Monday, December 7, 2009

‘PAH…ALLAH TIDUR NDAK…?”

“Aneh ya ki…..” Kata Maula

“Apa yang aneh Nak Mas…?” Tanya Ki Bijak

“Itu ki. Ada seorang nenek yang ‘mencuri’tiga buah kakao, ditahan selama 3 bulan, sebelum akhirnya divonis 1.5 bulan kurangan, kemudian ada orang yang ‘mencuri’ semangk untuk sekedar mengisi perutnya juga ditahan, sementara mereka yang mencuri uang rakyat milyaran rupiah, masih berkeliaran bebas, seakan tak tersentuh hukum, dunia ini memang tidak adil ya ki…..” Kata Maula, membandingkan kasus seorang nenek dengan para tersangka koruptor yang sedang marak diberbagai media.

“Itulah hukum dunia Nak Mas, hukum atau keputusan yang dibuat manusia, pasti jauh dari kata sempurna, karena cenderung subjektif, temporer, dan memihak untuk kepentingan atau orang tertentu……” Kata Ki Bijak.

“Iya ki…,dan terakhir, kasus pencemaran nama baik yang melibatkan seorang ibu rumah tangga bersahaja, yang akhirnya harus menerima kenyataan vonis bersalah dan dinyatakan kalah oleh pengadilan…., keadilan seolah hanya menjadi milik mereka yang memiliki uang atau kekuasaan saja…..” kata Maula menambahkan

“Dari sini sebenarnya kita bisa belajar sesuatu Nak Mas….” Tambah Ki Bijak.

“Belajar apa ki….?” Tanya Maula.

“Coba kita buat pertanyaan sederhana untuk contoh kita kali ini Nak Mas; kalau ada orang jahat tidak bisa dijerat dengan hukum dunia dan tidak mendapat hukuman setimpal, dimana dan dengan hukum apa ia akan mendapatkan balasan…..?”

“Jika ada orang benar yang kemudian dihukum bukan atas dasar kesalahannya, dimana ia akan mendapat keadilan…..?”

“Jika hukum manusia cenderung subjektif, temporer, memihak dan tidak sempurna, lalu hukum siapakah yang paling sempurna…?”

“Jika keputusan yang dibuat manusia itu tidak adil, lalu keputusan siapa yang paling adil…..? Tanya Ki Bijak.

Maula masih diam, menyimak pertanyaan-pertanyaan yang dibuat Ki Bijak.

“Secara logika, secara rasional, pertanyaan-pertanyaan tadi akan mengarahkan kita pada satu pemikiran bahwa jika dunia ini ‘tidak adil’, ‘jika dunia ini cenderung memihak’, maka harus ada saat dan tempat dimana keadilan itu akan didapat oleh setiap orang, yang bersalah akan mendapat hukuman atas kesalahannya, yang benar akan mendapat pahala atas kebaikannya, dan kita sebagai orang beriman, meyakini bahwa saat dan tempat untuk mendapatkan keadilan hakiki itu adalah dikehidupan akhirat kelak….., dalam bahasa sederhana, pertanyaan tadi harusnya menuntun kita untuk lebih meyakini kebenaran atas keberadaan alam akhirat dan hari pembalasan yang selama ini kita yakini…..” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya ya ki, sebenarnya mudah untuk ‘meyakini’ bahwa akhirat itu ada, bahwa hari pembalasan itu ada, tapi kenapa masih banyak orang yang meragukan atau bahkan sama sekali tidak mau menyakini keberadaan hari pembalasan ya ki….?” Kata Maula.

“Menurut hemat Aki, mereka yang tidak mau mengakui keberadaan hari pembalasan itu bukan karena mereka tidak tahu, tapi lebih karena kuatnya kesombongan yang bercokol dalam hatinya, meski secara fitrah mereka mengetahuinya…..”,

“Kesombonganlah yang kemudian menutup mata hati mereka untuk melihat adanya hari akhirat dengan jelas, kesombonganlah yang kemudian membuat mereka beranggapan kalau pun Allah itu ada, Allah bisa saja lalai, Allah bisa saja tidak melihat, atau ada yang beranggapan Allah itu mengantuk atau tertidur….., padahal Dia-lah Allah, Dzat yang Maha mengetahui, tidak menimpa_Nya rasa kantuk atau tidur, kekuasaan_Nya meliputi bumi dan langit dan seterusnya……” kata Ki Bijak, sambil mengutip ayat al qur’an;

255. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[161] Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

[161] Kursi dalam ayat Ini oleh sebagian Mufassirin diartikan dengan ilmu Allah dan ada pula yang mengartikan dengan kekuasaan-Nya.


“Ana jadi teringat pertanyaan Ade ki…..” Kata Maula.

“Apa pertanyaan anak pintar itu Nak Mas…?’ Tanya Ki Bijak.

“Kemarin Ade bertanya; “Pah Allah tidur Ndak…’, ketika itu Ade melihat orang sedang tidur dimasjid…” Kata Maula.

“Subhanallah…, sebuah pertanyaan yang sangat pintar Nak Mas, dan pertanyaan seperti itu mestinya menjadi pertanyaan kita orang yang secara lahir dan bathin lebih dewasa dari Ade, sehingga dengan senantiasa bertanya seperti itu, kita akan memiliki filter yang akan menyaring setiap bisikan dari dalam diri kita, misalnya ketika nafsu mendorong kita untuk melukakan perbuatan yang tidak terpuji…..” Kata Ki Bijak.

“Maksudnya ki…..?” Tanya Maula masih penasaran.

“Kesadaran dan keyakinan bahwa Allah tidak pernah tidur, Allah tidak pernah mengantuk, Allah tidak pernah lalai, Allah Maha Melihat, Maha Mendengar dan Maha Mengetahui, merupakan serangkaian filter bagi kita untuk tidak melakukan perbuatan yang melanggar aturan Allah sekecil apapun, karena kita meyakini tidak ada tempat, tidak ada waktu, tidak ada ruang, tidak ada hal apapun yang lepas dari pengawasan Allah…, dengan keyakinan dan kesadaran seperti inilah insya Allah kita akan selamat dari bujuk rayu setan yang menunggangi nafsu kita……” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki, hanya orang yang buta mata hatinya saja yang akan beranggapan Allah tidur, hanya mereka yang membatu hatinya saja yang akan beranggapan Allah tidak melihat, hanya mereka yang hatinya telah mati saja yang beranggapan tidak akan ada pembalasan diakhirat kelak ya ki…..” Kata Maula.

“Itulah salah satu alas an kenapa hati memiliki peran penting dalam setiap aspek kehidupan kita, karena dari hatilah semua berpangkal, baik hati kita, insya Allah baik pula seluruh aspek kehidupan kita, sebaliknya, hati yang buta,yang sakit atau apalagi hati yang mati, akan melahirkan berbagai kejahatan dan kerusakan dalam setiap aspek kehidupan sipenderitanya……” Kata Ki Bijak lagi.

“iya ki, semoga dengan segala keterbatasannya, para pengadil itu bisa membuka mata, membuka telinga dan membuka hati mereka, bahwa apa yang mereka putuskan dalam satu perkara, akan dimintakan pertanggung jawabannya diakhirat kelak, semoga mereka yang ‘bersalah’, tapi kemudian terbebas dari hukum dunia, akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah, dan semoga pula mereka yang ‘tidak bersalah’, tapi harus menerima ketidakadilan hukum dunia, Allah member kesabaran dan balasan yang paling adil dari swt……” Kata Maula.

“Amiin…”Balas Ki Bijak.

Wassalam;

Desember 06,2009