Monday, February 20, 2012

SEPATU

“Coba Nak Mas perhatikan sepatu yang Nak Mas kenakan itu……” kata Ki Bijak sambil menunjuk sepatu Maula yang berada diundakan masjid.

“Dengan segera Maula mengarahkan matanya kepada sepatunya yang ditunjukan oleh gurunya, “Ya ki….?’ Tanyanya kemudian.

“Menurut Nak Mas, apa yang menarik dari sepatu itu…?” Tanya Ki Bijak

Maula terdiam sesaat mendengar pertanyaan gurunya, “ Sepatu ini ana beli sekitar dua tahun yang lalu, tidak terlalu mahal, bukan merek terkenal, modelnya pun standar, jadi sepatu ini tidak ada yang special menurut ana ki…” Kata Maula beberapa saat kemudian.

“Coba perhatikan lagi Nak Mas…., sepatu ini bentuknya tidak sama persis, yang satu untuk kaki kiri, dan yang satu untuk kaki kanan…..” Kata Ki Bijak.

“Iya ki…..?” Kata Maula masih belum menangkap arah pembicaraan gurunya.

“Meski sepatu ini untuk kiri dan kanan, tapi justru perbedaan inilah yang membuat sepatu ini serasi dan enak dipakai…., coba Nak Mas bayangkan seandainya sepatu ini kanan semua atau kiri semua, pasti dipakainya tidak nyaman……” Kata Ki Bijak.

“Benar Ki…., sebagus apapun sepatu, seterkenal apapun mereknya, seberapapun mahal harganya, pasti terdiri dari dua belah sisi yang berbeda…..” Kata Maula.

“Dan perbedaan posisi ini ternyata tidak membuat sepatu ini kehilangan fungsinya, justru dengan perbedaan ini sepatu ini bisa berjalan serasi dan beriringan…..” Kata Ki Bijak lagi.

Maula manggut-manggut, dia baru menyadari bahwa selama ini sepatu yang dikenakannya bisa berjalan serasi dan enak dipakai, justru karena posisinya yang berseberangan…

“Kemudian hal menarik lain yang kita bisa tamsilkan dari sepatu yang kita kenakan adalah bahwa saat berjalan, kedua kaki kita, kedua belah sepatu ini tidak pernah kompak…, kalau kaki kanan melangkah kedepan, maka kaki kiri berada dibelakang.., pun sebaliknya,kalau kaki kiri yang didepan, maka kaki kanan yang berada dibelakang…..” Kata Ki Bijak.

“Benar Ki…, kalau kaki kanan dan kaki kiri tidak ada yang mau mengalah dan ingin melangkah bareng-bareng, jadinya kayak vampire, loncat-loncat…..” Kata Maula.

“Tapi dibalik ketidak kompakan itu, kedua kaki kita, yang kiri dan yang kanan, melangkah menuju ketempat tujuan yang sama…..; kalau kaki kanan menuju masjid, maka pasti kaki kiri pun akan menuju kesana, pun kalau kaki kiri menuju ketempat maksiat misalnya, kaki kananpun pasti mengikutinya…, tidak pernah ada kejadian ketika kaki kanan melangkah kemasjid, kemudian kaki kiri berjalan sendiri menuju diskotik…., boleh berbeda langkah, tapi tujuan tetap sama……” Kata Ki Bijak.

Maula nampak memikirkan setiap untai kata gurunya, ternyata dari langkah kakipun kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran….”

“Nak Mas masih penasaran dengan apa yang dapat kita pelajari dari sepatu…?” Tanya Ki Bijak.

“Ya ki…..” kata Maula penasaran.

“Pernah Nak Mas mencoba mengganti posisi sepatu Nak Mas, yang kiri dipakai dikaki kanan, dan yang kanan dipakai kaki kiri….?” Tanya Ki Bijak.

“Tidak pernah ki, bagaimana mungkin posisi sepatu ini ditukar….,pasti tidak enak dipakainya…”Kata Maula.

