Monday, April 13, 2020

Dzikir Jahar

Apa itu Dzikir Jahar Dzikir Jahar (nyata); Dzikir Jahar dilakukan mulut dengan menyebut-nyebut bacaan (lafazh); Istighfar, Tasbih, Tahmid, Tahlil, Takbir, dan lain-lain atau tilawah ayat al-Qur’an atau wirid; “ Sesungguhnya bergemuruhnya suara orang berdzikir saat usai shalat fardhu betul-betul terjadi di masa Rasulullah s.a.w. Aku dapat mengetahui orang sudah usai shalat (berjamaah di masjid Nabi) ketika kudengar suara dzikir itu “. (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad). Dalam sehari semalam, hati manusia bergerak/bolak-balik sekitar 70,000 kali,ketika gerak hati tersebut tidak dikendalikan, maka yang akan timbul adalah Keresahan, kegalauan, ketakutan, cemas dan gelisah karena terlalu banyak ‘rasa yang bercampur aduk didalam hati, dan untuk ‘mengendalikan gerak hati” sebanyak ini, dapat dilakukan dengan memperbanyak dzikir jahar “Laa ilaha ilallah”, hingga kita akan mendapatkan ‘rasa dzikir’ yang sesuai dengan tingkatannya: - Ijtima’I Satati Qolbi Shohibihi - mengumpulkan terpecahnya ingatan hati manusia yang sedang berdzikir Gerakan hati manusia sehari semalam adalah 70.000 gerakan silih berganti, maka yang tak bisa menyikapinya jiwanya akan lelah dibawa kesana kemari oleh gerakan hatinya. Contohnya dalam sholat: apabila kita sedang sholat terasa dalam hati melirik kepada selain Allah.Namun yang tahu akan hal ini dia akan segera mengistirahatkan hatinya tinggal satu gerakan yaitu hanya Allah yang ada.Sehingga sholatnya menimbulkan efek samping sebagai tempat istirahat jiwa yang lelah karena beban 70.000 gerakan hati. Apabila masih kesulitan mengendalikan gerakan hatinya maka sebaiknya melatih dzikir sesudah sholat. - Himmatun ‘Aliyah – Memiliki cita-cita yang tinggi Dari segi bahasa Himmah bererti “An Niyyah“ (niat), “Iradah” (kehendak), “Al ‘azimah” (tekad). Dalam makna ini terdapat tiga kata yang berbeda yaitu berupa niat yang sifatnya biasa, kemudian iradah atau kehendak yang kuat lalu dilanjutkan dengan tekad untuk melaksanakan kehendak tersebut. Seseorang dikatakan memiliki Himmah yang tinggi manakala ia mampu mengenyampingkan amal atau tujuan lain selain cita-citanya, misalnya dalam hal ibadah, seseorang yang memiliki Himmatun ‘aliyah akan mampu mengeyampingkan tujuan dan pikiran lain selain Allah (khusyu), pun ketika menghadapi segala problem tidak mudah putus asa dari rahmat Allah, selalu ada harapan/himmah yang kuat kepada Allah. - Anisul Mutawahis - Menjinakan perkara diri yang liar Contohnya menggantikan sesuatu yang liar dengan diganti ibadah sunnah. Dengan kata lain Kontrol atau kemampuan untuk mengendalikan diri untuk menjaga dari hal yang dilarang dan menggantinya dengan kegiatan yang lebih baik. Kebiasaan untuk begadang diganti dengan shalat malam, kebiasaan untuk baca Koran, diganti dengan baca qur’an, kebiasaan ngobrol diganti dengan bacaan dzikir dan seterusnya. - Jarrul Khoir – Menarik Kebaikan. Yaitu kemampuan yang diberikan Allah kepada seseorang untuk ‘mempengaruhi orang lain untuk berbuat kebajikan; baik itu lewat perbuatannya/akhlaqnya, baik itu lewat lisannya atau dengan tulisan-tulisannya. - Khotrotus Samawiyyah – Kabar dari Langit. Secara harfiah Khotrotus Samawiyah artinya kabar dari langit, tanda tandanya ada kabar dari langit (belum tentu bisikan, tapi kabar gembira bagi kita akan janji Allah) bulu kuduk berdiri diiringi rasa gentar, terasa sedih tak tahu yang disedihkan, air mata meleleh namun hati bahagia,tapi bukan menangis karena persiapan dibuat suasana hati menjadi sedih, namun timbul sendiri kadang susah untuk mengulangi di lain hari, itulah rahmat Allah bagi hambanya yang dekat denganNYA (Allah memberi tanda sebagai kabar gembira). - Miftahul Ghaib - Terbukanya sesuatu yang samar. Untuk mengetahui perkara yang samar memang tidak mudah. Dibukakanya perkara yang samar ada yang langsung dari Allah berupa ilham tanpa kata tanpa suara tanpa huruf, suatu kepahaman, pengertian ilmu yang datang secara tiba tiba – (Ilmu Laduni) Dzikir jahar la ilaha illa Allah dilakukan dengan membayangkan semacam garis imajiner yang melewati lathaif. Fungsi “penarikan” garis zikir itu, yakni dari bawah ke atas, lalu ke kanan dan kiri (untuk pemula yang belum berpengalaman dianjurkan dengan menggunakan gerak kepala, sehingga dari luar tampak mereka berdzikir dengan menggeleng-gelengkan kepala) adalah agar kekuatan kalimat itu menyentuh titik-titik lathaif. Gerakan simbolik dari dzikir nafi-itsbat dimaksudkan agar semua lathifah tersebut, yang diyakini merupakan pusat pengendalian nafsu dan kesadaran jiwa dan spiritual, teraliri dan terkena energi dan panas zikir tahlil tersebut. DZikir pada mulanya pelan, dan cenderung lebih panjang tarikan bacaannya, tetapi kemudian temponya dipercepat dan suara makin meninggi, agar tercapai kondisi semacam “ekstase.” Percepatan bacaan ini juga dimaksudkan untuk membentengi pikiran dari “lintasan pikiran” (khatir) yang mengganggu hati, sehingga seluruh konsentrasi tertuju pada Allah saja. Kitab Fath al-Arifin menggambarkan sepuluh lathifah, lima diantaranya yg utama adalah qalb, ruh, sirr, khafi, dan akhfa, yang dikenal sebagai alam al-amr (alam perintah). Lima lathifah lainnya adalah nafs, plus empat unsur: air, udara, tanah dan api (alam al-khalq). Pada Tarekat Naqsabandiyah dan tarekat cabang-cabangnya, termasuk TQN, ada satu lathaif yang barangkali paling tinggi dan sulit dicapai, yakni “kullu jasad”, ini adalah kondisi “tanpa titik” di mana totalitas insan (dimensi ruh, kognitif, dan fisik) telah dawam dalam berdzikir dan “menjadi” dzikir itu sendiri. Itu adalah saat layar kesadaran menjadi tanpa tepi dan siap menerima limpahan (faid) ilmu dan rahasia-rahasia ruhani dari Allah. Dari segi hikmah, gerakan kepala tersebut dimaksudkan untuk ‘mencegah’ masuknya ‘setan’ dari arah depan,belakang, samping kiri dan kanan kita sebagaimana diisyaratkan dalam surat Al A’raf ayat 16 dan 17; 17. Apa itu Dzikir Khofi
Apa itu Dzikir Jahar

Dzikir Jahar (nyata); Dzikir Jahar dilakukan mulut dengan menyebut-nyebut bacaan (lafazh); Istighfar, Tasbih, Tahmid, Tahlil, Takbir, dan lain-lain atau tilawah ayat al-Qur’an atau wirid; “ Sesungguhnya bergemuruhnya suara orang berdzikir saat usai shalat fardhu betul-betul terjadi di masa Rasulullah s.a.w. Aku dapat mengetahui orang sudah usai shalat (berjamaah di masjid Nabi) ketika kudengar suara dzikir itu “. (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad).

Dalam sehari semalam, hati manusia bergerak/bolak-balik sekitar 70,000 kali,ketika gerak hati tersebut tidak dikendalikan, maka yang akan timbul adalah Keresahan, kegalauan, ketakutan, cemas dan gelisah karena terlalu banyak ‘rasa yang bercampur aduk didalam hati,  dan untuk ‘mengendalikan gerak hati” sebanyak ini, dapat dilakukan dengan memperbanyak dzikir jahar “Laa ilaha ilallah”, hingga kita akan mendapatkan ‘rasa dzikir’ yang sesuai dengan tingkatannya:

- Ijtima’I Satati Qolbi Shohibihi - mengumpulkan terpecahnya ingatan hati manusia yang sedang berdzikir

Gerakan hati manusia sehari semalam adalah 70.000 gerakan silih berganti, maka yang tak bisa menyikapinya jiwanya akan lelah dibawa kesana kemari oleh gerakan hatinya.

Contohnya dalam sholat: apabila kita sedang sholat terasa dalam hati melirik kepada selain Allah.Namun yang tahu akan hal ini dia akan segera mengistirahatkan hatinya tinggal satu gerakan yaitu hanya Allah yang ada.Sehingga sholatnya menimbulkan efek samping sebagai tempat istirahat jiwa yang lelah karena beban 70.000 gerakan hati. Apabila masih kesulitan mengendalikan gerakan hatinya maka sebaiknya melatih dzikir sesudah sholat.

- Himmatun ‘Aliyah – Memiliki cita-cita yang tinggi
Dari segi bahasa Himmah bererti “An Niyyah“ (niat), “Iradah” (kehendak), “Al ‘azimah” (tekad). Dalam makna ini terdapat tiga kata yang berbeda yaitu berupa niat yang sifatnya biasa, kemudian iradah atau kehendak yang kuat lalu dilanjutkan dengan tekad untuk melaksanakan kehendak tersebut. Seseorang dikatakan memiliki Himmah yang tinggi manakala ia mampu mengenyampingkan amal atau tujuan lain selain cita-citanya, misalnya dalam hal ibadah, seseorang yang memiliki Himmatun ‘aliyah akan mampu mengeyampingkan tujuan dan pikiran lain selain Allah (khusyu), pun ketika  menghadapi segala problem tidak mudah putus asa dari rahmat Allah, selalu ada harapan/himmah yang kuat kepada Allah.

