Wednesday, January 30, 2008

LAGI,SEBUAH NASEHAT.

“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un..........................” Kata Ki Bijak dan Maula hampir berbarengan demi mendengar mangkatnya seorang yang pernah begitu berpengaruh dinegeri ini.

“Sebuah epik sejarah yang nyaris sempurna....................” Guman Ki Bijak.

“Epik Sejarah yang nyaris sempurna ki................?” Tanya Maula.

“Ya Nak Mas, perjalanan panjang yang telah dilakoninya, memberikan banyak pelajaran yang sangat berharga bagi kita yang ditinggalkan...............” Kata Ki Bijak.

“Dari anak seorang petani, seorang anak desa yang menghabiskan masa kecilnya dengan menggembala kerbau, mandi disendang, kemudian masuk sekolah tentara, hingga akhirnya menjadi orang nomor satu, bukankah itu sebuah epik yang hampir sempurna Nak Mas......?’ Kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki, akhir dari sebuah cerita panjang perjalanan hidup seorang anak manusia, seorang anak petani biasa, menjadi tentara, menjadi orang ternama dan dipuja dan kemudian diakhir cerita meninggalkan segudang pro dan kontra....., meninggalkan selaksa tanda tanya, meninggalkan beragam cerita, meninggalkan jejak-jejak yang panjang membentang dalam perjalanan hidup sebuah bangsa.......” Kata Maula seperti sedang menguntai puisi.

“Ki, apa yang bisa kita pelajari dari semua ini ki......................?” Tanya Maula.

“Pelajaran pertama adalah pelihara diri kita dari kebiasaan mengumpat dan mencela, karena hal itu hanya akan menghabiskan potensi dan waktu kita saja ...............” Kata Ki Bijak.

“Kenapa ki............?” Tanya Maula.

“Selain ajaran agama kita melarang kita untuk menjadi pengumpat dan pencela, dan bahkan Allah mengancam mereka dengan neraka, jauh lebih bijak kalau kita menilai dan memandang orang seperti kita memandang sisa purnama itu...........” Kata Ki Bijak sambil menunjuk sisa bulan purnama yang nampak indah, menggantung dilangit, memanntulkan cahaya yang lembut.

Spontan Maula menoleh kearah yang ditunjuk Ki Bijak.

“Kita harus bisa memandang dan menilai orang sebagaimana kita memandang bulan purnama ki.......?” Tanya Maula.

“Nak Mas tahu dibalik keindahan cahaya purnama itu, disisi lain, dibalik bulan itu ada sisi gelap yang tidak terlihat.......?” Tanya Ki Bijak.

“Iya ki, dibalik keindahan purnama itu ada sisi gelap yang tidak terlihat........” Kata Maula.

“Menurut Aki, akan lebih bijak bagi kita untuk menikmati keindahan purnama itu, daripada harus menghabiskan banyak energi untuk melihat sisi gelap yang memang sudah pasti adanya............” Kata Ki Bijak.

“Maksud Aki, kita lebih baik mencari dan melihat kebaikan yang pernah beliau lakukan untuk bangsa ini, daripada sibuk menghujat dan mencari kesalahannya, ki.............?” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, tanpa bermaksud membela atau menentang siapapun, Aki lebih cenderung untuk melihat bahwa beliau telah mengantar bangsa ini menapaki perjalanan panjang dari sebuah bangsa, benar disana sini ada kekurangan, tapi juga benar bahwa selama masa kepemimpinanya banyak sisi baik yang bisa kita ambil sebagai pelajaran...................” Kata Ki Bijak.

“Lagi pula menghujat dan mencela bukanlah sesuatu yang dianjurkan, bahkan Allah memperigatkan kita agar kita tidak menjadi seorang yang suka menghujat...........” Kata Ki Bijak sambil mengutip ayat al qur’an;


1. Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,

“Iya Ki, lalu apa pelajaran yang kedua, ki................?” Tanya Maula.

“Pelajaran kedua adalah bahwa kita pasti akan mengalami yang namanya kematian, Nak Mas.........?” Kata Ki Bijak.

“Kematian sebuah pelajaran, Ki.........................?” Tanya Maula.

“Tepatnya, kematian adalah sebuah nasehat Nak Mas, apa yang baru kemarin dialami oleh salah seorang pemimpin kita, cepat atau lambat pasti juga akan datang menjemput kita............” Kata Ki Bijak.

“Lalu ki................?” Tanya Maula.

“Lalu...jika kita pasti mati, maka bersikaplah seperti layaknya orang yang akan mati..................” Kata Ki Bijak.

“Ana masih belum mengerti ki................” Kata Maula.

“Nak Mas lihat disekililing kita, betapa banyak orang-orang diantara kita yang sudah lupa bahwa ia akan mati, ada banyak orang yang mati-matian mengumpulkan harta sehingga melalaikan kewajibannya sebagai hamba, seolah harta itu akan mampu mengekalkannya, seolah-olah harta itu akan menyelamatkannya dari bencana kematian...........”

“Nak Mas juga bisa lihat betapa banyak orang yang menghalalakan segala cara untuk mencapai pangkat dan kedudukannya, seolah-olah pangkat dan jabatanya dapat melindunginya dari kematian, padahal samasekali tidak, dan dari apa yang terjadi kemarin, pesannya sangat jelas, kematian pasti datang menjemput kita, terlepas dari siapa kita, terlepas berapa kekayaan kita, terlepas dari berapa tinggi pangkat dan kedudukan kita................” Kata Ki Bijak.

“Lalu bagaimana harusnya kita bersikap ki...........?” Tanya Maula.

“Sikap terbaik kita adalah mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kedatangan tamu terakhir kita itu, kita persiapkan bekal kita untuk mengarungi perjalanan panjang yang pasti kita lalui................” Kata KI Bijak

“Iya ya ki, kadang kita justru sibuk mempersiapkan sesuatu yang belum tentu pasti terjadinya, kita lebih sering stress dengan sesuatu yang belum tentu terjadinya, takut miskin, takut phk, takut bangkrut, takut tidak makan, sehingga kadang waktu kita habis untuk memikirkan hal-hal tersebut, padahal belum tentu apa yang kita takutkan itu terjadi ya ki...............” Kata Maula.

“Berhati-hati itu baik Nak Mas, tapi yang Aki maksud adalah dari sekian banyak ketakutan kita, mestinya kita lebih takut kalau kita belum memiliki bekal untuk menyambut kematian...., kalau kita takut miskin, takut lapar juga merupakan sebuah ujian, tapi jangan sampai ketakutan kita berlebihan sehingga kita menghabiskan sebagaian besar waktu kita untuk hal-hal itu..................” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, lalu yang ketiga ki...................?” Tanya Maula.

“Pelajaran yang ketiga bahwa kita harus selalu berhati-hati dan berusaha untuku melakukan yang baik-baik saja, kalau betapapun kebaikan kita banyak, akan sangat mungkin habis hanya karena kesalahan kita yang sedikit...........” Kata Ki Bijak.

“Seperti panas setahun hilang oleh hujan sehari ya ki...............” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, juga seperti pepatah yang mengatakan rusak susu sebelangga, hanya karena nila yang setitik, jalan kehidupan ini sangat licin dan terjal Nak Mas, seperti apa yang terjadi dengan tokoh kita kali ini, kebaikan-kebaikannya, keberkasilan-keberhasilannya, jasa-jasanya, seperti hilang dan hangus ditelan oleh ‘setitik’ noda dipenghujungnya.................” Kata Ki Bijak.

“Berat ya ki untuk bisa menjadi orang yang lurus dari awal sampai akhir..................” kata Maula.