“Ya…, posisi sepatu ini tidak pernah berganti atau ditukar, tetap diposisi masing-masing, tapi dari posisi masing-masing inilah justru sepatu saling melengkapi…, saling mengisi dan saling memberikan manfaat satu sama lain…..” Kata Ki Bijak lagi.

Maula manggut-manggut mendengar tamsil-tamsil yang demikian indah, bahkan hanya dari sepasang sepatu.

“Ada lagi yang bisa kita ambil hikmahnya dari sepatu ki….?” Tanya Maula.

“Nak Mas lihat tinggi hak sepatu ini…., tingginya sama, selalu sederajat….., Nak Mas pernah coba pakai sepatu dengan tinggi hak yang berbeda….?” Tanya Ki Bijak.

“Belum pernah ki…., kalau pakai sepatu dengan tinggi hak yang beda, pastinya jadi pincang yang ki….” Kata Maula.

“Benar…., ketika hak sepatu ini tidak sama tinggi, maka jalan kita akan pincang….” Kata Ki Bijak lagi.

“Dan satu lagi yang bisa kita ambil hikmah dari sepasang sepatu ini adalah bahwa ketika salah satu sepatu ini hilang atau rusak, sepatu sebelahnya tidak bisa dipasangkan dengan sepatu yang lain…., misalnya sepatu sebelah kiri Nak Mas rusak, tidak bisa kemudian Nak Mas menggantinya dengan sepatu sebelah kiri milik Aki misalnya, atau sepatu Aki yang sebelah kanan hilang, Aki pun tidak bisa menggantinya dengan sepatu Nak Mas yang sebelah kanan….., dibalik perbedaannya, kedua belah sepatu ini saling mengisi, saling menunjang dan saling beriringan……” Kata Ki Bijak lagi.

“Subhanallah…., bagus sekali ya ki tamsil dan filosofi dari sepatu ini…..” Kata Maula.

“Ya Nak Mas…dan aplikasi dari fisolofi ini bisa kita terapkan dalam berbagai bidang kehidupan kita…”
“Misalnya dalam kehidupan rumah tangga kita, antara seorang suami dan istinya…., seorang laki-laki, seorang suami, jelas berbeda dengan seorang wanita atau istri, baik itu secara fisik, baik itu secara psikis, baik itu secara mental, baik itu secara fungsi dalam kehidupan rumah tangga….;

“Namun dibalik semua perbedaan antara seorang suami dan seorang istri, merupakan dua komponen yang tidak bisa dipisahkan untuk mencapai keharmonisan sebuah keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah….; keduanya harus tetap serasi terlepas dari fungsi dan tanggung jawabnya yang beda….”

“Seorang suami tidak bisa mengatakan paling berjasa, karena ia yang memperoleh penghasilan, ia yang bekerja keras, ia yang banting tulang, ia yang banyak keluar rumah…..”

“Pun seorang istri tidak boleh mengatakan ia yang paling berjasa karena sudah mengurus anak-anak, menyiapkan makan, mengurus rumah dan lain sebagainya, keduanya harus tetap serasi ditengah semua perbedaan yang ada…”

“Kemudian, ketika seorang suami berangkat kerja, mencari nafkah…., dirumah sang istri bertugas untuk mendo’akan keselamatan dan keberhasilan usaha suaminya, meski tidak bekerja ditempat yang sama, tetap memiliki persamaan tujuan, untuk mencari rezeki yang halal dan diridhai Allah swt….”

“Dan ini yang harus benar-benar kita perhitungkan secara baik Nak Mas…., fungsi suami adalah untuk mencari nafkah, sementara istri dirumah….., ketika harus berganti posisi, ketika istri yang pergi keluar untuk mencari nafkah dan suami yang tinggal dirumah…, atau dua-duanya bekerja diluar rumah, harus benar-benar dikalkulasi untung ruginya, harus benar-benar dievaluasi dampaknya bagi kehidupan rumah tangga dan terhadap anak-anak….’

