Tuesday, November 25, 2008

BERMIMPILAH, TAPI.....

“Ki, kemarin ana berkesempatan untuk berkunjung ke pelosok desa, di Bogor sana, ana tidak tahu apa nama tempatnya, tapi ana sangat berkesan sekali dengan kunjungan kemarin ki...........” Kata Maula menceritakan perjalanannya hari minggu lalu.

“Apa yang membuat Nak Mas terkesan.....?” Tanya Ki Bijak.

“Selain pemandangan alamnya yang indah, ana sangat terkesan dengan ‘kebersahajaan’ orang-orang yang ana temui disana ki...........” Kata Maula.

“Kebersahajaan......, boleh Nak Mas ceritakan lebih lanjut mengenai kebersahajaan yang Nak Mas maksud...?” Pinta Ki Bijak.

“Ana bertemu dengan para pemetik sayuran dilereng gunung yang tengah panen, anak-anak yang berlarian diantara pematang, serta beberapa orang gadis, berjilbab,tapi tanpa alas kaki...............” Kata Maula menuturkan pengalamannya.

“Lalu........?” Tanya Ki Bijak penasaran.

“Lalu, dibalik kesederhaan, kebersahajaan dibawah terik matahari yang menyengat dan memanggang kulit mereka itu, ana justru melihat ‘sebongkah kebahagian’ terpancar dari rona mereka yang lugu, meski ana tidak bertanya langsung, hati ana merasakan keceriaan dan ketenangan hidup mereka yang damai, tentram, meski ditengah kehidupan keras yang sehari-hari mereka jalani, anak-anak pun begitu ceria menjalani hari-harinya ditengah pematang ladang, sangat berbeda dan kontras dengan wajah-wajah orang kota yang selama ini temukan, meski mereka berpakaian rapih, berkendaraan bagus,berdasi dan bekerja ‘nyaman’ dikantor dan ber-AC, tapi sebagian besar wajah-wajah orang kota ini terlihat lusuh, cemas dan tegang.., seperti ada beban berat yang selalu menyertai mereka, kenapa ya ki............?” Tanya Ki Bijak.

Ki Bijak tersenyum mendengar cerita Maula, “Waah, Aki jadi penasaran dengan cerita Nak Mas, kalau berkesempatan Aki ingin juga melihat-lihat kesana Nak Mas...., Nak Mas, kebahagiaan memang tidak ditentukan oleh bagusnya pakaian yang mereka kenakan, tidak ditentukan oleh dimana mereka bekerja, tidak ditentukan oleh dasi yang indah atau mobil yang mentereng, bahkan tidak juga ditentukan oleh besaran penghasilan atau banyaknya tabungan dibank, makna kebahagian lebih mengarah pada bagaimana kita memaknai kehidupan dan kebahagiaan itu sendiri............” jawab Ki Bijak.

“Ana masih belum paham ki............?” Tanya Maula lagi.

“Aki juga orang desa Nak Mas, Aki juga pernah jadi gembala kambing, menyabit rumput, memetik sayuran diladang dan masih banyak lagi yang Aki lakukan sebagai orang desa, jadi sedikit banyak Aki mengerti tentang kehidupan desa yang Nak Mas ceritakan tadi, dan dari pengalaman Aki, hal yang membedakan orang desa yang bahagia dan orang kota yang selalu cemas, gelisah, dan tegang adalah terletak pada perbedaan cara pandang terhadap keduanya dalam memaknai hidup, kebahagiaan, uang dan lainnya......”

“Disatu sisi, orang desa, seperti Aki, sudah sangat bersyukur dengan pendapatan kami dari hasil panen padi dan palawija, kami sudah sangat senang, manakala anak-anak kami sehat, bisa sekolah dan ada sedikit padi dilumbung kami, itu sudah lebih dari cukup, kami hampir tidak pernah ‘bermimpi’ secara berlebih, misalnya ingin mobil mewah, rumah mewah dan deposito serta tabungan yang menumpuk, sehingga kami menjalani hari-hari dengan penuh ceria, damai, dan tenang, meski dari sisi materi, sangat mungkin kami jauh tertinggal dari orang-orang kota......”

“Disisi lain, orang-orang kota, seperti juga mungkin Nak Mas pernah alami, selalu memanjakan dirinya dengan ‘mimpi-mimpi indah’ yang kadang berlebihan, meski mereka sudah bekerja dan berpenghasilan, mereka ingin yang lebih besar, meski mereka sudah memiliki uang untuk makan, mereka terus ingin menambahnya, mereka bermimpi ingin punya mobil mewah, rumah megah, anak-anak yang bersekolah tinggi dan menjadi sarjana, dan lain sebagainya...., dan mimpi-mimpi inilah yang kemudian mendorong otak, pikiran dan hati mereka terus berpacu untuk menggapai mimpi-mimpinya, mereka terus bekerja tanpa kenal lelah, mengekploitasi kondisi fisik dan psikisnya demi impian yang mereka angankan, dan hal inilah kemudian yang nampak dipermukaan wajah sebagian mereka menjadi tampak tegang, cemas, stress dan lain sebagainya, karena mereka takut jika terbangun nanti mimpinya menjadi hilang..........” kata Ki Bijak lagi.

“Benar ki, ana sering menemukan berbagai proposal bisnis yang isinya demikian ‘memanjakan angan-angan’, mulai dari penghasilan yang luar biasa wah, hingga jaminan kesejahteraan yang menjanjikan, sehingga banyak orang kemudian berpacu untuk meraih apa yang mereka sebut mimpi itu.........., bahkan ada yang pernah mengatakan kepada ana, bahwa mereka harus mempersiapkan segala sesuatunya dari sekarang, agar tidak terus-menerus ‘merepotkan Allah’, dia bilang dia tidak mau kalau butuh sesuatu minta kepada Allah, dengan cara itu tadi ki, ia mengikuti sebuah bisnis yang katanya menjamin kesejehateraan hidupnya dan keluarganya...........” kata Maula.

“Naudzubillah, Nak Mas, bermimpi, memiliki keinginan, mempunyai harapan untuk sesuatu yang lebih baik, sah-sah saja, tapi jika sampai hal itu mengesampingkan atau menafikan Allah sebagai Dzat yang Maha Pemberi, itu sudah syirik Nak Mas.......!!, dan satu lagi, tidak ada satupun yang dapat menjamin seseorang bahagia atau sejahtera, selain Allah, apapun usahanya, berapapun penghasilannya, atau setinggi apapun pangkat dan kedudukannya, sama sekali tidak akan bisa menjamin bahwa ia bisa hidup seperti yang ia impikan selain karena qudra dan iradat_Nya, bahkan sangat mungkin orang-orang yang berprinsip seperti ini akan menjadi orang hubub dunya, orang yang terjebak untuk mencintai dunia secara berlebihan, sehingga ia lalai dengan rencana kehidupan abadinya diakhirat kelak.............” kata Ki Bijak lagi, sambil mengutip ayat al qur;an yang ‘mengancam’ mereka yang menyombongkan diri dengan enggan meminta kepada Allah;

60. Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku[1326] akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".

[1326] yang dimaksud dengan menyembah-Ku di sini ialah berdoa kepada-Ku.


“Naudzubillah............” Spontan mulut Maula berucap, demi diingatkan dengan ayat dalam surat al Mu’min yang dibacakan gurunya.

“Nak Mas masih ingat kisah Qorun dalam al qur;an......?” Tanya Ki Bijak sejurus kemudian.

“Iya ki, Qorun dikenal dengan kekayaannya yang luar biasa banyak, tapi kemudian ditenggelamkan kedalam bumi karena kekufurannya terhadap nikmat Allah yang diterimanya...........” Kata Maula.

“Salah satu hikmah dari kisah qarun dalam al qur’an adalah agar kita berhati-hati dengan harta yang Allah amanahkan kepada kita, agar kita tidak seperti qarun yang menganiaya dirinya sendiri dengan tidak mensyukuri nikmat Allah...., kisah Qarun adalah sebuah simbol bagi mereka yang salah memandang dunia, seperti orang menempatkan kelereng tepat didepan matanya, sehingga menghalangi pandangannya untuk melihat yang sesuatu lebih besar dihadapannya............”,

Coba Nak Mas ambil kelereng atau bola kecil dikotak itu.........”Perintah Ki Bijak.

Segera Maula mengambil sebuah kelereng dari kotak yang ditunjukan gurunya;

“Sekarang letakan kelereng itu tepat didepan mata Nak Mas, apa yang Nak Mas lihat........?’ Lanjut ki Bijak.

