Mas, Aki pun mendengar berita itu........” Kata Ki Bijak mengomentari cerita Maula tentang kekejaman seorang anak manusia yang ‘tega’ menghilangkan nyawa orang lain tanpa hak.

“Kenapa ada orang yang seperti itu ki...........?” Tanya Maula.

“Aki tidak tahu persis Nak Mas, tapi boleh jadi kenyataan ini adalah pembenaran dari apa yang ditulis Iman Ghazali bahwa dalam diri manusia terdapat perpaduan antara sifat-sifat Ilahiyah, seperti sifat kasih sayang, mencintai, menolong sesama, sabar dan lainnya, kemudian sifat-sifat syaitoniyah, seperti sombong, ujub, takabur, dan ingkar, kemudian lagi ada sifat bahimiyah, yaitu sifat-sifat dan nafsu kehewanan, seperti tidak tahu malu, rakus, serakah dan tamak, serta Sabaiyah, sifat-sifat kebuasan layaknya binatang buas........” Kata Ki Bijak.

“Lalu ki........?” Tanya Maula.

“Keempat sifat yang ada dalam diri kita ini, setiap hari dan setiap saat ‘bertempur’ untuk menjadi siapa yang paling dominan, ketika sifat-sifat Ilahiyah kita menang dan menjadi dominan dalam diri kita, maka kita akan menjadi seorang manusia yang baik, menjadi manusia yang memiliki sifat sabar, menyayangi, dermawan, serta sifat-sifat luhur lainnya.............”

“Sementara ketika sifat-sifat Ilahiyah kita terdesak oleh ketiga sifat lainnya, maka ketiga sifat ‘jahat’ itu akan menampilkan wajah manusia dalam tampilan yang menyeramkan, karena manusia yang sudah didominasi oleh ketia sifat itu akan tampil dengan perpaduan syetan, hewan dan binatang buas, naudzubillah..............” Kata Ki Bijak.


“Naudzubillah......., mengerikan sekali ya ki, ketika sifat sombong, takabur, ingkar berpadu dengan keserakahan dan kebengisan.........., manusia bisa ‘lebih berbahaya’ dari mahluk Allah manapun..........” Kata Maula sambil bergidik ngeri, membayangkan ada manusia bertipe seperti itu.

“Karenanya Nak Mas, kita harus benar-benar menjaga fitrah kemanusiaan kita dengan memperkuat dan mengembangkan sifat-sifat Ilahiyah kita agar tampil dominan dan menjadi ciri dan karakter kita sebagaimana manusia..............” Kata Ki Bijak.

“Bagaimana cara memperkuat dan mengembangkan sifat-sifat ilahiyah kita ki.............?” Tanya Maula.

“Secara lahiriah, kita harus melatih fitrah kemanusiaan itu secara benar dan kontinyu, yang dalam hemat Aki metode latihan untuk memperkuat fitrah ilahiyah kita itu sudah terangkum dalam rukun islam yang Allah syariatkan untuk kita kerjakan Nak Mas........” Kata Ki Bijak.

“Maksud Aki, Syahadat, Shalat, Zakat, Shaum dan pergi ketanah suci merupakan sarana pelatihan untuk menghidupkan dan mengembangkan sifat ilahiyah kita ki....?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, syahadat atau pengakuan kita terhadap eksistensi Allah sebagai satu-satu Ilah yang wajib disembah dan diibadahi, yang tertanam kuat dalam hati seseorang, akan melahirkan kekuatan yang luar biasa untuk ‘mengalahkan’ ketiga sifat lainnya, pun demikian dengan shalat kita, shalat yang didirikan secara benar, akan mampu menjadi proteksi dari perbuatan keji dan munkar bagian orang yang menegakan shalatnya, Nak Mas masih ingat ayatnya..........?” tanya Ki Bijak.

“Ya ki...............” Kata Maula sambil mengutip ayat dimaksdu;

45. Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

“Nak Mas benar, itu ayatnya............” kata Ki Bijak.

“Ki, orang yang sedang kita bicarakan ini katanya guru ngaji dikampungnya, mestinya kan dia juga shalat ki, tapi kenapa justru dia berbuat seperti itu ki...........?” Tanya Maula.

Ki Bijak tersenyum mendengar penuturan Maula, “Nak Mas, kualitas shalat seseorang, yang mampu mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar, tidak bisa diukur dari apakah ia seorang guru ngaji atau seorang kyai sekalipun, kualitas seseorang, secara lahiriah akan dapat dilihat dari bagaimana nilai-nilai shalat itu ‘hidup’ dalam keseharian orang yang mendirikannya, terlepas apakah ia seorang guru ngaji, ustadz atau apapun sebutanya....”

“Bisa jadi mereka yang kita lihat ‘bukan siapa-siapa’, tapi mereka sangat takut kepada Allah dengan menjaga waktu shalatnya, takut kepada Allah dengan menjaga tingkah lakukany, takut kepada Allah dengan menjaga lidahnya dari perkataan dusta dan sia-sia, mereka itulah yang sebenarnya sudah mendirikan shalat dengan benar, dan insya Allah mereka akan mendapati apa yang Allah janjikan bahwa shalatnya akan mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar...............” Kata Ki Bijak.


“Jadi kita harus hati-hati ya ki, kalau kita sudah shalat, tapi kita masih sering berkata dusta, masih sering ngomongin orang, masih sering merasa iri pada orang lain, atau masih sering melakukan hal-hal yang dilarang Allah...............” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, kita harus merasa khawatir dan segera instrospeksi shalat kita ketika hal tadi masih sering kita rasakan...............” kata Ki Bijak.

“Bagaimana halnya dengan shaum dan zakat, yang mampu menumbuhkan dan memperkuat fitrah insani kita ki..................?” Tanya Maula, menyambung penjelasan diatas.

“Salah satu nilai tertinggi dari shaum dan zakat adalah adalah keduanya mendidik kita untuk mampu berempati dengan sesama kita dengan berbagi apa yang Allah karuniakan kepada kita, kita dilatih untuk menjadi penyabar, penyantun, penyayang, pemberi dan dermawan, dan mereka yang ‘lulus’ dalam pelatihan ini, insya Allah akan memiliki kekuatan sifat-sifat ilahiyah dalam dirinya, karena dia mampu meneladani sifat rahman rahim_nya Allah, mereka juga mampu meneladi sifat-sifat sabar dan penyantunnya Allah, dan ini adalah latihan yang paripurna bagi mereka yang ingin ‘memenangkan’ sifat ilahiyahnya atas ketiga sifat lainnya............” Kata Ki Bijak.

“Akan halnya dengan ibadah haji ki............?” Tanya Maula lagi.

“Benar Nak Mas, salah satu nilai yang terkandung dalam ibadah haji adalah apa yang diajarkan dengan syariat wukuf padang Arofah, kata Arofah ini, menurut sebagian ulama bermakna Arofa, ya’rifu, Arifin, Makrifat......, yang bisa berarti tahu atau mengenal Allah yang kemudian mampu berbuat arif dan bijaksana, jadi tidak mungkin orang yang haji bener, tapi masih melakukan maksiat, dan bukankah ini juga sebuah latihan yang baik untuk peningkatan kualitas sifat ilahiyah kita Nak Mas, dengan mengenal Allah, dengan mengenal kebijakan-kebijakan_Nya.....” Kata Ki Bijak.

“Subhanallah, betapa sempurna syariat Allah ya ki....................” Kata Maula.


“Pasti sempurna Nak Mas, hanya kadang kitanya yang terlalu banyak menawar, dan cenderung sok tahu, sehingga kita lebih sibuk mencari dalih untuk menggugurkan kewajiban-kewajiban itu dari pada melaksanakan dan menemukan hikmahnya..................” kata Ki Bijak.

“Ya Allah, mudahkan hamba untuk menjalankan syariat_Mu, dan jauhkan hamba dari perbuatan keji dan munkar, serta jauhkan hamba dari kejahatan mahluk_Mu yang dhalim...................” Kata Maula, memanjatkan doa.

“Amiiiin............” Tambah Ki Bijak.


Wassalam



Juli 23, 2008

BUSANA MUSLIMAH, ADUH CANTIKNYA.......


“Cantik sekali anak-anak ini Nak Mas..........” Kata Ki Bijak mengomentari photo-photo anak-anak berbalut busana muslimah.

“Iya ki, ana sampai pangling melihat mereka dengan penampilan seperti itu, jauh lebih cantik dan lebih anggun..............” Tambah Maula.

“Photo ini dalam rangka apa Nak Mas.......?” Tanya Ki Bijak.

“Lomba Busana muslimah ki, seminggu ini kami mengadakan berbagai lomba untuk mengisi liburan sekolah, ada MTQ, MHQ, busana muslim, puisi, ceramah, lomba adzan, kaligrafi dan insya Allah besok cerdas cermat islami ki..........” Kata Maula.

“Syukurlah Nak Mas, kita memang harus berlomba dengan kegiatan-kegiatan lain yang sangat jauh dari nilai dan norma agama yang kita anut...........” kata Ki Bijak.

“Iya ki, ide untuk mengadakan lomba ini pun salah satunya adalah karena keprihatinan kami melihat tontonan dan acara di TV yang banyak menampilkan lomba-lomba yang cenderung mengexploitasi anak, anak ‘dipaksa’ untuk keluar dari dunianya,mereka dipaksa untuk berdandan ala artis,make-up tebal,pakaian minim dan penampilan yang tak jarang menjurus seronok layaknya artis-artis murahan yang sekarang banyak bermunculan.....................” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, Aki juga prihatin dengan berbagai tontonan semacam itu, sebagian muslimah kita seperti kehilangan identitas muslimahya, mereka lebih senang mengenakan pakaian yang lebih menonjolkan dan mempertontonkan aurat, mereka tidak lagi bangga dengan pakaian dan busana muslimah yang seharusnya merkea kenakan............” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, alasannya pun beragam, katanya busana muslimah yang menutup aurat itu kurang modis, ada lagi yang bilang busana muslim itu kurang sesuai dengan iklim dan budaya indonesia, ada lagi yang mengatakan busana muslim itu ribet, dan masih banyak lagi alasan untuk tidak mengenakan busana muslim......” kata Maula.

“Aki tidak terlalu paham dengan berbagai mode Nak Mas, tapi jika Aki melihat busana muslimah seperti anak-anak ini, Aki sama sekali tidak melihat alasan-alasan yang tadi Nak Mas sebutkan, dengan busana muslimah, anak-anak ini tetap cantik, anggun dan dan berwibawa, selain juga tetap modis, mereka pun tidak ribet-ribet amat dengan busana seperti itu..........” Kata Ki Bijak sambil memperhatikan photo-photo didepanya.

“Dan kalau alasannya budaya, agama bukan budaya Nak Mas, agama juga tidak dibatasi oleh wilayah dan geografis tertentu, ajaran agama adalah sesuatu yang telah ditentukan Allah untuk kita, dan pasti disana ada banyak kebaikan yang terkandung didalamnya, termasuk perintah untuk mengenakan jilbab dan busana muslimah bagi muslimah................” kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki, lalu ada juga yang bilang kalau berjilbab tidak menjamin orang itu sebaik penampilannya, itu bagaimana ki........? tanya Maula.

“Benar Nak Mas, pakaian seseorang tidak menjamin orang yang mengenakannya seperti penampilannya, tapi mari kita berpikir lebih bijak lagi bahwa berbusana muslim dan berjilbab adalah sebuah perintah Allah, itu yang pertama, lalu yang kedua, jika yang berbusana muslimah saja belum menjamin baik-buruknya seseorang, lalu bagaimana dengan pakaian yang mengumbar aurat dan memacu syahwat....?, bukankah itu lebih tidak menjamin lagi Nak Mas..........?’ Kata Ki Bijak.

“Benar ki, dan salah satu tujuan kami mengadakan lomba ini adalah untuk mentarbiyah anak-anak kami untuk bisa berbusana yang layak dan patut sebagai seorang muslimah, syukur kalau nantinya hal ini bisa menjadi contoh bagi ibu-ibu dan remaja putri lainnya untuk berbusana muslimah seperti ini ki.............” kata Maula.

“Semoga Nak Mas, semoga upaya Nak Mas dan rekan-rekan ini setidaknya mampu menghidupkan nilai dan kebanggaan ahwat kita kepada ajaran dan tuntunan agamanya, dan ini menjadi sangat penting artinya ditengah gelombang perubahan pola pikir dan budaya yang sekarang deras melanda ditengah masyarakat kita akhir-akhir ini...............” Kata Ki Bijak.

“Semoga ki, meski sebelumnya kami belum berani berharap terlalu jauh, kami hanya berharap anak-anak kami ini bisa memanfaatkan waktu liburanya untuk sesuatu yang bermanfaat bagi mereka, dan dengan apa yang Aki katakan barusan, kami merasa terpacu untuk bisa berbuat sesuatu yang lebih besar, doa kan ya ki, semoga kegiatan seperti ini bisa rutin dan dalam skala yang lebih besar.............” kata Maula.

“Insya Allah Nak Mas, dan yang jauh lebih penting lagi yang Nak Mas harus tanamkan dari kegiatan seperti ini adalah pemahaman bahwa al qur’an bukan hanya untuk dilombakan dengan membaguskan bacaan dan tilawahnya, tapi yang jauh lebih penting bagaimana agar anak-anak kita dan juga kita sebagai orang tua, mampu memperbagus ucapan dan tindakan kita dengan nilai dan ajaran al qur’an................”

“Kemudian Nak Mas juga harus tanamkan bahwa al qur’an bukan hanya untuk dihafal, karena boleh jadi burung beo pun bisa menghafal surat-surat al qur’an, tapi lebih dari itu, anak-anak kita, dan kita selaku orang tua harus mampu mengaplikasikan dan menghidupkan al qur’an yang dibaca dan kita hafal dalam kehidupan kita sehari-hari................”

“Pun dengan busana muslim, bukan sekedar lomba, bukan sekedar siapa yang paling bagus busananya, siapa yang paling cantik penampilannya, tapi lebih dari itu, dengan balutan busana muslim yang indah, seyognyanya seindah itu pula aklaq, pribadi dan ketaqwaannya kepada Allah swt, itu yang Nak Mas harus tanamkan...............”

“Pun dengan cerdas cermat, puisi dan ceramah, jangan sekedar hafalan, tapi juga harus merupakan pemahaman dan pengertian yang baik, agar mereka tidak terjebak pada lomba tanpa makna.............” Kata Ki Bijak panjang lebar.

“Iya ki, nilai-nilai itu yang ingin kami bangun dengan menghapus kesan bahwa perlombaan ini hanya musiman dan tidak bernilai seperti yang selama ini banyak terjadi, kami ingin membangun pondasi akidah yang benar, pemahaman agama yang benar serta nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ajaran islam............” kata Maula.

“Iya Nak Mas, semoga apa yang Nak Mas dan rekan-rekan niatkan mendapat bimbingan dan ridha Allah swt.........” Kata Ki Bijak.

“Amiin...............” Sambut Maula.

Wassalam

Juli 18, 2008

BAABUL KHOIR

“Photo-photo siapa ini Nak Mas.....?” Tanya Ki Bijak demi melihat beberapa lembar photo anak-anak yang Maula bawa.

“Ooh ini ki, ini anak-anak di Musholla Baabul Khoir, dikampung sebelah.......” Jawab Maula.

“Kelihatannya banyak anak-anak yang ngaji disana Nak Mas.........?” Tanya Ki Bijak lagi.

“Alhamdulillah, anak-anak yang ngaji disana sekitar 40 orang lebih.............” Kata Maula.

“Alhamdulillah, tapi kelihatannya saling berhimpitan ya Nak Mas......?” Tanya Ki Bijak sambil mengamatai anak-anak ngaji yang berjubel.

“Benar Ki, musholla_nya baru setengah jadi, jendala dan pintunya belum terpasang, dan ruangannya juga sudah tidak mampu menampung jumlah santri yang mengaji disana, kasihan mereka ki.................” Kata Maula.

Ki Bijak menarik nafas dalam-dalam, sedikit prihatin mendengar cerita Maula, “Ada rencana pembangunan lagi untuk menyelesaikan dan memperluas musholla Nak Mas..........” Tanya Ki Bijak kemudian.

“Benar ki, ana kemarin silaturahim kesana, dan memang kebutuhan untuk menyelesaikan dan memperluas musholla ini sudah sedemikian mendesak, ana sempat ngobrol dengan ustadz pengasuh disana, dan beliau mengatakan harapan dan keinginannya untuk dapat segera melanjutkan pembangunan musholla ini, tapi ya itu tadi ki, masih terkendala dengan biaya......” kata Maula.

“Siapa pengasuh dan pengajar di musholla Baabul Khoir itu Nak Mas........” Kata Ki Bijak.

“Pak Ustadz Wagimin Ki................” Kata Maula.

“Ustadz Wagimin........sepertinya Aki pernah kenal dengan pak Wagimin, tapi Aki lupa dimana dan kapan.....” Kata Ki Bijak sambil mencoba mengingat-ingat.

“Pak Wagimin dulu bekerja sebagai juru masak disebuah restoran ki, tapi kemudian keluar karena restoran tempatnya bekerja, berubah menjadi tempat yang kurang baik, ada klub malam dan karoke segala, dan Pak Wagimin akhirnya keluar bekerja dari sana.............” Kata Maula.

“Oooh ya Aki ingat sekarang Nak Mas, dan bukankah beliau sekarang membuka warung Nak Mas.....?” Tanya Ki Bijak.

“Benar ki, sekeluarnya dari tempat kerja lama, Pak Wagimin membuka warung, beliau memiliki beberapa warung soto pada awalnya, tapi sekarang tinggal satu gerobak soto saja ki, beliau mangkal didekat pump bensin sana.....” kata Maula.

“Kenapa sekarang tinggal satu Nak Mas.....” Tanya Ki Bijak.

“Pak Wagimin khawatir tidak bisa membagi waktu untuk anak-anak didiknya ki, kalau beliau masih memiliki beberapa warung, otomatis waktunya sedikit tersisa oleh kegiatan usahanya itu, Pak Wagimin memilih untuk mengurangi aktivitas usahanya dan meluangkan waktu lebih untuk para santrinya.......” Kata Maula.

“Memang akan selalu menjadi pilihan yang sangat sulit untuk memilih dua kepentingan yang keduanya sangat-sangat penting Nak Mas, tapi Insya Allah Pak Gimin akan dibimbing Allah untuk menentukan pilihan terbaiknya, sebagaimana beliau dulu memilih keluar dari restauran tempatnya bekerja untuk memulai usaha yang lebih menjanjikan ridha Allah swt..........” kata Ki Bijak.

“Dan apakah karena usahanya berkurang itulah Pak Wagimin belum bisa menyelesaikan pembangunan musholla itu ya Nak Mas.....” sambung Ki Bijak.

“Benar ki, dengan pendapatanya sekarang, Pak Wagimin memerlukan banyak sekali dukungan dana untuk dapat menyelesaikan pembangunan musholla itu, kemarin pun beliau meminta ana untuk membantu mencarikan para hamba Allah yang berkenan membantu menyelesaikan pembangunan musholla itu, waktu itu ana mengatakan insya Allah ana akan bantu, tapi ana belum tahu siapa yang ditunjuk Allah untuk menjadi penegak syiar agama Allah dengan membantu penyelesaian pembangunan musholla Baabul Khoir........” Kata Maula.

“Jangan risau Nak Mas, Nak Mas tidak perlu khawatir tidak akan menemukan hamba Allah yang mau membantu penyelesaian pembangunan musholla baabul khoir, karena Allah yang akan menutun Nak Mas dengan hamba-hamba_Nya yang ditunjuk untuk membantu Pak Wagimin dan warga disana dalam penyelesaian pembangunan musholla........” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, semoga niat luhur Pak Gimin ini mendapat kemudahan ya ki...., sayang sekali kalau semangat anak-anak untuk belajar ngaji dan belajar agama, harus terbentur karena keterbatasan fasilitas yang mendukungnya...............” Kata Maula.

“Semoga Nak Mas, semoga Allah memberikan kekuatan kepada Pak Gimin untuk tetap berjuang menegakan panji-panji_Nya dengan tetap mendidik anak-anak agar menjadi tunas Islam yang unggul dan kuat, dan semoga pula pembangunan musholla ini akan senantiasa diberikan kemudahan oleh Allah, karena musholla dan sarana-sarana pendidikan seperti ini merupakan benteng yang kokoh untuk melindungi akidah anak-anak kita ditengah gencarnya ‘serangan’ berbagai acara TV yang sangat jauh dari nilai-nilai islami.......” Kata Ki Bijak.

“Dengan menyibukan diri untuk mengaji dan belajar dimadrasah atau musholla, setidaknya anak-anak kita tidak terjebak untuk menghabiskan waktunya didepan TV, dengan belajar ilmu-ilmu agama, sistem imun akidah anak-anak kita akan terproteksi dengan wejangan dan ilmu yang diterimanya dari musholla dan madrasah...........” kata Ki Bijak.

“Iya ki, sayangnya masih sedikit sekali diantara kita yang memiliki kepedulian dan pengabdian seperti pak Gimin ya ki..............” Kata Maula prihatin.

“Benar Nak Mas, masih sangat sedikit sekali, jika dibandingkan dengan komposisi umat dinegeri ini, karenanya kita harus mendukung sepenuhnya apa yang pak Gimin sedang rintis sekarang, semoga dengan dukungan kita, ghirah dan istiqomah pak Gimin tetap terjaga, dan semoga pula dengan akan lahir pak gimin-pak gimin lain untuk menyalakan suluh penerang bagi generasi muda kita dimasa sekarang maupun dimasa yang akan datang........” Kata Ki Bijak.

“Nak Mas masih ingat hadits yang menyatakan ‘syarat’ tegaknya dunia.....? Tanya Ki Bijak sejurus kemudian.

“Ya Ki, dunia ini akan tegak dengan ilmunya para ulama, adilnya para pemimpin, hartanya para aghniya dan doanya fakir miskin...............” Kata Ki Bijak.

“Ilmu saja, sehebat apapun ustadz dan kyai itu menyumbangkan ilmunya, tanpa tiga pilar yang lain, tetap akan pincang, seperti contoh pak Gimin ini, beliau mungkin memiliki ilmu yang bisa disumbangkan, tapi beliau juga memerlukan dana untuk fasilitas pendukung pengajiannya, dan itu adalah bagian para aghniya yang diamanahi Allah dengan hartanya.....”

“Pun harta saja tidak cukup untuk menegakan dunia, karena harta yang dihasilkan atau dikelola tanpa ilmu yang memadai, hanya akan menjadi bumerang bagi para pemiliknya, banyak sudah contoh disekitar kita bagaimana mereka yang berharta, justru diperbudak oleh hartanya........., banyak orang yang tidak bisa tidur karena takut mobilnya kecurian, banyak orang yang susah makan karena takut usahanya disaingi orang, dan masih banyak lagi contoh-contoh bagaimana harta mampu memperbudak mereka yang tidak berilmu..........” Kata Ki Bijak lagi.

“Dan untuk Nak Mas, Aki pesan, jangan sampai Nak Mas terbebani atau merasa berat untuk mengemban amanah ini, Aki percaya dan yakin jika Allah tidak semata-mata memberi tanggung jawab dan amanah kepada seseorang, melainkan dibalik semua itu ada hikmah besar yang kelak Nak Mas dapati....., jalani dengan ikhlas, insya Allah Nak Mas akan bisa membantu Pak Gimin untuk menyelesaikan pembangunan musholla.......” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, memang ana masih suka merasakan beban dan tanggung jawab yang besar yang bergelayut dipundak ana, tapi syukurlah nasehat Aki telah mengangkat sebagian beban itu, doa kan ya Ki, semoga ana diberi Allah kemudahan untuk membantu Pak Gimin...........” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum, “Insya Allah Nak Mas...............” Katanya kemudian sambil menerima uluran tangan Maula yang pamitan.

Wassalam

Juli 15, 2008

DARI JEMARIMU YANG LENTIK


“Ki, syukur alhamdulillah, periode pertama penggalangan dana infaq ini mendapat hasil yang lumayan banyak ki, dan kemarin sudah dibagikan kepada anak yatim, dhuafa dan musafir, meskipun tidak besar, tapi para penerima infaq itu sangat bahagia menerimanya, selain karena mendapat uang, mereka juga merasakan kebahagian karena adanya perhatian dari saudaranya, bahkan beberapa orang sempat menitikan air mata ketika menerima uang infaq itu.............” Kata Maula.

“Nak Mas sendiri yang membagikan infaqnya....?” Tanya Ki Bijak.

“Iya ki, ana bersama ustadz dan seorang perwakilan warga setempat yang mengantar kami kerumah-rumah penerima infaq itu..........” Kata Maula.

“Apa yang Nak Mas rasakan ketika berkunjung kerumah para penerima infaq itu...? Tanya Maula.

“Campur aduk ki, ada rasa haru, ada rasa iba, sekaligus ana merasa berdosa ki............” Kata Maula.

“Kenapa Nak Mas merasa berdosa Nak Mas.......?” Tanya Ki Bijak heran.

“Pertama, ana merasa berdosa karena selama ini ana sedikit sekali bersyukur atas apa yang ada pada ana sekarang ini, bahkan tak jarang hati ini masih merasakan kekurangan ki, padahal jika ana bandingkan dengan apa yang ana lihat pada yatim dan dhuafa kemarin, seharusnya ana bersyukur dengan segala nikmat_Nya ki, ana masih memiliki pekerjaan, ana masih memiliki penghasilan, kesehatan, rumah dan lain sebagainya, sementara mereka......, dengan segala keterbatasannya justru lebih bisa bersyukur daripada ana............” Maula tidak mampu lagi meneruskan ceritanya, dadanya penuh sesak oleh beban dan perasaan bersalah yang ada.

Sejenak Ki Bijak membiarkan Maula untuk larut dalam perasaannya.

“Nak Mas...., Aki justru senang ketika Nak Mas bisa merasakan kekurangan Nak Mas selama ini, dan itulah kenapa Aki selalu mendorong Nak Mas untuk lebih banyak bergaul dan mengenal mereka, kaum dhuafa, fakir miskin dan yatim, agar Nak Mas bisa belajar untuk dapat menerima dan mensyukuri keadaan Nak Mas sekarang ini......., Aki maklum kalau Nak Mas masih sering diliputi keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari sekarang, karena selain faktor lingkungan dan orang-orang disekitar Nak Mas, Nak Mas juga masih relatif muda, sehingga gejolak keduaniaan Nak Mas masih sangat besar, Aki berharap dengan apa yang Nak Mas temukan kemarin, Nak Mas akan mendapat penyeimbang antara keinginan Nak Mas dan rasa syukur kita kepada Allah swt....” Kata Ki Bijak.

“Iya ki.........” kata Maula pendek.

“Ki, Ana juga merasa bersalah karena ternyata mereka ada disekitar ana ki, dibelakang komplek yang jaraknya hanya terpisah lapangan bola, tapi selama ini ana seperti menutup mata dan telinga dengan keadaan mereka ki, ana tidak pernah tahu sudah berapa lama mereka dalam kondisi seperti itu.................” Lagi-lagi Maula tidak mampu melanjutkan penuturanya.

“Belum terlambat Nak Mas, Nak Mas insya Allah masih memiliki waktu dan kesempatan untuk menebus apa yang selama ini Nak Mas belum lakukan, ini adalah sebuah momentum yang sangat baik untuk Nak Mas dan rekan-rekan kembangkan, setelah kesadaran dan kepedulian Nak Mas dan rekan-rekan disemai, maka pupuk dan pelihara terus, jangan sampai layu sebelum berkembang........, mumpung Nak Mas dan rekan-rekan masih muda, masih sehat, masih dikarunia kelapangan rezeki, bersegeralah untuk memenuhi kewajiban kita untuk peduli dan berbagi dengan sesama............” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, ternyata seribu rupiah yang dikumpulkan secara bersama, cukup banyak membantu orang lain ki, ana tadinya tidak kefikiran akan seperti apa uang seribu rupiah itu.........” kata Maula.

“Seribu rupiah memang tidak terlalu besar ketika ia berdiri sendiri Nak Mas, tapi ketika seribu rupiah itu disatukan dengan seribu rupiah-seribu rupiah yang lain, maka akan sangat berarti seperti jari-jari tangan ini............” kata Ki Bijak sambil memperlihatkan jari-jari tanganya.

Maula secara refleks ikut memperhatikan jemari tanganya, “Ada apa dengan jemari ini ki....”Tanyanya kemudian.

“Nak Mas perhatikan, setiap jari, memiliki fungsi dan peran yang berbeda, kelingking, jari manis, jari tengah, telunjuk dan ibu jari memiliki ukuran, posisi dan peran yang berbeda, coba Nak Mas pegang gelas ini dengan hanya menggunakan kelingking..............” Kata Ki Bijak sambil menyodorkan gelas minuman yang menemani obrolan mereka sore itu.

Maula tahu bahwa kelingking tidak akan mampu memegang gelas sendirian, tapi ia tetap melaksanakan apa yang diperintahkan gurunya, “Tidak bisa ki........” Katanya kemudian.

“Coba Nak Mas pegang gelas ini dengan kelingking dan jari manis..........” Kata Ki Bijak lagi.

Meskipun tahu kelingkin dan jari manis tidak mampu memegang gelas, Maula tetap melaksanakan perintah gurunya, “Tidak bisa juga ki...........” kata Maula lagi.

Pun seterusnya, Maula mencoba memegang gelas dengan ketiga jarinya, kelingking, jari manis dan jari tengah, gelas sedikit terangkat, tapi kemudian oleng dan hampir jatuh...,

Kemudian Maula memegang gelas dengan menambahkan jari telunjuknya, gelas terangkay dan relatif bisa dipegang, tapi tidak kokoh, hingga akhirnya Maula menggunakan kelima jarinya untuk memegang gelas, dan gelas pun terpegang dengan erat dan kuat....

“Kira-kira seperti itu Nak Mas, setiap kita memiliki kapasitas, kemampuan dan posisi masing-masing, kalau Nak Mas saja yang mengumpulkan uang seribu rupiah setiap hari, sebulan hanya akan terkumpul tiga puluh ribu rupiah, belum mampu memberi manfaat yang banyak kepada orang lain, sebagaimana halnya kelingking yang tidak bisa mengangkat gelas tadi......,

“Kemudian kalau ada dua orang, jumlah uang yang terkumpul akan bertambah, dan insya Allah manfaatnya pun bertambah, tambah menjadi tiga, empat, lima dan bahkan menjadi seratus orang, maka jumlah yang terkumpul menjadi besar, dan insya Allah akan memberikan manfaat yang juga lebih besar, seperti halnya kelima jemari ini..............” kata Ki Bijak.

“ketika lima jari ini bersatu padu, bahu membahu, tidak saling mengandalkan, tidak saling meremehkan, jangankan gelas ini, batu yang jauh lebih berat, insya Allah akan terangkat, balok kayu yang lebih besar, insya Allah akan terangkat, dan akan banyak hal yang bisa kita lakukan jika semua jemari kita bekerja sama dan bersatu........, pun demikian halnya dengan apa yang Nak Mas dan rekan-rekan lakukan, semakin banyak orang yang terlibat dan melibatkan diri untuk berinfaq dan sedekah, insya Allah akan semakin banyak dhuafa dan yatim yang tersantuni, akan semakin banyak fasilitas ibadah yang terbenahi, akan semakin fakin miskin terbantu dan akan semakin banyak hal yang bisa kita lakukan jika kita mampu menyatukan semua potensi yang kita miliki.........” kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, umat islam Indonesia sekarang ini sekitar 180 juta, kalau 100 jutanya saja mau meng-infaq_kan seribu rupiah per hari, artinya akan terkumpul uang sekitar 100 Milyar/hari ya ki........., dan kalau uang itu dibagikan kepada orang miskin dan dhuafa...., wah harusnya tidak ada yang miskin lagi ki, karena setiap hari seorang yang tidak bekerja dan tidak berpenghasilan pun mungkin masih kebagian satu juta rupiah per hari/orang..........” Kata Maula.

“Idealnya seperti itu Nak Mas, tapi kita tidak bisa menunggu semua orang Islam Indonesia sadar dan menyadari betapa berartinya seribu rupiah mereka, dengan apa yang Nak Mas dan rekan-rekan lakukan sekarang pun insya Allah akan dicatat sebagai amal ibadah disisi Allah swt, syukur kalau kemudian lahir gerakan-gerakan seperti ini dari orang lain dan ditempat yang berbeda.........................” kata Ki Bijak.

“Iya ki, sampai kemarin ana masih berfikir kenapa harus ada orang miskin, kenapa Allah tidak menjadikan semua orang kaya dan berkecukupan, tapi syukurlah ana sudah mendapatkan jawabanya sekarang, bahwa adanya mereka kaum dhuafa, fakir miskin, yatim dan lainnya adalah sebagai ladang amal kita ya ki...............” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, tidaklah Allah menjadikan adanya orang miskin dan kaya tanpa ada hikmah dibalik itu semuanya, melainkan keberadaan dua kelompok miskin dan kaya ini ada sebentuk keseimbangan, agar dunia berputar, agar orang kaya punya lahan untuk menabur benih-benih pahala dengan sedekahnya, dan agar ada do’a-do’a mustajab dari fakir miskin dan dhuafa untuk semua hamba Allah yang telah menyantuninya..........” Kata Ki Bijak.

“Indah sekali ya ki, sikaya berderma, sebuah pahala, si miskin berdoa, doanya mustajab, subhanallah, Maha Suci Engkau Ya Allah yang telah menciptakan keseimbangan ini...................” Kata Maula.

Maula mendongakan kepalanya keatas seraya menundukan hati pada kebesaran_Nya, pun demikian dengan Ki Bijak, gurunya.

Wassalam

July 05, 2008

DARI JEMARIMU YANG LENTIK


“Ki, syukur alhamdulillah, periode pertama penggalangan dana infaq ini mendapat hasil yang lumayan banyak ki, dan kemarin sudah dibagikan kepada anak yatim, dhuafa dan musafir, meskipun tidak besar, tapi para penerima infaq itu sangat bahagia menerimanya, selain karena mendapat uang, mereka juga merasakan kebahagian karena adanya perhatian dari saudaranya, bahkan beberapa orang sempat menitikan air mata ketika menerima uang infaq itu.............” Kata Maula.

“Nak Mas sendiri yang membagikan infaqnya....?” Tanya Ki Bijak.

“Iya ki, ana bersama ustadz dan seorang perwakilan warga setempat yang mengantar kami kerumah-rumah penerima infaq itu..........” Kata Maula.

“Apa yang Nak Mas rasakan ketika berkunjung kerumah para penerima infaq itu...? Tanya Maula.

“Campur aduk ki, ada rasa haru, ada rasa iba, sekaligus ana merasa berdosa ki............” Kata Maula.