“Mungkin dengan suami-istri bekerja, secara materi akan mendapatkan penghasilan yang lebih banyak, tapi harus diingat bahwa anak-anak kita bukan hanya butuh uang untuk jajan dan makan, anak-anak kita butuh perhatian, butuh kasih sayang, butuh perlindungan psikologis dari orang tua kandungnya….”

“Akan sangat beresiko ketika pertumbuhan anak-anak kita justru dipantau oleh pembantu atau orang lain yang jelas-jelas akan beda perhatian dan kasih sayangnya, belum lagi (mohon maaf) umumnya tingkat pendidikan dan pengalamana pembantu relative rendah, sehingga sangat riskan kalau kita mengharap anak kita kelak menjadi anak shaleh, sementara kita menyerahkan pengawasan dan pendidikan anak-anak kita pada orang yang tidak kompeten……, karena apapun alasannya, kasih sayang orang tua, perhatian orang tua, jauh lebih berharga daripada sekedar uang jajan yang banyak…..” Kata Ki Bijak lagi.

“Seperti kita menukar posisi sepatu ya ki….., sepatu kanan dipakai disebelah kiri atau sebaliknya, mungkin bisa jalan, tapi tidak nyaman….., dan mungkin justru mencelakakan…..” kata Maula.

“Ya Nak Mas…, karenanya sekali lagi kita harus pandai berhitung untung ruginya kalau istri kita juga ikut kerja…., banyak sudah korban-korban anak-anak yang secara materi mereka berkecukupan, tapi justru mereka menjadi anak broken home karena kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tuanya yang sibuk bekerja…..” Kata Ki Bijak lagi.

“Meski mungkin benar ada juga anak-anak yang rusak meski dididik oleh orang tuanya, tapi itulah tuntunan agama kita Nak Mas…, emansipasi wanita tidak berarti semua hal tentang wanita harus sama dengan laki-laki, karena Allah sendiri yang sudah membuat perbedaan peran antara wanita dan laki-laki itu seperti apa….” Tambah ki Bijak lagi.

“Iya Ki…” Kata Maula pendek.

“Kemudian, filosofi sepatu yang bisa diaplikasi dalam kehidupan rumah tangga kita adalah bahwa adanya persamaan derajat antara suami dan istri…”

“Suami bukanlah seorang dictator yang bisanya hanya main perintah…., istripun bukan harus menjadi seorang putrid yang selalu ingin dimanja dan dipenuhi segala keinginannya….”

“Suami bukanlah majikan yang bisa mempekerjakan istrinya kapan saja, istripun bukanlah ibu suri yang tidak mau ngurusin apa-apa…; kedua-duanya harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan porsinya masing-masing, dan dengan cara seperti inilah cita-cita untuk mencapai keluarga sakinah, mawadah wa rahmah bukan lagi hanya sekedar slogan dan hiasan pada acara pernikahan……” Kata Ki Bijak lagi.

“Dan terakhir…., istri adalah partner suami, pun suami adalah bagian tak terpisah dari istri, karena ketika salah satunya tidak ada, maka putaran roda dalam keluarga akan menjadi pincang…., karenanya perlakukan pasangan kita sesuai dengan tuntunan dan contoh yang baginda Rasul contohkan……;tidak ada contoh dan teladan lain yang lebih baik daripada contoh bagaimana kehidupan rumah tangga rasul yang sakinah, mawadah wa rahmah……” Kata Ki Bijak.

Maula kembali melirik sepatunya, tak pernah terfikirkan sebelumnya bahwa sepatu yang selama hampir dua tahun ini menemaninya, member banyak hikmah dan pelajaran yang sangat berharga;

“Terima kasih ki…..” katanya kemudian sambil mengulurkan tangan untuk pamitan.

Wassalam.

Sunday, February 19, 2012

MAN YAZRA’ YAHSHUD.

“Coba kita cermati hadits ini Nak Mas…..” Kata Ki Bijak sambil merujuk kepada sebuah hadits nabi .

“Hadits mengenai apa ki….?” Tanya Maula.