“Ana tidak bisa melihat apa-apa ki...........” Jawab Maula.

“Sekarang, geser kelereng menjauh dari mata Nak Mas, apakah Nak Mas bisa melihat sesuatu sekarang......?” Tanya Ki Bijak lagi.

“Ya ki, ana bisa melihat berbagai benda didepan ana dengan jelas ki........” Kata Maula.

“Kelereng ini, sebuah simbol dunia yang sangat ‘kecil’ dibanding dengan akhirat, tapi ketika kita menempatkan dan mencintai dunia ini ‘terlalu dekat’ dan berlebihan, maka kepentingan akhirat yang jauh lebih besar, jauh lebih penting, jauh lebih berharga, jauh lebih utama, menjadi terabaikan karenanya, untuk itu, agar kita tidak terjebak kedalam muslihat dunia yang kecil ini, tempatkan dunia pada proporsi yang benar, silahkan kejar dunia, tapi jangan sampai mengabaikan kepentingan akhirat yang jauh lebih besar, silahkan punya mobil, gunakan untuk kepentingan akhirat, untuk menuntut ilmu, untuk ngaji dan lainnya, silahkan punya uang banyak, gunakan untuk zakat, infaq, sedekah dan jihad fisabilillah, silahkan punyai apa yang mungkin kita raih didunia ini, tapi ingat, jangan lupakan kehidupan akhirat yang kekal abadi, jadikan dunia yang kita miliki sebagai sarana kita untuk mencapai ridha Allah dan untuk kehidupan di kampung akhirat nanti.........” kata Ki Bijak, sambil mengutip surat al qashash;


77. Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

“Dan satu yang harus Nak Mas ingat, panjang angan adalah tipu daya setan, karenanya berhati-hatilah, jangan sampai keinginan dan harapan kita untuk mencari sesuatu yang lebih baik, disisipi oleh tipu daya sang setan durjana...........” kata Ki Bijak sambil mengutip ayat ke 120 dalam surat An-Nissa;

120. Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.


“Lalu bagaimana kita menyeleraskan keinginan kita agar tetap berjalan direl yang benar ki....................?” Tanya Maula.


“Luruskan sajadah kearah qiblat, kemudian shalat dan mohon kepada Allah untuk dibimbing kearah dan jalan yang lurus, bukan hanya untuk urusan dunia, bukan hanya untuk kepentingan usaha, lebih dari itu, sandarkan seluruh hajat dan kebutuhan kita kepada Allah, insya Allah kita tidak akan cemas, tidak akan stress, diakan gamang menjalani kehidupan ini, seperti orang desa yang Nak Mas temui kemarin, damai, tenang, dan sejahtera.............” kata Ki Bijak.

“Terima kasih ki, semoga Allah membimbing ana untuk menjadi orang yang bahagia didunia, dan selamat diakhirat kelak ya ki.........” Kata Maula.

“Amiiin.......”

Wassalam

November 25,2008

Friday, November 21, 2008

API TAKKAN PADAM DENGAN API

“Nak Mas pernah lihat orang memadamkan kobaran api dengan api lagi..............?” Tanya Ki Bijak, menjawab pertanyaan Maula mengenai bagaimana menghadapi orang yang sedang marah.

“Belum pernah ki............” Jawab Maula pendek, ia sengaja tidak melanjutkan jawabannya, karena tahu bahwa apa yang dikatakan gurunya adalah sebuah tamsil.

“Dan mungkin Nak Mas tidak akan pernah melihat orang memadamkan kobaran api dengan api lagi, karena kobaran api hanya akan padam ketika kita siram dengan air, selain dengan cara melokalisir kobaran api itu dari hembusan yang kencang................” Kata Ki Bijak.

“Artinya apa ki..............?’ Tanya Maula.

“Kemarahan, ibarat kobaran api yang menjalar panas Nak Mas, dan ketika kita menghadapi orang yang sedang marah, baik itu istri kita, teman kita, anak kita atau siapapun, kita tidak bisa menghadapinya dengan kemarahan juga, karena hal itu hanya akan memperparah keadaan.............., misalnya karena sesuatu hal, istri kita marah, cemberut atau mendiamkan kita, jangan sekali-kali kita kemudian berbuat hal yang sama, karena hal itu tidak akan pernah menyelesaikan masalah, justru sebaliknya, Nak Mas harus datang dan menghadapi istri yang sedang marah itu dengan sifat air yang teduh untuk mendinginkan suasana..............” Kata Ki Bijak.

“Tapi ki, kadang suka kesel juga kalau pulang kerja, disambut dengan sikap yang kurang ramah dari istri, kayaknya pengin marah juga ki...........” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum; “Apakah dengan kita marah kemudian istri kita jadi tersenyum Nak Mas............?” Tanya Ki Bijak.

“Ya tidak sih ki, tapi kalau kita diampun, nanti dikirannya nanti kita lemah ki............” tanya Maula masih penasaran.

Ki Bijak kembali tersenyum; “Nak Mas, yang berpendapat bahwa dengan diam itu berarti kita lemah, itukan ego kita Nak Mas, tapi tidak demikian dengan pendapat Rasul; beliau bersabda bahwa "Orang yang kuat bukanlah yang jago gulat, tetapi (orang yang kuat itu) orang yang mampu menahan diri-nya ketika marah", jadi sekali lagi, diam kita, bukan berarti kita lemah dihadapan istri kita, justru dengan kita menahan diri, diharapkan akan timbul kesadaran dari istri kita, bahwa mendiamkan seorang suami, adalah sebuah dosa besar yang dilaknat Allah swt..............” Kata Ki Bijak lagi.

Maula diam sejenak, berusaha memahami pitutur gurunya.

“Nak Mas, kita tidak perlu takut untuk dikatakan lemah hanya karena kita menahan diri untuk tidak terlibat pertengkaran yang lebih besar dengan istri kita, karena secara fitrah, seorang lelaki memang diciptakan Allah lebih ‘kuat’ dari perempuan, selain kaum laki-laki juga diamanahi sebagai pemimpin bagi kaum perempuan, dan dalam hemat Aki, seorang pemimpin yang baik, bukanlah mereka yang dengan mudah meledak dan kemudian marah-marah dalam menghadapi berbagai persoalan yang menghadangnya..............” Kata Ki Bijak sambil mengutip sebuah ayat dalam surat An-Nissa;

34. Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[289] ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka)[290]. wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[291], Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[292]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

[289] Maksudnya: tidak berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya.

[290] Maksudnya: Allah Telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik.

[291] Nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya.

[292] Maksudnya: untuk memberi pelajaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya haruslah mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. bila cara pertama Telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan seterusnya.

Maula menelaah kembali ayat yang baru saja dibacakan gurunya; mimiknya nampak serius sekali;

“Wanita memang sosok mahluk unik Nak Mas, al qur’an menggambarkan wanita sebagai ujian bagi laki-laki, sebagai pakaian, dan bahkan sebagai ‘musuh’ bagi kaum Adam....”Kata Ki Bijak sambil mengutip beberapa ayat al qur’an;

187. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah Pakaian bagimu, dan kamupun adalah Pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, Karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf[115] dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.

[115] I'tikaf ialah berada dalam mesjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.



14. Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara Isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu[1479] Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(At_taghabun)

[1479] Maksudnya: kadang-kadang isteri atau anak dapat menjerumuskan suami atau ayahnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan agama.


“Lalu bagaimana kita harus bersikap....?” Tanya Maula.

“Nak Mas pernah dengar orang yang mengatakan wanita diciptakan dari tulang rusuk lelaki....? atau tepatnya al qur’an membahasakan “Dia menciptakan kamu dari seorang diri Kemudian dia jadikan daripadanya isterinya, kata ‘daripadanya’ inilah yang kemudian ditakwilkan sebagai tulang rusuk.........” kata Ki Bijak.

6. Dia menciptakan kamu dari seorang diri Kemudian dia jadikan daripadanya isterinya dan dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan[1306]. yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. tidak ada Tuhan selain Dia; Maka bagaimana kamu dapat dipalingkan? (Az-zumar)

[1306] tiga kegelapan itu ialah kegelapan dalam perut, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam selaput yang menutup anak dalam rahim.

“Pernah ki..............” Kata Maula.

“Dari sinilah kemudian banyak orang menggambarkan keunikan sosok wanita, Nak Mas pernah berpikir kenapa wanita tidak diciptakan dari tulang kepada, atau tulang kaki atau tulang-tulang lainnya....?” Tanya Ki Bijak.

“Tidak ki...........” Kata Maula.