“Memang berat, tapi bukan berarti tidak mungkin, Nak Mas.............., Aki jadi teringat dengan doa yang sering dipanjatkan Abu Bakar shidiq.........” Kata Ki Bijak.

“Doa apa ki.............?” Tanya Maula

“Abu Bakr shidiq senantiasa berdoa untuk diberikan hal terbaik diakhirnya…… Ya Allah jadikanlah sebaik-baik umurku pada penghabisannya, dan sebaik-baik amalku adalah penutupnya dan sebaik-baik hari bagiku adalah hari berjumpa dengan-Mu………..” Kata Ki Bijak sambil mengutip doa dimaksud.


“Ya Allah jadikanlah sebaik-baik umurku pada penghabisannya, dan sebaik-baik amalku adalah penutupnya dan sebaik-baik hari bagiku adalah hari berjumpa dengan-Mu………..” Kata Maula menirukan doa Abu Bakr shidiq sambil mengangkat kedua tangannya.

“Amiiin………………..” Kata Ki Bijak mengamini.

Wassalam

January 30, 2008

Tuesday, January 22, 2008

BERPIKIR (LEBIH) BESAR

“Ki, bagaimana menurut pendapat Aki mengenai buku ini.............” Tanya Maula, sambil memperlihatkan sebuah buku karangan penulis barat yang sangat laris dan terkenal.

“Buku yang bagus Nak Mas......” Komentar Ki Bijak pendek.

“Buku ini telah mempengaruhi sedemikian banyak orang untuk berbuat dan melakukan apa yang tertulis didalamnya, tapi bagi Aki, masih ada sesuatu yang ‘kurang’ dalam buku ini.............” Sambung Ki Bijak.

“Masih ada yang kurang ki............?” Tanya Maula.

“Hampir semua apa yang disarankan buku ini bagus dan insha allah bermanfaat bagi mereka yang membacanya, tapi kekurangan buku ini menurut Aki adalah semua paparannya berorientasi jangka pendek, hanya sebatas untuk tujuan duniawi saja, seperti rasa optimis, semangat, percaya diri dan pantang menyerah memang sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap orang yang ingin ‘berhasil’,

“Tapi keberhasilan seseorang mendapatkan penghasilan berlipat, rumah megah, mobil mewah, harta, pangkat dan jabatan atau singkatnya mereka memiliki semua kesenangan dunia, yang dalam pandangan al qur’an belum merupakan sebuah ‘keberhasilan’, itu hanya merupakan keberhasilan ‘kecil’ saja........” Kata Ki Bijak.

“Ana masih belum paham ki.....................” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum, “Nak Mas punya uang logam.................?” Tanya Ki Bijak.

“Ya ki....” Kata Maula sambil memperlihatkan uang logam ratusan.

“Coba Nak Mas letakan uang tersebut satu centimeter dari mata Nak Mas..............” Perintah Ki Bijak.

Tanpa banyak tanya, Maula melakukan apa yang Ki Bijak perintahkan, Maula meletakan uang tersebut persis didepan matanya.

“Apa yang Nak Mas lihat....................?” Tanya Ki Bijak.

“Ana tidak melihat apa-apa ki, bahkan gambar pada uang logam pun tidak jelas terlihat...............” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, itu adalah sebuah tamsil bagi kita yang salah dalam memandang dunia...............” Kata Ki Bijak.

“Kita salah memandang dunia ki................?” Tanya Maula.

“Al Qur’an menggambarkan dunia ini sangat kecil jika dibanding luasnya alam akhirat, tapi ketika dunia ini diletakan terlalu dekat dengan pandangan kita, maka akhirat yang jauh lebih luas dan abadi, akan tertutup karenanya............” Kata Ki Bijak.

“Coba Nak Mas lakukan hal yang tadi, letakan uang logam itu lebih jauh dari mata Nak Mas...................” Kata Ki Bijak.

Maula mengulang perintah Ki Bijak dengan meletakan uang logam sedikit lebih jauh dari bola matanya..........

“Apa yang Nak Mas lihat............?” Tanya Ki Bijak.

“Didepan ana ada Aki, ada lemari, ada qur;an, dan masih banyak hal yang dapat ana lihat ki.........” kata Ki Bijak.

“Ya, itulah yang benar Nak Mas, pandanglah dunia dan keindahannya ini dengan cara yang benar, tempatkan dunia dan kemegahannya ini pada proporsi yang benar, sehingga kita akan melihat luasnya akhirat yang jauh melebihi luas bumi dan langit ini..............” Kata Ki Bijak.

“Ki, kalau kita lebih memikirkan akhirat, bukan berarti kita melupakan dunia ini khan ki.........?’ Tanya Maula.

“Sama sekali tidak Nak Mas.............” Kata Ki Bijak sambil mengutip ayat al qur’an,

77. Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al Qasash)

“Silahkan Nak Mas menjadi orang berharta, tapi jangan sampai harta Nak Mas menutupi pandangan Nak Mas sehingga Nak Mas terperdaya oleh banyaknya harta dengan mengesampingkan luas dan abadinya nya akhirat, jadikan harta kita sebagai sarana dan bekal kita untuk menuju terminal akhirat kelak........”

“Silahkan kalau Nak Mas memiliki rumah megah, mobil mewah, kebun atau sawah yang luas, tapi bukan berarti Nak Mas boleh berpaling dari tujuan yang lebih besar untuk mendapatkan kehidupan yang baik dikampung akhirat kelak, jadikan rumah megah Nak Mas sebagai pendorong Nak Mas untuk bersyukur atas karunia_Nya, jadikan mobil mewah Nak Mas sebagai kendaraan untuk menggapai ridha-Nya, jadikan kebun dan sawah yang luas sebagai lahan untuk menabur dan menanam benih-benih kebajikan yang dapat kita petik hasilnya dikampung akhirat kelak...................” Kata Ki Bijak.

“Yang sekarang masih banyak terjadi adalah ketika sebagian kita sedemikian termotivasi untuk mendapatkan dunia dengan berpikir besarnya, kita menjadi lalai untuk memikirkan kampung akhirat yang jauh-jauh lebih besar dan harusnya mendapat perhatian dan porsi lebih untuk kita usahakan kebahagiaanya............” lanjut Ki Bijak.

“Alangkah baiknya jika Nak Mas membaca buku-buku sejenis ini, Nak Mas terlebih dahulu memahami konsepsi Al qur’an tentang apa itu ‘keberhasilan’, apa itu ‘kebahagiaan’, sehingga Nak Mas dapat memadukan kedua pengetahuan itu menjadi sesuatu yang jauh lebih hebat, bukan hanya berhasil dalam pengertian jangka pendek, tapi keberhasilan paripurna, keberhasilan dunia dan akhirat...............” kata Ki Bijak.

“Aki sedikit prihatin dengan mereka yang terlalu menagungkan buku-buku tersebut, sehingga sebagian mereka memaknai keberhasilan ‘hanya’ sekedar kerja keras, berpenghasilan besar, memiliki deposito hingga tujuh turunan, mobil mewah dan rumah megah, tanpa menyertakan tujuan yang lebih besar yaitu kebahagiaan diakhirat kelak..........” kata Ki Bijak.

“Iya Ki, bahkan kemarin ana mendengar seseorang mengatakan bahwa ia harus bekerja keras untuk mendapatkan penghasilan lebih, katanya ‘masak sih harus merepotkan Allah terus, dikit-dikit minta pada Allah, dikit-dikit ngadu kepada Allah’......” Kata Maula

Ki Bijak tersenyum mendengar penuturan Maula, “Itu terlalu berlebihan Nak Mas, Allah tidak akan merasa repot sama sekali jika seisi dunia ini meminta kepada_Nya, Allah sama sekali tidak merasa berat mengurus dan memelihara keduanya, dan memang demikianlah manusia diciptakan Allah, kita diciptakan Allah dalam keadaan lemah, sehingga kita diperintah Allah untuk meminta pertolongan kepada Allah dalam hal apapun...............” Kata Ki Bijak sambil mengutip ayat al qur’an

255. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[161] Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. (Al Baqarah)

[161] Kursi dalam ayat Ini oleh sebagian Mufassirin diartikan dengan ilmu Allah dan ada pula yang mengartikan dengan kekuasaan-Nya.