- Anisul Mutawahis  - Menjinakan perkara diri yang liar

Contohnya menggantikan sesuatu yang liar dengan diganti ibadah sunnah. Dengan kata lain Kontrol atau kemampuan untuk mengendalikan diri untuk menjaga dari hal yang dilarang dan menggantinya dengan kegiatan yang lebih baik. Kebiasaan untuk begadang diganti dengan shalat malam, kebiasaan untuk baca Koran, diganti dengan baca qur’an, kebiasaan ngobrol diganti dengan bacaan dzikir dan seterusnya.

-Jarrul Khoir – Menarik Kebaikan.
Yaitu kemampuan yang diberikan Allah kepada seseorang untuk ‘mempengaruhi orang lain untuk berbuat kebajikan; baik itu lewat perbuatannya/akhlaqnya, baik itu lewat lisannya atau dengan tulisan-tulisannya.

- Khotrotus Samawiyyah – Kabar dari Langit.

Secara harfiah Khotrotus Samawiyah artinya kabar dari langit, tanda tandanya ada kabar dari langit (belum tentu bisikan, tapi kabar gembira bagi kita akan janji Allah) bulu kuduk berdiri diiringi rasa gentar, terasa sedih tak tahu yang disedihkan, air mata meleleh namun hati bahagia,tapi bukan menangis karena persiapan dibuat suasana hati menjadi sedih, namun timbul sendiri kadang susah untuk mengulangi di lain hari, itulah rahmat Allah bagi hambanya yang dekat denganNYA (Allah memberi tanda sebagai kabar gembira).

-  MiftahulGhaib - Terbukanya sesuatu yang samar.

Untuk mengetahui perkara yang samar memang tidak mudah. Dibukakanya perkara yang samar ada yang langsung dari Allah berupa ilham tanpa kata tanpa suara tanpa huruf, suatu kepahaman, pengertian ilmu yang datang secara tiba tiba – (Ilmu Laduni

Dzikir jahar la ilaha illa Allah dilakukan dengan membayangkan semacam garis imajiner yang melewati lathaif. Fungsi “penarikan” garis zikir itu, yakni dari bawah ke atas, lalu ke kanan dan kiri (untuk pemula yang belum berpengalaman dianjurkan dengan menggunakan gerak kepala, sehingga dari luar tampak mereka berdzikir dengan menggeleng-gelengkan kepala) adalah agar kekuatan kalimat itu menyentuh titik-titik lathaif.
Gerakan simbolik dari dzikir nafi-itsbat dimaksudkan agar semua lathifah tersebut, yang diyakini merupakan pusat pengendalian nafsu dan kesadaran jiwa dan spiritual, teraliri dan terkena energi dan panas zikir tahlil tersebut. DZikir pada mulanya pelan, dan cenderung lebih panjang tarikan bacaannya, tetapi kemudian temponya dipercepat dan suara makin meninggi, agar tercapai kondisi semacam “ekstase.” Percepatan bacaan ini juga dimaksudkan untuk membentengi pikiran dari “lintasan pikiran” (khatir) yang mengganggu hati, sehingga seluruh konsentrasi tertuju pada Allah saja. Kitab Fath al-Arifin menggambarkan sepuluh lathifah, lima diantaranya yg utama adalah qalb, ruh, sirr, khafi, dan akhfa, yang dikenal sebagai alam al-amr (alam perintah). Lima lathifah lainnya adalah nafs, plus empat unsur: air, udara, tanah dan api (alam al-khalq).  Pada Tarekat Naqsabandiyah dan tarekat cabang-cabangnya, termasuk TQN, ada satu lathaif yang barangkali paling tinggi dan sulit dicapai, yakni “kullu jasad”, ini adalah kondisi “tanpa titik” di mana totalitas insan (dimensi ruh, kognitif, dan fisik) telah dawam dalam berdzikir dan “menjadi” dzikir itu sendiri. Itu adalah saat layar kesadaran menjadi tanpa tepi dan siap menerima limpahan (faid) ilmu dan rahasia-rahasia ruhani dari Allah.

Dari segi hikmah, gerakan kepala tersebut dimaksudkan untuk ‘mencegah’ masuknya ‘setan’ dari arah depan,belakang, samping kiri dan kanan kita sebagaimana diisyaratkan dalam surat Al A’raf ayat 16 dan 17;


قَالَ فَبِمَاۤ اَغْوَيْتَنِيْ لَاَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيْمَ 
“(Iblis) menjawab, Karena Engkau telah menghukum aku tersesat, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus,”
ثُمَّ لَاٰ تِيَنَّهُمْ مِّنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ اَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَآئِلِهِمْ ۗ وَلَا تَجِدُ اَكْثَرَهُمْ شٰكِرِيْنَ
“kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.”
(QS. Al-A’raf Ayat 16-17