“Hadits mengenai resep bahagia Nak Mas…..” jawab Ki Bijak.

“Resep hidup bahagia….? Bukankah resep ini yang paling banyak dicari oleh hampir semua orang, termasuk dirinya….,

“Orang kerja keras, banting tulang, karena mencari yang namanya bahagia…”

“Orang pergi tamasya, karena mereka ingin bahagia…”

“Orang membeli semua yang diinginkannya, Karena mereka ingin bahagia…, dan sekarang, resep yang banyak dicari itu, ternyata sudah dicari dan ditanyakan sahabat kepada baginda Rasul, dan Rasul sudah memberikan resepnya…; segera Maula mengamati hadits yang dimaksudkan gurunya;

“Suatu ketika datang seorang sahabat bertanya kepada Baginda Rasul; “Wahai Rasulullah, berilah kami resep hidup bahagia,” tanya seorang sahabat.

“Rasulullah menjawab: “Antashaddaqa wa anta shahiihun syakhikhun takhsya al-fakra wa ta’muli al-ghina - Bersedekahlah di kala kamu masih sehat, sementara hidup mu masih serba kekurangan dan kamu sendiri ingin menjadi kaya…”. Ki Bijak melanjutkan.

Maula diam sejenak, mencoba menyimak hadits sangat indah ini; - Bersedekahlah di kala kamu masih sehat, sementara hidup mu masih serba kekurangan dan kamu sendiri ingin menjadi kaya…, Kenapa Nabi menganjurkan kita sedekah saat kita sehat, dan hidup kita masih kekurangan ya Ki…? Tanya Maula beberapa saat kemudian.

“Rahasianya justru terletak disini Nak Mas.., bersedekah pada saat kita sehat…., karena  kebanyakan dari kita sering lupa dan tidak menyadari bahwa kesehatan itu sebuah nikmat yang sangat besar dari Allah, banyak diantara kita yang lupa diri ketika diberi kesehatan, baru mau bersedekah pada saat kita terbaring lemah dirumah sakit, kita baru mau bersedekah,ketika kita ditimpa kemalangan, baru kita mau sedekah…., niatnya jadi tidak lagi murni karena Allah,tapi karena takut sesuatu atau pengen sesuatu……;dan wajar kalau kemudian kita tidak menemukan kebahagiaan dari sedekah yang sudah kita lakukan…..”

“Kemudian, hal lain yang membuat hadits ini special adalah adanya ‘perintah’ bersedekah jutsru pada saat hidup kita masih serba kekurangan, saat hidup kita masih membutuhkan banyak hal yang harus dicapai…, sementara banyak diantara kita, yang ketika diajak atau dianjurkan untuk bersedekah, kemudian berkilah dengan mengatakan ‘untuk makan saja susah’ boro-boro untuk bersedekah…, atau ‘untuk menghidupi keluarga saja masih kurang, boro-boro untuk bersedekah untuk orang lain, dan masih banyak kata-kata yang menyiratkan ketakutan kita untuk bersedekah, seakan-akan dengan bersedekah itu harta kita menjadi berkurang, seakan-akan dengan bersedekah, kita mengabaikan kewajiban kita pada keluarga, seakan-akan dengan bersedekah kita mengorbankan banyak hal…..”

“Padahal demi Allah, dengan mengeluarkan sedekah, sama sekali tidak akan mengurangi harta kita, dengan bersedekah, sama sekali tidak akan membuat kita jatuh miskin, dengan bersedekah, sama sekali tidak akan membuat kita kekurangan…., justru dengan sedekah, kita akan mendapatkan yang lebih banyak, karena dalam sedekah, terkandung hukum Man Yazra’ Yahshud…………..” kata Ki Bijak panjang lebar.

“Dalam sedekah terkandung hukum Man Yazra Yahshud ki….?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas…., dalam sedekah terkandung hukum ekonomi Man Yazra Yahshud…, yang arti harfiahnya “Siapa menanam, ia akan memanen….”, siapa yang berbuat baik, maka ia akan mendapatkan kebaikan, siapa yang berbuat kebajikan, maka ia akan mendapatkan pahala, mendapatkan reward dari Allah swt…., dan ketika Allah yang memberikan balasan atas kebaikan, maka tidak akan ada yang lebih baik dari pemberian Allah itu…..” Kata Ki Bijak.