“Iya Ki...................” Kata Maula pendek sambil mengulang-ulang menempatkan kepingan uang logam ratusan mendekat dan menjauh dari matanya, Maula ingin lebih memahami cara memandang dunia dengan lebih baik, Maula ingin pandangannya bukan lagi tertutup oleh keping uang yang kecil (dunia), tapi pandangan yang jauh lebih luas, jauh lebih besar, pandangan yang berorientasi dunia akhirat.

201. Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka"[127]. (Al Baqarah)

[127] inilah doa yang sebaik-baiknya bagi seorang muslim.

Wassalam

Januari 22, 2008

Monday, January 14, 2008

HIJRAH BATHIN

“Hijrah bathin Nak Mas...........” Jawab Ki Bijak menjawab pertanyaan Maula mengenai aktualisasi hijrah pada masa kini.

“Hijrah bathin ki.............?” Tanya Maula memastikan.

“Benar Nak Mas, Nabi bersabda tidak ada lagi hijrah fisik setelah futhul mekah, jadi aktualisasi hijrah bagi kita sekarang ini adalah bagaimana kita berhijrah secara bathin, berhijrah dalam arti kita berpindah dari sifat-sifat jahiliyah kita kepada sifat-sifat terpuji dan diridhai Allah swt, berhijrah mina dhulumati ila nuur, hijrah dari jalan gelap kejalan yang terang benderang dengan cahaya kebenaran dari Allah ................” Kata Ki Bijak.

“Dalam diri kita ada sifat-sifat jahiliyah ki..............?” Tanya Maula.

“Ya Nak Mas, dalam diri kita terdapat sifat-sifat jahiliyah, sifat-sifat kebodohan yang harus segera kita tinggalkan .............” Kata Ki Bijak.

“Ki, bukankah zaman sekarang ini telah banyak orang yang berpendidikan tinggi dan bahkan memiliki banyak ijazah dan sertifikat keahlian ki, bahkan ada banyak orang yang gelar akademiknya sampai lebih dari dua.........................? Tanya Maula heran.

“Jahiliyah atau kebodohan dalam definisi agama bukan semata orang yang tidak bisa baca tulis atau orang yang tidak memiliki pendidikan tinggi, ciri utama orang jahiliyah adalah mereka yang tidak mengenal siapa penciptanya, orang yang tidak mengenal siapa tuhannya, sehingga mereka berani dan tanpa rasa malu melakukan kemaksiatan-kemaksiatan kepada Allah yang telah memberinya kehidupan..................” Kata Ki Bijak.

“Ciri utama orang jahiliyah adalah mereka yang tidak mengenal Allah ki...............?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, orang jahiliyah adalah mereka yang menyembah berhala, orang jahiliyah adalah mereka yang mengagungkan materi dan benda, orang jahiliyah adalah mereka yang tanpa malu melakukan kemunkaran dan bermaksiat kepada Allah dengan terang-terangan............” Kata Ki Bijak.

“Ana masih belum paham ki..............” Kata Maula.

“Nak Mas perhatikan disekeliling kita dizaman sekarang ini, banyak sekali diantara kita yang menyembah berhala-berhala modern, menyembah harta, menyembah pangkat dan jabatan, menyembah tahta dan wanita, sehingga mereka sama sekali tidak lagi ingat bahwa Allah-lah yang telah memberinya kehidupan, mereka tidak lagi ingat bahwa Allah-lah yang senantiasa memberinya rezeki kepadanya siang malam, mereka menjadi hamba-hamba dunia, mereka menjadi budak-budak nafsu,dan itu adalah ciri-ciri jahiliyah Nak Mas............” kata Maula.

“Iya ki, Aki benar, apa yang pernah ana baca dibuku-buku mengenai kejahiliyahan dizaman Nabi dulu, hampir semuanya nampak dizaman kita sekarang, hanya versinya saja sedikit berbeda..............” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, kalau Nak Mas pernah baca bahwa dijaman jahiliyah dulu anak-anak perempuan dibunuh atau dikubur hidup-hidup, sekarang bahkan lebih keji lagi, bayi yang masih dalam kandungan pun dibunuh, digugurkan.........”

“Kalau dulu orang-orang bangga dengan kesukuan, pangkat dan jabata, dizaman sekarang pun sedemikian banyak orang yang rela menjual akidah dan agamanya demi pangkat dan jabatan yang diagungkannya.............”

“Kalau dulu mereka tidak mau mengakui kerasulan Nabi Muhammad, dizaman kita sekarang ini pun bermunculan individu-individu yang mengaku nabi baru dan banyak menyesatkan banyak orang...............”

“Kalau dulu dizaman jahiliyah, orang-orang kafir tidak mau mengakui Al qur’an sebagai firman Allah, dizaman kita sekarang ini pun sedemikian banyak orang yang bahkan untuk membacanya pun enggan, al qur’an tidak lebih hanya sebagai pajangan...............”

“Dan masih banyak lagi ciri-ciri jahiliyah yang sudah tampak nyata didepan kita, orang lebih percaya pada ramalan daripada kebenaran Al qu’ran dan hadits nabinya, kuburan dipuja, orang gila ditanyai, tontonan dijadikan tuntunan, sementara tuntunan yang harusnya diturut dan ditiru, tidak lebih hanya dijadikan tontonan, kalau pergi kepengajian, pilih-pilih dai-nya siapa, dan bukan apa yang disampaikannya..............”

“Dan yang paling memprihatinkan bagi Aki sekarang ini adalah timbulnya sebuah gejala dimana orang-orang mempertanyakan eksistensi tuhan, banyak orang yang mempertanyakan benar tidaknya Allah yang menciptakan alam semesta ini, banyak orang yang meragukan apakah Allah itu ada atau hanya sebatas dongeng belaka, naudzubilah........”,

“jika ini dibiarkan terus berlarut, niscaya kita akan terjerembab pada jurang kejahiliyahan yang paling dalam, karena orang jahiliyah dizaman rasul sekalipun masih mengakui Allah sebagai pencipta langit dan bumi, sementara sebagian kita sekarang ini justru meragukannya......................” kata Ki Bijak seperti ingin mengeluarkan unek-uneknya.

“Iya ki, ana beberapa waktu lalu juga mendengar seorang teman mengatakan bahwa ada sekelompok orang yang mengatakan bahwa hubungan mereka dengan Allah adalah sebatas Allah yang melahirkan mereka, setelah itu mereka tidak mau lagi mengakui bahwa Allah-lah yang mengatur dan menguasai kehidupan mereka.............” Kata Maula.

“Ya, sebuah degradasi akidah dan iman memang tengah melanda sebagian kita Nak Mas, untuk itulah kita harus segera hijrah untuk menata kembali tatanan akidah dan iman kita agar tidak terkontaminasi dengan apa yang sekarang tengah melanda, untuk kemudian kita berupaya mengajak dan memperbaiki kerusakan yang sedang terjadi semampu kita dan dengan berserah diri kepada Allah swt...................” Kata Ki Bijak.

“Ki, bagaimana cara hijrah bathin kita ki..............?” Tanya Maula.

“Dengan jihad Nak Mas, bismillah, mari kita niatkan dengan sungguh-sungguh untuk berhijrah dari kemusyrikan menuju cahaya tauhid yang terang benderang, kemudian kitapun harus berjihad dan bersungguh-sungguh menghancurkan berhala-hala dibathin dan hati kita, dengan cara meninggalkan kecintaan kita pada dunia dan materi secara membabi buta, yang selama ini menjadi hijab kita dengan Allah.......” Kata Ki Bijak.

“Cinta Dunia yang berlebih menjadi hijab kita dengan Allah ki............?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, cinta dunia yang membabi buta merupakan hijab kita dengan Allah, bahkan seorang sahabat mengatakan ‘hubbu dunya khoti’ati kulli sayyi’ah’ kecintaan pada dunia yang berlebih adalah pangkal dari segala kejelekan............” Kata Ki Bijak.

“Coba Nak Mas renungkan kenapa ada orang yang harus mengotori tangannya dengan darah demi kekuasaan, kemudian ada lagi orang yang rela menghisap darah saudaranya demi uang, ada orang yang menjadi gelap mata karena ingin jabatan, semuanya diakibatkan cara pandang mereka terhadap dunia ini yang salah, sehingga mereka mencintai dunia seolah mereka tidak akan meninggalkanya...............”Kata Ki Bijak.

“Iya Ki.................., banyak sekali orang seperti itu ya ki..............” Kata Maula.

“Lalu kita pun harus berjihad dan bersungguh-sungguh memerangi kebodohan dalam bathin kita yang belum mengenal Allah, berhijrahlah, kenali Allah agar kita tidak lagi tersesat dan disesatkan oleh siapapun atau oleh apapun yang mengaku sebagai tuhan.............” Kata Ki Bijak.

“Insha Allah ketika kita sudah mengenal Allah sebagai satu-satunya tuhan dan Rabb kita, kita tidak akan lagi terjebak untuk mentuhankan mobil mewah kita, kita tidak akan terjebak untuk mentuhankan pangkat dan jabatan kita, kita tidak akan tertipu dengan setan yang menyamar dewa penyelamat kita dengan menjadi orang pintar, dengan menjadi peramal dan sebagainya............”sambung Ki Bijak.

“Dan hijrah yang tak kalah penting untuk kita laksanakan dengan segera adalah berhijrah dari kesombongan menuju sifat tawadlu, berhijrah dari sifat malas dan menunda amal ibadah menjadi orang-orang yang bersegera menunaikan kewajiban dengan penuh tanggung jawab dan keikhlasan...................” Kata Ki Bijak lagi.

“Hijrah bathin adalah hijrah dari kemusyrikan menuju cahaya tauhid yang terang benderang, hijrah bathin adalah hijrah dari kebodohan menuju kearifan dan keimanan kepada Allah, hijrah bathin adalah hijrah dari penghamba dunia menjadi hamba Allah, hijrah bathin adalah hijrah dari kesombongan menuju kerendahan hati dan tawadlu, hijrah bathin adalah hijrah dari kemalasan menuju sifat rajin dalam beribadah dan menghamba kepada Allah, begitu ya ki....................” kata Maula mengulang apa yang baru diterima dari gurunya.

“Benar Nak Mas, itu yang harus kita lakukan segera, mumpung sekarang momentumnya tepat, mari kita jadikan tahun 1429H menjadi tahun terbaik bagi pengabdian kita kepada Allah swt sebagai bekal kita berpulang kelak...................” Kata Ki Bijak.

“Iya ki.................” kata Maula sambil memanjatkan doa; agar dihijrahkan dan ditempatkan ditempat terbaik menurut Allah swt;

29. Dan berdoalah: Ya Tuhanku, tempatkanlah Aku pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat." (Al Mu’minun)

Wassalam

January 10, 2008

Wednesday, January 9, 2008

SELAMAT TAHUN BARU HIJRIAH, 1 MUHARRAM 1429 H

“Bagaimana persiapan untuk nanti malam Nak Mas..............?” Tanya Ki Bijak pada Maula yang tengah mempersiapkan acara pengajian menyambut tahun baru Hijriah.

“Alhamdulillah ki, semua persiapan sudah selesai, tinggal pelaksanaannya saja, insha Allah berjalan lancar.......” Kata Maula.

“Syukurlah kalau demikian............” Kata Ki Bijak.

“Ki, hampir setiap tahun kita mengadakan pengajian seperti ini dalam menyambut tahun baru hijriyah, tapi sampai sekarang ana belum sepenuhnya paham makna peringatan tahun baru hijriyah ini ki..............” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, kita kadang masih sering terjebak pada acara seremonial belaka dalam memperingati tahun baru hijriyah ini, masih ada kesan kita hanya tidak mau kalah dengan mereka yang memperingati tahun baru masehi, tapi kita masih sering lupa tujuan dan esensi kita memperingati pergantian tahun ini..............” Kata Ki Bijak.

“Lalu apa yang makna peringatan tahun baru hijriyah ini ki.............?” Tanya Maula.

“Hijrah atau kemudian dikenal dengan Hijriyah adalah sebuah peristiwa pindahnya Nabi Muhammad Saw dari Mekkah ke Madinah atas perintah dan skenario Allah swt yang Maha sempurna..........” Kata Ki Bijak

“Bukan karena ancaman kaum kafir mekkah ketika itu ki.............?” Tanya Maula.

“Memang benar bahwa pada periode itu umat Islam dan Nabi Muhammad khususnya, mendapatkan tekanan yang sangat berat dari kaum musyrikin, baik itu tekanan secara fisik maupun mental, dan tak urung hal ini membuat Nabi dan umat Islam ketika itu gelisah, tapi bukan karena itu yang membuat Nabi dan pengikutnya hijrah ke Madinah, melainkan semata karena perintah Allah, seperti Allah maklumkan dalam ayat 76 surat Al Isra’;

76. Dan Sesungguhnya benar-benar mereka hampir membuatmu gelisah di negeri (Mekah) untuk mengusirmu daripadanya dan kalau terjadi demikian, niscaya sepeninggalmu mereka tidak tinggal, melainkan sebentar saja[863].

[863] Maksudnya: kalau sampai terjadi nabi Muhammad s.a.w. diusir, oleh penduduk Mekah, niscaya mereka tidak akan lama hidup di dunia, dan Allah segera akan membinasakan mereka. hijrah nabi Muhammad s.a.w. ke Madinah bukan Karena pengusiran kaum Quraisy, melainkan semata-mata Karena perintah Allah.

“Jelas bahwa Allah menjaga Nabi dan pengikutnya dari pengusiran kaum kafir ketika itu, karena seperti ayat diatas, jika mereka sampai mengusir Nabi, maka mereka akan diazab Allah swt seketika itu juga................” Kata Ki Bijak

“Lalu ki..........?” Tanya Maula.

“Allah memiliki skenario besar dengan perintah hijrah tersebut, yang beberapa diantaranya adalah untuk memperluas wilayah penyebaran Islam dan demi kemajuan Islam itu sendiri.....” Kata Ki Bijak

“Sejarah kemudian membuktikan bahwa proses penyebaran Islam jauh lebih cepat dan berkembang pada periode Madinah ini. Selain juga di Madinah, Nabi dan Umat Islam berhasil membangun tata peradaban baru, tata pemerintahan, tata ekonomi dan sosial yang demikian pesat perkembangannya.......” Kata Ki Bijak

“Subhanallah...benar ki, di Madinah inilah kemudian Nabi membangun Masjid Nabawi, mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar, serta membina umat Islam hingga kemudian menjadi umat yang tangguh ya ki...” Kata Maula.

“Iya Nak Mas, hal itu meruapakan sebuah bukti nyata dari keagungan skenario Allah dalam peristiwa hijrah.............” Kata Ki Bijak.

“Ki, ana membaca diberbagai buku mengenai proses hijrahnya Nabi dari Mekah ke Madinah, dan dibeberapa buku diceritakan bahwa pada malam sebelum Nabi Hijrah, kaum Quraisy kafir berkumpul dan mengepung rumah baginda Rasul, guna membunuh Rasul sebagai satu-satunya cara untuk menghentikan dakwah Rasul di Mekah, tapi kemudian mereka tidak berhasil..........” Kata Maula.

“Kejadian pengepungan rumah Baginda Rasul dan kemudian kegagalan kafir quaraisy dalam membunuh rasul pada peristiwa itu sebagaimana Nak Mas baca dibuku-buku adalah merupakan ‘bumbu’ proses Hijrah yang diskenariokan Allah, agar kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari peristiwa itu................” kata Ki Bijak.

“Pelajaran apa saja yang dapat kita ambil dari bumbu penyedap hijrah ini ki...........?’ Kata Maula.

“Nak Mas tahu siapa saja yang dilibatkan Allah dalam peristiwa ini.....?” Tanya Ki Bijak.

“Ya Ki, ada Ali bin Abi Thalib yang menggantikan Nabi tidur diperaduannya, ada Abu Bakar yang mengantar dan menemani Nabi, kemudian ada Asma Binti Abu Bakar yang harus berjalan puluhan kilo menaiki bukit Tsur untuk mengantar makanan kepada Nabi dan Abu Bakar yang ad di gua tersebut ki.........” Kata Maula

“Nak Mas tahu apa hikmahnya..........?” Tanya Ki Bijak.

Maula menggeleng tanda belum mengerti.

“Sebagaimana tadi kita bicarakan, bahwa di Madinah, Nabi dan Umat Islam mencapai keberhasilan yang gilang gemilang dalam dakwah Islam dan masyarakatnya, tapi coba tengok kebelakang sebentar, bahwa sebelum keberhasilan itu dicapai, ada sebuah episode yang banyak mengandung pelajaran bagi kita, yaitu bahwa sebuah keberhasilan membina umat harus menyertakan semua unsur, yang dalam proses hijrah digambarkan oleh Nabi sendiri sebagai perlambang pemimpin yang mampu memberi teladan kepada umatnya, ada Abu Bakar sebagai simbol golongan tua yang bijaksana, ada Ali bin Abi Thalib sebagai wakil dari golongan pemuda yang cerdas dan penuh pengorbanan, serta ada Asma binti Abu Bakar sebagai simbol betapa besar andil kaum perempuan dalam proses membangun umat...................” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, Baginda Rasul sebagai simbol pemimpin, Abu Bakar sebagai simbol kaum Tua, Ali bin Abi Thalib sebagai wakil pemuda serta Asma binti Abu Bakar sebagai wakil kaum wanita, subhanallah, betapa besar hikmah yang terkandung dalam peristiwa hijrah itu ya ki..............” Kata Maula mengulang perkataan Ki Bijak.

“Ya Nak Mas, dengan peristiwa itu Allah mengajarkan kepada kita, jika kita ingin mencapai keberhasilan serta peradaban yang baik, maka hendaklah kita bersatu padu, tidak hanya tergantung pada seorang pemimpin, tidak hanya mengandalkan orang-orang tua, tidak hanya bertumpu pada generasi muda, tidak pula memikulkan beban pada kaum wanita semata, melainkan semua unsur harus terlibat didalam proses pembangunan sebuah peradaban.................” Kata Ki Bijak.

“Madinah sendiri artinya apa ki..........?” Tanya Maula.

“Madinah secara bahasa artinya ‘Kota Peradaban’, sementara nama sebelumnya Yatsrib berarti yang artinya ‘Mengecam’, ini pun merupakan sebuah pelajaran bagi kita bahwa tidak mungkin sebuah keberhasilan dicapai dengan cara saling mengecam, saling menyalahkan, mengklaim kelompoknya yang paling baik dan benar, Madinah – Peradaban, hanya mungkin terbentuk jika kesemua unsur yang dirangkul dan bersinergi bersama...............” Kata Ki Bijak.

“Subhanallah............” lagi-lagi Maula memuji keagungan Allah yang telah memberikan berbagai pelajaran diberbagai peristiwa yang dikendaki-Nya.

“Dan jangan lupakan pula bahwa membangun umat, membangun keberhasilan, memerlukan kerelaan berkorban sebagaimana yang ditunjukan Ali bin Abi Thalib ketika menggantikan Rasul diperaduannya, pengorbanan Abu Bakar yang siap menjadi tameng ketika hendak memasuki gua yang belum terjamah sebelumnya, pengorbanan Asma binti Abu Bakar yang rela berkorban mendaki bukit terjal ditengah terik panas matahari yang membakar, pengorbanan, juga merupakan kunci lain dari bangunan sebuah keberhasilan, selebihnya kita tawakal dan berserah diri sepenuhnya kepada kehendak Allah swt.............” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, alhamdulillah sekarang ana sedikit paham ki, semoga tahun baru hijriyah kali ini jauh lebih bermakna ya ki...........” Kata Maula.

“Cara terbaik untuk memaknai pergantian tahun adalah dengan muhasabah, introspeksi tentang apa yang yang telah kita perbuat ditahun lalu, yang baik kita pertahankan dan kita tingkatkan, yang jelek kita tinggalkan, sebagaimana Allah memerintahkan kita untuk memperhatikan apa yang telah kita perbuat untuk akhirat kita...............” kata Ki Bijak sambil mengutip sebuah ayat al qur’an.

18. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al Hasyr)

“Iya ki..............” Kata Maula sambil minta izin untuk melanjutkan pekerjaannya.

Wassalam

Januari 09, 2008

Thursday, January 3, 2008

BELAJAR DARI HAL KECIL

“Ki, bagaimana kita bisa belajar bersyukur ki.......?” Tanya Maula.

“Kenapa Nak Mas............?” Tanya Ki Bijak.

“Iya ki, setelah kemarin ana menyimak apa yang Aki tuturkan mengenai uyut penjual sapu lidi itu, ana kemudian terpikir bahwa yang lebih mendesak untuk ana lakukan adalah untuk belajar mensyukuri nikmat Allah berikan kepada ana, dan bukan lagi mencari tambahan penghasilan seperti keinginan ana kemarin.....” Kata Maula.

“Lalu.............?” Tanya Ki Bijak.

“Sejujurnya ana masih sulit sekali memaknai syukur secara benar, karenanya ana ingin belajar lebih baik dan lebih dalam lagi agar ana bisa menjadi orang yang pandai bersyukur..............” Kata Maula.

“Syukur memang sesuatu yang berat bagi mereka yang tidak pernah berlatih untuk bersyukur, karena itu belajarlah mensyukuri yang ‘kecil’ dulu Nak Mas, insha Allah Allah Nak Mas akan bisa mensyukuri nikmat yang besar..................” Kata Ki Bijak.

“Mensyukuri nikmat yang kecil dulu ki............?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, coba sekarang Nak Mas ingat-ingat lagi berapa kali Nak Mas mengucap hamdalah manakala Nak Mas mengambil uang di setelah gajian.........?”

“Pernah Nak Mas mengucap hamdalah setelah tiba dirumah sepulangnya dari perjalanan............?”

“Pernah Nak Mas mengucap hamdalah ketika Nak Mas bangun dari duduk..........?”

“Pernah Nak Mas mengucap hamdalah ketika terjaga dari tidur........?”

“Pernah Nak Mas mengucap hamdalah ketika selesai makan...........?”

“Pernah Nak Mas mengucap hamdalah manakala kantuk datang............?” Tanya Ki Bijak, sambil mencontohkan beberap rutinitas keseharian setiap orang.

“Astaghfirullah, iya ki, jarang sekali ana mengucapkan hamdalah untuk hal-hal diatas ki.................” Kata Maula.

“Kenapa Nak Mas atau kita sering lupa mengucap hamdalah untuk hal-hal diatas.................?” Tanya Ki Bijak.

“Karena aktivitas itu merupakan rutinitas ki, jadi ana sering menganggapnya sesuatu yang biasa saja, dan tidak perlu disyukuri dengan mengucap hamdalah..............” Kata Maula.

“Sekarang mari kita renungkan sejenak sesuatu yang kita anggap biasa tadi, dan kenapa kita harus mengucap syukur yang dalam terhadap nikmat itu..........” Kata Ki Bijak.

“Ketika kita tiba dirumah dengan selamat, itu adalah sebuah nikmat yang luar biasa besar bagi, karena tidak semua orang yang pulang bisa sampai dirumah dengan selamat, ada yang mengalami gangguan dijalan, ada yang mengalami kecelakaan atau bahkan sampai ada yang meninggal, lalu apakah kita menganggap selamatnya kita sampai dirumah itu sesuatu yang biasa saja, apa itu bukan merupakan suatu karunia dan nikmat yang sangat besar bagi kita, sehingga dengan keselamatan yang Allah berikan kepada kita, kita bisa kembali berkumpul dengan anak dan istri kita.............?” Tanya Ki Bijak.

“Astaghfirullah, Aki benar ki, betapa banyak orang yang pergi dan tak pernah kembali karena dipanggil Allah.............” Kata Maula.

“Kemudian, ketika kita bangun dari duduk, itu adalah suatu nikmat yang tiada tara, Nak Mas perhatikan betapa banyak orang yang harus bangun dari duduknya dengan bantuan tongkat atau penyangga atau dipapah orang lain karena mengalami kelumpuhan, pernah Nak Mas melihat orang seperti itu...........?” Tanya Ki Bijak.

“Iya ki, ada rekan jamaah yang beberapa wakti lalu terkena stroke, dan sekarang beliau kesulitan untuk menggerakan anggota tubuhnya, bahkan beliau sampai menanggis karena sulit untuk shalat..........” Kata Maula.

“Lalu bagaimana mungkin kita yang diberi kesehatan oleh Allah kemudian lupa untuk mensyukurinya.......?” Tanya Ki Bijak.

“Astaghfirullah, benar ki, bahkan duduk kitapun sebuah nikmat ya ki, karena betapa banyak mereka yang tidak bisa duduk nyaman karena terkena wasir atau sejenisnya ya ki............” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum, “Benar, itu yang harus kita perbaiki Nak Mas, syukuri hal terkecil sekalipun............” Kata Ki Bijak.

“Pun ketika kita bangun atau terjaga dari tidur, seharusnya kita mengucapkan ‘alhamdulillahiladzi ahyana ba’da mamatana wa ilahi nuzur’, bukan hanya menguap dan mengeliat sambil menggerutu badan pada sakit, karena betapa banyak mereka yang tertidur selamanya..............” Kata Ki Bijak.

“Hal kecil lain yang sering kita lupa untuk mensyukurinya adalah ketika kita selesai makan, hal ini terbukti dengan sedemikian banyak orang yang hafal doa sebelum makan, bahkan sampai anak kecil sekalipun, tapi coba Nak Mas tanya beberapa orang rekan dikantor Nak Mas, apakah mereka hafal doa selesai makan.....?, kalaupun ada, insha Alla jumlahnya jauh lebih sedikit dari mereka yang hafal doa sebelum makan......” Kata Ki Bijak.

“Alhamdulillahiladzi at’amana wa tsaqona waj’alna minnal muslimiin........., Iya ki, ana pun masih kerap lupa untuk membaca doa sehabis makan.............” Kata Maula dengan sedikit rasa malu demi mendengar kebenaran ucapan gurunya.

“Untuk itu, cobalah melatih diri kita untuk mensyukuri nikmat ‘terkecil’ sekalipun, seperti rasa kantuk atau ketika dilupakan terhadapa sesuatu, syukuri dengan mengucap ‘subhanallahu manlaa yashu wala naum, bukan justru mengerutu atau menyesali kealpaan kita, karena hal itu juga akan mendidik kita kita terbiasa bersyukur atas segala nikmat Allah, sehingga insha Allah, ketika kita mendapat nikmat yang besar, kita akan lebih mampu mensyukurinya..................” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, ana jadi teringat dengan nasehat seorang ustadz ketika ana datang kebeliau dan mengadukan semua kesulitan yang tengah ana hadapi ketika itu, tapi justru pak ustadz mengatakan pada ana bahwa seharusnya ana mengucapkan “alhamdulillah’ dengan apa yang tengah terjadi, ana merasa aneh ketika itu, tapi setelah pak ustadz mengatakan alasan kenapa ana seharusnya mengucapkan alhamdulillah, baru ana mengerti ki...........” Kata Maula.

“Pak Ustadz itu benar, dengan kesulitan yang Nak Mas alami kemarin, Nak Mas sekarang nampak lebih dewasa dalam melihat sesuatu hal, tidak seperti dulu, Aki masih ingat persis bagaimana Nak Mas dulu yang cenderung memandang segala sesuatu dari satu sudut pandang saja, itu salah satu alasan kenapa pak ustadz justru menyuruh Nak Mas mengucap hamdalah dengan kesulitan yang Nak Mas alami ketika itu..............” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, selain ana juga merasa lebih ‘nyaman’ dalam menjalani kehidupan ini, karena tidak dibebani dengan berbagai permasalahan yang kadang ana buat sendiri, subhanallah, ternyata Allah tidak ‘mengambil’ apapun dari ana ketika itu, melainkan ‘hanya’ menggantinya dengan nikmat lain..............” Kata Maula.

“Itu sikap yang benar Nak Mas, Allah tidak pernah mengambil apapun dari kita, kecuali Dia mengambil yang memang milik-Nya............” Kata Ki Bijak.

“Bukankah apa yang ada pada kita ini semua milik Allah ki...?” Kata Maula.

“Harta kita, mobil kita, jabatan dan rumah kita, anak dan istri kita, bahkan nyawa kitapun semua milik Allah, dan tidak ada satu kekuatanpun yang mampu menahan apa yang akan diambil-Nya, atau tidak ada satu kekuatan pun yang mampu mencegah apa yang akan diberikan-Nya, jadi kenapa kita harus berontak dan lari manakala Allah akan mengambil hak-Nya........?” Kata Ki Bijak.

“Benar ki, hal yang paling bijak adalah menerima dan mensyukuri apa yang Allah berikan kepada kita ya ki.....................” Kata Maula.

“Jadi bagaimana dengan keinginan Nak Mas kemarin............?” Tanya Ki Bijak.

“Ana memilih untuk belajar bersyukur dengan lebih baik dulu ki, semoga Allah memaafkan kekhilafan ana kemarin, dan menambah nikmat-Nya kepada ana...........” Kata Maula.

“Amiin, Nak Mas tidak perlu ragu dengan janji Allah, barang siapa yang bersyukur atas nikmat-Nya, niscaya Allah akan menambah nikmat kepada hamba-hamba_Nya yang pandai bersyukur..............” Kata Ki Bijak sambil mengutip ayat ke 7 dari Surah Ibrahim;

7. Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".


Wassalam

Januari 03, 2008

Wednesday, January 2, 2008

RENUNGKANLAH...

“Ki, ada yang janggal tidak ya ki, dimalam tahun baru kemarin............?” Tanya Maula.

“Maksud Nak Mas.............?” Tanya Ki Bijak.

“Iya ki, dimalam kemarin, ana merasakan sesuatu yang nggak ‘sreg’ dihati ana ki, ana merasa aneh melihat banyak sekali orang-orang sibuk menyambut pergantian tahun baru lalu, ada yang makan-makan, ada yang begadang, ada yang konpoi bahkan ada pesta kembang api segala, sementara disisi lain, saudara-saudara kita tengah merintih kedinginan karena rumahnya hanyut karena banjir, sementara ada banyak saudaranya yang lain, harus berjuang menahan lapar karena tidak ada lagi makanan tersisa karena terkena bencana, ana merasakan sesuatu yang benar-benar aneh dimalam itu ki...............” Kata Maula.

Ki Bijak menghela nafas dalam-dalam demi mendengar penuturan Maula.

“Benar Nak Mas, Aki pun merasakan keprihatinan yang sangat dalam dimalam kemarin, entah apa yang tengah terjadi pada umat ini, mereka seolah sama sekali tidak memiliki kepedulian dan keprihatinan dengan saudara dan lingkungannya, mereka justru berpesta ditengah penderitaan orang lain........................” Kata Ki Bijak dengan nada penuh keprihatinan.

“Iya ki, konon untuk biaya pesta kembang api yang tidak lebih dari sepuluh menit itu, menghabiskan biaya seratus jutaan, belum lagi untuk biaya pesta-pesta lainnya, kalau uang sebanyak itu digunakan untuk membantu korban banjir atau tanah longsor, mungkin akan banyak orang yang akan sangat terbantu ya ki.............” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, tapi ini juga bisa kita jadikan cermin untuk kita berkaca sejauh mana ibadah kita membekas dan memberi kesan yang mendalam bagi kita, sebaik apa keimanan kita ...................” Kata Ki Bijak.

“Pesta, bencana, dan tolok ukur ‘keberhasilan’ ibadah kita ki............?” Tanya Maula.

“Ya Nak Mas, belum genap sebulan kita melaksanakan idul kurban, yang secara esensi melatih kita untuk peduli dengan orang lain, yaitu dengan cara kita menyembelih hewan kurban untuk kita bagikan kepada saudara kita sebagai bentuk empati dan kepedulian pada sesama kita, disamping melatih kita untuk tidak terlalu mencintai dunia ini secara berlebih, dan apa yang terjadi malam kemarin adalah sebentuk cermin, sudah benarkah kurban kita atau hanya karena ikut-ikutan dan malu pada tetangga....?” Kata Ki Bijak.

“Jika kurban kita sudah benar, sudah dilandasi keimanan dan tanpa diiringi rasa riya, insha Allah nilai-nilai kurban itu akan membekas dalam jiwanya, jadi menurut hemat Aki, tidak mungkin orang yang kurbannya sudah benar, kemudian ikut-ikutan pesta pora ditengah derita saudara-saudaranya..........................” Kata Ki Bijak.

“Oooh, jadi mungkin yang kemarin malam pesta-pesta itu mereka yang tidak kurban ya ki.............?’ Kata Maula.

“Secara syari’at mungkin banyak diantara mereka yang pesta itu adalah juga mereka yang berkurban pada hari idul adha dengan menyembelih hewan kurban, tapi sekali lagi, nilai berkurban bukan hanya diukur dari berapa besar hewan kurban yang mereka sembelih, tapi lebih pada bagaimana tingkat kedekatan mereka kepada Allah, kepada orang disekelilingnya, serta mampu mengendalikan sifat hewaninya yang secara simbolik telah disembelih pada hari idul kurban itu..........................” Kata Ki Bijak.

“Ada upaya mendekatkan diri pada Allah, ada pendidikan untuk mengendalikan siifat hewani kita kemudian juga ada pelatihan untuk mengendalikan kecintaan kita pada dunia yang berlebih, itu ya ki yang mestinya meningkat setelah kita berkurban pada hari raya idul kurban kemarin.............” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, itu yang harusnya menjadi identitas seorang yang berkurban...........” Kata Ki Bijak.

“Belum lagi jika apa yang kemarin malam terjadi itu kita ukur dengan nilai-nilai yang terkandung dalam shaum ramadhan kita, sangat jauh dan bahkan mungkin bertolak belakang dan kita mestinya patut khawatir dengan nilai ramadhan kita jika kitapun masih ikut-ikutan merayakan malam tahun baru, terlepas dari apapun alasannya...............” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, shaum ramadhan kemarin kan bertujuan untuk mendidik kita untuk merasakan bagaimana lapar dan dahaga yang melilit perut dan kerongkongan mereka yang miskin dan papa............., lalu bagaimana mungkin baru dua bulan setelahnya kita telah melupakan latihan selama ramadhan ya ki....................” Kata Maula tak kalah heran.

“Itulah kenapa kita harus lebih berhati-hati dengan apa yang kita lakukan, karena apa yang tampak pada lahiriah dan perbuatan kita, juga merupakan cermin apa yang ada dalam dada ini, apa yang tersirat dalam hati ini........................” Kata Ki Bijak.

“Sayang sekali ya ki, kalau sebulan penuh kita menahan lapar dan dahaga, sementara hasilnya sama sekali tidak ada..................” Kata Maula.

“Seperti apa yang sering Aki katakan, bahwa salah satu tolok ukur berhasil tidaknya ibadah yang kita lakukan, adalah sejauh mana ibadah kita memberi ‘kesan’, baik itu sebagai pendorong kita untuk melakukan ibadah secara lebih baik, maupun sebagi proteksi bagi kita untuk menghindari hal-hal yang dilarangnya................” Kata Ki Bijak.

“Shalat akan mampu mencegah perbuatan keji dan munkar ya ki.....................” Kata Maula sambil mengutip ayat al qur’an;

45. Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (Al Ankabut).


“Pun demikian dengan shaum Nak Mas, akhir ayat 183 tersebut menunjukan salah satu tujuan shaum, yaitu membentuk manusia bertakwa, yang ditakwilkan dengan kata Ittiqa’ (proteksi), semestinya orang yang shaum ramadhannya benar, akan terproteksi dari perbuatan-perbuatan yang mengundang murka Allah, seperti pesta, mabuk-mabukan dan perbuatan mubajir lainnya..............” Kata Ki Bijak, sambil membacakan ayatnya;

183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,

Maula menghela nafas panjang, ia merasa bersyukur karena sudah tidur sejak pukul 9.00 manakala sebagian orang ramai ‘teu puguh’ merayakan tahun baru.

“Coba Nak Mas perhatikan lagi ayat 120 dari surat Al Baqarah;

120. Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.


“Peringatan Allah tersebut sangat nyata dan jelas, bahwa kita tidak boleh mengikuti milah mereka, dan tahun baru kemarin tahun baru mereka,lalu kenapa kita yang jadi lebih sibuk dari mereka...............?” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, kita lebih sibuk dari mereka...................?” Kata Maula penuh heran.


“Itulah pekerjaan rumah kita semua, bagaimana kita membangun kesadaran kita, bahwa memperingati tahun baru secara berlebihan jauh lebih banyak mudharatnya dari pada manfaat yang mungkin kita dapat....................” Kata Ki Bijak.

“Iya ki.........................” Kata Maula sambil berpamitan pada Ki Bijak untuk berangkat kerja.

Wassalam

Januari 01, 2008

APA LAGI YANG KITA TUNGGU?

“Innalillahi wainna ilaihi rojiun...., Aki sudah dengar berita tanah longsor diKarang anyar..........?” Tanya Maula demi mendengar berita di Televisi.

“Iya Nak Mas, tadi pagi Aki sempat melihat berita di TV mengenai bencana itu, kalau tidak salah korbannya lebih dari enam puluh orang ya Nak Mas.........” Kata Ki Bijak.