“Kenapa wanita tidak diciptakan dari tulang kepala, karena memang wanita tidak dilahirkan sebagai pemimpin, seperti ayat 34 dalam surah An-nissa tadi, bahwa lelaki_lah yang secara kodrati dilahirkan sebagai pemimpin......”

“Kemudian kenapa wanita tidak diciptakan dari tulang kaki, karena wanita tidak dilahirkan untuk diinjak-injak, tapi untuk dihormati....”

“Lalu juga kenapa wanita diciptakan dari tulang rusuk yang terletak dekat dengan tangan, itu sebagai simbol bahwa wanita adalah sosok yang harus dilindungi.........”

“Dan karena wanita tercipta dari tulang rusuk yang bengkok itulah kemudian kita harus berhati-hati menanganinya, ketika kita terlalu lemah, maka ia akan bengkok selamanya, tapi ketika kita terlalu keras untuk meluruskannya, maka ia akan patah....”

“Tapi dibalik semua itu,tulung rusuk ini, memiliki fungsi vital untuk melindungi hati dari berbagai hal, seperti layaknya kelembutan sosok perempuan yang mampu membuat ketenangan dan ketentraman hati seorang suami/laki-laki.........” Kata Ki Bijak.

“Subhanallah, demikian besar makna penciptaan wanita ini ya ki..........” Kata Maula.

“Ya, sangat besar Nak Mas, karenanya sebagai seorang laki-laki, sebagai seorang pemimpin, kita bertanggung jawab dunia akhirat untuk membimbing istri-istri kita untuk bersama-sama menggapai ridho_Nya, dengan cara yang patut, dengan cara yang bijak, dengan cara yang tidak bersinggungan dengan karakteristik sosok wanita itu sendiri, sehingga kita bisa seiring-sejalan menapaki rumah tangga yang mawadah wa rahmah hingga akhir hayat kelak.............” kata Ki Bijak lagi.

Maula menggangguk, ia bersyukur senantiasa mendapat nasehat bijak dari gurunya untuk berbagai hal yang ia temui dalam perjalanan hidupnya.

Wassalam

November 21,2008

Wednesday, November 19, 2008

TUNAIKAN WAJIBNYA, PELIHARA SUNNAHNYA

“Menurut Nak Mas, bagaimana jika ada orang yang mengenakan topi dan kacamata, tapi lupa mengenakan baju dan celana...........?” Ki Bijak balik bertanya untuk menjawab pertanyaan Maula tentang mereka yang ‘rajin’ melaksanakan amaliah sunnah, tapi lalai terhadap apa yang menjadi kewajibannya.

Maula tersenyum mendengar pertanyaan pancingan dari gurunya, “Tentu menjadi lucu ki, karena topi dan kacamata, seharusnya hanya menjadi pemantas dan aksesoris setelah mengenakan baju dan celana, tapi kalau ada orang yang tidak mengenakan baju dan celana, tapi bakai topi dan kacamata, ana tidak dapat membayangkan betapa ‘lucunya’ orang seperti itu..............” kata Maula, masih dengan mimik tersenyum simpul.

“Pun demikian halnya dengan ibadah kita Nak Mas, syariat yang diwajibkan, seperti shalat, shaum ramadhan, zakat dan menunaikan ibadah haji adalah ‘seperangkat baju dan celana’ yang mutlak harus dikenakan orang-orang yang mengaku beriman dan islam, dan amaliah sunnah, laksana pemanis dan pelengkap agar penampilan seseorang menjadi lebih menarik karenannya.............” kata Ki Bijak.

“Mereka yang tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya selaku muslim atau mukmin, ibarat mereka yang tidak mengenakan pakaian, sehingga seluruh auratnya terbuka, sehingga menimbulkan aib dalam setiap gerak langkahnya, naudzubilah, karenanya menjadi sangat penting bagi kita untuk benar-benar menunaikan kewajiban-kewajiban syariat kita.............., Nah, kalau contoh kasus yang Nak Mas katakan tadi, misalnya seperti apa.....?” Tanya Ki Bijak.

“Misalnya ada orang yang shalat fardunya masih sering ketinggalan atau bolong-bolong ki..........” kata Maula.

“Lalu..........?” Tanya Ki Bijak.

“Tapi dia ‘rajin’ tahajud, karena ia pernah membaca fadhilah tahajud yang ‘luar biasa’ dalam mewujudkan harapan-harapan duniawiyahnya, misalnya ada orang yang mengatakan bahwa kalau ingin naik jabatan, harus tahajud, lalu kalau ingin penghasilannya besar, juga tahajud dan lain sebagainya.................” kata Maula.

“Nak Mas, tidak ada yang salah dengan perintah tahajud sebagai fasilitas dari Allah bagi mereka yang ingin mencapai maqam tertentu disisi Allah, dan Insya Allah, janji Allah untuk menempatkan orang-orang yang dikehendaki_Nya dimaqam yang terpuji, pasti benar adanya...................” kata Ki Bijak sambil mengutip ayat al qur’an;

79. Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.

“Hanya saja dalam hemat Aki, ada beberapa hal yang perlu sedikit ‘diluruskan’, terkait dengan apa yang Nak Mas katakan tadi, yaitu yang pertama terkait dengan niat, Nak Mas, sedapat mungkin tahajud kita, atau ibadah-ibadah kita yang lain, diniatkan lillahi ta’ala, bukan karena ingin kaya, bukan karena ingin jabatan, atau keinginan-keinginan jangka pendek lainnya, and toh nanti, jika Allah menghendaki kita mendapatkan ‘sesuatu’ dari tahajud kita, itu adalah hak prerogatif Allah, dan insya Allah, Allah tidak akan menyalahi janji_Nya...........”

“Ada banyak kasus, seperti cerita Nak Mas sendiri beberapa waktu lalu, bahwa ketika kita melandasi ibadah kita dengan tujuan-tujuan jangka pendek, seperti ingin kaya atau naik jabatan, ketika tujuan itu sudah tercapai, tahajudnya jadi malas lagi, ibadahnya jadi lalai lagi, ini yang harus kita hindari agar ibadah kita tetap istiqomah, sehingga bukan saja akan mendatangkan kebahagiaan didunia, tapi terlebih kita harus berpikir agar ibadah kita memiliki nilai investasi untuk kehidupan kita kelak diakhirat............” Tambah Ki Bijak.

“Benar Ki, ana pernah mengalami hal seperti itu, ketika itu tahajud ana lebih banyak disandarkan kepada keinginan ana untuk mendapatkan penghasilan lebih, punya rumah, dan punya sedikit tabungan, dan alhamdulillah, apa yang ana inginkan dikabul Allah, tapi ya itu tadi ki, setelah semua tujuan jangka pendek ana terpenuhi, ana jadi ‘lalai’ dan meninggalkan tahajud.............” kata Maula sambil mengingat pengalamannya dahulu.

“Dan pengalaman itu harus Nak Mas jadikan pelajaran, untuk tidak mengulanginya lagi, luruskan niat semua amal ibadah kita untuk menggapai ridha Allah swt semata.......” Tambah Ki Bijak.

“Hal kedua, ibadah sunnah, seperti tahajud yang sedang kita bicarakan, Nak Mas perhatikan lagi ayat ini, ‘tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, dalam hemat Aki, “tambahan’ hanya akan ada setelah adanya ‘pokok’ dulu, dalam hal ini, ibadah sunnah akan menjadi nilai tambah setelah ibdah wajibnya terpenuhi, atau dalam bahasa Aki, ibadah wajib itu ibaratnya angka 1 (satu), dan ibadah sunnah itu angka ‘0’ (nol), kalau satu disandingkan dengan ‘0’, maka akan menjadi angka ‘10’, kalau angka satu tadi disandingkan dengan angka ‘0’_nya 2, maka akan membentuk angka 100, dan seterusnya......”

“Sebaliknya, ketika kita belum memiliki angka 1 (satu), berapapun angka ‘0’ yang kita punya, sama sekali tidak bernilai apa-apa, misalnya kita deretkan angka ‘0’ seperti ini’000000000’, tetap saja nilainya ‘0’..............” Kata Ki Bijak sambil membuat coretan dilembar kertas.

Maula mengamati coretan tangan Ki Bijak, “Iya ya ki, ada seratus angka nol yang berderet pun, kalau tidak didahului dengan angak satu, jadi tidak bernilai ya ki..............” kata Maula.

“Karenanya, tempatkan perintah dan syariat pada proporsi yang benar, kalau memang Allah dan Rasul_Nya menyatakan bahwa itu wajib, artinya disana pasti ada ‘sebuah nilai lebih’ dari perintah sunnah, meski ini bukan berarti kita mengabaikan perintah sunnah, hanya idealnya, secara normatif, yang wajib memang harus menjadi prioritas yang harus ditunaikan terlebih dahulu...........” Kata Ki Bijak.

“Iya ki........, atau mungkin karena diwaktu malam, saat shalat tahajud itu waktu-waktu yang mustajab ki, sehingga mendorong sebagian orang lebih mengutamakan shalat tahajud daripada shalat fardhu............” kata Ki Bijak.

“Waktu sepertiga malam terakhir sebagai salah satu waktu yang baik untuk berdoa, itu benar Nak Mas, seperti jawaban baginda Rasulullah Saw ketika ditanya, "Pada waktu apa do'a (manusia) lebih didengar (oleh Allah)?" Lalu Rasulullah Saw menjawab, "Pada tengah malam dan pada akhir tiap shalat fardhu (sebelum salam)." (Mashabih Assunnah), Nak Mas perhatikan lagi jawaban Rasul ini, bahwa selain pada tengah malam, akhir tiap shalat fardhu juga merupakan saat dimana doa seseorang didengar Allah, kemudian doa yang diucapkan antara azan dan iqomat (HR. Ahmad) serta banyak lagi hadits dan riwayat mengenai keutamaan waktu berdoa selain tengah malam, jadi menurut hemat Aki, kurang bijak kalau kemudian kita mengabaikan ibadah-ibadah fardhu dengan alasan keutamaan dan mustajabnya waktu berdoa ditengah malam saja……..” Kata Ki Bijak lagi.

“Jadi yang ideal adalah mereka yang menunaikan kewajibannya fardhunya dengan ikhlas, benar dan sesuai tuntunan syariat, dan kemudian memperindahnya dengan amaliah sunnah yang istiqomah ya ki………….” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, atau dalam bahasa Aki tadi, kenakan baju dan celana secara patut dan sempurna, kemudian perindah dengan aksesori lainnya, agar kita nampak lebih pantas dan berwibawa……………..” Kata Ki Bijak lagi.

Maula mengangguk, tak lama berselang ia pamitan pada gurunya.

Wassalam

November 14,2008

INNA SIRKA LADHUL MUN ADHIIM

“Dalam pengertian umum, Dosa adalah sebentuk pelanggaran yang dilakukan manusia terhadap aturan Allah swt, dosa memiliki banyak sekali jenis, tingkatan dan bentuknya, yang didalam al qur’an sendiri, setidaknya menyebutkan empat jenis kesalahan manusia, yaitu yang pertama Itsmun, yang secara harfiah berarti dosa, dalam pengertian ini dosa dapat berbentuk bunuh diri,makan bangkai, darah, daging babi dan sesuatu yang disembelih bukan atas nama Allah, mengubah wasiat, mengambil harta orang lain, sombong, khamar dan judi, menganggu jama’ah haji, membunuh orang yang sudah menyerah, memakan yang haram, Syirik, menebarkan fitnah, buruk sangka, menciptakan makar dengan rahasia, menukarkan keimanan dengan kekufuran, mengambil sesuatu yang sudah diberikan kepada orang lain, berdusta atas nama Allah, menyembunyikan kesaksian, dan menyakiti orang mukmin..........” Kata Ki Bijak, menjelaskan secara detail pengertian dosa.

“Kemudian, al qur’an juga membahasakan dosa dengan kata Adz-Dzanb, yang secara harfiyah berarti ekor, beberapa bentuk dosa ini adalah membunuh tidak sengaja, tergoda dengan kehendak nafsu,merasa besar atau ujub, tidak bersyukur, enggan menerima nasehat, mencemooh pemberi nasehat, zalim pada diri sendiri, Tidak ikhlas, putus asa, dan lainnya, sampai disini Nak Mas paham.....?” Tanya Ki Bijak.

“Insya Allah ana paham ki............” jawab Maula.
“Yang ketiga, Al Qur;an membahasakan dosa dengan sebutan Al-Khatha’ yang secara harfiyah berarti kesalahan, adapun bentuk-bentuknya adalah;menyuruh orang lain berbuat baik, namun tidak mengamalkannya, tidak peduli terhadap orang lain, menggoda orang lain ke jalan dosa, Iri dan dengki....,

“Dan yang keempat disebut dengan As-Sayyi’at yang secara harfiyah berarti kejahatan, kejahatan ini bisa dalam bentuk mencampur kebaikan dengan dosa, makar, durhaka pada suami, membiarkan orang berbuat dosa, melupakan pertolongan Allah, panjang angan-angan, dan juga mengingkari janji.........” Kata Ki Bijak panjang lebar.

“Masya Allah, banyak sekali bentuk dan dosa dan kesalahan ya ki........” Kata Maula dengan mimik yang serius.

“Memang banyak Nak Mas, karenanya kita harus benar-benar berhati-hati dalam setiap ucapan, tindakan dan perbuatan kita, tapi dari sedemikian banyak jenis dosa yang disebutkan al qur’an, yang paling harus kita waspadi adalah dosa syirik, karena Allah tidak akan mengampuni dosa orang yang menyekutukan Allah.............” Kata Ki Bijak sambil mengutip beberapa ayat al qur’an


13. Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

48. Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar.


116. Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah tersesat sejauh-jauhnya.

“Naudzubillah, ki bagaimana kita bisa menghindari syirik ini ki.........? Tanya Maula.

“Untuk membantu kita menghindari perbuatan syirik ini, kita setidaknya harus mengetahui batasan dan bentuk-bentuk kesyirikan itu; seperti meyakini bahwa ada sesuatu yang memiliki kekuatan lain atau dapat memberi manfaat dan madharat selain Allah SWT, seperti mempercayai dukun, peramal, benda keramat, jimat dan lainnya, itu sebuah kemusyrikan Nak Mas.......” kata Ki Bijak.

“Iya ki, dan kemarin ini, ada juga selebaran yang mengatakan barang siapa ikut menyebarkan berita ini, maka ia akan memperoleh sesuatu, dan sebaliknya, kalau tidak, ia akan mendapat musibah, apakah ini juga hal yang dapat menyebabkan syirik ki.....? Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, ini sudah syirik, orang yang meyakini bahwa dengan meneruskan pesan berantai semacam itu sebagai sesuatu yang dapat mendatangkan manfaat dan mudharat, artinya ia sudah menafikan Allah sebagai satu-satunya Dzat yang dapat memberi manfaat dan mudharat kepada kita, jauhi dan tinggalkan perbuatam semacam ini......” Kata Ki Bijak.

“Selain itu, kita juga harus berhati hati dengan berbagai ritual yang menggunakan ‘perantara’ untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti dengan memuja atau memohon pertolongan kepada orang mati, ruh atau meminta bantuan jin dengan keyakinan bahwa dengan sesuatu itulah ia dapat mendekatkan dirinya kepada Allah SWT, karena hal semacam inipun sebuah kemusyrikan......” Kata Ki Bijak lagi.

“Dan masih banyak lagi perbuatan-perbuatan yang dapat menjerumuskan kita kedalam lembah syirik, cinta (mahabbah) dan loyalitas (wala') yang salah, seperti mencintai dunia secara berlebih dan mengabdi kepada manusia melebihi pengabdiannya kepada Allah, beranggapan bahwa aturan/hukum buatan manusia lebih baik dari hukum Allah SWT atau menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, memmpercayai sihir, perdukunan, bersumpah dengan selain Allah, memakai jimat, dan bahkan perbuatan riya’, ingin dilihat orang, dapat menjerumuskan kita kedalam perbuatan syirik ini.........” kata Ki Bijak.

Maula terdiam sejenak, mencoba memahami uraian gurunya, “Itsmun, didalamnya terdapat syirik yang merupakan perbuatan dosa yang tidak berampun, kemudian Adz-Dzanb, yang didalamnya terdapat godaan hawa nafsu, Al-Khatha’, orang yang menyuruh berbuat kebaikan, tapi lalai mengamalkannya, dan As-Sayyi’at, yang salah satunya mencapur adukan kebaikan dan keburukan..............” Katanya sejurus kemudian, mencoba meringkas penjelasan gurunya yang panjang lebar.