“Kenapa Nak Mas merasa berdosa Nak Mas.......?” Tanya Ki Bijak heran.

“Pertama, ana merasa berdosa karena selama ini ana sedikit sekali bersyukur atas apa yang ada pada ana sekarang ini, bahkan tak jarang hati ini masih merasakan kekurangan ki, padahal jika ana bandingkan dengan apa yang ana lihat pada yatim dan dhuafa kemarin, seharusnya ana bersyukur dengan segala nikmat_Nya ki, ana masih memiliki pekerjaan, ana masih memiliki penghasilan, kesehatan, rumah dan lain sebagainya, sementara mereka......, dengan segala keterbatasannya justru lebih bisa bersyukur daripada ana............” Maula tidak mampu lagi meneruskan ceritanya, dadanya penuh sesak oleh beban dan perasaan bersalah yang ada.

Sejenak Ki Bijak membiarkan Maula untuk larut dalam perasaannya.

“Nak Mas...., Aki justru senang ketika Nak Mas bisa merasakan kekurangan Nak Mas selama ini, dan itulah kenapa Aki selalu mendorong Nak Mas untuk lebih banyak bergaul dan mengenal mereka, kaum dhuafa, fakir miskin dan yatim, agar Nak Mas bisa belajar untuk dapat menerima dan mensyukuri keadaan Nak Mas sekarang ini......., Aki maklum kalau Nak Mas masih sering diliputi keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari sekarang, karena selain faktor lingkungan dan orang-orang disekitar Nak Mas, Nak Mas juga masih relatif muda, sehingga gejolak keduaniaan Nak Mas masih sangat besar, Aki berharap dengan apa yang Nak Mas temukan kemarin, Nak Mas akan mendapat penyeimbang antara keinginan Nak Mas dan rasa syukur kita kepada Allah swt....” Kata Ki Bijak.

“Iya ki.........” kata Maula pendek.

“Ki, Ana juga merasa bersalah karena ternyata mereka ada disekitar ana ki, dibelakang komplek yang jaraknya hanya terpisah lapangan bola, tapi selama ini ana seperti menutup mata dan telinga dengan keadaan mereka ki, ana tidak pernah tahu sudah berapa lama mereka dalam kondisi seperti itu.................” Lagi-lagi Maula tidak mampu melanjutkan penuturanya.

“Belum terlambat Nak Mas, Nak Mas insya Allah masih memiliki waktu dan kesempatan untuk menebus apa yang selama ini Nak Mas belum lakukan, ini adalah sebuah momentum yang sangat baik untuk Nak Mas dan rekan-rekan kembangkan, setelah kesadaran dan kepedulian Nak Mas dan rekan-rekan disemai, maka pupuk dan pelihara terus, jangan sampai layu sebelum berkembang........, mumpung Nak Mas dan rekan-rekan masih muda, masih sehat, masih dikarunia kelapangan rezeki, bersegeralah untuk memenuhi kewajiban kita untuk peduli dan berbagi dengan sesama............” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, ternyata seribu rupiah yang dikumpulkan secara bersama, cukup banyak membantu orang lain ki, ana tadinya tidak kefikiran akan seperti apa uang seribu rupiah itu.........” kata Maula.

“Seribu rupiah memang tidak terlalu besar ketika ia berdiri sendiri Nak Mas, tapi ketika seribu rupiah itu disatukan dengan seribu rupiah-seribu rupiah yang lain, maka akan sangat berarti seperti jari-jari tangan ini............” kata Ki Bijak sambil memperlihatkan jari-jari tanganya.

Maula secara refleks ikut memperhatikan jemari tanganya, “Ada apa dengan jemari ini ki....”Tanyanya kemudian.

“Nak Mas perhatikan, setiap jari, memiliki fungsi dan peran yang berbeda, kelingking, jari manis, jari tengah, telunjuk dan ibu jari memiliki ukuran, posisi dan peran yang berbeda, coba Nak Mas pegang gelas ini dengan hanya menggunakan kelingking..............” Kata Ki Bijak sambil menyodorkan gelas minuman yang menemani obrolan mereka sore itu.

Maula tahu bahwa kelingking tidak akan mampu memegang gelas sendirian, tapi ia tetap melaksanakan apa yang diperintahkan gurunya, “Tidak bisa ki........” Katanya kemudian.

“Coba Nak Mas pegang gelas ini dengan kelingking dan jari manis..........” Kata Ki Bijak lagi.

Meskipun tahu kelingkin dan jari manis tidak mampu memegang gelas, Maula tetap melaksanakan perintah gurunya, “Tidak bisa juga ki...........” kata Maula lagi.

Pun seterusnya, Maula mencoba memegang gelas dengan ketiga jarinya, kelingking, jari manis dan jari tengah, gelas sedikit terangkat, tapi kemudian oleng dan hampir jatuh...,

Kemudian Maula memegang gelas dengan menambahkan jari telunjuknya, gelas terangkay dan relatif bisa dipegang, tapi tidak kokoh, hingga akhirnya Maula menggunakan kelima jarinya untuk memegang gelas, dan gelas pun terpegang dengan erat dan kuat....

“Kira-kira seperti itu Nak Mas, setiap kita memiliki kapasitas, kemampuan dan posisi masing-masing, kalau Nak Mas saja yang mengumpulkan uang seribu rupiah setiap hari, sebulan hanya akan terkumpul tiga puluh ribu rupiah, belum mampu memberi manfaat yang banyak kepada orang lain, sebagaimana halnya kelingking yang tidak bisa mengangkat gelas tadi......,

“Kemudian kalau ada dua orang, jumlah uang yang terkumpul akan bertambah, dan insya Allah manfaatnya pun bertambah, tambah menjadi tiga, empat, lima dan bahkan menjadi seratus orang, maka jumlah yang terkumpul menjadi besar, dan insya Allah akan memberikan manfaat yang juga lebih besar, seperti halnya kelima jemari ini..............” kata Ki Bijak.

“ketika lima jari ini bersatu padu, bahu membahu, tidak saling mengandalkan, tidak saling meremehkan, jangankan gelas ini, batu yang jauh lebih berat, insya Allah akan terangkat, balok kayu yang lebih besar, insya Allah akan terangkat, dan akan banyak hal yang bisa kita lakukan jika semua jemari kita bekerja sama dan bersatu........, pun demikian halnya dengan apa yang Nak Mas dan rekan-rekan lakukan, semakin banyak orang yang terlibat dan melibatkan diri untuk berinfaq dan sedekah, insya Allah akan semakin banyak dhuafa dan yatim yang tersantuni, akan semakin banyak fasilitas ibadah yang terbenahi, akan semakin fakin miskin terbantu dan akan semakin banyak hal yang bisa kita lakukan jika kita mampu menyatukan semua potensi yang kita miliki.........” kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, umat islam Indonesia sekarang ini sekitar 180 juta, kalau 100 jutanya saja mau meng-infaq_kan seribu rupiah per hari, artinya akan terkumpul uang sekitar 100 Milyar/hari ya ki........., dan kalau uang itu dibagikan kepada orang miskin dan dhuafa...., wah harusnya tidak ada yang miskin lagi ki, karena setiap hari seorang yang tidak bekerja dan tidak berpenghasilan pun mungkin masih kebagian satu juta rupiah per hari/orang..........” Kata Maula.

“Idealnya seperti itu Nak Mas, tapi kita tidak bisa menunggu semua orang Islam Indonesia sadar dan menyadari betapa berartinya seribu rupiah mereka, dengan apa yang Nak Mas dan rekan-rekan lakukan sekarang pun insya Allah akan dicatat sebagai amal ibadah disisi Allah swt, syukur kalau kemudian lahir gerakan-gerakan seperti ini dari orang lain dan ditempat yang berbeda.........................” kata Ki Bijak.

“Iya ki, sampai kemarin ana masih berfikir kenapa harus ada orang miskin, kenapa Allah tidak menjadikan semua orang kaya dan berkecukupan, tapi syukurlah ana sudah mendapatkan jawabanya sekarang, bahwa adanya mereka kaum dhuafa, fakir miskin, yatim dan lainnya adalah sebagai ladang amal kita ya ki...............” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, tidaklah Allah menjadikan adanya orang miskin dan kaya tanpa ada hikmah dibalik itu semuanya, melainkan keberadaan dua kelompok miskin dan kaya ini ada sebentuk keseimbangan, agar dunia berputar, agar orang kaya punya lahan untuk menabur benih-benih pahala dengan sedekahnya, dan agar ada do’a-do’a mustajab dari fakir miskin dan dhuafa untuk semua hamba Allah yang telah menyantuninya..........” Kata Ki Bijak.

“Indah sekali ya ki, sikaya berderma, sebuah pahala, si miskin berdoa, doanya mustajab, subhanallah, Maha Suci Engkau Ya Allah yang telah menciptakan keseimbangan ini...................” Kata Maula.

Maula mendongakan kepalanya keatas seraya menundukan hati pada kebesaran_Nya, pun demikian dengan Ki Bijak, gurunya.

Wassalam

July 05, 2008

BONUS TLAH TIBA...., HATIKU GEMBIRA.......


“Alhamdulillah ki, tadi kami dapat bonus dari kantor...........” Kata Maula, berbagi berita gembira dengan gurunya.

“Alhamdulillahirabbil’alamin, Nak Mas sudah tunaikan kewajibannya.......?” Tanya Ki Bijak.

“Maksudnya ki.......?” Tanya Maula.

“Bonus yang Nak Mas dan rekan-rekan terima adalah hak karyawan yang diberikan perusahaan atas prestasi kerja karyawan secara keseluruhan, tapi disamping itu, Nak Mas harus ingat bahwa dibalik bonus yang Nak Mas dan rekan-rekan terima, ada kewajiban yang harus dipenuhi.....,

“Yang pertama tentu Nak Mas harus mensyukuri berapapun bonus yang Nak Mas terima, karena tidak jarang pembagian bonus justru menimbulkan mudharat kepada penerimanya, ada orang yang menerima bonus jutsru menggerutu dan tidak bersyukur karena bonus yang didapatnya tidak sesuai dengan harapannya, ada bahkan orang yang menerima bonus justru marah-marah dan lain sebagainya, ini yang tidak boleh terjadi pada orang yang mengaku beriman.............” Kata Ki Bijak.

“Ki, apa sikap kita ketika bonus yang kita terima tidak sesuai dengan harapan kita ki.....? Tanya Maula.

“Sikap terbaik dan paling bijak menurut Aki..., tetap syukuri berapapun bonus yang kita terima, kemudian perdalam dan pertajam pandangan dan fikiran kita untuk melihat ada apa dibalik semua itu, tengok kedalam diri kita dulu sebelum kita sibuk mengeluh dan menyalahkan yang memberi bonus, mungkin syukur kita selama ini kurang, mungkin zakat kita belum jalan, atau mungkin juga memang karena performa dan kinerja kita belum memuaskan dan masih perlu perbaikan, sikap instropekstif jauh lebih baik dari sikap curiga dan cenderung menyalahkan orang lain, karena sikap negatif semacam ini hanya akan menutup pintu dan peluang perbaikan dan rentan terhadap timbulnya kekufuran terhadap nikmat yang kita rasakan............” Kata Ki Bijak lagi.

“Susah sekali ya ki untuk bisa bersikap seperti itu..........” Kata Maula

“Bersyukur dan menerima dengan ikhlas segala ketentuan Allah memang bukan hal yang gampang Nak Mas, karenanya Allah menjanjikan balasan yang demikian besar bagi mereka yang mampu melakukannya..............., Allah akan menambah nikmat_Nya kepada mereka yang bersyukur dengan apa yang diberikan Allah padanya..” Kata Ki Bijak

“Yang kedua, segera setelah Nak Mas menerima bonus, sisihkan untuk zakat dan sedekahnya, jangan nungu nanti-nanti, karena nanti malah lupa............., Nak Mas sudah membayar zakat atas bonus yang Nak Mas terima ......?” Kata Ki Bijak

“Alhamdulillah ki, ana kemarin sore langsung menyerahkan zakatnya kepada pak ustadz........” Kata Maula.

“Syukurlah kalau begitu..., lalu yang ketiga Aki ingin mengingatkan Nak Mas agar berhati-hati dalam membelanjakan uang tersebut, jangan mentang-mentang uang bonus, kemudian Nak Mas memakainya kurang perhitungan, Nak Mas asal beli ini dan itu meski bukan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi sekarang, karena bagaimanapun sikap boros dan berlebihan itu tidak baik Nak Mas.........” kata Ki Bijak lagi.

“Nak Mas ingat ayat yang melarang kita untuk berlaku boros.....?” Tanya Ki Bijak

“Iya ki...............” Kata Maula sambil mengutip ayat dimaksud;

26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. (Al Israa’)


“Ya, itu ayatnya Nak Mas..., dan tidaklah Allah melarang kita berlaku boros kecuali disana ada kebaikan untuk kita, Allah tidak ingin kita terperangkap dengan keinginan-keinginan yang disisipi nafsu, Allah tidak ingin hamba_Nya berlaku berlebihan, Allah juga ingin mengingatkan kita bahwa rezeki yang kita terima harus dapat kita pertanggung jawabkan kelak dihadapan rabbul izzati.......” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki, semoga uang bonus ana kali ini lebih bermanfaat dan berkah........” Kata Maula.

“Yang berkah itu yang lebih penting Nak Mas, karena uang yang banyak, tapi tidak berkah, sangat berpotensi untuk menjadi fitnah bagi pemiliknya, misalnya orang yang memiliki uang banyak yang tidak berkah, jadi gemar foya-foya, jadi rajin judi, atau uangnya untuk beli khamr dan lain sebagainya...., sebaliknya uang yang berkah, terlepas dari sedikit banyaknya uang itu, insya Allah akan membawa kebaikan bagi pemiliknya...........” kata Ki Bijak.

“Yang lebih celaka, kalau sudah punya uang sedikit, tidak berkah lagi ya ki.......” Kata Maula.

“Itu juga sebuah pertanyaan bagi Aki Nak Mas, karena sebagian masyarakat kita masih berfikir kalau korupsinya sedikit, ya tidak apa-apa, kalau suapnya sedikit ya biasa saja, kalau ‘nilep’nya sedikit ya dimaafkan, padahal justru seperti yang tadi Nak Mas bilang, boleh jadi yang sedikit itu justru lebih celaka......”Kata Ki Bijak.

“Ya Allah berkahkan dan tambahkan bonus hamba ditahun depan.........” Kata Maula pelan.

“Insya Allah Nak Mas, sekarang tinggal bagaimana Nak Mas terus berupaya memperbaiki diri dan kinerja Nak Mas dari waktu ke waktu, ibadahnya terus ditingkatkan, syukurnya ditambah, sedekahnya tidak lupa, serta zakatnya ditunaikan..., insya Allah apa yang Nak Mas mintakan tadi akan diijabah oleh Allah swt.....” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, insya Allah dan doakan ana agar senantiasa diberikan kekuatan dan kemampuan untuk melakukan yang terbaik ya ki..........” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum dan mengangguk, “Selalu Nak Mas, Aki selalu berdoa semoga Nak Mas senantiasa diberikan kekuatan dan kemampuan untuk melakukan yang terbaik untuk diri Nak Mas, keluarga semoga Nak Mas menjadi salah seorang yang dipilih Allah untuk menegakan panji-panji_Nya melalui berbagai hal yang Nak Mas bisa lakukan.......” Kata Ki Bijak.

“Amiiin............” Sambut Maula.

Wassalam

June 27, 2008

Saturday, August 16, 2008

BELAJAR DARI LUMUT DIBEBATUAN


“Nak Mas jadi mengantar Dinda liburan dikampung.........?” Tanya Ki Bijak pada Maula.

“Insya Allah jadi ki....., mungkin minggu depan......” Kata Maula.

“Semoga liburannya menyenangkan ya Nak Mas..............” Kata Ki Bijak dengan nada sedikit berat.

Maula nampak sedikit heran dengan perubahan mimik muka gurunya, “Kenapa Ki......?” Tanya Maula sejurus kemudian.

“Iya Nak Mas, bagi sebagian orang, liburan adalah momen yang mungkin sangat ditunggu-tunggu, tapi bagi sebagian lain, liburan dan tahun ajaran baru merupakan sesuatu yang sangat membingungkan.......” Kata Ki Bijak.

“Kenapa ki....?’ Tanya Maula, belum sepenuhnya mengerti apa yang dikatakan gurunya.

“Bagi mereka yang memiliki kecukupan uang, mungkin liburan dijadikan momentum untuk mengajak anak-anaknya berlibur keberbagai tempat, dan mereka pun telah jauh-jauh hari sudah menyiapkan peralatan sekolah anak-anaknya untuk memasuki tahun ajaran baru.....”

“Tapi disisi lain, mereka yang tidak memiliki uang yang cukup, liburan menjadi sebuah ‘beban’, disatu sisi para orang tua sangat mengerti keinginan anak-anaknya untuk bisa berlibur seperti anak-anak yang lain, sementara disisi lain, keadaan ekonomi mereka sama sekali tidak memungkinkan untuk itu, sebagai orang tua, Aki mengerti dan merasakan beban mereka, karena bagaimana pun, setiap orang tua pasti ingin anak-anak bahagia..........” Kata Ki Bijak.

“Dan yang membuat Aki sedikit prihatin sebenarnya bukan masalah liburan itu Nak Mas.......” Kata Ki Bijak.

“Lalu apa ki.....?” Tanya Maula.

“Kemarin Aki sempat bertemu dengan seorang guru sekolah dasar dikampung sebelah, beliau mengatakan bahwa ada beberapa anak didiknya yang tidak mampu membeli pakaian seragam dan peralatan untuk sekolah, karena penghasilan orang tuanya sangat minim, seragam yang dikenakannya selama ini adalah ‘sisa’ seragam hasil pemberian dari orang lain, Aki sangat trenyuh mendengarnya Nak Mas, sementara orang lain berlomba menghabiskan uang untuk berlibur, disisi lain, masih ada saudaranya yang bahkan tidak mampu membelikan perlatan sekolah dan seragam anaknya, bukankah ini sebuah ironi Nak Mas.......?’ Kata Ki Bijak lagi.

Maula nampak menghela nafas panjang, ia pun ikut larut dalam keprihatinan yang tengah dirasakan oleh gurunya; “Iya ki, ana pun masih sering melihat anak-anak sekolah dikampung dengan peralatan dan pakaian yang sangat kurang layak, pakaiannya lusuh, sepatunya tambal sulam, dengan buku yang juga tak memadai........” Kata Maula.

“Mungkin Nak Mas bisa melakukan sesuatu untuk sedikit membantu mereka.....?” Tanya
Ki Bijak.

“Apa yang bisa ana bantu ki........?” tanya Maula tanggap.

“Begini Nak Mas, disamping gerakan infaq harian yang sekarang sudah berjalan, mungkin Nak Mas juga bisa mengajak dan menggugah rekan-rekan Nak Mas dikantor untuk menyumbangkan pakaian seragam dan sepatu layak pakai bekas anak-anaknya, atau buku-buku pelajaran, buku paket yang masih bisa dipakai...., Nak Mas bisa mengumpulkan pakaian seragam dan buku-buku itu untuk kemudian Nak Mas salurkan berbarengan dengan penyaluran dana infaq itu.......?” Kata Ki Bijak penuh harap.

“Benar juga ya ki, daripada pakaian dan buku paket itu tidak terpakai, lebih baik disumbangkan kepada yang lebih membutuhkan ya ki.......” Kata Maula.

“Iya Nak Mas, kalau rekan-rekan Nak Mas dikantor insya Allah mampu membelikan baju seragam dan buku paket baru bagi putra-putrinya, dan Aki fikir hal itu bukanlah sesuatu yang berat untuk dilakukan, selain tentu akan mendapatkan imbalan pahala dari sisi Allah swt karena keikhlasannya berbagi dengan sesamanya.....” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, insya Allah ana akan sampaikan kepada rekan-rekan, semoga Allah meringankan ana dan rekan-rekan untuk melakukannya ya ki.........” Kata Maula.

“Syukurlah Nak Mas, sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan, pasti akan mendapatkan balasan yang sepadan dari Allah swt, Nak Mas harus membiasakan diri untuk menjadi motor dan pelopor dari setiap kebaikan, seperti lumut yang menjadi perintis bagi tumbuhnya tanaman lain sesudahnya........?” Kata Ki Bijak.

“Seperti lumut ki......?” Tanya Maula.

“Nak Mas perhatikan lumut-lumut dibebatuan itu......., lumut mampu tumbuh dibebatuan yang keras sekalipun, sementara tumbuhan lain tidak bisa melakukannya, kemudian setelah lumut itu tumbuh dibebatuan, tanaman lain pun akan bisa tumbuh dibatu yang sudah ditumbuhi lumut-lumut itu, meski pada akhirnya lumut-lumut itu tidak akan kelihatan lagi setelah tanaman diatasnya menutupinya........” Kata Ki Bijak.

“Artinya apa ki......?” Tanya Maula.

“Menjadi pelopor sebuah kebajikan itu memang berat Nak Mas, karena kita harus meyakinkan orang untuk bisa berbuat yang sama dengan kita, tidak jarang kita bertemu dengan orang yang berseberang dan berbeda pendapat dengan kita, tidak jarang kita bertemu dengan orang yang keras seperti batu....,tapi itulah seninya, sebagaimana lumut itu, Nak Mas harus tetap bisa tumbuh menjadi pelopor dan perintis untuk tumbuhnya kebajikan-kebajikan lain setelahnya......”

“Nak Mas jangan pernah fikirkan jika setelahnya upaya yang Nak Mas rintis itu tidak lagi kelihatan lagi dimata orang lain, karena sudah banyak orang yang melakukannya, tidak masalah, karena niat awal Nak Mas adalah mencari ridha Allah, bukan mencari pujian orang lain.........” Kata Ki Bijak.

“Iya ki......, insya Allah ana selalu berusaha untuk meluruskan niat ana minnallah dan ilallah, dari Allah dan untuk Allah saja ki, dan semoga pula ana bisa mengajak dan menggugah rekan-rekan yang lain untuk melakukan ide Aki tadi ki.......” kata Maula.
“Iya Nak Mas, hanya sebatas itu yang bisa Aki lakukan, Aki belum mampu berbuat banyak untuk merealisasikan apa yang Aki fikirkan karena keterbatasan Aki, makanya Aki bersyukur ketika Allah mengirim Nak Mas kesini, mungkin inilah wasilah dari Allah untuk menjembatani harapan-harapan Aki untuk perbaikan umat, melalui Nak Mas dan rekan-rekan yang memiliki sarana dan kemampuan materi yang lebih baik dari Aki................” Kata Ki Bijak.

“Ana pun bersyukur sekali ki, ana bersyukur karena diberi amanah dan kepercayaan dari Aki untuk melaksanakan harapan-harapan Aki, yang insya Allah sejalan dengan niat ana belajar disini........”Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum, ia sangat bersyukur dipertemukan Allah dengan seorang murid yang mau belajar dan bekerja, sementara Maula pun tersenyum bangga dikarunia guru yang bijaksana.............

Wassalam

June 25, 2008

APAPUN NAMANYA, JUDI TETAPLAH HARAM


90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.


“Ya Nak Mas, itulah ‘pintarnya’ setan, setan mengemas perjudian dalam bentuk taruhan pertandingan sepakbola........” kata Ki Bijak mengomentari maraknya taruhan dalam pertandingan sepakbola.

“Iya ki, alasannya bermacam-macam, ada yang mengatakan kalau nggak taruhan, nontonnya tidak semangat, ada juga yang bilang sekedar iseng, ada lagi yang bilang taruhannya kecil, ada lagi yang bilang kalau menang, uangnya buat makan bareng, dan lain sebagainya......” Maula menambahkan alasan-alasan yang sering didengar dari orang-orang yang gemar bertaruh bola.

Ki Bijak tersenyum mendengar alasan-alasan yang disebutkan Maula, Nak Mas..., sekedar nonton bola saja, tanpa taruhan, tetapi hal itu membuat kita ngantuk dan akhirnya shubuhnya kesiangan, sudah meruapakan sebuah kemunkaran, karena kita telah mendahulukan sesuatu dari pada Allah, Naudzubillah, apalagi pake taruhan..., bagi Aki alasan yang mereka buat itu adalah sebuah kefasikan.......” Kata Ki Bijak dengan nada prihatin.

“Lalu apa tadi...?, taruhan bola untuk sekedar iseng....?, Astaghfirullah..., satu rupiah yang didermakan untuk fakir miskin, jauh lebih berarti dari uang seratus ribu yang dijadikan taruhan, kenapa kita bisa taruhan seratus ribu, sementara untuk infaq seribu rupiah saja kita berfikir ratusan kali.....?” Belum lagi jika kita berhitung dengan umur kita, hidup ini terlalu singkat untuk diisi dengan hal-hal kecil, umur kita terlalu mahal untuk dihiasi dengan keisengan-keisengan, tidakkah kita menyadari bahwa kita tidak bisa membeli waktu yang telah lewat barang sedetikpun, lalu patutkah kita menghabiskannya hanya untuk iseng.....?” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya ya ki......., Ki....kalau uang taruhan buat makan bareng gimana ki......? tanya Maula.

“Nak Mas...., perut kita ini sangat mungkin sudah dipenuhi dengan makanan dan minuman subhat atau bahkan haram yang mungkin secara tidak sengaja kita memakannya, lalu sekarang dengan sengaja dan secara sadar kita akan menambah isi perut kita dengan makanan yang dibeli dari uang hasil taruhan....? Tidakkah itu artinya kita bersiap menelan bara api neraka kedalam perut kita........?” Naudzubillah .........” kata Ki Bijak setengah bergidik.

“Ada banyak hal yang bisa kita perbuat dengan uang seratus ribu yang kita punya, mungkin kita bisa berbagi kepada saudara kita yang kelapran, mungkin kita bisa memasukan uang tersebut pada kotak infaq yang banyak tersedia, mungkin kita bisa mengajak anak istri kita makan dengan menu yang lebih layak, dan masih banyak hal baik yang bisa kita lakukan dan jauh lebih menguntungkan dari sekedar memenuhi ajakan setan untuk taruhan..........” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya ya ki, kalau untuk infaq dan sedekah sepertinya sayang banget, mikir-mikir dulu, itung-itungan dulu, nunggu gajian dulu, nunggu bonus dulua, tapi kalau buat taruhan malah gampang banget.......” Kata Maula

“Berhati-hatilah jika kita merasakan hal seperti itu, kita patut merasa khawatir ketika kita merasa berat untuk melakukan kebaikan, semantara kita diringankan untuk berbuat kejelekan, karena boleh jadi itu adalah sebuah tanda kebodohan dalam diri kita......” Kata Ki Bijak.

“Ketika kita berat melakukan kebaikan dan ringan melakukann kejelekan sebuah tanda kebodohan ki....?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, menunda sebuah kebaikan dan menyegerakan kejelekan adalah sebuah indikasi kebodohan bathiah seseorang, mungkin ia pintar secara akademik, mungkin ia memiliki nilai yang sangat memuaskan untuk semua mata pelajaran, tapi selama ia masih tertipu dengan permainan dan tipu daya setan, ia termasuk kedalam golongan orang bodoh secara bathiniah........” Kata Ki Bijak.

“Apa yang menyebabkan kebodohan bathiniah ini ki.....?” Tanya Maula.

“Akan halnya otak kita yang memerlukan asupan ilmu pengetahuan, bathin kita juga memerlukan asupan yang memadai agar bisa tumbuh dan berkembang secara layak, bathin kita memerlukan nasehat dari orang-orang arif, bathin kita memerlukan arahan dari orang-orang bijak, bathin kita memerlukan cahaya ilahiyah untuk menerangi jalan mana yang mesti kita tempuh dan mana yang kita harus berpaling darinya......”

“kekurangan kita terhadap nasehat yang arif, kekurangan kita akan arahan yang bijak, kekurangan kita terhadap cahaya ilahiyah, menjadikan kita tersesat dan tidak mampu membedakan mana jalan setan dan mana jalan kebajikan, salah satu diantaranya adalah ketidak mampuan sebagian kita untuk membedakan apa taruhan bola itu judi atau bukan......, sebagian kita mencoba mengalihkan dan menyamarkan judi yang jelas diharamkan dengan berbagai kiasan yang mereka karang tanpa pengetahuan........” Kata Ki Bijak.

“Lucu ya ki, mereka fikir mereka bisa menipu Allah kali ya ki dengan istilah-istilah yang dibiaskan itu.......” Kata Maula.

“Ya Nak Mas..., bagi kita alasan-alasan itu seperti lelucon, tapi bagi sebagian yang lain, mereka justru bangga karena telah ‘berhasil’ membuat idiom baru untuk menghalalkan perbuatan yang jelas-jelas diharamkan......” Kata Ki Bijak lagi.

“Dan yang lebih lucu lagi, kalau kalah mereka mengeluarkan sumpah serapah, menyalahkan pemain, menyalahkan wasit, menyalahkan pertandingan, atau bahkan ada yang mengatasnamakan tuhan, katanya uang yang kalah buat taruhan itu bukan ‘rezekinya’, seolah Allah meridhai taruhan yang mereka buat itu, aneh ya ki...........” Kata Maula.

“Memang aneh sekali Nak Mas, untuk itu Aki pesan pada Nak Mas, kalau Nak Mas suka nonton bola, nonton lah sewajarnya saja, jangan sampai karena nonton bola Nak Mas shubuhnya ketinggalan,apalagi sampai pake taruhan segala, sekali lagi judi tetaplah judi, apapun bentuk dan namanya, haram tetaplah haram, apapun kemasannya, jauhi hal semacam ini, karena judi adalah perbuatan setan...!!” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki, insya Allah ana tidak akan ikut-ikutan semacam itu......” kata Maula.

“Syukurlah Nak Mas....senantiasalah Nak Mas berdoa dan memohon kepada Allah agar dihindarkan dari tipu daya setan, agar Nak Mas mampu melihat mana yang benar dan mana yang diharamkan.....”Kata Ki Bijak.

“Allahuma ya Allah, tunjukanlah yang baik itu baik, dan berikan hamba kemampuan untuk melaksanakannya, dan tunjukanlah yang bathil itu bathil, dan berikan hamba kemampuan untuk menjauhinya..........” Kata Maula memohon kepada Rabb_nya.

“Amiiin......” Tambah Ki Bijak.

Wassalam

June 23, 2008.

SEDEKAH MEMBAWA BERKAH


“Nak Mas perhatikan vas bunga ini.......”Kata Ki Bijak menjawab pertanyaan Maula mengenai gerakan infaq harian yang tengah dirintisnya bersama rekan-rekan dikantor.


“Ya ki....” Kata Maula sambil memperhatikan vas bunga yang tengah dipegang gurunya.

“Nak Mas perhatikan kenapa vas bunga ini harus memiliki lubang dibawahnya.........” Kata Ki Bijak lagi.

“Agar air yang disiramkan tidak menggenang dan mengalir kebawah ki........” Kata Maula.

“Kenapa air yang disiramkan tidak boleh menggenang dan harus mengalir...?, bukankah kalau air ini tidak mengalir kita tidak perlu menyiram bunga ini tidak hari......?” Tanya Ki Bijak.

“Karena kalau airnya menggenang dan tidak mengalir, akan mengakibatkan pembusukan pada akar bunga ini dan pada akhirnya bunga ini akan mati ki......” Kata Maula.

“Nak Mas benar, air yang menggenang akan mengakibatkan akar bunga ini busuk dan akhirnya mati, pun demikian halnya dengan harta kita, uang yang kita dapatkan dari kasab kita, baik itu gaji atau laba dari hasil dagang, ibarat air yang yang kita siramkan kepada bunga di vas ini, dan agar harta kita tidak menjadi ‘busuk’ karena banyaknya harta yang menggenang, kita harus ‘mengalirkan’ harta itu kepada yang berhak menerimanya, sarananya bisa berupa zakat, bisa berupa sedekah, bisa berupa infaq dan lain sebagainya, insya Allah, dengan mengalirkan harta itu, harta kita akan tambah berkah, seperti mekarnya bunga di vas ini........” Kata Ki Bijak.

“Benar ki..., sayangnya masih banyak diantara kita yang masih enggan mengalirkan hartanya karena takut hartanya berkurang ki.......” Kata Maula.

“Nak Mas pernah lihat pak tani yang menebar benih disawah.....?” Tanya Ki Bijak.

“Iya ki.....” Kata Maula pendek.

“Seandainya pak tani itu takut padi dilumbungnya berkurang karena beberapa kilogram padinya dijadikan benih, niscaya padi yang dilumbung itu tidak akan bertambah dari hasil panen berikutnya......, tapi pak tani tahu bahwa untuk menghasilkan padi yang banyak, ia harus merelakan beberapa bagian dari padinya untuk disemai sebagai benih, dan Nak Mas tahu, dari sebutir benih yang disemai itu menghasilkan ratusan bahkan ribuan bulir padi, jauh lebih banyak dari apa yang pernah ditanamnya........” Kata Ki Bijak.

“Benarlah janji Allah yang akan melipat gandakan pahala sedekah ya ki.......” kata Maula.

“Allah pasti benar, Allah pasti tidak akan menyalahi janji_Nya, hanya kadang kita yang tidak sabar untuk menantikan janji itu, kita lebih sering berharap bahwa kita akan segera melihat buah dari apa yang kita tanam segera terlihat begitu benih disemai........” Kata Ki Bijak.

“Sekali lagi lihat dan perhatikan pak tani itu, sebelum ia memanen padinya, ia dengan telaten mengikuti proses demi proses, mulai ia menebar benih, mengairinya, memupuknya, menjaganya dari hama dan tikus, merawatnya agar tidak terganggu oleh rumput-rumput liar yang akan menggangu pertumbuhan tanaman padi.......” Kata Ki Bijak.

“Demikian halnya dengan apa yang sedang Nak Mas dan rekan-rekan rintis ini adalah ibarat benih yang telah disemai, dan seperti lazimnya kita bercocok tanam, benih yang telah disemai itu tidak bisa dibiarkan tumbuh sendiri tanpa ada upaya kita untuk memelihara dan menjaganya.......” Kata Ki Bijak.

“Pun demikian dengan infaq dan sedekah kita, kita harus ‘memeliharanya’ dengan keistiqomah, memupuknya dengan keikhlasan, dan menjaganya dari ‘liarnya’ perasaan riya yang sangat mungkin akan mempengaruhi ‘hasil’ yang akan kita tuai nantinya......” Kata Ki Bijak.

“Infaq dan sedekah yang dikeluarkan dengan ‘keterpaksaan’, tidak akan menghasilkan tangkai pahala seperti yang kita harapkan, bahkan hanya akan menimbulkan kerugian bagi kita....., infaq dan sedekah yang diiringi pamrih keduniawian dan riya, laksana batang padi yang mengering terserang hama, infaq dan sedekah yang dilakasakan hanya karena ikut-ikutan, laksana bulir padi yang tanpa isi.......” kata Ki Bijak lagi.

“Selama kita telah melaksanakan proses penanaman dengan baik dan benar, menjaga dan memeliharanya, Nak Mas tidak perlu cemas dan khawatir akan hasil yang Nak Mas tuai kelak, Allah menjanjikan balasan yang berlipat seperti sebutir padi yang menghasilkan berangkai-rangkai tandan padi yang menyenangkan pemilikinya.......” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, selama ini ana juga masih sering berharap segera melihat ‘buahnya’,tapi justru ana sering ‘lupa’ untuk memelihara dan memupuk benih yang telah disemai......” Kata Maula.

“Bukan hanya Nak Mas yang memiliki harapan seperti itu, termasuk Aki pun masih merasakan hal-hal semacam itu, karenanya kita harus banyak belajar untuk memiliki sifat-sifat luhur dari pak tani, kita harus belajar banyak bagaimana pak tani dengan telaten memelihara tanamannya, memupuknya, menyianginya, mengairinya, menjaganya dari rumput-rumput liar dengan penuh kesabaran menantikan hingga tanamannya berbuah....”

“Insya Allah pun demikian halnya dengan tanaman amal kita, laksanakan saja syariatnya, jalankan infaqnya secara istiqomah, pupuk amalnya dengan keiklasan, insya Allah buah amal itu merupakan sebuah keniscayaan.......” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, semoga Allah memberikan kemudahan kepada kami untuk tetap ikhlas dan istiqomah dengan kegiatan ini......” Kata Maula.

“Semoga Nak Mas, dan semoga pula kita bisa lebih memahami bahwa zakat, infaq dan sedekah bukan sekedar kewajiban, tapi juga merupakan sebuah ‘kebutuhan’, agar harta dan jiwa kita menjadi lebih ‘sehat’ dan berkah.......” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, ternyata vas bunga yang kecil ini pun bisa memberi pelajaran yang banyak kepada ki..........”Kata Maula.

“Ya Nak Mas, bukan hanya dari vas bunga ini kita bisa belajar, kita pun bisa belajar dari berbagai hal, yang perlu kita lakukan hanyalah mengasah kepekaan kita terhadap apa yang kita lihat dan kita temukan disekitar kita.....”Kata Ki Bijak.

“Ki, bagaimana cara mengasah kepekaan itu ki, karena ana merasakan kepekaan ana masih lemah sekali....?’ Tanya Maula.

“Setiap orang memiliki cara yang berbeda Nak Mas, tapi ada cerita bagus yang mungkin bisa kita tiru untuk melatih kepekaan kita, agar kita mampu membaca apa yang tersirat disekitar kita.....” Kata Ki Bijak.

“Cerita apa itu ki....?” Tanya Maula.

“Suatu ketika Imam Syafi’i mengadukan kekurangannya dalam hal menghafal dan memahami pelajaran kepada gurunya, Syech Waki, sang guru kemudian mengatakan bahwa hal pertama yang perlu diperbaiki adalah membersihkan hati dari berbagai hal yang mungkin mengotorinya, karena ilmu adalah cahaya yang hanya akan menembus dinding-dinding hati yang bersih, sementara dinding hati yang gelap gulita karena karat dan dosa, akan sangat sulit disinggahi cahaya ilmu dan kebenaran...., karenanya Aki pun menganjurkan hal yang sama kepada Nak Mas, bersihkan hati Nak Mas, hati Aki juga, agar insya Allah hati yang bersih ini mampu menangkap ‘pesan’ dan pelajaran yang tersurat maupun tersirat disekitar kita........” Kata Ki Bijak.

“Dengan Dzikrullah ya ki......” Kata Maula.

“Benar, dengan Dzikrullah dan dengan menjaga hati ini dari sifat angkuh, ujub, sombong, takabur, dengki dan pendendam..., selain tentunya kita belajar dan bertanya pada sumber yang benar, insya Allah, siapapun yang mampu istiqomah menjalankannya, ia akan dikaruniai kepekaan yang baik untuk menerima pesan-pesan dari apapun disekitarnya......” Kata Ki Bijak.

“Ya ki, doakan ana menjadi orang yang pandai menjaga hati ini ya ki.....” Kata Maula.

“Insya allah Nak Mas..............” Kata Ki Bijak sambil menyambut uluran tangan Maula yang hendak pamitan.

Wassalam
June 18, 2008

MARI PEDULI


“Ki, bagaimana pendapat Aki tentang berita ini ki......” Tanya Maula sambil menunjukan berita kenaikan harga bahan bakar minyak dalam sebuah khabar.

“Inna lillahi wainna ilaihi roji’un, ini sebuah ujian yang sangat besar dan berat bagi kita Nak Mas..............” Kata Ki Bijak.

“Iya, bahkan sangat berat, ditengah kesulitan ekonomi yang selama ini menghimpit sebagian rakyat, kok ya tega-teganya pemerintah menaikan harga BBM lagi, ana jadi tidak mengerti apa fungsi pemerintah bagi rakyatnya, ana merasakan kurangnya keberpihakan pemerintah pada rakyat kecil, pemerintah hanya bisa menuntut rakyat untuk mengerti dan memaklumi kebijakan mereka dengan dalil dan dalih yang ana sendiri kadang tidak mengerti ki.....,

“Katanya kenaikan harga BBM karena kenaikan harga minyak dunia, maka kita harus menaikan harga BBM, ada lagi pejabat yang membandingkan harga minyak dinegara lain, tanpa pernah peduli betapa timpang pendapatan rakyat kita dengan pendapatan negara yang dibandingkan oleh orang-orang pintar itu.......” Kata Maula, sedikit terbawa emosi karena keprihatinan yang mendalam dengan berita dan kondisi yang dihadapi sebagian besar rakyat negeri ini, termasuk juga diri dan keluarga besarnya.

“Aki pun tidak tahu harus berkata apalagi selain inna lillahi wa inna ilaihi roji’un, dan Aki hanya bisa berdoa kepada Allah semoga kita semua, khususnya Nak Mas dan santri-santri disini dikarunia kekuatan iman serta ketabahan dalam menghadapi berbagai cobaan didepan.......” Kata Ki Bijak.

“Ki, ana sangat prihatin mendengar dan menyaksikan berita mereka yang harus mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri, karena tidak mampu lagi menanggung beban berat yang menghimpitnya, sebulan sebelum kenaikan saja, lebih dari 20 orang yang bunuh diri, lalu kemarin ki, sehari setelah pengumuman kenaikan harga BBM, seorang tukang bensin eceran, memilih cara yang sama karena tidak mampu lagi berjualan bensin lagi......” Kata Maula.

Ki Bijak menghela nafas panjang, ia juga merasakan keprihatinan yang sama dengan muridnya, “Benarlah kiranya bahwa kemiskinan itu sangat dekat dengan kekafiran Nak Mas, kemiskinan yang disertai kerapuhan iman, memiliki dampak yang sangat dahsyat untuk menghancurkan kehidupan seseorang..............” Katanya kemudian, masih dengan nada prihatin.

“Lalu apa yang bisa kita perbuat ki.......?” Tanya Maula.

“Mari kita melakukan sesuatu yang kita mampu Nak Mas, kalau kita tidak bisa merubah kebijakan pemerintah, kalau kita tidak bisa membuat undang-undang, kalau kita tidak bisa protes, kita masih bisa membantu saudara-saudara kita dengan cara mengingatkan mereka untuk tetap sabar dan tawakal dengan apa yang terjadi sekarang ini...., kita bantu para ustadz dan mubaligh untuk menyampaikan pesan-pesan al qur’an bahwa bunuh diri itu dosa besar, kita bantu para para da’i untuk menyampaikan bahwa semua ini adalah ujian dari Allah swt, kita bantu meyakinkan saudara-saudara kita bahwa kesulitan ini tidak bisa diatasi hanya dengan mengeluh, tapi kita harus berikhitiar sampai batas kemampuan kita dan kemudian bertawakal kepada Allah swt.......” kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, kalau secara materi kita tidak bisa membantu, setidaknya kita bisa membantu secara moral, secara mental, agar masyarakat kita tidak terjerumus lebih dalam kedalam kehancuran......” Kata Maula.

“Sebenarnya, kita pun bisa membantu secara materi Nak Mas, mungkin nilai tidak seberapa, tapi Aki yakin itu akan sangat membantu......” kata Ki Bijak.

“Bagaimana caranya ki.......?” Tanya Maula.

“Dikantor Nak Mas, berapa orang yang muslim.......?” Tanya Ki Bijak.

“Banyak sih ki, mungkin lebih dari 100 orang...........” Kata Maula.

“Ddari seratus orang itu, kita ambil setengahnya saja, 50 orang misalnya, kemudian Nak Mas ajak mereka untuk menyisihkan uang recehan seribu rupiah per hari untuk infaq, artinya setiap hari akan terkumpul uang sebesar 50,000 rupiah.....” kata Ki Bijak.

“Lalu ki......”Tanya Maula penasaran.

“Kalau hari kerja Nak Mas 20 hari perbulan, artinya akan ada uang terkumpul sebesar 50,000 x 20 hari, satu juta rupiah/bulan Nak Mas......” Kata Ki Bijak lagi.

“Mungkin uang satu juta tidak terlalu berarti bagi Nak Mas dan rekan-rekan yang masih bekerja dan mendapatkan penghasilan, tapi uang sejumlah itu bisa sangat berarti bagi mereka yang tidak memiliki pekerjaan, misalnya Nak Mas dan kawan-kawan bisa menyalurkan uang itu pada masyarakat miskin untuk modal berjualan, mungkin bisa jualan nasi uduk, jualan gorengan, jualan bubur dan lain sebagainya, insya Allah uang satu juta itu bisa membantu, setidaknya bagi tiga orang Nak Mas, masing-masing sekitar 330,000 per orang........” Kata Ki Bijak.

“Waah benar juga ya ki, kalau ada seorang atau satu keluarga bisa berjualan nasi uduk atau gorengan, artinya akan ada setidaknya satu orang anak yang bisa mendapatkan nafkah secara layak dari ayah ibunya, kalau tiga keluarga, maka akan ada tiga orang anak ya ki.........” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, kalau setiap bulan kita bisa membantu tiga orang, setahun kita bisa membantu 36 keluarga, yang kalau masing-masing keluarga itu terdiri dari ayah, ibu dan anak, maka jumlah kumulatif mereka menjadi 108 orang per tahun, lumayan banyak Nak Mas.........” kata Ki Bijak lagi.


“Benar ki, mudah-mudahan ana bisa mengajak rekan-rekan dikantor untuk menyisihkan uangnya, do’akan ya ki......” kata Maula.

“Seribu rupiah bagi mereka mungkin hanya setara dengan sebatang rokok Nak Mas, normalnya mereka tidak akan keberatan kalau harus menyisihkan ‘sebatang rokok’ untuk menjadi sesuatu yang lebih berarti bagi sesamanya, kecuali memang orang itu pelit banget...........” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, belum lagi kalau dana untuk berdemo itu juga dialokasikan untuk membantu fakir miskin secara langsung, mungkin akan makin banyak orang yang terbantu ya ki, kalau demo kan perlu spanduk, perlu makan, perlu minum, perlu transporatasi yang memakan dana yang lumayan besar......” kata Maula menyinggung maraknya demo menentang kenaikan harga BBM akhir-akhir ini.

“Setiap orang punya cara masing-masing dalam mendeskripsikan apa yang mereka rasakan, ada yang lebih mengedepankan kekuatan fisik, ada yang menomor satukan aksi kekerasan dan lain sebagainya, namun secara pribadi Aki lebih memilih dan menginginkan Nak Mas dan santri-santri disini untuk menggunakan pendekatan bathiniah, pendekatan spiritual kepada Allah swt, Aki ingin Nak Mas dan satri disini mengadukan semua permasalahan ini langsung kepada Allah swt dengan tahajud setiap malam, disamping dengan menyempurnakan ikhtiar dan kasab lahiriyah seperti rencana Nak Mas diatas.......” kata Ki Bijak lagi.

Iya ya ki, kalau pemerintah sudah tidak peduli dengan nasib rakyatnya, kalau para wakil rakyat tidak lagi mendengar jeritan konstituen-nya, kepada siapa lagi kita mengadukan masalah ini selain kepada Allah swt ya ki........” kata Maula.

“Ketidak pekaan pemerintah atau ketulian para wakil rakyat, sebenarnya sebuah pembenaran bahwa kita tidak boleh bergantung kepada selain Allah, bahkan terhadap pemerintah atau wakil rakyat sekalipun......” kata Ki Bijak.

“Benar ki, Allahushomad....Allah-lah tempat segala sesuatu bergantung......” kata Maula.

“Jika kita sudah mampu memaknai kata itu dengan benar, insya Allah kita tidak terlalu kecewa ketidaknyamanan yang kita rasakan akhir-akhir ini...., karenanya maknai dengan benar ya Nak Mas.......” kata Ki Bijak lagi.

“Insya Allah ki..........” kata Maula sambil pamitan

Wassalam

May 27, 2008

MU JUARA (LAGI)


“Nak Mas seperti kelihatan agak lelah hari ini......” Sapa Ki Bijak pada Maula yang baru pulang kerja.

“Hanya sedikit kantuk ki, semalam ana nonton final liga champion, dari pukul dua hingga subuh, karena pertandingannya ada perpanjagan waktu dan adu pinalti......” Kata Maula.

“Dari pukul dua sampai subuh Nak Mas...?, tapi Nak Mas tetap tahajud dan subuhnya berjamaah dimasjid kan......?” Tanya Ki Bijak dengan nada sedikit khawatir, kalau-kalau muridnya ini ketinggalan tahajud dan salat subuh berjamaah karena kantuk dan keasyikan nonton bola.

“Alhamdulillah ki, ana tetap tahajud dan shalat subuh berjamaah dimasjid.....” Kata Maula.

“Syukurlah Nak Mas..., lalu bagaimana pertandingannya sendiri Nak Mas...........” Ki Bijak mencoba memahami hobi muridnya yang satu ini.

“Pertandingannya seru banget ki, mungkin karena kedua tim sudah sama-sama saling mengenal, maka pertandingannya berjalan alot, sebelum akhirnya si CR7 menjaringkan gol kegawang Chelsea yang dikawal Petr Chech untuk memecah kebuntuan Manchester United pada menit ke duapuluh delapan.......” Kata Muala antusias.

“Siapa CR7 itu Nak Mas......?” Tanya Ki Bijak.

“Itu Ki, Cristiano Ronaldo, sementara angka tujuh adalah nomor punggung kaos yang dikenakannya.....” Kata Maula.

“Ooh.., bukankan kemarin juga Nak Mas mengatakan bahwa Ronaldo ini yang menjaringkan salah satu gol kemenangan MU atas lawannya, yang kemudian mengantar MU menjadi juara liga Inggris....?” Tanya Ki Bijak lagi.

“Benar ki, tahun 2008 ini benar-benar menjadi tahunnya Ronaldo, selain mengantar MU menjuarai liga Inggris dan Liga Champion, Ronaldo juga menjadi top skorer dikedua ajang itu..... “Kata Maula.

“Meski Aki belum pernah menonton Ronaldo main bola, Aki yakin bahwa Ronaldo ini memiliki ‘sesuatu’ yang istimewa, sehingga ia mampu tampil seperti itu.....” Kata Ki Bijak.

“Benar ki, Ronaldo adalah salah satu pemain paling berbakat didunia saat ini, larinya kencang, gocekannya mantap, kedua kakinya hidup, kepalanya pun sangat tajam, selain dia mampu bermain sama baiknya diposisi winger yang berbeda.......” Kata Ki Bijak.

“Hmmmmh, menurut Nak Mas, apakah bakat saja cukup untuk menjadikan Ronaldo sehebat sekarang ini.......?” Tanya Ki Bijak.

“Tentu tidak ki, selain bakat dan potensi yang dimilikinya, kemampuan olah bola Ronaldo terasah dibawah bimbingan pelatihnya sekarang, selain juga kondisi timnya yang sangat sesuai dan menunjang performanya, sehingga Ronaldo bisa sehebat sekarang....., sementara ada banyak pemain yang juga memiliki bakat dan potensi besar, juga harus layu sebelum berkembang, karena salah penanganan dan memilih tim yang salah, sehingga potensi besarnya hilang begitu saja karena ia jarang bermain untuk mengasah bakat dan potensinya............” Kata Maula.

“Aki menggaris bawahi kata-kata ‘bakat dan potensi’, ‘bimbingan pelatih’ dan ‘kondisi tim’ yang Nak Mas katakan tadi, sebagai bahan obrolan kita kali ini.........” Kata Ki Bijak.

“Ada apa dengan kata-kata tadi, Ki......?” Tanya Maula.

“Aki berfikir begini Nak Mas, umat Islam ini memiliki potensi yang sangat besar, bahkan Allah menyanjung kita dengan sebutan umat terbaik.......” Kata Ki Bijak sambil mengutip ayat al qur’an;


110. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.


“Lalu ki.......?” Maula penasaran

“Ibaratnya umat Islam ini adalah umat yang penuh potensi, berbakat besar dan memiliki semua syarat untuk menjadi umat terbaik dan terbesar......, seperti CR7 yang Nak Mas katakan tadi........” Kata Ki Bijak.

“Sekarang mari kita tengok keadaan umat yang penuh potensi ini, umat yang disanjung sebagai umat terbaik ini, adakah semua potensi tadi sudah tampak kepermukaan, seperti layaknya CR7 yang sekarang menjadi bintang....?” Kata Ki Bijak setengah bertanya.

“Rasanya belum ki, ana masih merasakan umat ini masih belum mampu mengeluarkan potensi terbaiknya, umat kita masih tertinggal dari segi ekonomi, umat kita masih terbelakang secara ilmu pengetahuan, umat kita masih terbelakang dalam berbagai bidang, bahkan disebagian daerah atau negara, umat islam justru bak buih dilautan, yang dihempas gelombang kian kemari tanpa bisa membela diri...............” Kata Maulana.

“Menurut Nak Mas kenapa hal ini masih terjadi dengan umat ‘terbaik ini’, sehingga masih berkutat dikubangan yang sama, bahkan cenderung mengalami kemunduran.....?” Tanya Ki Bijak memancing pendapat Maula.

“Kalau CR7 bisa berkembang ditangan pelatih yang berpengalaman dan ditengah kondisi tim yang sangat kondusif, mungkin umat islam juga memerlukan tangan-tangan dingin dan atmosfir yang kondusif untuk dapat berkembang sebagaimana mestinya..........” Kata Maula setengah ragu.

“Nak Mas benar, salah satu faktor kenapa umat islam masih berjalan ditempat adalah karena islam belum mendapat perhatian dan penanganan yang semestinya dari umat islamnya sendiri, islam masih dianggap sekedar doktrin semu yang ‘ngawang-ngawang’, islam belum bisa wujud dalam kehidupan umatnya secara nyata...., Nak Mas bayangkan seandainya CR7 hanya menghapal teori yang diterima dari mentornya tanpa pernah berlatih menendang bola, apakah mungkin ia bisa seperti sekarang ini......” Kata Ki Bijak.

“Ya tentu tidak ki, hafal teori saja tidak akan menjadikan seseorang menjadi pemain yang hebat, CR7 bisa menjadi seorang pemain seperti sekarang karena ia mau mempelajari dan mempraktekan apa yang dipelajarinya baik dalam latihan atau dalam sebuah pertandingan........” Kata Maula.

“Pun demikian halnya dengan hafalan al qur’an kita, tidak akan banyak berarti apa-apa kalau apa yang kita hafal itu tidak pernah kita wejantahkan dalam kehidupan sehari-hari....”

“Pun demikian halnya dengan shalat kita, tidak akan mampu menjadikan kita sebagai muslim yang baik, selama shalat itu tidak pernah kita wujudkan dalam kehidupan kita...”

“Pun demikian halnya dengan shaum kita, tidak akan mampu menjadikan kita muslim yang bertaqwa, selama kita tidak pernah mengaplikasikan nilai-nilai yang diajarkan oleh shaum itu dalam keseharian kita....”

“Pun dengan zakat, pun dengan haji kita, semuanya tidak akan mampu menjadikan kita sebagai umat terbaik selama haji dan zakat kita sekedar mencari pamrih dan pujian........” Kata Ki Bijak lagi.

“Lalu hal lain yang ‘menghambat’ perkembangan umat ini adalah bahwa saat ini kita dipaksa untuk hidup dalam lingkungan yang tidak sesuai dengan norma dan ajaran islam, seperti Nak Mas tadi katakan, seorang pemain berbakat bisa menjadi layu sebelum berkembang, manakala ia berada ditengah lingkungan yang tidak memberinya ruang untuk mengasah kemampuannya, pun demikian halnya dengan kondisi umat islam dewasa ini.....”

“Kita berada ditengah-tengah lingkungan yang tidak memberikan kita ruang gerak untuk memaksimalkan potensi kita, seperti ketika kita bilang jihad sebagai sebuah kebutuhan, kita dicap teroris, secara ekonomi pun kita ditekan sedemikian rupa agar kita selalu bergantung pada orang lain, sehingga kemerdekaan dan kebebasan kita tergadai karenanya..........” Kata Ki Bijak.

“Belum lagi ada sebagian umat ini yang dengan senang hati keluar dari karakter dan habitat aslinya, kondisi ini makin mempercepat keterpurukan umat islam kedalam jurang ketertinggalan......” Kata Ki Bijak

“Seperti harimau yang sudah keluar dari hutan ya ki, ia kehilangan wibawa dan kekuatannya, karena ia yang hanya menjadi bahan tontonan dan tertawaan orang yang melihatnya.........” Kata Maula.

“Iya Nak Mas, ketika umat islam sudah meninggalkan al qur’an dan sunah nabinya, maka umat ini akan kehilangan wibawanya sebagai umat terbaik, kehilangan kekuatannya sebagai umat yang penuh potensi......” Kata Ki Bijak.

“Pun ketika umat ini sudah tidak lagi menunaikan kewajibanya untuk beramar makruf nahi munkar, acuh tak acuh terhadap saudara seakidahnya, maka predikat umat terbaik hanya sekedar predikat, bukan lagi sesuatu yang patut dibanggakan.........” Kata Ki Bijak lagi.

“Benar ki, seandainya umat ini bisa belajar dari CR7 yang mampu memaksimalkan potensi dan bakat yang dikaruniakan Allah padanya, tentu umat ini bisa menjadi umat terbaik dalam arti yang sebenarnya ya ki.......” Kata Maula.

“Kita bisa belajar dari siapapun Nak Mas, selama itu untuk kebaikan kita, yang terpenting kita bisa memilah dan memilih mana yang pantas untuk kita ambil dan mana yang tidak patut untuk kita, sehingga kita tidak salah kaprah karenanya......” Kata Ki Bijak.

“Ya ki, terima kasih..., semoga kedepan umat ini bisa menampilkan karakteristik sebenarnya, menjadi umat terbaik, sebagai rahmatan lil ‘alamin........” Kata Maula.

“Semoga ya Nak Mas.......” Kata Ki Bijak mengakhiri perbincangan dengan Maula.

Wassalam
May 22, 2008