“Benar ki, bahkan korbannya masih mungkin bertambah, karena masih ada beberapa orang yang masih dinyatakan hilang ki..............” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, Aki sangat-sangat prihatin dengan apa yang terjadi akhir-akhir ini, karena selain tanah longsor, banjir juga melanda berbagai daerah, ratusan hektar sawah gagal panen, ratusan hektar tambak hanyut, belum lagi kerugian materi dan non materi yang sangat besar jumlahnya, sepertinya kita harus lebih dalam lagi menundukan hati dan kepala kita untuk bisa menangkap ‘pesan’ yang tersirat dari apa yang sekarang terjadi Nak Mas.............?” Kata Ki Bijak.

“Ki, orang lain yang tertimpa bencana, kenapa kita yang justru harus menundukan kepala dan hati lebih dalam ki...............?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, kita yang harus segera menundukan hati dan kepala kita untuk bersujud kepada-Nya, karena jika hari ini saudara kita yang diuji oleh Allah swt dengan apa yang kita sebut bencana, mungkin esok atau lusa kita yang akan mengalaminya, jadi yang diberi pesan itu kita yang masih hidup Nak Mas, karena orang yang telah ‘mati’ tidak mungkin lagi mampu menerima pesan apapun...............” Kata Ki Bijak.

“Pesan apa yang bisa kita tangkap dari peristiwa itu ki..............?” Tanya Maula.

“Satu pesan yang pasti dan sangat jelas bagi mereka yang masih ‘hidup hatinya’adalah sebuah pesan dari Allah bahwa semua kita akan mati, siapapun kita, presidenkah kita, pejabatkah kita, karyawankah kita, tua-muda, laki-laki atau perempuan, semua pasti akan mengalami yang namanya mati, entah itu karena kita tertimpa tanah longsor, terhanyut banjir, gempa bumi, karena sakit atau apapun syari’atnya, mati adalah sebuah kepastian.............” Kata Ki Bijak.

“Lalu ki.........?” Tanya Maula.

“Lalu kalau kita sudah tahu kita pasti mati, kenapa kita tidak mempersiapkan diri untuk menyambut saat kematian kita dari sekarang..? Kenapa kita justru lebih takut dan lebih disibukan dengan sesuatu yang belum pasti......?” Kata Ki Bijak setengah bertanya.

“Coba Nak Mas kaji dan hitung lagi bagaimana kita menghabiskan jatah hidup kita, kalau kita mau jujur, kita lebih disibukan dengan urusan dunia, kita mengejar kehidupan dunia seakan kita akan hidup selamanya, sudah kerja dikantor dengan menghabiskan waktu lebih dari 10 jam per hari, kita kadang masih disibukan dengan pekerjaan setelah pulang kantor, ada seminar ini, ada urusan itu, dan masih banyak lagi, sementara untuk urusan akhirat, kita melakukannya dengan sekedarnya saja, seakan kita tidak akan pernah mati, shalat yang kita dirikan, dengan sisa semangat dan tenaga setelah lelah diperjalanan, lelah mencuci kendaraan, zakatpun masih banyak diantara kita yang enggan menunaikannya..............” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, Aki benar.............” Kata Maula pendek.

“Lalu kalau Aki tidak salah ingat, kemarin itu bertepatan dengan peristiwa tsunami di Aceh ya Nak Mas......?” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki, tanggal 26 Desember kemarin tepat tiga tahun terjadinya tsunami Aceh, dan bahkan kemarinpun saudara kita di Aceh tengah memperingati kejadian itu ki...........” Kata Maula.

“Coba Nak Mas renungkan lagi, betapa harta yang kita kumpulkan siang malam, berpuluh tahun, dengan berbagai cara, pada akhirnya habis terhanyut air bah tidak lebih dari satu hari............”

“Mobil yang kita banggakan, rumah yang kita idamkan, tabungan yang kita kumpulkan, deposito, tanah dan kebun berhektar luasnya, sama sekali tidak dapat menolong dan menghindarkan kita dari kematian, lalu masihkan kita ‘bertuhan’ pada materi dan harta yang jelas-jelas tidak dapat menolong kita..............?” Kata Ki Bijak setengah bertanya.

“Iya ki, seharusnya rentetan kejadian ini makin menyadarkan kita ya ki..................” Kata Maula.

“Itu yang sedikit Aki sesalkan, ketika kita memperingati bencana dan sejenisnya, kita kerap terjebak pada acara seremonial belaka, atau kadang peringatan justru membuat kita kembali larut dalam kesedihan dan meratapi peristiwa itu, padahal menurut hemat Aki, peringatan itu bertujuan untuk mengingatkan kedhoifan dan kefanaan kita, untuk mengingatkan kita bahwa ada Allah disana yang Maha Berkuasa atas segalanya, dan dengan semua itu, mestinya membuat sujud kita semakin lama, mestinya ruku kita semakin khusyu, mestinya takbir kita semakin bermakna, karena kita menyadari bahwa hidup - mati kita semuanya ada dalam genggaman dan kekuasaan Allah swt............” Kata Ki Bijak.

“Sekarang mari kita tengok kedalam diri kita, apa yang selama ini membuat kita enggan dan sombong dengan tidak mengindahkan perintah dan larangan Allah, harta kita kah..? Wajah rupawan kita kah..?, pangkat dan jabatan kita kah..?, gelar kita kah....?, kemudian jawab dengan jujur, hal yang mana diantara semua yang kita agungkan itu yang dapat menolong kita dari kematian...?”

“Jika jawabannya tidak ada, lalu masih pantaskan kita berlaku sombong dihadapan Allah....?

“Masih pantaskah kita lebih mementingkan mencuci mobil dan motor kita dibanding bersegera memenuhi panggilan adzan....?”

“Masih pantaskah kita berbangga diri dengan ketampanan rupa kita kalau semua itu akan rusak binasa...?”

“Masih pantaskan kita meng-agungkan pangkat dan jabatan kita yang tidak lebih dari kehormatan sementara....? Kata Ki Bijak.

“Ki, boleh tidak kalau ana katakan bahwa rentetan kejadian bencana ini sebagai sebuah bentuk kasih sayang Allah untuk mengingatkan kita yang sering lupa ki....?” Kata Maula hati-hati.

“Ya Nak Mas, kita memang pelupa, Tsunami Aceh, gempa bumi Jogya, banjir bandang, Jakarta yang hampir tenggelam, gunung merapi meletus, dan sekarang air laut pasang, longsor dan banjir dihampir semua daerah, adalah sebuah cara Allah untuk mengingatkan kita untuk ‘kembali’ kepada jalan yang diridhainya, kepada fitrah kita sebagai manusia yang membutuhkan rahmat dan kasih sayang-Nya..............” Kata Ki Bijak.

“Meski kadang terasa berat dan sakit ya ki............” Kata Maula.

“Ya meski kadang kita merasakan ‘teguran’ itu berat dan menyakitkan, tapi itu bukan karena Allah yang dhalim, tapi lebih karena kita yang ‘nakal’ Nak Mas..........” Kata Ki Bijak.

“Kita yang nakal ki...?” Tanya Maula.

“Betapa tidak, setelah sedemikian banyak ‘tanda-tanda’ kebesaran Allah didepan mata kita, kita tetap saja berlaku acuh dan tidak mengindahkannya, sehingga ‘sangat wajar’ kalau teguran yang tadinya sangat halus, menjadi teguran yang lebih keras, agar kita bisa mendengarnya, agar kita segera kembali kepada-Nya.............” Kata Ki Bijak sambil mengutip sebuah ayat al qur’an;

41. Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). – Ar-rum)



Wassalam

Desember 27, 2007