“Apapun namanya, bagaimanapun bentuknya, kecil atau besar tingkatannya, dosa tetaplah dosa yang harus kita hindari sebisa mungkin, karena perbuatan-perbuatan dosa ini, yang dilakukan secara terus menerus, dapat memadamkan cahaya fitrah kita sebagai manusia, dapat mematikan kesucian jiwa, menghilangkan sifat ‘izzah (kemuliaan) manusia yang diciptakan Allah sebaga mahluk yang paling sempurna, serta sangat mungkin menggugurkan amal ibadah yang pernah kita lakukan, terutama syirik, akan mengakibatkan manusia terjerumus kedalam jurang neraka jahaman yang paling dalam.............” Kata Ki Bijak lagi.

“Ya Allah selamatkan hamba_Mu ini dari perbuatan syirik dan dosa-dosa yang dapat menjauhkan hamba dari Ridha_Mu, hamba berlindung kepada_Mu dari kejahatan mahluk-mahluk_Mu, Ya Allah, La haula wala quata ilabillahil’aliyil adhiim...........”

Wassalam

November 19,2008

Tuesday, November 11, 2008

ISTAFTI QOLBAKA (MINTALAH NASEHAT PADA HATI-MU)

Nak Mas pernah dengar hadits yang menyatakan bahwa hati manusia adalah raja, sementara anggota tubuh lainnya adalah prajuritnya...?” Tanya Ki Bijak.

“Ya ki............” Kata Maula sambil menyebut hadits dimaksud;

“................Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging, jika ia baik seluruh tubuh akan baik jika ia rusak seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah dialah hati." (Muttafaq Alaihi) ".

“Nak Mas benar, itu hadits_nya, lalu menurut Nak Mas, bagaimana kalau ada prajurit yang bertindak sendiri tanpa sepengetahuan dan persetujuan sang raja....?” Tanya Ki Bijak kemudian.

“Artinya prajurit itu telah lancang mendahului kehendak raja ki.......?” Kata Maula.

“Apakah menurut Nak Mas prajurit yang lancang ini baik atau sebaliknya....?” Tanya Ki Bijak.

“Tentu prajurit yang lancang ini tidak baik ki, karena sehebat apapun dia, seharusnya dia mengikuti titah sang raja sebelum mengambil tindakan apapun, karena baik buruknya hasil pekerjaan itu akan berdampak pada raja dan kerajaan secara keseluruhan........” kata Maula.

“Nak Mas benar, prajurit yang baik adalah prajurit yang senantiasa menjunjung tinggi titah rajanya, dan itu sebuah tamsil bagi akal dan pikiran kita selaku prajurit, dan hati kita selaku sang raja, dalam kata lain, kita tidak boleh mengedepankan akal pikiran kita semata tanpa melibatkan sang raja dalam mengambil sebuah keputusan dan tindakan, karena hal itu sangat berisiko........” kata Ki Bijak.

“Adalah sangat bijak jika setiap perkataan dan perbuatan kita, kita kompromikan dan tanyakan terlebih dahulu pada hati kita, agar kita tidak menyesal karenanya…..” sambung Ki Bijak.

“Ki, bagaimana kita bisa mendengar dan mengetahui kata hati kita bahwa perbuatan dan perkataan yang akan kita lakukan itu benar atau salah….?” Tanya Maula.

“Sederhana saja Nak Mas, Rasulullah pernah berpesan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ad - Darimi, beliau mengatakan " Istafti qolbaka, birr ma ithma'ann ilayhi nafs wa athma'anna ilayhil qolb wal ismu ma haka fi nafs wa taroddod fi shudduur - Mintalah fatwa (nasihat) pada hatimu, kebaikan adalah sesuatu yang membuat hatimu tenang, dan keburukan adalah sesuatu yang membuat hati gelisah...” Kata Ki Bijak mengutip sebuah hadits.

“Kebaikan adalah sesuatu yang membuat hatimu tenang, dan keburukan adalah sesuatu yang membuat hati gelisah...........” Kata Maula mengulang perkataan gurunya.

“Benar Nak Mas, ketika kita shalat tepat waktu, hal itu akan menentramkan hati kita, sementara ketika kita lalai menunaikan shalat pada waktunya, maka hati kita akan gelisah...”

“Ketika kita menolong atau orang yang kesulitan, hal itu akan membuat hati kita tenang, sebaliknya, mengumpat, membenci dan memusuhi orang lain, tidak lebih hanya akan membuat hati kita gelisah......”

“Ketika kita bersedekah, berinfaq, membelanjakan harta dijalan Allah, maka hal itu akan membuat hati kita tenang, sementara ketika kita berfoya-foya, menghabiskan uang dijalan yang bathil, hal itu akan menjadi endapan racun yang membuat hati kita tidak tenang......”

“Ketika kita memaafkan kesalahan orang lain, hal itu akan membuat hati kita tenang, sebaliknya ketika kita menyimpan dendam pada orang lain, maka hal itu akan menyakiti hati kita, hati kita tidak akan tentram karenanya.....”

“Menyantuni fakir miskin, menafkahi anak yatim adalah obat penenang yang paling mujarab untuk ketentraman hati kita, sebaliknya, sikap kikir, pelit, acuh tak acuh terhadap orang lain, akan sangat merisaukan hati kita..............”

“Berlaku tawadlu, rendah hati, penyantun, sabar dan dermawan, adalah sikap dan sifat yang akan membuat hati kita tentram, sebaliknya sikap sombong, angkuh, tidak sabar dan pemarah, hanya akan melukai hati kita dan akan membuatnya gelisah........”Kata Ki Bijak mencontohkan beberapa perbuatan yang dapat membuat hati tentram dan sebaliknya.

“Ana mengerti ki, hanya masalahnya terkadang kita tidak bisa mendengar hati kita ki.........” kata Maula.

“Bahasa atau suara hati memang sangat halus Nak Mas, tapi Aki percaya setiap orang mampu mendengarnya, hanya saja karena kita belum terbiasa mendengarkan kata hati kita, kita lebih sering mengabaikan apa yang dinasehatkan oleh hati kita, kita lebih cenderung mendengar dan mengikuti apa yang terdengar dan terlihat oleh indra luar kita saja...............” Kata Ki Bijak.

“Bagaimana agar kita terbiasa dan mampu mendengar suara hati kita ki....?” Tanya Maula.

“Setiap orang mungkin memiliki metode dan cara yang berbeda-beda Nak Mas, namun demikian, dalam hemat Aki, agar kita bisa mendengar suara hati kita dengan baik, maka kita harus mengenali hati kita secara baik pula....., secara makna bahasa, hati kita memiliki empat bagian yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi; bagian terluar dari hati kita disebut dengan Shadr – kata ini terambil dari bahasa arab yang artinya Dada, yang merupakan bentuk atau bungkus paling luar secara kasat mata, bagian ini lebih cenderung menunjukan suasana hati dan jiwa secara keseluruhan psikologis.......” Kata Ki Bijak sambil mengutip sebuah ayat al qur’an;

69. Dan Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa yang mereka nyatakan. (Al Qashash)


“Bagian yang kedua, dinamai Qolb, Qolb berasal dari bahasa arab yang artinya Hati atau Kalbu, Qolb sendiri adalah bagian dimana seseorang melakukan banyak pertimbangan dengan menolak, memutuskan, sehingga sifatnya cenderung tidak konsisten, pada bagian ini seseorang akan mulai berfikir dengan hatinya, maka disinilah letak "Cahaya Iman" berada dan Qolb merupakan inti dari Ar Ruh, jika Shadr tadi ibarat kulit kacang, maka Qolb ibaratnya kulit arinya...”

46. Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (Al Hajj)

“Sampai disini Nak Mas mengerti.....?” Tanya Ki Bijak sebelum melanjutkan uraiannya tentang definisi hati.

“Masih belum mengerti sepenuhnya ki………” kata Maula.

“Pelan-pelan saja Nak Mas, sambil Nak Mas terus menyelam kedalam hati Nak Mas untuk lebih mengenali mana shadr dan mana Qolb yang Aki jelaskan barusan……” Kata ki Bijak.

“Iya ki…………” Kata Maula.

Setelah hening sesaat, Ki Bijak melanjutkan penjelasannya tentang hati.

“Bagian yang ketiga, disebut Fu’ad, Fu'ad dalam arti katanya adalah Hati Nurani yang sering kali disebut sebagai "Akalnya Hati", Fu'ad merupakan inti dari Qolb, yang meliputi berbagai hal tentang ilmu, ketentuan, rencana dan takdir, sehingga Fu'ad mewadahi cahaya ma'rifat ( kurang lebih adalah pengetahuan akan kebenaran secara spiritual), Fuad mengandung kekuatan Qolb dan Akal manusia, dimana dalam dayanya, Fu'ad menggunakan potensi dzikir, fikir, panca indera, akal dan berbagai potensi lainnya untuk kemudian dialamatkannnya menjadi pengetahuan yang diimplementasikan dalam bentuk perilaku ataupun perbuatan, Sifat Fu'ad bila ia bersifat negatif bentuknya adalah kekosongan, hampa, berubah-ubah dan cenderung pada bisikan syaithon, bila ia positif bentuknya ialah istiqomah dan selalu jujur…...”

23. Katakanlah: "Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (tetapi) amat sedikit kamu bersyukur. (Al Mulk)

“Selanjutnya, bagian terdalam dari hati disebut dengan Lubb, Lubb adalah inti dari Fu'ad, secara fisilogis arti Lubb adalah inti dari inti, seperti ketika seseorang menebang pohon, maka ia akan melihat takik tahun umur pohon tersebut yang ditandai dengan adanya lingkaran, lingkaran pada penampangnya, dan inti terdalam dari pohon tersebut disebut Lubb. Lubb mewadahi dua cahaya yakni cahaya keunikan dan cahaya kesatuan yang keduanya merupakan dua wajah Allah SWT, Lubb adalah cahaya asli penciptaan Allah SWT berbentuk jiwa yang sangat murni disebut ar Ruh al Quds didalamnya terkandung program-program, sifat-sifat serta design Allah SWT yang sifatnya sangat misterius dan rahasia atau Sirr,. Lubb mengadung secret of secrets atau Sirr Al Asraar……..” Kata Ki Bijak sambil memandangi wajah Maula yang masih nampak berusaha untuk memahami uraian darinya.

“Waah, bicara soal hati, sepertinya luas sekali ya ki………..” kata Maula.

“Benar Nak Mas, membicarakan hati, ibarat membicarakan samudra luas yang tak bertepi dengan kedalaman yang susah untuk dijajaki, karenanya, sambil Nak Mas coba memahami definisi-definisi tadi, Nak Mas juga harus mulai mencoba mengenal hati Nak Mas dari dalam, mulailah dengan mencoba berdialog dengan hati, dan Nak Mas mungkin bisa renungkan makna yang terkandung dalam ayat ini…………” kata Ki Bijak sambil menunjukan ayat al qur’an;

205. Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.

“Maksudnya dzikir dalam hati ya ki…………” kata Maula beberapa saat setelah mengulang-ngulang membaca ayat terakhir dalam surat al A’raf tersebut.

“Benar Nak Mas, dzikir, menyebut nama Allah senantiasa dalam hati kita, sehingga hati kita hidup karenanya…………., coba Nak Mas tarik nafas dalam-dalam, kemudian Nak Mas rasakan getar hati Nak Mas manakala menyebut asma Allah……….” Kata Ki Bijak sambil mencontohkan bagaimana latihan dzikir hati tersebut.

Maula segera menuruti apa kata gurunya, ia menarik nafas panjang, matanya dipejamkan, berusaha untuk meresapi setiap getar dari dzikir yang diucapkan hatinya………………, hening……, sepi, yang terdengar hanya tarikan dan hembusan nafas Maula yang tengah belajar menyelami kedalaman samudra hatinya.

Wassalam

November 11,2008

Monday, November 10, 2008

AKHIRNYA UNDANG-UNDANG ITU.....

“Aneh ya ki...........” kata Maula, mengomentari penolakan dari sebagian orang terhadap pengesahan UU pornografi.

“Apanya ya aneh Nak Mas.....?” tanya Ki Bijak.

“Itu ki, ada beberapa orang yang dengan sangat lantang menentang pengesahan UU pornografi, dengan mengatasnamakan keragaman dan kebebasan, mereka kemudian menolak pengesahan undang-undang itu, dan herannya, justru sebagian besar dari mereka yang menolak adalah kaum hawa, yang menurut ana seharusnya mereka merasa senang dengan diberlakukannya undang-undang itu.........” Kata Maula tak habis pikir.

Ki Bijak tersenyum mendengar penuturan Maula yang bernada sedikit kesal, “Nak Mas tidak perlu heran dengan adanya orang-orang yang bersikap seperti itu, terlepas dari apapun alasan mereka untuk menolak undang-undang itu, bagi Aki, hal itu merupakan sebuah pelajaran yang sangat berharga untuk kita tafakuri........” Kata Ki Bijak.

“Apa yang bisa kita pelajari dari hal seperti ini ki.......?” Tanya Maula.

“Pertama, dalam pandangan Aki, adanya orang, golongan atau kelompok yang terang-terangan menentang pemberlakukan undang-undang itu, merupakan isyarat yang sangat jelas bagi kita siapa-siapa saja yang boleh kita jadikan contoh dan teladan, dan siapa saja diantara mereka yang tidak boleh kita ikuti dan jadikan teman...., ditengah makin biasnya kebenaran ditengah-tengah kita, penolakan mereka jelas mempermudah kita untuk menentukan pilihan yang terbaik bagi kita untuk kita dekati atau kita tinggalkan............” kata Ki Bijak.

“Benar juga ya ki, kita jadi tahu siapa saja mereka dan apa tujuan mereka......,hmmh tapi ki, diantara yang menolak itu banyak juga lho ki orang-orang yang terpandang, publik figure dan juga orang-orang terpelajar............” Kata Maula.

“Nak Mas..., tidak semua orang yang terpandang itu benar, tidak semua publik figure itu bisa kita ikuti, dan bahkan tidak semua orang yang bertitel itu ‘pandai’, dalam pandangan Aki, mereka yang terpandang, mereka yang menjadi panutan, mereka yang pandai dan bermartabat hanyalah mereka yang ‘takut’ kepada Allah, meninggalkan apa yang dilarang_Nya dan melaksanakan apa yang diperintahkan_Nya, diluar itu, apa dan siapapun mereka, dalam hemat Aki, belum masuk kategori yang Nak Mas sebutkan tadi........” kata Ki Bijak.

“Hikmah yang kedua, yang bisa kita ambil adalah bahwa adanya penolakan semacam ini membuka ladang amal bagi kita untuk bagaimana memberi pemahaman dan mengajak mereka untuk ‘kembali’ pada tata aturan yang menjunjung tinggi norma dan fitrah kemanusian sebagaimana yang telah digariskan...., Nak Mas bayangkan, jika semua pihak setuju dengan pemberlakuan undang-undang ini, atau dalam kata lain, semua orang sudah ‘benar’, maka ladang kita untuk berdakwah dan saling berwasiat dalam kebenaran, menjadi berkurang..........” kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, kalau semua orang sudah benar, kepada siapa kita harus berdakwah ya ki......” Kata Maula.

“Syukurlah kalau Nak Mas memahaminya...., selanjutnya yang ketiga, sudah merupakan sunatullah bahwa setiap kebaikan yang lahir, akan diimbangi dengan lahirnya pertentangan dari pihak-pihak yang berseberangan, Nak Mas masih ingat bagaimana para nabi dulu, sejak zaman Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad, selalu mendapatkan pertentangan yang sangat dari kaumnya, dan itu merupakan sebuah ujian kesabaran dan keikhlasan bagi para penyeru kebenaran untuk tetap berpegang pada kebenaran itu sendiri...........” kata Ki Bijak.

“Benar ki.............” jawab Maula pendek.

“Dan kita tidak perlu surut kebelakang hanya karena adanya penolakan oleh sebagian orang, ibarat sebongkah emas, kemuliaan logam ini hanya akan terlihat setelah bongkahan itu digosok atau diasah dengan batu ujian yang sangat keras dan tajam, pun demikian dengan produk undang-undang ini, insya Allah, setelah diuji oleh mereka yang menentangnya, undang-undang ini akan menunjukan kilau dan tujuan mulianya untuk meninggikan harkat dan martabat manusia yang berakal dan berbudi.......” Kata Ki Bijak lagi.

“Benar ki, ana sering lihat ditoko-toko penjual mas, pedagang toko itu selalu menyiapkan sejenis batu uji dan cairan tertentu untuk menguji keaslian logam itu....., ana mengerti sekarang, bahwa kebenaran dan kemuliaan memang perlu batu asah untuk mengujinya ya ki..........” kata Maula.

“Sebatas itu yang Aki tahu Nak Mas, bahwa setiap kebaikan, setiap kebenaran, setiap kemulian, setiap keyakinan, terlebih dahulu akan diuji dengan berbagai bentuk ujian untuk membuktikan keshahihannya..., dan insya Allah undang-undang ini akan ‘lulus’ dari ujian-ujian yang menghalanginya, untuk kemudian menjadi sebuah produk undang-undang yang akan membantu menyelamatkan kita sebagai bangsa.........” kata Ki Bijak.