Maula menghela nafas panjang mendengar penuturan gurunya, “Siapa yang menanam, ia akan memanen…, dan sedekah adalah benih-benih yang kita semai, untuk kemudian akan kita tuai hasilnya, begitu ki…?” Kata Maula.

“Ya Nak Mas,sedekah adalah benih kebaikan, tebarkan benihnya dengan penuh keikhlasan, dan sirami dengan istiqomah, insya Allah panen keberkahan adalah sebuah keniscayaan……” Kata Ki Bijak lagi.

Maula manggut-manggut mendengar pitutur gurunya yang gambling.

“Selain itu, dalam sedekah juga terkandung unsur 6T Nak Mas….” Kata Ki Bijak

“Dalam sedekah terkandung unsure 6T ki…?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas…, sedekah, selain merupakan bentuk keshalehan individu, keshalehan pribadi kita pada perintah Allah, dalam sedekah juga terkandung unsur kesalehan social dan ukhuwah, karena sedekah, merupakan cerminan Ta-aruf, keinginan untuk saling mengenal, untuk saling berbagi, untuk saling membantu antar sesame….;

“Kemudian dalam sedekah juga terkandung unsur Tafahum…., keinginan untuk saling memahami kebutuhan antar sesame….”

“Kemudian lagi, dalam sedekah ada unsur Tasamuh…., unsur toleransi, tenggang rasa, saling pengertian…”

“Kemudian dengan ketiga sikap tadi, Ta’aruf, Tafahum, dan Tasamuh, terbentuklah sebuah hubungan kerjasama yang dikenal dengan Ta’awun, dan selanjutnya akan terbentuk Takaful…, saling menjamin, saling percaya, saling menguntungkan…., untuk kemudian secara bersama-sama menuju predikat tertinggi disisi Allah, yaitu Taqwa…..” Kata Ki Bijak lagi.
“Subhanallah….., indah sekali ya Ki nilai-nilai yang terkandung dalam sedekah……” Kata Maula.

Ki Bijak mengangguk, “Sangat indah Nak Mas…, karenanya mulai sekarang, ayo kita bersama-sama memperbaharui sedekah kita, usahakan tiada hari yang terlewati tanpa sedekah, mulailah kegiatan disetiap pagi hari dengan sedekah…, berapapun yang kita punya, apapun yang kita miliki, sedekahkan lillahi ta’ala, insya Allah sedekah yang kita semai disetiap pagi ini, akan kita tuai hasilnya…, karena sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan……” Kata Ki Bijak lagi.

“Insya Allah ki…, sedekah…,sedekah….,sedekah…, Aku harus bersedekah tiap hari……’ kata Maula mengulang-ngulang kalimat sedekah untuk mengukuhkan niatnya menjalani kebajikan yang tiada tara nilainya itu.

Wassalam.

Friday, February 17, 2012

HATI-HATI DENGAN PENYAKIT 'HATI'

“Kedua-duanya akan menimbulkan kerusakaan Nak Mas.....” Jawab Ki Bijak menjawab pertanyaan Maula mengenai beda dampak penyakit jasmani dan penyakit hati.

Maula mengangguk – manggut mendengar jawaban Ki Bijak.

“Hanya bedanya, kalau penyakit jasmani, si penderita lebih mengetahui apa penyakit dan gejalanya, sementara penyakit hati, gejala yang ditimbulkannya akan lebih jelas terlihat oleh orang lain, bahkan kadang penderitanya sendiri tidak mengetahui atau merasakan bahwa dirinya mengidap penyakit yang sangat mengerikan....” Tambah Ki Bijak.

“Ki...., apakah kita bisa mendeksi secara dini kalau dalam diri kita ada penyakit hati ki....” