Wednesday, November 28, 2007

JAGALAH HAL YANG TIGA

“Setidaknya ada tiga hal yang akan membuat kita terpuruk dalam kehidupan dan agama kita Nak Mas................” Jawab Ki Bijak, menjawab pertanyaan Maula mengenai hal-hal yang sepatutnya dihindari agar seseorang selamat dan mencapai keberhasilan didunia dan diakhirat kelak.

“Hal apa saja itu ki...........?” Tanya Maula.

“Hal pertama yang dapat menghancurkan kita dalam kehidupan dan keagamaan kita adalah terlalu banyak bicara................” Kata Ki Bijak.

“Kenapa ki..............” tanya Maula.

“Nak Mas masih ingat dengan diskusi kita kemarin, bahwa mulutmu harimaumu...?” Tanya Ki Bijak.

“Ya ki, ana ingat.............”Kata Maula.

“Ya, seperti itu Nak Mas, lidah kita ini tidak bertulang, sehingga karena kelenturannya itulah, kita sering tidak dapat mengontrol lidah kita kalau kita sudah bicara, sehingga tidak jarang pembicaraan kita lebih pada pembicaraan yang mengandung mudharat, bergunJing, bergosip, membicarakan aib orang lain, atau bahkan mengarah pada pembicaraan cabul tanpa makna, dan ini akan sangat-sangat merugikan kita, waktu kita tersita, jatah usia kita berkurang, sementara kita tidak mendapatkan hasil apapun dari pembicaraan semacam itu..................” Kata Ki Bijak.

“Aki sangat prihatin dengan kondisi masyarakat kita dewasa ini, sebagian kita justru lebih senang dengan acara-acara dimedia televisi yang hanya menjual berita-berita murahan seputar kehidupan seorang artis, atau acara-acara guyon yang saling mencela, bahkan mencela kondisi fisik lawan mainnya, mereka sepertinya tidak takut bahwa celaan mereka terhadap keadaan fisik seseorang akan mengikis rasa takjim dan syukur kita terhadap kesempurnaan ciptaan Allah......................” Kata Ki Bijak prihatin.

“Iya ki, sekarang memang banyak acara sejenis itu, acara gosip, acara lawakan atau bahkan acara yang hanya mengumbar syahwat dan birahi disiarkan secara sembarangan diberbagai stasiun TV.................” Kata Maula.

“Seseorang yang terlalu banyak mengkonsumsi acara-acara semacam itu, disadari atau tidak, cenderung meniru apa yang ditonton dan dilihatnya..........,

“Coba Nak Mas perhatikan, anak-anak sekolah dasar sekalipun sekarang ini sudah pandai mencela sesamanya, kata-katanya pun banyak yang tidak patut, belum lagi mereka juga meniru cara orang tuanya yang juga kerap berbicara kasar dan tidak mendidik.............” Kata Ki Bijak.

“Dan Nak Mas harus ingat, dibalik kelenturannya, lidah juga bisa sangat tajam, melebihi pisau atau pedang sekalipun, orang yang tertusuk pisau atau pedang, mungkin sakit, tapi orang yang tersayat tajamnya lidah, jauh-jauh lebih sakit, bahkan saking sakitnya, seringkali rasa sakit itu diwariskan pada anak cucunya...........” kata Ki Bijak,

“Diwariskan ki...........?” Tanya Maula.

“Misalnya ada orang tua yang ketika hendak meninggal, berpesan kepada anaknya agar tidak berhubungan dengan orang yang pernah menyakitinya, dan si anakpun kemudian ikut-ikutan memusuhi orang yang pernah menyakiti orang tuanya, terus begitu, dan ini adalah sebuah isyarat kehancuran bagi dia dan keluarganya...........” kata Ki Bijak.

“Iya ki, ana pernah menemukan kejadian seperti itu...........” Kata Maula.

“Untuk itulah, kita harus pandai-pandai menggunakan dan menjaga lisan kita ini, agar lidah kita tidak menjadi racun yang akan menggerogoti kebaikan kita didunia maupun diakhirat kelak...........” Kata Ki Bijak.

“Disamping itu, terlalu banyak bercakap mengenai hal-hal yang jauh dari agama, akan menggiring kita untuk cenderung pada hal-hal tersebut, misalnya, kalau kita bercakap tentang duniawi saja, maka kita akan lebih cenderung pada urusan dunia pula......”,

“Dan satu yang paling Aki khawatirkan adalah ketika kita terbiasa membicarakan aib orang lain, kita menjadi lupa terhadap aib kita sendiri, sehingga kita lalai untuk memperbaikinya, dan ini sebuah kerugian yang besar sekali...........” Sambung Ki Bijak.

“Seperti kata pepatah kuman diseberang lauatan jelas kelihatan, gajah didepan mata tak kelihatan ya ki.........” Kata Maula.

“Ya, seperti itu Nak Mas........” Jawab Ki Bijak.

“Lalu yang kedua apa ki...........?” Tanya Maula.

“Hal kedua yang akan menjadikan kita merugi adalah terlalu banyak makan, obesitas, darah tinggi, jantung, gula darah, adalah sebagian kecil contoh penyakit yang diakibatkan oleh pola makan kita yang kurang baik, selain juga kekenyangan akibta konsumsi makanan yang berlebih akan mengakibatkan orang ‘malas’..............” kata Ki Bijak.

“Coba Nak Mas rasakan, ketika perut kita terlalu kenyang, maka yang sangat logis terjadi adalah rasa kantuk serta berat untuk melakukan aktivitas, mau shalat, nanti dulu masih kenyang, mau bangun malam untuk tahajud, malas karena kenyang, mau mengaji, nanti dulu, masih kenyang, dan masih banyak lagi aktivitas dunia dan ukhrowi kita yang terganjal oleh rasa kenyang yang berlebihan............” Kata Ki Bijak.

“Dan satu hal lagi, kekenyangan akan mengurangi kepekaan kita terhadap sesama, kita jadi tidak peka terhadap mereka yang lapar, kita jadi tidak peka terhadap mereka yang haus, karena kita sendiri tidak pernah merasakan bagaimana rasanya haus dan lapar itu, karena perut kita senantiasa kenyang.............” Kata Ki Bijak.

“Jadi itukah salah satu hikmah shaum ramadhan ki, untuk melatih kepekaan kita terhadap mereka yang lapar dan haus.......?” Tanya Maula,.

“Benar Nak Mas, itu salah satu hikmah shaum ramadhan, disamping shaum juga sangat-sangat baik untuk menjaga kestabilan badan kita dan demi kesehatan kita.....” Kata Ki Bijak.

“Hal ketiga, terlalu banyak tidur, adalah juga hal yang harus kita perhatikan, agar tidak menjadi mudharat bagi kita..............” Kata Ki Bijak.

“Kenapa ki......?” Tanya Maula.

“Nak Mas coba hitung, kalau kita tidur delapan jam per hari saja, itu sama artinya kita tidur sepertiga dari waktu kita yang dua puluh empat jam, nah kalau kita dikaruniai Allah umur 60 tahun, artinya kita hanya numpang tidur didunia ini selama kurang lebih 20 tahun, sementara kita diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya, bukan menghabiskan waktu dengan tidur berlebihan................” Kata Ki Bijak.

“Masya Allah, benar ki, betapa ruginya kita, kalau waktu kita hanya untuk tidur...................” Kata Maula.

“Untuk itu, hendaknya kita bijak dalam mengalokasikan waktu kita, tidur memang perlu bagi kita, tapi bukan berarti kita menghabiskan jatah malam kita untuk tidur mendengkur menanti pagi, cobalah kita belajar untuk menghidupkan malam-malam kita dengan tahajjud, bermunajat kepada Allah, berdzikir dan tilawah al qur’an, insha Allah hal itu jauh lebih baik daripada tidur...........................” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, lagian tidur terlalu lama juga mengakibatkan badan jadi letih, bukan tambah segar............” Kata Maula.

“Ya, itu salah satunya, coba nanti malam Nak Mas bangun malam untuk tahajjud, dan rasakan bedanya, insha Allah tubuh Nak Mas akan terasa lebih segar dipagi hari, disamping Nak Mas akan mendapatkan ‘kenikmatan’ yang sulit Aki lukiskan kecuali Nak Mas merasakannya sendiri.............” Kata Ki Bijak.

“Bangun malam dan tahajjud nikmat, ki...........?” Tanya Maula.

“Cobalah Nak Mas, bangun dan tahajjud dengan ikhlas, maka Nak Mas akan merasakan kehilangan sesuatu manakala Nak Mas meninggalkan tahajjud barang semalam saja...............” Kata Ki Bijak.

“Bismillah, semoga ana diberikan kekuatan oleh Allah untuk dapat mendirikan tahajjud secara ikhlas dan istiqomah ya ki............” Kata Maula.

“Semoga Nak Mas.........” Kata Ki Bijak, sambil beranjak menuju tempat wudlu, diiringi Maula, untuk menunaikan shalat.

Wassalam

Nopember 27, 2007

BEKERJA SEBAGAI MUJAHID

“Assalamu’alikum.............” Sapa Ki Bijak pada Maula yang tengah asyik duduk didepan komputer sambil membaca beberapa artikel.

“Walaikumusalam warahmatullahiwabaratuh......., Aki..., Mari masuk ki...........” Balas Maula sambil mempersilahkan Ki Bijak masuk.

“Sedang baca artikel apa Nak Mas.............?” Tanya Ki Bijak.

“Ini ki, ana sedang memikirkan sebuah hadits yang dikirim seorang teman ki....’sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil (Profesional dan ahli). Barang siapa bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya, maka dia serupa dengan seorang mujahid dijalan Allah azza wajalla (HR.Ahmad)’...........” Kata Maula membacakan hadits yang dikirim salah seorang karibnya.

“Subhanallah, hadits yang penuh makna dan hikmah, bersyukurlah kepada Allah karena Nak Mas dikaruniai sahabat yang mau berbagi, terlebih berbagi ilmu seperti ini, sudah semestinya kita berterima kasih padanya Nak Mas..........” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, ki......., lalu hikmah apa yang bisa ana petik dari hadits itu ki...............” Tanya Maula.

“Nak Mas harus menjadi seorang profesional dan ahli dibidang Nak Mas sebagaimana anjuran hadits itu...........” Kata Ki Bijak.

“Lalu ki..........?” Tanya Maula.

“Seorang karyawan yang bekerja dengan profesional dan dengan ketrampilan tinggi dengan niat lillahita’ala mencari keridhaan Allah dalam menafkahi keluarganya, memiliki kesetaraan dengan seorang mujahid yang berperang menegakan panji-panji agama Allah, karenanya Nak Mas tidak boleh bekerja dengan asal-asalan, tanpa mengerti apa yang Nak Mas kerjakan, malas bertanya dan enggan belajar, yang penting pekerjaan saya selesai, mengenai orang lain keteteran, bukan urusan saya, atau bekerja seperti robot, hanya input tanpa tahu untuk apa dan bagaimana hasil pekerjaan yang dihasilkan, atau hanya datang, absen, ngobrol kemudian pulang, itu bukan tipe seorang yang bekerja sebagai mujahid bagi keluarganya, orang yang bekerja seperti itu tidak lebih dari robot-robot penghasil uang, yang belum tentu berkah karena kerjanya sambil uring-uringan.......” Kata Ki Bijak.