“Meski sebagai umat Islam, sebenarnya kita sudah punya al qur’an yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia ya ki....” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, al qur’an memiliki kandungan yang jauh lebih sempurna dari sekedar undang-undang buatan manusia, tapi marilah kita berpikir positif bahwa undang-undang ini bisa membantu mereka yang belum memahami bahasa al qur’an dengan baik, dan dari sana, kita bisa berharap hal ini akan menambah keyakinan kita terhadap kebenaran al qur’an sebagai kitab yang menjunjung tinggi harkat dan martabat kita sebagai manusia..........” kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki...........” kata Maula sambil bersiap pamitan.
Wassalam

November 02,2008

5s+1i=BAHAGIA

“Boleh saja Nak Mas, silahkan Nak Mas mencari tambahan penghasilan diluar pekerjaan Nak Mas sekarang, yang mesti Nak Mas ingat adalah tujuan kita bukan untuk mengumpulkan harta, tapi semata karena Allah, untuk memenuhi kasab lahiriah dengan potensi yang Allah anugerahkan kepada Nak Mas.....” Kata Ki Bijak menjawab pertanyaan Maula apakah boleh ia mencari tambahan penghasilan diluar pekerjaannya sekarang.

“Dan satu lagi Nak Mas, kalau Aki tidak salah ingat, Nak Mas pernah bercerita bahwa Nak Mas dipertemukan Allah dengan ‘orang kaya yang tidak bahagia......?’ Tanya Ki Bijak.

“Benar Ki, bahkan sampai sekarang pun ana masih sering menemukan ‘orang-orang kaya yang tidak bahagia’ disekitar ana, kenapa ki.....?” Tanya Maula.

“Nak Mas harus ingat benar hal itu, bahwa kekayaan seseorang tidak menjamin seseorang akan bahagia, karenanya, kalau pun nanti Nak Mas benar memiliki penghasilan baru, maka bukan kekayaan itu yang Nak Mas kejar, tapi kebahagiaan, baik kebahagiaan fi dunya dan kebahagiaan diakhirat kelak, karena sekali lagi banyak dan bertumpuknya harta tidak menjamin kebahagiaan seseorang......................” tambah ki Bijak.

“Baik ki, insya Allah ana akan ingat selalu pesan Aki, lalu bagaimana caranya agar kita bahagia ki...............?” Tanya Maula.

“Rumusnya sederhana Nak Mas, 5s+1i=bahagia...............” kata Ki Bijak.

“5s+1i=bahagia, ki............?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, mereka yang mampu menerapkan rumus 5s+1i ini, insya Allah akan menemukan kebahagiaan dalam kehidupannya, 5s yang Aki maksud adalah Syukur, Sabar, Shaum, Silaturahim, Sedekah dan I_nya dengan Ikhlas...............” kata Ki Bijak.

“Syukur, Sabar, Shaum, Silaturahim, Sedekah dan I_nya dengan Ikhlas.................” Maula mengulang pitutur gurunya.

“Dengan memaknai dan mengamalkan 5s dan 1i, insya Allah akan melahirkan S yang lainnya, syukur, sabar, shaum, silaturahim dan sedekah akan melahirkan rasa Senang, melahirkan Senyum, kemudian membuatnya Sehat senantiasa, hingga ia Selamat, Sejahtera sampai Surga.........” kata Ki Bijak.

“Meski kita tinggal dirumah Sangat Sederhana, yang Sempit dengan Sedikit Semen sehingga Susah Selonjor sekalipun ya ki..................” Kata Maula menambahkan dengan sedikit candaan.

“Insya Allah Nak Mas, rumah sederhana yang disyukuri, jauh lebih berharga daripada rumah bertingkat yang hanya menjadikan pemiliknya lupa kepada yang memberikan rumah itu.....,

“Rumah yang sempit yang menjadikan kita orang yang sabar menerimanya, jauh lebih lapang daripada rumah mewah yang menjadikan pemiliknya lupa daratan....,

“Rumah yang dibangun dengan sedikit atau tanpa semen sekalipun, yang dibangun dengan jerih payah sendiri, dibangun dari uang halal dan berkah, jauh lebih bercahaya daripada rumah beton yang dibangun dengan uang yang haram dan tidak berkah.....................” Kata Ki Bijak tidak kalah sigap.

“Dan ikhlas dan keikhlasan kita menjadi penyempurna dari syukur kita, dari sabar kita, dari shaum dan sedekah kita, insya Allah, mereka yang didalam hatinya tertanam ke 5s dan 1i tadi, tidak akan gamang dalam menjalani kehidupannya.......” kata Ki Bijak.

Maula manggut-manggut mendengarkan nasehat gurunya, ia demikian meresapi kata demi kata yang teruntai dari lisan gurunya.

Sejurus kemudian, Ki Bijak memecah kesunyian “Nak Mas sudah punya rencana apa untuk menambah penghasilan......?” Tanya Ki Bijak.

“Belum tahu ki, ada beberapa orang teman yang menawarkan dan mengajak beberapa jenis usaha, tapi ana masih belum menentukan akan memilih yang mana.......” Kata Maula.

“Minta kepada Allah dengan meningkatkan kadar T.H.T nya Nak Mas........” kata Ki Bijak.

“Dengan T.H.T ki.....?” tanya Maula.

“Benar Nak Mas, perbanyak dan perbagus shalat Tahajud_nya, kemudian mohon kepada Allah untuk diberikan kemudahan dalam menemukan dan menentukan pilihan usaha apa yang akan Nak Mas geluti dengan shalat Hajat, dan jangan lupa senantiasa ber-Taubat, dengan memperbanyak istighfar, semoga degan THT ini Nak Mas akan mendapatkan apa yang Nak Mas inginkan dengan tetap mengedepankan Allah sebagai satu-satunya tujuan dan sandaran dalam melakukan apapun...........” kata Ki Bijak.

“5s+1i & THT..........,rumus yang sederhana sebenarnya ya ki..............” Kata Maula.

“Sederhana memang, tapi hanya mereka yang berkomitmen tinggi terhadap kebahagiaan sajalah yang mau melaksanakan rumus-rumus tersebut........” kata Ki Bijak.

“Do’a kan agar ana bisa melaksanakan rumus-rumus kebahagiaan itu ya ki.....” kata Maula.

“Insya Allah Nak Mas........” Jawab Ki Bijak.
Wassalam

November 05,2008

PAHLAWAN (TAK PERLU) TANDA JASA

PAHLAWAN (TAK PERLU) TANDA JASA

“Seorang pahlawan tidak membutuhkan tanda jasa atau pengakuan apapun dari orang lain atas apa yang telah diperbuat dan diperjuangkannya, Nak Mas.............” Kata Ki Bijak, menanggapi perkataan Maula mengenai lamanya pemberian gelar pahlawan nasional kepada beberapa tokoh yang turut berjuang dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

“Dan kalau kemudian ada orang atau pihak-pihak yang memberikannya gelar pahlawan, hal itu bukanlah sebuah tujuan seorang pejuang, itu hanya merupakan ‘hadiah’ yang diberikan atas perjuangannya.....” Kata Ki Bijak lagi.

“Lalu apa yang membuat para pejuang itu demikian ‘hebat’ ya ki, sehingga mereka berani berkorban dan mengorbankan segalanya untuk sebuah tujuan......?” Tanya Maula.

“Rasa tanggung jawab Nak Mas............” Kata Ki Bijak

‘Rasa tanggung jawab ki......?” Tanya Maula lagi.

“Benar, rasa tanggung jawab inilah yang kemudian mendorong seseorang untuk melakukan hal terbaik terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya, seperti merebut kemerdekaan, membela kaum yang lemah, memberantas kebathilan, memerangi kebodohan, mengurangi angka kemiskinan, memenuhi kewajiban terhadap negara, agama dan keluarga dan lainnya adalah sebentuk tanggung jawab setiap individu untuk berjuang sekuat tenaga untuk meraihnya...........” kata Ki Bijak.

“Eaah, maaf ki, tadi Aki mengatakan bahwa membela kaum yang lemah, memberantas kebathilan, memerangi kebodohan, mengurangi angka kemiskinan, memenuhi kewajiban terhadap negara, agama dan keluarga, sebagai sebuah bentuk tanggung jawab yang dapat melahirkan seorang pahlawan......?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, untuk menjadi seorang pahlawan, tidak harus berperang mengangkat senjata, berada digaris depan berhadapan dengan musuh saja, ada banyak ladang yang dapat menjadikan seseorang menjadi pahlawan, selama ia melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan disertai keikhlasan, dedikasi, loyalitas, bersungguh-sungguh dan mengedepankan teladan dalam setiap aktivitas yang dilakukannya, insya Allah, ia akan lahir sebagai seorang pahlawan.............” kata Ki Bijak lagi.

“Ana masih belum paham ki.................” Kata Maula jujur.

“Begini Nak Mas, seorang ayah, yang bekerja mencari nafkah untuk keluarganya, disertai dengan keikhlasan lillahi ta’ala, kemudian ia melakukan pekerjaannya dengan dedikasi yang tinggi, loyalitas yang tinggi, dengan kesungguhan, hingga ia pulang kerumah dengan membawa rezeki yang halal untuk menafkahi keluarganya, ayah seperti ini layak menyandang gelar ‘pahlawan’.............”

“Sebaliknya seorang ayah yang berangkat kerja dengan bersunggut-sunggut, kerjanya asal-asalan, tidak bertanggung jawab, tidak memiliki loyalitas, dan kemudian ia pulang membawa uang yang didalamnya terkandung rezeki yang subhat karena kerjanya yang asalan-asalan itu, kemudian uang itu digunakan untuk menafkahi keluarganya, maka ayah seperti ini hanya seorang pecundang yang tengah menebar racun dalam darah keluarganya, ayah seperti ini tidak layak disebut sebagai pahlawan, terlepas sebesar apapun uang atau penghasilan yang didapatnya........” sambung Ki Bijak.

“Seorang wanita, seorang ibu yang mendidik anak-anaknya ikhlas, menjaga kehormatan diri, suami dan keluargnaya dengan ikhlas, dengan sungguh-sungguh, dengan pengabdian, kemudian dari kesungguhan ini lahir generasi yang shaleh dan shalehah, maka ibu seperti ini juga seorang pahlawan..............”

“Sebaliknya, seorang ibu yang lebih mementingkan urusan diluar rumahnya, mengabaikan tanggung jawabnya sebagai istri bagi suaminya, sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya, yang dengan ini menjadikan anak-anaknya kehilangan kendali dan pegangan, maka ibu semacam ini tidak layak disebut sebagai pahlawan, terlepas dari apapun jabatannya diluar rumah tangganya........”

“Seorang guru atau seorang ustadz, yang mendidik anak didiknya, dengan penuh keikhlasan, dengan penuh dedikasi, dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhan, maka guru dan ustadz dalam kelompok ini insya allah termasuk kedalam kategory pahlawan......”

“Sebaliknya, guru atau ustadz yang hanya sekedar mengajar, sekedar memenuhi absensi dan kehadiran, tanpa disertai keikhlasan, tanpa tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi, guru dan ustadz dalam ketegori ini tidak layak menyandang gelar pahlawan......”

“Pun demikian halnya dengan petani, pejabat, wakil rakyat, aparat atau apapun peran yang digelutinya, selama mereka melakukannya dengan penuh keikhlasan, penuh dedikasi, penuh loyalitas, penuh kesungguhan, dengan niat ridha Allah swt semata, tanpa peduli dengan pujian atau pengakuan orang, tanpa peduli gelar dan penghargaan yang akan didapatnya, tanpa peduli uang dan penghasilan yang diperolehnya, maka mereka adalah pahlawan.....................” kata Ki Bijak lagi.

“Sebaliknya petani, pejabat, wakil rakyat, aparat atau apapun peran yang digelutinya, selama mereka melakukannya tidak disertai dengan keikhlasan, tidak diserta dedikasi, loyalitas, tidak dengan kesungguhan, dan hanya peduli dengan pujian atau pengakuan orang, maka mereka bukanlah pahlawan......................” kata Ki Bijak memperjelas.
.

“Ana mengerti sekarang ki, lalu ada satu yang masih mengganjal ki...........” Kata Maula.

“Apa itu Nak Mas.....?” Tanya Ki Bijak.

“Tadi itu ki, seorang ayah yang berangkat kerja dengan bersunggut-sunggut, kerjanya asal-asalan, tidak bertanggung jawab, tidak memiliki loyalitas, dan kemudian ia pulang membawa uang yang didalamnya terkandung rezeki yang subhat karena kerjanya yang asalan-asalan ki, apakah karyawan yang suka bolos dengan alasan sakit, padahal ia hanya malas saja, atau karyawan yang suka lembur, tapi sebenarnya tidak ada pekerjaan, atau karyawan yang nitip absen biar kelihatan rajin dimata atasan, apakah karyawan dalam kelompok ini juga memiliki potensi untuk membawa rezeki yang subhat ki....?’ tanya Maula.

Ki Bijak tersenyum, “Aki punya referensi bagus untuk pertanyaan ini Nak Mas, Nak Mas baca ini..................” kata Ki Bijak sambil menunjukan sebuah pendapat ulama mengenai hal yang ditanyakan Maula;

Pertanyaan: Bagaimanakah hukum gaji pegawai yang meremehkan tugas dan tidak melaksanakan sebagaimana mestinya, apakah gajinya halal atau haram? Jawab: Dalam gajinya (tersebut) terdapat sesuatu yang syubhat, maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta'ala dan memperhatikan tugasnya, sehingga tidak ada yang syubhat pada gajinya. Karena yang wajib atas dirinya, ialah melaksanakan kewajibannya sehingga gajinya menjadi halal. Jika tidak peduli dengan tugasnya, maka sebagian gajinya haram. Maka hendaklah dia berhati-hati dan bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta'ala. (Fatawa lil Muwazzhfin wal-'UmmalSyaikh Bin Baz)
“Astaghfirullah..., ana jadi khawatir ki................” kata Maula setelah membaca fatwa dari salah seorang ulama yang mashur itu.

“Khawatir kenapa Nak Mas......?” Tanya Ki Bijak.

“Ana khawatir jika selama ini ana juga mungkin ‘lalai’ dalam bekerja ki, kadang ana merasakan kejenuhan yang sangat, atau ana juga sering mengalami kelelahan sehingga konsentrasi kerja ana sedikit menurun, ana khawatir hal seperti itu mendatangkan subhat dalam gaji yang ana terima ki...........” kata Maula dengan nada cemas.

“Jika kejenuhan dan kelelahan itu memang sesuatu yang tidak bisa dihindari, hendaknya Nak Mas mengalihkan kejenuhan dalam bekerja itu untuk hal-hal positif yang mungkin Nak Mas lakukan dikantor, bisa dengan membaca literatur yang bermanfaat, atau Nak Mas mungkin bisa berdiskusi dan lainnya, insya Allah, Allah akan memberikan ‘keringanan’selama Nak Mas tidak menyengaja untuk meninggalkan kewajiban Nak Mas sebagai karyawan, seperti misalnya yang Nak Mas katakan tadi, tidak kekantor dengan alasan sakit, padahal yang sebenarnya terjadi adalah karena ia malas kekantor, atau mengalihkan kejenuhan untuk hal-hal yang kurang positif, seperti ngobrol, dan lain sebagainya........” kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki................” kata Maula pendek.

“Kembali kepada karakteristik seorang pahlawan ki, sekarang ini agak sulit untuk membedakan mana pahlawan dan mana pecundang, karena hampir setiap orang ingin disebut pahlawan...............” Kata Maula sejurus kemudian.

“Kriterianya jelas Nak Mas, seorang pahlawan adalah mereka yang ikhlas mengabdikan dirinya untuk sebuah tujuan mulia, penuh dedikasi, loyalitas, tanggung jawab, amanah, serta kesungguhan dan teladan, menjadi ciri utama dan karakteristik pahlawan sejati, dan satu lagi, ia tidak mengharap sanjungan dan pujian dari apa yang telah diperbuatnya, maka kalau ada orang yang mengatakan bahwa ia pahlawan dengan menyebut-nyebut apa yang telah dilakukannya, maka sesungguhnya ia bukan pahlawan, ia hanya seorang yang gila pujian.................” kata Ki Bijak.

“Seperti pahlawan kesiangan ya ki...............” Timpal Maula.

“Ya seperti pahlawan kesiangan Nak Mas, karena sekali lagi, seorang pahlawan tidak memerlukan pujian ataupun gelar...........” kata Ki Bijak.

“Ana mengerti ki, terima kasih, semoga ana bisa meneladani karakteristik para pahlawan yang penuh keikhlasan, dedikasi, loyalitas, tanggung jawab, amanah, serta kesungguhan, doakan ya ki........” Kata Maula sambil pamitan.

Wassalam

November 10,2008