“Ki, menurut pendapat Aki, hal apa saja yang dapat menjadikan seorang karyawan seperti ana,dapat bekerja sebagai mujahid ki...........?” Tanya Maula.

“Ini bukan pendapat Aki, tapi Aki mengutip pendapat orang lain Nak Mas, semoga Allah membalas kebaikan orang itu, bahwa seorang karyawan mujahid akan memiliki etos kerja yang baik, secara singkat, seseorang yang memiliki etos kerja yang baik akan memandang pekerjaannya dari sudut pandang yang berbeda dari kebanyakan orang.........” Kata Ki Bijak.

“Sudut pandang seperti apa ki............?” Tanya Maula.

“Pertama, seorang karyawan atau pekerja mujahid, akan memandang kerja dan pekerjaannya sebagai sebuah rahmat dari Allah swt..............” Kata Ki Bijak.

“Kerja sebagai rahmat ki..........?” Tanya Maula.

“Betapa tidak Nak Mas, coba Nak Mas perhatikan, diluar sana, berapa banyak orang yang tidak memiliki pekerjaan, mereka melamar kesana kemari, dengan harapan memperoleh pekerjaan untuk menyambung hidupnya, atau ada juga mereka yang bekerja dibawah terik matahari yang panas memanggang kulit, menggali batu cadas untuk sekedar mendapatkan satu atau dua liter beras untuk keluarganya........”

“Coba bandingkan dengan kerja Nak Mas, terlepas dari berapapun gaji yang Nak Mas terima, Nak Mas bekerja dikantor, tidak kepanasan, tidak kehujanan, bahkan mungkin ruangan Nak Mas ber-AC, apakah itu bukan sebuah kenikmatan yang besar..?, Apakah itu bukan sebuah rahmat dari Allah untuk Nak Mas, selain merupakan sebuah ujian seberapa besar rasa syukur Nak Mas atas curahan rahmat-Nya...........” kata Ki Bijak.

“Astaghfirullah, benar ki, seharusnya ana lebih banyak bersyukur atas semua rahmat yang dilimpahkan-Nya..........”Kata Maula yang juga sering merasa kurang senang dengan kondisinya sekarang.

“Syukurilah Nak Mas, agar nafkah yang Nak Mas berikan kepada keluarga merupakan berkah dan semoga Nak Mas menjadi seorang mujahid dengan bekerja ikhlas dan senantiasa mensyukuri rahmat-Nya...........”Kata Ki Bijak

“Kedua, seorang karyawan atau pekerja mujahid adalah mereka yang memandang pekerjaannya sebagai sebuah ibadah, sehingga ia melakukan pekerjaannya dengan disertai keseriusan dan penuh tanggung jawab.........”Kata Ki Bijak.

“Ada persepsi yang sedikit salah dari sebagian kita yang memandang bahwa ibadah itu hanya shalat saja, shaum saja, berdiam dimasjid saja, ibadah mengandung pengertian yang sangat luas, salah satunya adalah dengan bekerja, itupun dapat berarti ibadah, kita melaksanakan sunatullah untuk menjemput karunia dan rezeki yang telah Allah siapkan untuk kita, dan mereka yang bekerja dengan baik dan ikhlas, insha Allah akan dibalasi Allah dengan nilai-nilai ibadah kepada siapa yang dikehendaki-Nya...........” Kata Ki Bijak lagi.

“Yang ketiga, mereka yang bekerja sebagai mujahid adalah mereka yang memandang pekerjaan sebagai sebuah amanah............” Kata Ki Bijak.

“Amanah ki...........” Tanya Maula.

“Ya, amanah dari keluarga kita dirumah, yang secara tidak langsung memberikan tanggung jawab kepada kita untuk menafkahi mereka, amanah dari perusahaan yang memberi kepercayaan dan menggaji kita, kemudian yang terpenting pekerjaan kita adalah amanah dari Allah, untuk menguji kita sejauh mana kita bersyukur atas kemudahan dan kenyamanan pekerjaan kita, atau sebaik apa kesabaran kita ketika pekerjaan kita tidak sesuai dengan harapan kita.....”,

“Mereka yang melalaikan pekerjaannya, berarti dia tidak memenuhi amanah keluarganya untuk mencari nafkah yang halal dan berkah, mereka yang bermain-main dengan pekerjaannya, berarti menodai kepercayaan perusahaan kepadanya, mereka yang lalai akan tanggung jawabnya, akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Allah swt di yaumil akhir kelak............” Kata Ki Bijak.

“Astaghfirullah, betapa besar tanggung jawab yang kita emban dari amanah pekerjaan ini ya ki.............” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, karenanya berusahalah untuk bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, baik secara pribadi kepada Allah, kepada keluarga, kepada perusahaan, maupun tanggung jawab kolektif sebagai bagian dari unit perusahaan, jangan sampai ada orang yang terdhalimi oleh kita, karena kita lalai terhadap amanah yang kita emban, itupun sebuah dosa Nak Mas......................” Kata Ki Bijak.

“Ki, Alhamdulillah ana sekarang mengerti bahwa pekerjaan kita adalah rahmat dari Allah kepada kita, pekerjaan juga merupakan sebuah aktivitas ibadah, dan bekerja mencari nafkah merupakan sebuah amanah yang harus kita junjung tinggi, selain itu ada lagi ki............?” Tanya Maula yang masih kerasan untuk menimba ilmu dari Ki Bijak.

“Ya Nak Mas, pekerjaan kita juga adalah sebuah kehormatan bagi kita..........” Kata Ki Bijak.

“Sebuah kehormatan ki..........?” Tanya Maula.

“Seperti yang Aki katakan diatas, berapa banyak mereka yang berjalan puluhan kilo untuk mencari pekerjaan, tapi toh tidak semua mereka mendapatkan pekerjaan, dan hanya mereka yang diberi kehormatan sajalah yang diterima untuk bekerja disebuah perusahaan misalnya.........., lalu patutkah kita mengabaikan kehormatan yang telah diberikan kepada kita dengan bekerja asal-asalan................?” Kata Ki Bijak setengah bertanya.

“Iya ki, mungkin hanya sepuluh orang dari seribu orang pelamar saja yang diterima diperusahaan, itupun setelah mengikuti berbagai seleksi dan memenuhi persyaratan yang sangat banyak, Aki benar, itu sebuah kehormatan.........................” Kata Maula.

“Karenanya manfaatkan kehormatan itu semaksimal mungkin, karena kualitas kerja kita juga bisa merupakan cerminan dari kualitas pribadi kita, pekerjaan kita merupakan sebuah bentuk aktulisasi dari apa yang ada pada kita.......................” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, ana mengerti sekarang, hasil kerja kita merupakan bukti eksistensi kita ya ki............” Kata Maula.

“Berbahagilah mereka yang keberadaanya disuatu tempat diakui oleh rekan dan sejawatnya, sebaliknya, sepatutnyalah kita bertanya pada diri kita ketika ada tidaknya kita ditempat kerja kita, bukan merupakan sebuah kehilangan bagi unit kerja yang lain, karena artinya kita mungkin tidak terlalu dibutuhkan dilingkungan tersebut...............” Kata Ki Bijak.

“Jadi kalau kita sering bolos kerja, kemudian atasan kita tidak menegur kita, mestinya kita berhati-hati ya ki, bukannya malah senang karena tidak kena marah..........” kata Maula.

“Seperti Aki katakan barusan, tanyakan hal itu pada diri kita, adakah kita dibutuhkan oleh rekan dan perusahaan kita, atau sebaliknya kita hanya merupakan karyawan mubah saja, artinya kita tidak ada ya tidak apa-apa, dan kalaupun kita datang, tak banyak yang bisa kita lakukan........................” Kata Ki Bijak.

“Terima kasih ki, semoga ana diberi kekuatan Allah untuk menjadi karyawan yang baik, syukur kalau menjadi mujahid yang diridhai Allah swt....” Kata Maula.

“Semoga Nak Mas...........” Kata Ki Bijak.

Wassalam

Nopember 28, 2007

Tuesday, November 27, 2007

TIDAK ADA ‘DUSTA’ YANG SEMPURNA

“Dusta itu ibarat kanker Nak Mas............” Kata Ki Bijak menjawab pertanyaan Maula tentang bahaya berbohong dan dusta.

“Seperti kanker ki................?” Tanya Maula.

“Ya, sekali saja kita berkata bohong, maka kebohongan demi kebohongan akan terus berlanjut untuk menutupi kebohongan kita, sayangnya tidak banyak orang yang sadar akan bahaya bohong ini.............” Kata Ki Bijak.

“Contoh kecilnya begini Nak Mas, jika ada seorang karyawan bolos kerja, kemudian dia telpon kekantornya dengan alasan sakit, padahal alasan sebenarnya karena dia malas berangkat saja misalnya, maka ketika keesokan harinya ia kekantor, tanpa ditanyapun, pasti dia sudah memberikan penjelasan dan argumentasi atas ketidak hadirannya kemarin..........”Kata Ki Bijak.

“Benar ki, pernah suatu ketika ada teman yang berasalan sakit sehingga ia tidak kekantor, kemudian keesokan harinya ia mempertegas lagi bahwa ia sakit, dan ketika ditanya sakit apa, kedokter belum, maka ia kelabakan tidak bisa menjawab............” Kata Maula

“Iya Nak Mas, serapat-rapatnya bangkai ditutupi, maka busuknya akan tetap tercium juga, karena memang tidak ada dusta yang sempurna...........” Kata Ki Bijak.

“Tidak ada dusta yang sempurna ki...........?” Tanya Maula.

“Kadang kita menganggap dusta adalah perkara sepele, gampang ditutupi dengan argumen dan dalih yang meyakinkan, tapi sehebat apapun kita bersilat lidah, serapih apapun kita menutupi kebohongan kita, tetap akan ada ‘celah’ yang akan membongkar kedustaan kita.........” Kata Ki Bijak.

“Celah seperti apa ki...?” Tanya Maula

“Mungkin atasan kita percaya dengan alasan kita, mungkin rekan kita maklum dengan dalih kita, tapi kita mesti ingat, bahwa kita memiliki ‘lie detector’ (pendeteksi kebohongan) dalam hati kita, semakin kita banyak berbohong, maka semakin keras hati kita berdegup tidak menerima kebohongan lisan kita, sehingga sering tanpa sadar, orang yang berbohong membuka sendiri kebohongannya, dengan atau tanpa sengaja............., misalnya ia menggigau ketika tidur atau ia kepeleset lidah ketika bicara, dan masih banyak lagi cara Allah membuka kedok kebohongan kita..............” Kata Ki Bijak.

“Ki, apakah mungkin seseorang berbohong dan kemudian tidak ada yang mengetahuinya..........?” tanya Maula.

“Dihadapan orang lain mungkin bisa, ketika kita berbohong pada istri kita misalnya, mungkin selamanya istri kita tidak akan pernah tahu, tapi ingat Allah tidak pernah lalai atau tidur untuk mencatat segala kebohongan kita, selain juga hati kita yang akan menolak kebohongan kita.............” Kata Ki Bijak.

“Ki, boleh tidak kalau ana mengatakan kalau kita berbohong dengan sengaja, itu artinya kita mengingkari keberadaan Allah...?” Tanya Maula.

“Aki sependapat dengan Nak Mas, kalau kita berbohong dengan sengaja, artinya kita tidak mengakui Allah yang Maha Mengetahui, artinya kita tidak mengakui Allah yang Maha Mendengar, artinya lagi kita tidak mempercayai Allah yang Maha mencatat, kita tidak meyakini keberadaan Malaikat Roqib dan Atid yang senantiasa mencatat amal perbuatan dan perkataan kita, kita tidak mengakui adanya hari pembalasan dan lain sebagainya, dan dalam kondisi yang ekstrem, sangat boleh jadi bohong yang kita anggap sepele itu, akan menjerumuskan kita pada jurang kemusyrikan, Naudzubillah.................” Kata Ki Bijak.

“Astaghfirullah, besar sekali kehancuran yang ditimbulkan oleh kesalahan lisan kita ya ki.............” Kata Maula.

“Itulah kenapa ada orang yang mengatakan lidah kita lebih tajam dari pedang, karena lidah yang sering berdusta, bisa mengakibatkan hancurnya tatanan rumah tangga, lidah yang sering berdusta, tak jarang melahirkan fitnah dan permusuhan, atau bahkan peperangan...............” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, lalu bagaimana kita bisa menghindari bahaya lisan ini ki.....?” Tanya Maula.

“Yang pertama, tentu menjaga lisan kita dari perkataan dusta, sekecil apapun itu, baik kepada istri, kepada anak, kepada teman, karena kebohongan tidak akan pernah membawa kebaikan apapun bagi kita.............” Kata Ki Bijak.

“Yang kedua, kita harus berhati-hati terhadap setiap informasi yang kita terima, apalagi kalau informasi itu datang dari orang yang kredibilitasnya kita ragukan, jangan mudah percaya, cek dulu kebenaran informasi itu, sehingga tidak menjadi fitnah, seperti yang dicontohkan Rasul ketika beliau menerima pengaduan dari seorang yahudi mengenai seorang sahabat, Nak Mas masih ingat cerintanya...........?” Tanya Ki Bijak.

“Ya ki, Rasulullah ketika itu mendapat informasi dari seorang yahudi mengenai sahabat Abdullah bin Mas’ud yang mengatakan bahwa ia lebih senang berada jauh dari Rasulullah dan rumahnya jauh dari masjid..............” Kata Maula.

“Lalu.............”Pancing Ki Bijak.

“Mendengar berita ini, Rasulullah tidak lantas marah, beliau kemudian memanggil Ibnu Mas’ud untuk menanyakan kebenaran berita yang diterima dari yahudi itu, dan ketika itu Ibnu Mas’ud menjawab,

“Benar ya Rasul, saya lebih senang kalau rumah saya berada jauh dari masjid’, pun Rasulullah tidak marah, dan bertanya lagi ‘Kenapa Engkau lebih senang rumahmu jauh dariku dan dari masjid?’,

Ibnu Mas’ud menjawab ‘ Bukankah Engkau ya rasul yang mengajarkan kepada kami, bahwa setiap langkah menuju kearahmu dan menuju masjid dihitung pahala?,

“Benar ya Ibnu Mas’ud....”, Jawab Rasul ketika itu.

“Ibnu Mas’ud kemudian berkata ‘ Ya Rasul, saya ingin mendapatkan banyak pahala dengan berjalan jauh dari rumah menuju masjid dan menemui ya Rasul......., dan Rasulullah tersenyum bangga kepada sahabatnya itu...” Kata Maula mengutip dialog pada kisah tersebut.

“Dan Rasulullah ada sebaik-bai teladan bagi kita, maka dari itu, kitapun wajib meneladani beliau bagaimana sikap beliau dalam memilah berita dan informasi yang diterima, tidak buru-buru, tidak lantas marah, dan dengan penuh kebijakan menanyakan kebenaran berita itu secara adil dan seimbang kepada pihak-pihak yang terkait...., Ashalatu wasalamu alaika ya rasul.............” Ki Bijak melanjutkan pituturnya, sambil berucap salam kepada Rasulullah.

“Alangkah indahnya hidup ini kalau setiap orang mampu menjaga lidahnya ya ki..............” Kata Maula.

“Ya, hidup ini akan serasa indah laksana disurga, karena disurga tidak ada perkataan dusta dan sia-sia................” kata Ki Bijak, sambil mengutip ayat al qur’an


6. Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu (Al Hujuurat)

Wassalam

Nopember 23, 2007

Tuesday, November 20, 2007

LIMA HAK AL QUR’AN

“Ki, bukankah Al qur’an merupakan petunjuk bagi kita ki..........?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, bahkan dengan tegas Al qur’an menyatakan bahwa ‘tidak ada keraguan didalamnya’ sebagai petunjuk orang-orang mutaqin........” Jawab Ki Bijak, sambil mengutip ayat al qur’an;

2. Kitab[11] (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa[12],

“Lalu kenapa masih banyak orang yang membaca al qur’an, tapi masih banyak diantara kita yang masih kelimpungan mencari petunjuk lain selain al qur’an, apanya yang salah ki...............” Tanya Maula.

“Tidak ada yang salah bagi kita yang rajin dan pandai membaca al qur’an, dan jika kita belum menemukan al qur’an sebagai petunjuk, itu karena kita belum menunaikan hak-hak al qur’an.........” Kata Ki Bijak.

“Hak-hak al qur’an ki.........?” Tanya Maula

“Benar Nak Mas, kadang kita terlalu sibuk menuntut al qur’an sebagai ini dan itu, sementara hak-nya tidak pernah kita hiraukan.....”. “

“Al qur’an juga mempunyai hak atas kita, yang jika hak-hak Al qur’an itu kita tunaikan,isha Allah, kita akan benar-benar mendapati al qur’an sebagai petunjuk bagi kita, bahkan lebih dari itu, Al qur’an akan menjadi rahmat dan pemberi syafaat bagi kita di yaumil akhir nanti............” Sambung Ki Bijak.

“Apa saja hak-hak al qur’an atas kita ki.........?” Tanya Maula.

“Setidaknya ada lima hak al qur’an yang harus kita tunaikan, yang pertama, hak al qur’an atas kita adalah dibaca sesuai dengan ketentuan tajwid dan mahroj-nya..........” Kata Ki Bijak.

“Alhamdulillah, kalau sekarang ini banyak metode pembelajaran Al qu’ran yang bagus, yang bisa dengan cepat mengajar kita untuk bisa baca al qur’an, hanya kadang sebagian kita kurang terlalu peduli dengan kaidah-kaidah baca al qur’an yang benar, sehingga keagungan bacaan al qur’an sebagai kalam ilahi, menjadi kurang tampak, dan bahkan bagi sebagian orang, membaca Al qur’an tidak lebih penting dari membaca koran, ini yang harus kita perbaiki, sebagai salah satu langkah kita untuk memenuhi hak al qur’an atas kita, baca al qur’an sesuai dengan ketentuan dan kaidahnya..............” Kata Ki Bijak.

“Lalu hak al qur’an yang kedua atas kita apa ki............?” Tanya Maula.

“Setelah kita bisa membaca al qur’an, maka akan timbul hak al qur’an yang kedua, yaitu memahami artinya, baik arti secara harfiah, maupun arti maknawi (tafsir)-nya...........” Kata Ki Bijak.

“Nak Mas masih ingat, apa saja yang terkandung dalam al qur’an...?” Tanya Ki Bijak.

“Ya ki, secara garis besar, al qur’an mengandung pelajaran ketauhidan, kisah-kisah bangsa terdahulu serta hukum-hukum atau syari’at........” Jawab Maula,

“Karenanya, kita harus benar-benar memahami apa arti bacaan al qur’an, agar kita bisa melaksanakan apa yang terdapat dalam al qur’an serta menjauhi apa yang dilarang Allah seperti tercantum dalam ayat-ayat al qur’an...........”,

“Atau bagaimana mungkin kita bisa menjadikan kisah-kisah bangsa terdahulu yang diterangkan al qur’an sementara kita tidak mengetahui apa yang dikatakan Al qur’an.....?, untuk itulah kewajiban kita terhadap al qur’an adalah mengerti dan memahami arti dan maknanya...........” Kata Ki Bijak.

Maula manggut-manggut mendengar penjelasan gurunya, “Yang ketiga ki.......?” Tanyanya kemudian.

“Hak Al qur’an yang ketiga adalah dihapal.............”Kata Ki Bijak.

“Nak Mas masih ingat dengan hadits yang menunjukan keistimewaan orang yang hapal al qur’an.....?” Tanya Ki Bijak.

“Ya ki, dari Abi Hurarirah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW mengutus satu utusan yang terdiri dari beberapa orang. Kemudian Rasulullah SAW mengecek kemampuan membaca dan hapalan Al Quran mereka: setiap laki-laki dari mereka ditanyakan sejauh mana hapalan Al Quran-nya….”.

“Kemudian seseorang yang paling muda ditanya oleh Rasulullah SAW : “Berapa banyak Al Quran yang telah engkau hapal, hai pulan?” ia menjawab: aku telah hapal surah ini dan surah ini, serta surah Al Baqarah. Rasulullah SAW kembali bertanya: “Apakah engkau hapal surah Al Baqarah?” Ia menjawab: Betul. Rasulullah SAW bersabda: “Pergilah, dan engkau menjadi ketua rombongan itu!............” Kata Maula mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmizi.

“Benar Nak Mas, itu salah satunya, dan masih banyak lagi hadits yang menyatakan betapa orang yang didalam dadanya hapal al qur’an, mendapat kehormatan disisi Allah dan Rasul-Nya……., seperti sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah bersabda ‘“Penghapal Al Quran akan datang pada hari kiamat, kemudian Al Quran akan berkata: Wahai Tuhanku, bebaskanlah dia, kemudian orang itu dipakaikan mahkota karamah (kehormatan), Al Quran kembali meminta: Wahai Tuhanku tambahkanlah, maka orang itu dipakaikan jubah karamah. Kemudian Al Quran memohon lagi: Wahai Tuhanku, ridhailah dia, maka Allah SWT meridhainya. Dan diperintahkan kepada orang itu: bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat surga), dan Allah SWT menambahkan dari setiap ayat yang dibacanya tambahan ni`mat dan kebaikan ..” Kata Ki Bijak.

“Selanjutnya, al qur’an mempunyai hak atas kita untuk diamalkan, bacaan yang bagus, pemahaman arti yang baik, dan hapalan yang banyak, tidak boleh lantas menjadikan kita bangga diri, karena bacaan, arti dan hapalan yang tidak disertai dengan pengamalan yang baik dan benar, laksana pohon rindang tanpa buah, tak banyak memberikan manfaat pada orang yang memilikinya............” Kata Ki Bijak.

“Bahkan menurut hemat Aki, pengamalan nilai-nilai yang terkadung dalam al qur’an merupakan hal terpenting dalam upaya kita memenuhi hak-hak al qur’an........” Kata Ki Bijak lagi.

“Ki, kalau ada orang yang sudah mengamalkan al qur’an, tapi tidak bisa membaca al qur’an bagaimana ki...........?” Tanya Maula.

“Benar, ada orang yang sudah mengamalkan al qur’an meski ia tidak bisa membacanya, tapi itu sama sekali tidak berarti menggugurkan kewajibannya untuk belajar membaca al qur’an, belajar memahami artinya, belajar menghapalnya, karena kewajiban tetaplah kewajiban, yang harus ditunaikan, dan insha Allah, mereka yang sudah melaksanakan hukum-hukum al qur’an sebelum bisa membacanya, akan menjadi lebih baik lagi pengamalan al qur’anya kalau ditambah dengan membaca, mengerti dan menghapal al qur’an dengan baik..........” kata Ki Bijak.

“Selanjutnya, mengajarkan al qur’an juga merupakan sebuah kewajiban kita terhadap al qur’an yang harus kita laksanakan..., ajarkan apa yang kita mampu, walaupun hanya satu ayat................” Kata Ki Bijak.

“Buah yang matang dan ranum, tidak akan dapat dirasakan manis dan nikmatnya jika hanya dibiarkan menggantung diketinggian pohonnya, untuk itu, buah itu harus kita petik dan kita sampaikan, agar orang lain bisa menikmati manis dan lezatnya buah yang kita hasilkan............” Kata Ki Bijak.

“Ki, setelah mendengar penjelasan Aki tadi, ana merasa, ana masih punya banyak ‘hutang’ terhadap al qur’an ki, bacaan al qur’an ana masih banyak kurangnya, pemahaman ana terhadap al qur’anpun masih sedemikian dangkal, apalagi menghapal dan mengamalkannya, ana merasa masih sangat-sangat jauh ki...............” Kata Maula.

“Aki-pun demikian Nak Mas, masih banyak hak-hak al qur’an yang belum bisa Aki penuhi seluruhnya, tapi setidaknya mulai sekarang, marilah kita kembali buka dan pelajari lagi Al qur’an, agar kita tidak termasuk orang yang dianggap lalai dalam memenuhi kewajiban kita terhadap al qur’an.....” kata Ki Bijak merendah.

“Ki, adakah kiat yang bisa ana pakai untuk bisa belajar al qur’an dengan benar ki.......” Tanya Maula.

“Setiap orang, memiliki cara dan kekhususan tersendiri dalam mempelajari al qur’an, setiap orang mungkin berbeda cara belajarnya, namun setidaknya kita harus memiliki beberapa hal mendasar sebagai modal kita untuk belajar al qur’an..............” Kata Ki Bijak.

“Apa saja modal dasar itu, ki..........” Tanya Maula.

“Pertama, Niat dan komitmen yang kuat, niatkan belajar kita lillahita’ala, hanya semata karena mengharap ridha-Nya, kemudian, tanamkan dalam diri kita sebuah komitmen yang tinggi untuk benar-benar belajar dan mempelajari al qur’an................”

“Kedua, tanamkan selalu sifat rendah hati, sifat tawadlu, agar kita tidak cepat merasa bosan atau cepat merasa puas dengan apa yang telah kita pelajari........”

“Ketiga, belajarlah terus menerus dengan penuh kesungguhan.........”

“Keempat, amalkan apa yang sudah kita pelajari, misalkan kita sudah belajar baca bismillah, pahami apa arti dan makna yang terkandung didalamnya, kemudian amalkan dalam keseharian kita, bahwa tidak ada satupun aktivitas kita yang lepas dari memohon pertologan kepada Allah, yaitu dengan membaca Bismilllah..........’

“Selanjutnya, untuk membantu proses belajar kita, ajarkan apa yang sudah kita pahami, proses ini akan membantu ingatan kita terhadap apa yang telah kita dapat, dengan mengajarkan, secara otomatis kita selalu mengulang-ulang pelajaran yang sama, sehingga tingkat pemahaman dan belajar kita insha Allah menjadi lebih baik..........”

“Kemudian, kalau lima proses diatas sudah kita lakukan dengan benar, maka kita akan memiliki karakter...........’ kata Ki Bijak

“Apa cirinya kita sudah memiliki karakter ki..........?”, Tanya Maula

“Cirinya, kita akan merasa rugi kalau sehari saja kita tidak baca al qur’an,kita akan merasa kehilangan, kalau sehari saja kita tidak buka al qur’an, atau kita akan merasa bersedih karena kehilangan momentun belajar al qur’an, setiap hari, setiap saat dan setiap detik, orang yang memiliki karakter ini akan menunjukan semangat dan keinginan yang kuat untuk belajar al qur’an.............” Kata Ki Bijak.

“Alangkah bahagianya mereka yang sudah memiliki karakter seperti itu ya ki............” Kata Maula.

“Ya, berbahagialah orang yang memiliki karakter positif seperti itu, sebaliknya kita mesti berhati-hati kalau justru karakter negatif secara tidak sengaja menempel pada diri kita............” Kata Ki Bijak.

“Contohnya apa ki...........” Tanya Maula.

“Menunda waktu shalat, kadang juga merupakan menjadi ciri atau karakter seseorang, sehingga kalau ia shalat tepat waktu, malah merasa rugi dan terganggu...........”

“Kemudian lagi kebiasaan mencela, juga bisa jadi karakter seseorang, sehingga kalau belum mencela, rasanya gatal, dan lain sebagainya.........” Kata Ki Bijak memperingatkan Maula untuk berhati-hati.

“Ya ki, semoga ana bisa memiliki karakter positif dan semoga pula ana terhindar dari karakter negatif tadi ya ki............” Kata Maula.

“Semoga Nak Mas.............” Kata Ki Bijak.

Wassalam

November 19, 2007.

Thursday, November 15, 2007

KITA HANYA BOLEH MELAKUKAN YANG TERBAIK

“Sedang baca berita apa Nak Mas............” Tanya Ki Bijak pada Maula yang tengah membaca tabloid olahraga sambil istirahat.

“Ini ki, berita rencana penggantian pelatih Barcelona............” Kata Maula.

“Kenapa memangnya Nak Mas.........?” Tanya Ki Bijak.

“Itu ki, kemarin kan Barca kalah lawan Getafe, padahal sebelumnya, Barca menang di Liga Champion, tapi tetap saja kekalahan itu membuat sebagian pendukung dan pengurus kasak-kusuk untuk mencari pelatih baru.........” Kata Maula.

“Bukankah pelatih Barca yang sekarang ini ‘berhasil’ merebut juara liga spanyol plus liga Champion Nak Mas.....?” Tanya Ki Bijak.

“Benar Ki, Frank Rijkard dua tahun lalu demikian dipuja karena keberhasilannya mematahkan dominasi Madrid sebagai langganan juara La Liga, ana jadi kepikiran, kenapa ya ki, keberhasilan yang boleh dikata hebat itu, bisa pupus hanya karena satu kekalahan yang mungkin tidak terlalu menentukan juara tidaknya sebuah klub......?” Tanya Maula.

“Nak Mas ingat dengan pepatah yang mengatakan ‘panas setahun hilang oleh hujan sehari....?” Tanya Ki Bijak.

“Iya ki, kebaikan yang banyak, akan hilang oleh keburukan yang dilakukan walau hanya sekali.............” Kata Maula.

“Ya, kira-kira seperti itu, lalu Nak Mas tahu apa arti peribahasa itu bagi kita...........?” Tanya Ki Bijak.

Maula menggeleng, belum mengetahui makna peri bahasa itu bagi kehidupan sehari-harinya.

“Artinya kita hanya boleh melakukan yang terbaik saja dan harus senantiasa menjaga diri dari hal yang subhat sekalipun, karena sekali kita berbuat salah, maka seolah kita telah melakukan kesalahan sepanjang masa, tidak peduli bahwa betapapun banyak kebaikan yang telah kita lakukan sebelumnya..........” Kata Ki Bijak.

“Sepertinya tidak adil ya ki...........” Kata Maula.

“Terlepas adil atau tidaknya menurut kita, itu adalah sebuah pelajaran yang sangat berharga untuk kita camkan dan tanamkan bahwa kita tidak boleh melakukan kesalahan sekecil apapun agar kebaikan yang kita lakukan tidak hangus karenanya..............” Kata Ki Bijak.

“Dalam bahasa Al qur’an, Allah sering sekali menggunakan kata ‘peliharalah’, seperti ‘peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka’, kemudian ‘peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya’, lalu ‘peliharalah hubungan silaturahim’ dan masih banyak lagi….”,

“Menurut hemat Aki, kata ‘pelihara’ mengandung arti berkesinambungan dan terus menerus, jika kita diperintah Allah untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka, artinya kita diharus kan secara terus menerus menjaga amal ibadah dan perbuatan kita yang dapat menghindarkan kita dari neraka, jika kita diperintah Allah untuk memelihara tali silatarahim, artinya kita harus menjaga hubungan kekerabatan dan kekelurgaan bukan hanya saat idul fitri saja misalnya, tapi kontinu dan terus menerus………”

“Sekali kita lalai dalam memelihara apa yang diperintahkan Allah, sangat boleh jadi, kebaikan yang kita lakukan akan terhapus sama sekali oleh kesalahan yang kita buat...........” Tutur Ki Bijak.

“Iya ya ki, seperti contoh pelatih sepakbola itu, terlepas dari berapa kemenangan yang telah diraih timnya atau berapa tropi yang sudah dipersembahkannya, ketika dia ‘melakukan kesalahan’ karena timnya kalah, maka kemenangan dan tropi itu seperti tidak berarti sama sekali...........” Kata Maula, mulai memahami apa yang diutarakan oleh gurunya.

“Pun demikian dengan pekerjaan kita Nak Mas, berusahalah untuk senantiasa memberikan yang terbaik, jaga kepercayaan atasan, dan jangan sekali-kali membuat ‘kesalahan’ yang akan membuat nilai kita merah selamanya dihadapan atasan kita, karena akan sangat sulit bagi kita untuk merebut kembali kepercayaan yang telah rusak.............” Kata Ki Bijak.

“Jadi kita tidah boleh melakukan kebaikan musiman ya ki.........” Kata Maula.

“Bukan tidak boleh Nak Mas, kalau kita ramai-ramai menyantuni yatim piatu di bulan Muharam, misalnya, itu juga sebuah kebaikan yang sangat dianjurkan, namun demikian, alangkah baiknya bila kita ‘memelihara’ amal shaleh itu dalam setiap waktu, karena kebutuhan anak yatim piatu kan bukan hanya dibulan Muharam saja, jika semua kita milih-milih waktu untuk menyantuni anak yatim piatu sebatas dibulan muharam, lalu bagaimana kehidupan mereka dibulan-bulan lainnya.........?” Kata Ki Bijak.

“Atau kalau kita gemar bersedekah dibulan ramadhan karena iming-iming pahala yang besar, juga sangat baik, tapi alangkah baiknya kalau sedekah, zakat dan zariah itu dilakukan sepanjang tahun, karena itu merupakan kebutuhan kita.......” Kata Ki Bijak lagi.

“Tadarus Al qur’an pun demikian ya ki, bulan hanya dimalam-malam ramadhan........” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, kalau kita baca qur’an sebatas dimalam-malam ramadhan, kesannya kita hanya ikut-ikutan, dan belum menjadikan tadarus al qur’an sebagai sebuah kebutuhan...............” Kata Ki Bijak.

“Atau bahkan menurut beberapa kalangan, al qur’an mempunyai hak atas kita, yaitu untuk dikhatamkan minimal dua kali dalam setahun., Nah kalau kita hanya baca al qur’an dibulan ramadhan, harusnya kita khawatir ada hak al qur’an untuk dikhatamkan tidak dapat kita tunaikan, kita menjadi ‘berhutang’ dan berdosa karenannya............” Lanjut Ki Bijak.

“Kembali pada topik kita diatas, melakukan hal terbaik harus dapat kita jadikan sebagai karakter kita, kita harus berupaya shalat dengan shalat terbaik, kita harus shaum dengan shaum terbaik, zakat dengan harta dan cara terbaik, haji dengan upaya maksimal untuk menjadi haji terbaik, terlepas dari apapun hasil yang akan Allah berikan kepada kita nanti, kita sudah mendapat kredit point tersendiri dari kesungguhan upaya kita untuk hanya melakukan yang terbaik sesuai dengan kemampuan kita..............” Kata Ki Bijak.

“Ki, bagaimana membentuk karakter seperti ini, ki...........” Tanya Maula.

“Latihan Nak Mas, mulailah latihan dari yang kecil dulu, misalnya untuk mencapai tingkatan shalat terbaik, latihlah diri kita untuk minimal shalat tepat waktu dulu, kemudian secara perlahan dan kontinu, perbaiki bacaan kita, sempurnakan gerakan kita, kemudian pahami makna bacaan kita, selanjutnya terus hingga kita bisa mencapai maqam shalat khusyu sesuai yang diajarkan Rasulullah...............” Kata Ki Bijak.

“Pun dalam hal sedekah, latihlah diri kita untuk bersedekah tiap hari, berapapun jumlahnya, terus kita bersedekah, sehingga kita akan merasa rugi dan kehilangan jika kita tidak bersedekah, kemudian tingkatkan kualitas sedekah kita dengan nominal yang lebih besar, niat yang lebih ikhlas, sehingga kita memiliki karakter untuk selalu berbuat yang terbaik............” Kata Ki Bijak.

“Berapa lama latihannya ki.........?” Tanya Maula.

“Tergantung kesungguhan kita dalam melakukan latihan itu Nak Mas, semakin intens kita melatih diri untuk shalat tepat waktu, maka karakter untuk menjadi orang yang selalu shalat dengan cara terbaik, akan lebih cepat kita miliki, pun dengan latihan sedekah dan zakat kita, kalau kita latihan sedekahnya rajin dan rutin, insha Allah, karakter itu akan lebih cepat terbentuk..............”Kata Ki Bijak.

“Sederhana sekali ya ki............?” Kata Maula.

“Sangat sederhana bahkan, tapi kadang karena kesederhaan itu kita jadi cenderung menyepelekannya, ini hanya harus kita waspadai Nak Mas.....................” Kata Ki Bijak.

“Nak Mas, ada jadwal pertandingan sepakbola nanti malam....?” Tanya Ki Bijak.

“Ada ki, Aki mau ikut nonton.............?” Kata Maula.

“Nak Mas saja yang nonton bola, kemudian Nak Mas perhatikan, pemain yang tidak memberikan permainan terbaiknya, pasti akan diganti oleh pemain lain, benar begitu...?” Kata Ki Bijak.

“Benar Ki..............” Kata Maula.

“Ya, seperti itulah kehidupan kita......., maka belajarlah dengan lebih keras untuk menjadi orang yang selalu berbuat yang terbaik bagi dirinya,bagi keluarga, dan syukur kalau bisa berbuat yang terbaik untuk agama, bangsa dan negara..., Aki pamit pulang dulu ya Nak Mas.............” Kata Ki Bijak sambil menepuk bahu Maula.

“Assalamu’alaikum..............” Lanjut Ki Bijak,

“Walaikumusalam.........., Balas Maula sambil mengantar gurunya kedepan.

Wassalam

Nopember 15, 2007

Wednesday, November 14, 2007

SEPENGGAL HIKMAH

“Waah ki, ada berita baru nih ki.........” Kata Maula.

“Berita apa Nak Mas..?”Tanya Ki Bijak.

“Itu lho ki, orang yang kemarin mengaku sebagai rasul baru itu, kemarin menyatakan bertobat, katanya ia khilaf dengan apa yang telah diucapkan dan dilakukannya dengan mengaku sebagai rasul........” Kata Maula.

“Oh ya....?, Aki baru dengar beritanya Nak Mas.........” Kata Ki Bijak.

“Ki, aneh tidak sih ki, orang yang bertahun-tahun berusaha ingin disebut sebagai rasul, hanya dalam hitungan beberapa hari, tiba-tiba sekarang melepaskan atribut kerasulannya itu ya ki........?” Tanya Maula.

“Wallahu’alam Nak Mas, tapi mudah-mudahan pengakuan rasul palsu itu menyadarkan para pengikutnya..........” Kata Ki Bijak.

“Ki, hikmah apa yang dapat kita ambil dari kejadian seperti ini ki...........” Tanya Maula.

“Kita harus semakin hati-hati dengan keimanan kita, itu yang pertama, karena meskipun rasul palsu itu telah menyatakan kekhilafannya, ajaran semacam itu masih sangat-sangat mungkin muncul kembali, entah dengan nama atau pemimpin baru, tapi yang jelas, selama dunia ini berputar, setan tidak akan pernah berhenti untuk menyesatkan mereka yang lalai dan lemah iman....................” kata Ki Bijak.

“Yang kedua, ada tantangan yang jauh lebih besar bagi kita untuk ‘menyadarkan’ para penganut paham ini yang berdiri secara individual yang semakin hari semakin bertambah jumlahnya.........” Kata Ki Bijak lagi.

“Penganut paham ini yang berdiri secara individual ki.........?” Tanya Maula.

“Ya Nak Mas, seperti yang Aki utarakan kepada Nak Mas beberapa hari lalu, bahwa secara de facto, orang islam yang tidak shalat, orang Islam yang tidak zakat, orang islam yang enggan pergi haji, jumlahnya jauh lebih banyak dari anggota dan jamaah ‘aliran aneh’ yang terdaftar secara tertulis, dan kenapa Aki tadi bilang bahwa ini jauh lebih berat, karena kita harus ekstra hati-hati untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang benar, kemudian kita juga dihadapkan pada kemajemukan alasan mereka untuk tidak shalat dan meninggalkan ajaran agamanya, selain juga secara organisatoris, mereka tidak nyata sama sekali, sehingga kita harus menyadarkan mereka satu per satu, dan dengan cara yang ekstra hati-hati, dan ini merupakan tugas yang sangat-sangat berat menurut Aki............” Kata Ki Bijak lagi.

“Kenapa harus berhati-hati ki...........?” Tanya Maula.

“Akan sangat riskan bagi kita untuk mengajak mereka kembali pada jalur yang benar, karena salah-salah, bukan menyadari kekeliruannya, tapi justru mereka akan merasa ‘tersinggung’ dan semakin jauh meninggalkan kebenaran..........” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, beberapa kali ana dipertemukan Allah dengan orang yang ‘meninggalkan’ shalat syari’at yang lazimnya dilaksanakan oleh umat Islam, dan hebatnya, mereka memiliki banyak sekali dalil untuk memperkuat argumen mereka, mulai dari pertanyaan seputar pengertian dan hakekat shalat, kemudian perlu tidaknya ‘ritual’ gerakan shalat, bahkan sebagian lagi ada yang mengatakan bahwa gerakan shalat tidak lebih dari gerakan senam, kemudian lagi mereka memandang tidak perlunya shalat, dan masih banyak lagi dalilnya ki........” kata Maula.

“Iya, seperti itu Nak Mas, mereka pandai sekali mengemukakan dalil, dan orang yang tidak memiliki ilmu dan iman yang cukup, akan dengan mudah terpengaruh oleh banyaknya dalil semacam itu, tanpa terlebih dulu mengecek ulang kebenaran dalil-dalil yang mereka terima, dan ini yang berbahaya menurut Aki..............” Kata Ki Bijak.

“Apa yang harus kita perbuat ketika kita berhadapan dengan mereka, Ki.........” Tanya Maula.

“Seperti Aki katakan diatas, hal pertama yang harus kita lakukan adalah dengan menambah iman dan ilmu kita, agar kita terproteksi dari pendapat dan ajaran yang tidak jelas asal usulnya, perbaharui selalu iman dan ilmu kita, karena setan akan selalu memperbaharui cara dan strategi mereka untuk memalingkan kita dari kebenaran.........” Kata Ki Bijak

“Kemudian kita ambil hikmahnya saja Nak Mas, misalnya ketika mereka mengatakan bahwa gerakan shalat tidak lebih dari gerakan senam, kita ambil hikmahnya saja, mungkin benar bahwa selama ini shalat kita lebih ‘mirip’ dengan gerakan tanpa makna, karenanya, kita harus berupaya semaksimal mungkin bagaimana agar shalat yang kita lakukan benar-benar merupakan sebuah proses hubungan antara kita sebagai hamba dengan Allah sebagai khaliq..............., sehingga gerakan shalat kita benar-benar mampu melahirkan kekhusuan yang mengantar kita untuk bermunajat kepada Sang Pencipta.......” Kata Ki Bijak.

“Lalu kalau mereka mengatakan bahwa shalat tidak lebih dari sebuah ritual, jadikan itu sebagai bahan introspeksi kita untuk lebih bisa memaknai shalat sebagai sebuah kebutuhan kita, sehingga ketika kita shalat, kita benar-benar mendirikannya, bukan sekedar melaksanakan shalat..............” Kata Ki Bijak.

“Apa bedanya melaksanakan dan mendirikan shalat Ki...............” Tanya Maula.

“Nak Mas masih ingat dengan perbincangan kita tentang bedanya Tukang bangunan dan Ahli Bangunan.........?” Tanya Ki Bijak.

“Iya Ki, ana ingat.........” Kata Maula.

“Ya seperti itu kira-kira Nak Mas, orang yang ‘hanya’ melaksanakan shalat tidak lebih dari ‘tukang shalat’, yang shalatnya sekedar menggugurkan kewajiban, persis seperti tukang yang hanya mengejar gajian dan lemburan, tanpa pernah tahu akan seperti apa bangunan yang sedang dikerjakannya..............” Kata Ki Bijak.

“Sementara perintah shalat, selalu menggunakan kata qiyamu shalat, dirikanlah shalat, dan orang-orang yang mendirikan shalat adalah mereka yang mengerti dan memahami betul tujuan dan arti shalat, sehingga ia akan sangat berhati-hati dalam mendirikan shalatnya, waktunya diukur, gerakannya ditata, bacaanya dipahami, maknanya diresapi, sehingga ia mampu memaknai shalat secara utuh, tidak lagi sekedar ritual, dan tidak lagi sekedar gerakan senam......”

“Sama seperti ahli bangunan yang merancang kontruksi bangunan yang akan dibangunan secara detail, mulai dari rencana penyelesaian, bahan yang dibutuhkan, derajat kemiringan hingga skala dan perbandingan material dan bahan bangunan dan lain sebagainya, sehingga ia mampu memiliki gambaran utuh mengenai bangunan yang akan dikerjakannya................” Kata Ki Bijak.

“Ya ki, begitu pulakah dengan shaum, zakat dan haji, sebagian kita masih sekedar menjadi tukang..........” Kata Maula.

“Nak Mas bisa lihat disekitar kita, betapa banyak diantara kita yang shaumnya tidak lebih dari menahan haus dan lapar saja, sementara mata kita masih asyik menikmati kemunkaran sepanjang jalan, telinga kita masih nikmah mendengarkan gosip murahan, lisan kita pun masih belum terjaga dari perkataan yang mubazir, dan masih banyak lagi aktivitas kita yang menggambarkan sebagian kita masih sekedar tukang shaum, belum menjadi seorang ahli shaum...., sehingga ketika ada paham yang menyatakan kita tidak perlu shaum, sebagian kita dengan senang hati beramai-ramai mengikutinya, karena memang pada dasarnya sebagian kita sudah enggan untuk melaksakan shaum dengan benar sesuai kaidah yang disyari’atkan.............” Kata Ki Bijak.

“Pun demikian halnya deng zakat kita, kita belum mampu memaknai bahwa zakat adalah sebuah kebutuhan kita untuk mensucikan harta dan jiwa kita, kita masih sering terjebak pada tuntutan ego kita agar tidak disebut orang kikir, atau karena malu pada orang lain yang bayar zakat, sekali lagi ini adalah tabiat ‘tukang’, bukan karaktertik seorang ahli..........., sehingga ketika ada paham yang mengatakan zakat bukan merupakan kewajiban, mereka bersorak girang karenanya...............”Kata Ki Bijak lagi.

“Dan rasanya Aki tidak perlu panjang lebar untuk menjelaskan bagaimana orang yang sudah berangkat tanah suci, mendapat gelar haji ganda.., haji-haji main judi, haji-haji korupsi, haji-haji tidak bisa ngaji dan masih banyak lagi, faktornya itu tadi, kita belum menjadi seorang ahli..................” Lanjut Ki Bijak.

“Masih banyak sekali PR kita ya ki..........”Kata Maula.

“Semoga ini menjadi ladang pahala bagi kita Nak Mas, Bismillah, kita lanjutkan tugas mulia ini dengan memulainya dari diri kita terlebih dahulu, kemudian keluarga dan setelahnya kelingkungan yang lebih luas...........” Kata Ki Bijak.

“Insha Allah ki............” kata Maula sambil pamitan kepada gurunya.

Wassalam.

Nopember 14, 2007

Tuesday, November 13, 2007

SEHAT LAHIR BATHIN

“Dimakan kue-nya Nak Mas...........” Kata Ki Bijak menawarkan kepada Maula.

“Terima kasih Ki, tapi maaf, ana lagi puasa ki............”Kata Maula.

“Puasa apa Nak Mas, puasa kok malam-malam.......?” Tanya Ki Bijak heran.

“Bukan puasa sih Ki sebenarnya, kami hanya diminta untuk tidak makan dari pukul 10 malam sampai pagi nanti, kalau minum air putih boleh.........” Kata Maula.

“Untuk apa Nak Mas....?” Tanya Ki Bijak lagi.

“Besok, dikantor akan diadakan medical check up, Ki, salah satunya akan diperiksa kadar gula darah, dan puasa yang dilakukan itu agar kadar gula darah dalam tubuh bisa diukur ki..........” Kata Maula.

“Ohhhh begitu, Nak Mas tahu apa tujuan perusahaan Nak Mas mengadakan tes kesehatan segala......?” Tanya Ki Bijak.

“Katanya sih untuk mengecek dan mengetahui kondisi kesehatan karyawan Ki, sehingga kalau ada karyawan yang sakit atau memiliki potensi penyakit, dapat dilakukan pencegahan, atau kalau ada benih penyakit, dapat diketahui secara dini, hingga proses penangananya dapat dilakukan dengan cepat dan tepat............” Kata Maula.

“Aki sependapat dengan tujuan perusahaan itu, bahwa pemeriksaan dan pengecekan kesehatan secara berkala, akan sangat membantu kita untuk dapat mendeteksi potensi penyakit sehingga dapat dilakukan pencegahaan dan penanganannya dapat dilakukan dengan cepat dan tepat, tapi bagi Aki, masih ada yang kurang Nak Mas............” Kata Ki Bijak.

“Apanya yang kurang ki.........?” Tanya Maula.

“Nak Mas tahu, bahwa selain jasmani, kita juga terdiri dari unsur rohani atau bathin, dan ini yang sering sekali kita abaikan pemeriksaan kesehatannya.............” Kata Ki Bijak.

“Kalau kita batuk atau flu, dengan segera kita mencari obat atau pergi kedokter, apalagi kalau kita mengalami demam tinggi atau gejala sakit yang lebih berat, pasti kita akan sangat merasa cemas dan khawatir dengan kondisi badan kita................”

“Tapi ketika bathin kita merintih ‘haus dan lapar’ karena kita tidak pernah memberinya vitamin ilmu dan hikmah, kita hampir tidak pernah peduli, kita kerap mengabaikan kebutuhan ilmu dan hikmah bagi bathin kita..........” Kata Ki Bijak.

“Contoh lain, ketika kita terjangkiti penyakit Angkuh,Iri, Dengki dan Sum’ah, kitapun sama sekali tidak mengetahuinya, padahal ‘penderitaan bathin’ kita akibat penyakit itu sedemikian besar, tapi kita sama sekali tidak peduli...................” Kata Ki Bijak.

Maula menghela nafas panjang, ia mulai mengerti kemana arah pembicaraan gurunya.

“Benar ki, ana pun masih sering merasakan hal itu, ana masih kerap mengabaikan tuntutan bathin ana untuk menambah ilmu, ana juga masih sering menuruti rasa malas ketimbang bangun tahajud, ana juga masih sering terperangkap ego untuk menunjukan ke-aku-an, dan masih banyak lagi................” Kata Maula.

“Bukan hanya Nak Mas yang mengalami hal itu, setiap kita, akan mengalami pergulatan panjang dan melelahkan sebelum akhirnya keluar siapa pemenangnya, sifat sombong dan ke-aku-an kita kah, atau sifat tawadlu kita yang menang, sifat iri kita kah, atau rasa syukur yang keluar, setiap hari dan setiap saat akan selalu begitu..........” Kata Ki Bijak.

“Ketika sifat tawadlu kita, rasa syukur kita dan qana’ah kita yang menang, maka insha Allah, bathin kita akan terpelihara dan sehat........”

“Sebaliknya, ketika sifat sombong, sifat iri, sifat dengki dan sum’ah kita yang memenangkan peperangan, maka bathin kita akan ‘jatuh sakit’, dan akibat penyakit bathin ini, dampaknya jauh lebih besar dari penyakit jasmani yang paling mematikan sekalipun..........!” Kata Ki Bijak.

“Apa bahayanya ki.........?” Tanya Maula.

“Sifat sombong, iri, dengki, dan riya, bukan hanya akan menghancurkan kehidupan kita didunia ini, tapi lebih dari itu, kehidupan kita diakhirat pun akan hancur dibuatnya...........”

“Nak Mas tahu, betapa Allah tidak menyukai orang-orang sombong lagi membanggakan diri, dan ketika seseorang terjangkiti penyakit ini, maka ia akan dipalingkan dari Allah swt, pun dengan iri, dengki dan riya, penyakit ini akan mengikis habis pahala amal kita, sehingga kita akan menjadi orang paling merugi diakhirat kelak, Naudzubilah...........” Kata Ki Bijak.

“Bagaimana kita mengetahui ada tidaknya penyakit bathin ini dalam diri kita ki.......” Tanya Maula.

“Inilah salah satu sisi menarik dari penyakit bathin, kalau penyakit jasmani, sipenderita adalah orang yang paling tahu bagaimana kondisi penyakitnya, bahkan mungkin dari seorang dokter sekalipun........”

“Tapi penyakit bathin, justru orang lain yang lebih tahu dari sipenderitanya sendiri, seperti ketika kita berlaku sombong, kita cenderung tidak merasakan bahwa kita sombong, tapi justru orang lain merasakan dan mengetahui kesombongan kita dari tingkah pola dan pitutur kita..........” Kata Ki Bijak.

“Atau kalau seseorang memiliki sifat riya, suka pamer dan pamrih, orang yang melakukannya mungkin tidak merasa bahwa ia suka pamer, tapi justru akan sangat terlihat dalam pandangan dan perasaan orang lain.........” sambung Ki Bijak.

“Jadi ki...........” Tanya Maula.

“Jadi untuk mengetahui dan mendeteksi ada tidaknya penyakit bathin dalam diri kita, kita perlu seorang ‘dokter spesial’ yang dapat dengan jujur memberi tahu kita bagaimana kita berperilaku, dokter spesial itu bisa istri kita, bisa orang tua kita, bisa guru kita, atau bahkan anak kita, yang penting dokter itu adalah orang yang kita percaya dan jujur, untuk memberi tahu kita tentang penyakit bathin kita..........” Kata Ki Bijak.

“Bagaimana kalau penyakit bathin itu sudah menjangkiti kita ki, apakah bisa disembuhkan.................?” Tanya Maula.

“Setiap penyakit ada obatnya, pun dengan penyakit bathin, Allah swt telah memberikan penawar segala jenis penyakit bathin ini, yaitu Al Qur’an....................” Kata Ki Bijak.

“Al Qur’an ki..............?” Tanya Maula.

“Nak Mas perhatikan ayat al qur’an ini...........” Kata Ki Bijak sambil mengutip sebuah ayat al qur’an.

57. Hai manusia, Sesungguhnya Telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman (Surah Yunus)

“Dengan mentadaburi pelajaran dari Allah (Al Qur’an), maka kita akan mengetahui bahwa kita tidak patut berlaku sombong, karena hanya Allah saja-lah yang berhak menyandang Al Mutakabir....”,

“Dengan mentadaburi Al qur’an, kita akan tahu, bahwa segala sesuatu yang telah, tengah dan akan terjadi kepada kita dan kepada orang lain, adalah sebuah skenario besar dari Allah swt, jadi kita tidak perlu merasa iri, kalau ada orang lain yang kehidupan dan penghidupannya lebih baik dari kita, jadi kita tidak perlu dengki kalau ada rekan yang posisinya lebih tinggi dari kita, kita tidak perlu meradang kalau ada bawahan kita yang kedudukannya meroket seiring dengan prestasinya, karena sekali lagi, Al qur’an mengajarkan kepada kita betapa sifat sombong, iri, dengki dan riya itu hanyalah sebuah penyakit yang harus segera kita hilangkan dari dalam diri kita................” Kata Ki Bijak.

“Lalu yang kedua, obat penyakit bathin adalah qiyamul lail......” Kata Ki Bijak.

“Qiyamul lail ki..............?” Tanya Maula.

“Qiyamul lail yang didirikan dengan istiqomah, ikhlas dan benar, akan menjadikan orang yang mendirikannya memiliki sistem imun yang luar biasa untuk dapat terhindar dari berbagai penyakit bathin...........”

“Betapa ditengah keheningan malam, seseorang yang mendirikan qiyamul lail, tafakur dan bermunajat kepada penciptanya secara langsung, dan ini akan memberikan dampak psikologis yang sangat besar bahwa betapa ia kecil dihadapan Allah, betapa ia sangat-sangat tidak patut untuk merasa besar dan sombong, dan ini merupakan terapi mujarab bagi mereka yang ingin sembuh dari penyakit bathinnya.............” Kata Ki Bijak.

“Selanjutnya, sistem kekebalan atau imun yang sudah terbentuk dengan tadabur al qur’an dan qiyamul lail itu, kita support dengan dzikir, dalam setiap keadaan dan kondisi, sehingga melahirkan rasa kebersamaan kita dengan Allah, dan ketika kita sudah mampu merasakan kebersamaan itu, insha Allah kita akan terpelihara dari sifat-sifat tercela yang menjangkiti bathin kita...................” Kata Ki Bijak lagi.

“Lalu apa lagi ki........?” Tanya Maula.

“Shaum Nak Mas, seperti yang sekarang Nak Mas lakukan dengan tidak makan sampai pagi nanti, tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah asupan yang berlebihan, sehingga kadar gula didalam tubuh kita relatif bisa diukur, pun demikian dengan penyakit bathin, shaum merupakan sebuah terapi penyembuhan yang sangat baik terhadap penyakit-penyakit bathin............”

“Rasa lapar dan dahaga selama kita shaum, akan membentuk kesadaran bahwa kita memang mahluk lemah, yang jika tidak makan dan minum sehari saja, kita akan lemas tiada berdaya, lalu pantaskah kita yang lemah ini berlaku sombong dan melampaui batas......?” Kata Ki Bijak setengah bertanya.

“Dan yang kelima, seperti Aki katakan diatas, kita perlu seseorang yang mampu dengan jujur memberi tahu penyakit kita, dan kita bisa menjadikan orang alim sebagai salah satu orang yang dapat memberikan masukan pada kita, rajin-rajinlah datang ke ulama dan kyai, untuk minta nasehat dan wejangan, bergaulah dengan mereka secara patut, insha Allah, kita akan selamat dari terpaan penyakit bathin...................” Kata Ki Bijak.

“Berat sekali konsekuensi dari penyakit bathin itu ya ki.........” Kata Maula.

“Untuk itu, lebih baik kita mencegahnya, daripada kita repot mengobatinya, karena sehat jasmani saja, sehat lahir saja, belum cukup untuk dapat mengantar kita pada kehidupan yang bahagia didunia dan akhirat..........” Kata Ki Bijak.

“Pelihara jasmani dan rohani Nak Mas, insha Allah Nak Mas akan menjadi orang yang sehat lahir bathin dan bahagia dunia wal akhirat..........” kata Ki Bijak mengakhiri percakapan malam itu.

Wassalam

Nopember 13, 2007

Tuesday, November 6, 2007

CERITA DARI PESANTREN

“Photo-photo dimana ini, Nak Mas.............?” Tanya Ki Bijak sambil memperhatikan beberapa lembar photo bangunan rusak dimeja Maula.

“Ooh, ini ki, minggu kemarin ana silaturahim ke Pondok Pesantren Hidayatul Ihwan di Purwakarta ki........” Kata Muala

“Di Purwakarta mana Nak Mas.....?” Tanya Ki Bijak

“ Di Kampung Buni Sari, Desa Parakan Salam, Kecamatan Jatiluhur, memang tempatnya terpencil sekali ki, jadi banyak orang yang tidak tahu tempat itu................” Kata Maula.

“Lalu, photo-photo ini..........?” Kata Ki Bijak sambil terus memperhatikan beberapa photo lainnya.

“Itu photo bangunan ‘kobong’ (Pondokan Santri) Ki, kondisinya memang sudah rusak parah, lantainya sudah ambruk, jendela dan kusennya sudah keropos, dan sekarang sudah tidak bisa ditempati lagi oleh para santri..................” Kata Maula.

“Masya Allah..................” Kata Ki Bijak prihatin.

“Ki, kenapa banyak pesantren yang terbengkalai seperti ini ya ki..........” Tanya Maula.

“Karena memang pak Kyai tidak bisa sendirian mengurus semua hal dipesantren itu Nak Mas, pak Kyai memerlukan dukungan dari yang lain...........” Kata Ki Bijak.

“Dukungan dari siapa ki.........................?” Tanya Maula.

“Sebuah proses membina kemaslahatan umat, atau dalam kontek yang lebih besar, Nabi Muhammad saw bersabda, bahwa tegaknya dunia (qawamud dunya), oleh empat perkara (bi arba'ati asya-a), yaitu dengan ilmunya ulama (bi ilmil ulama), keadilan pemimpin (bi adlil umara), kedermawanan kaum hartawan (bi sakhawatil aghniya) dan doanya kaum fakir miskin (bi do'ail fuqara)..............”

“Pun dengan tegaknya sebuah pesantren, misalnya, akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh Adil-nya para umara, hartanya para Aghniya, Ilmu-nya para ulama dan do’anya kaum dhuafa......” Kata Ki Bijak.

“Ki, bagaimana contoh adil-nya umara dalam kemaslahatan sebuah pesantren, ki..........?” Tanya Maula.

“Nak Mas perhatikan sekolah-sekolah umum dan para pengajarnya, mereka memiliki fasilitas bangunan yang lebih baik dan upah para pengajarnya pun jauh lebih baik dari ustadz/ustadzad yang mengajar di madrasah atau pesantren, mereka mendapatkan gaji pokok, tunjangan dan bahkan uang pensiun................”

“Sementara disisi lain, para ustadz dan ustadzad, dengan tanggung jawab yang sedemikian besar untuk mendidik dan membentuk sebuah generasi yang Islami, mereka hanya mengandalkan semangat untuk mengabdikan dirinya dipesantren – pesantren, dengan penghasilan yang ala kadarnya, coba Nak Mas tanya, berapa upah yang didapat para pengajar di Pesantren itu, pasti jauh lebih kecil dari para guru disekolah umum.............” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, mereka bahkan kadang tidak mendapatkan upah sama sekali atas jerih payahnya mendidik para santri, sehingga sebagian mereka harus ‘rela’ meninggalkan pengabdian luhurnya demi periuk nasi keluarganya.............” Kata Maula.

“Dan kalaupun ada ustadz/ustadzad yang mendapatkan upah, nilainya minim sekali, antara seratus sampai seratus lima puluh ribu per bulan, dan ditengah kondisi perekonomian sekarang ini, uang sebesar itu hampir pasti tidak mampu mencukupi kebutuhan ustadz/ustadzad yang paling pokok sekalipun.....”

“Maka disinilah umara yang adil harusnya berperan, dengan mengupayakan pemerataan dan penyetaraan antara madrasah dan sekolah umum, sehingga mereka, para ustadz dan ustadzad bisa mengabdi dengan penuh konsentrasi tanpa harus terlalu diributkan dengan masalah periuk nasinya.............” Kata Ki Bijak.

“Benar, ustadz dan ustadzad itu mengabdi lillahita’ala, tapi kita juga mesti ingat bahwa mereka juga memerlukan makan, mereka juga punya keluarga dan kebutuhan, kita tidak bisa berlepas diri dengan mengatakan bahwa ustadz/ustazad itu adalah pahlawan, dengan membiarkan mereka mengabdi dan berjuang sendirian...........” Kata Ki Bijak lagi.

“Bahkan secara khusus, Allah memerintahkan kita untuk memperhatikan mereka yang terikat jihad dijalan Allah, seperti para ustadz/ustadzad misalnya, yang tidak bisa ‘mencari nafkah’ atau bekerja karena tanggung jawabnya untuk mendidik para santri dipesantren;

273. (Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya Karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui. (Al Baqarah)

“Unsur yang kedua adalah hartanya para dermawan, seperti contoh pesantren ini, Pak Kyai tidak mungkin bisa membangun kembali ‘kobong’ yang rusak ini dengan duduk bersila dan dzikir terus-terusan, kemudian kobong tiba-tiba jadi bagus, karena pembangunan memerlukan biaya, pembangunan memerlukan syari’at, dan itu seharusnya menjadi tanggung jawab orang-orang yang diamanahi Allah dengan kelebihan harta untuk ikut serta memikul tanggung jawab memajukan kemaslahatan pesantren secara khusus, atau kemaslahatan umat secara umum..................” Kata Ki Bijak.

“Dan sekali lagi, rasanya kita masih memerlukan kerja yang lebih keras lagi untuk menggali potensi yang dapat kita himpun dari para muslim yang kaya ini, karena jujur, komposisi orang muslim yang kaya dengan zakat dan shadaqoh yang terkumpul, sangat tidak sebanding...........” Lanjut Ki Bijak.

“Unsur yang ketiga adalah ilmu-nya para ulama, dan disinilah peran penting dan tanggung jawab pak Kyai dan ustadz, untuk mendedikasikan ilmu-nya untuk kemaslahatan umat, dan ini hanya akan mungkin maksimal, apabila didukung oleh unsur-unsur lainnya............” Kata Ki Bijak lagi.

“Lalu bagaimana dengan do’anya kaum dhuafa ki............” tanya Maula.
“Ada banyak keterangan yang menyatakan bahwa salah satu do’a yang tidak mungkin ditolak oleh Allah adalah do’anya para fukora wal masakin, karenanya, sebagai pelengkap upaya lahiriah kita, kita membutuhkan do’a mereka………..” Kata Ki Bijak
“Ki, ana bukan seorang yang memiliki kelebihan harta, ana juga bukan seorang umara, apalagi seorang ulama, lalu apa yang bisa ana sumbangkan untuk kemaslahatan pesantren itu ki............” Kata Maula

“Jadilah penggerak dengan semangat dan ghirah jiwa muda Nak Mas, Nak Mas bisa menjadi penyambung informasi atau jembatan antara aghniya dan ulama, Nak Mas bisa juga menjadi sarana untuk memberikan masukan kepada para umara, dan masih banyak lagi yang bisa Nak Mas lakukan......, “

“Nak Mas bisa memfasilitasi anak-anak muda yang punya potensi, untuk menyalurkan potensi yang mereka miliki untuk diarahkan pada jalan yang benar dan bermanfaat, misalnya merangkul perkumpulan-perkumpulan atau komunitas pemuda muslim yang peduli dengan agamanya dan lainnya, yang penting Nak Mas harus berbuat sesuatu, jangan tinggal diam dan berpangku tangan, sementara didepan dan kiri kanan kita, membutuhkan uluran tangan dan bantuan kita.........” Saran Ki Bijak.

“Insha Allah ki............., kemarin juga ana sudah meneruskan informasi ini kepada rekan-rekan yang punya komitmen untuk bersama-sama membantu pembangunan kobong pesantren hidayatul ihwan....” Kata Maula.

“Syukurlah Nak Mas, semoga apa yang Nak Mas dan rekan-rekan lakukan, tetap istiqomah dan mendapat ridha Allah swt.....” Kata Ki Bijak.

“Ya, ki...., mohon do’anya, semoga semuanya berjalan lancar.......” Kata Maula.

“Insha Allah, amiiin.........” Jawab Ki Bijak.

Wassalam

November 06, 2007

DIATAS LANGIT ADA LANGIT

“Ki, tepat setahun sudah ana belajar disini, dan lebih dari dua ratus wejangan yang Aki ajarkan kepada ana, tapi sampai sekarang ana masih merasa belum memiliki apa-apa ki................” Kata Maula.

“Sudah setahun Nak Mas..?” Masya Allah demikian cepat waktu berganti..................” kata Ki Bijak.

“Nak Mas, Aki justru merasa senang kalau Nak Mas masih merasa belum memiliki apa-apa, karena itu berarti Nak Mas masih memiliki ghirah yang besar untuk terus belajar dan menambah ilmu............” Kata Ki Bijak.

“Aki tidak marah ki.............?” Tanya Maula.

“Mungkin Aki akan ‘marah’ kalau yang Nak Mas kejar itu materi semata, tapi selama yang Nak Mas kejar itu ilmu dan pengetahuan, Aki tidak punya alasan untuk marah Nak Mas, justru Aki bangga dengan Nak Mas, semoga semangat Nak Mas terus membara untuk menambah ilmu dan pengetahuan Nak Mas........” Kata Ki Bijak

“Ki, apakah menuntut ilmu itu ada batasnya ki.........” Tanya Maula.

“Tidak ada batasan dalam menuntut ilmu, tidak ada kata selesai dalam menuntut ilmu, karena diatas langit masih ada langit..........” Kata Ki Bijak.

“Aki pesan kepada Nak Mas, jangan membatasi diri dengan hanya belajar dari Aki disini, karena diluar sana, masih banyak, bahkan sangat banyak ilmu yang bisa Nak Mas pelajari, ilmu yang Allah amanahkan pada kita saat ini, tidak lebih dari setetes air dilautan, atau bahkan mungkin kurang dari itu..........” Kata Ki Bijak.

“Iya Ki, ana ingat sebuah ayat yang menyatakan ilmu Allah tidak akan habis meski pun ditulis dengan tinta sebanyak air dilautan sekalipun........” Kata Maula sambil mengutip ayat al qur’an;

109. Katakanlah: sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)". (Kahfi)

“Benar Nak Mas, ilmu Allah tidak akan pernah habis, karena memang ilmu apapun yang kita pelajari, sama sekali tidak akan mengurangi perbendaharaan ilmu Allah.........” Kata Ki Bijak.

“Hal itu pulalah yang dapat kita jadikan hujjah bahwa kita tidak boleh sombong dengan apa yang Allah amanahkan kepada kita, karena orang yang merasa ‘pintar’, sesungguhnya ia ‘bodoh’, karena artinya ia belum mengetahui seluas apa lautan ilmu itu...........” Tambah Ki Bijak.

“Ki, bagaimana sikap kita dalam menuntut ilmu ki.........” Tanya Maula.

“Bersikaplah seperti tanah ini, Nak Mas..............” Kata Ki Bijak sambil menunjuk tanah yang dipijaknya.

“Bersikap seperti tanah ini, ki...........” Tanya Maula.

“Lihat tanah ini, tanah ini menyerap semua air hujan yang turun semalam, kemudian coba Nak Mas tuangkan air kopi digelas itu.......” Perintah Ki Bijak pada Maula.

Tanpa bertanya, Maula segera menuangkan sisa air kopi digelas didepannya....

“Nak Mas perhatikan, air kopi pun diserap dengan sempurna oleh tanah, pun kalau Nak Mas menyiramkan air gula, air teh, air laut yang asing, dan bahkan air seni sekalipun, tanah akan menyerap air apapun yang dituangkan kepadanya.........” Kata Ki Bijak.

“Artinya apa ki.............” Tanya Maula.

“Artinya carilah ilmu dari siapapun dan dari manapun, dan seraplah semua ilmu yang mungkin Nak Mas dapat serap, kemudian olah ilmu itu menjadi ‘sesuatu’ yang bermanfaat bagi diri Nak Mas dan lingkungan, seperti tanah tadi, air apapun yang diserapnya, tanah akan tetap menjadi media bagi pepohonan untuk tumbuh dan berbuah, tanpa merubah rasa asli buah yang dihasilkan pohon-pohon tersebut...........” Kata Ki Bijak.

“Nak Mas lihat pohon mangga harum manis disamping pondok itu ....? Kata Ki Bijak sambil menunjuk sebuah pohon mangga yang tumbuh subur disebelah pondok.

Maula mengangguk, sambil menoleh pada pohon yang ditunjuk Ki Bijak.

“Setiap hari, pohon itu Aki siram dengan air yang berbeda-beda, kadang Aki menyiramnya dengan sisa kopi, kadang juga disiram dengan air sisa cucian, dan sekarang disirami air hujan, tapi rasa buah yang dihasilkannya tetap rasa buah harum manis, tidak tercampur baur antara rasa kopi atau rasa sisa air cucian, dan seperti itulah seharusnya kita belajar dan mengamalkan ilmu............” Kata Ki Bijak.

“Ki, sekarang kan banyak sekali orang yang mengaku ustadz atau kyai, yang mengajarkan berbagai paham dan ilmu yang kadang jauh menyimpang dari ajaran kita ki, bagaimana kita memilih orang yang benar ki...........” Kata Ki Bijak.

“Secara kasat mata memang sulit untuk membedakan mana yang ustadz/kyai yang benar, tapi kita dikarunia ‘bashirah’ oleh Allah untuk mampu membedakan mana yang patut kita ikuti dan mana yang harus kita hindari.....,

“tapi selama niat kita benar-benar murni untuk mencari ilmu dan keridhaan Allah, insha Allah kita akan terhindar dari hal-hal yang tidak kita inginkan, dan kalaupun ada, itu hanya sebatas ‘kerikil’ kecil yang lumrah dan harus dilalui oleh siapapun yang menginginkan tiba disuatu maqam yang kita tuju..............” Kata Ki Bijak.

Maula merenung sejenak, memandangi pohon mangga yang tadi dijadikan contoh oleh Ki Bijak.

“Benar ki, mangga ini tetap menghasilkan rasa dan aroma yang sama, meskipun disiram dengan berbagai jenis air yang berbeda...........” Kata Maula.

“Yaaah, seperti itulah seharusnya kita, Nak Mas tidak boleh membatasi diri hanya belajar disini saja, karena pengetahuan dan ilmu Aki juga masih sangat-sangat terbatas, seperti kata sebuah hadits, kalau mungkin carilah ilmu sampai ke negeri China sekalipun...............” Kata Ki Bijak.

“Ki, lalu bagaimana seharusnya kita berperilaku dengan ilmu kita, ki..........?” Tanya Maula.

“Berlakulah seperti tanaman padi Nak Mas.............” Kata Ki Bijak.

“Tanaman padi ki.......?” Tanya Maula.

“Nak Mas perhatikan lagi bagaimana padi ‘berperilaku’, ketika mulai tumbuh dan berbuah, tanaman padi akan menjulang keatas, tapi setelah tanaman padi berisi dan siap panen, tanaman padi akan makin ‘menunduk’, tawadlu, tidak membaggakan diri dengan buahnya, dan seperti itulah seharusnya kita berperilaku Nak Mas.............” Kata Ki Bijak.

“Jadi kita tidak perlu ‘promosi’ bahwa kita memiliki ilmu ini dan itu ya ki.................” Kata Maula.

“Biarkan orang lain yang menilai kita Nak Mas, karena terlalu banyak mengumbar perkataan hanya sekedar untuk memproklamirkan diri bahwa kita ‘orang pintar’ justru mencerminkan betapa kita masih perlu pengakuan, dan orang berilmu tidak memerlukan pengakuan apapun, kecuali ia berharap berkah dan ridha dari Allah dengan ilmu yang diamanahkan padanya.........” kata Ki Bijak.

“Itukah artinya air beriak tanda tak dalam ki............” Kata Maula.

“Benar, air beriak tanda tak dalam, tong kosong nyaring bunyinya, dan kita tidak boleh seperti itu............” Kata Ki Bijak.

“Ki, Aki masih mau mengajari ana hikmah-hikmah lainnya ki........” Tanya Maula.

“Insha Allah Nak Mas, selama Aki dikarunia Allah kemampuan untuk menjawab pertanyaan Nak Mas, Aki akan dengan senang hati berdiskusi dan berbicara dengan Nak Mas, karena Aki pun banyak mendapatkan hal-hal baru dari Nak Mas, Akipun berterima kasih kepada Nak Mas...........” Kata Ki Bijak.

“Terima kasih ki, semoga Aki dikarunia kesehatan dan umur panjang yang berkah, agar ana bisa lebih banyak dan lebih lama belajar pada Aki...........” Kata Maula.

“Amiin..........” Kata Ki Bijak.

Wassalam

November 05, 2007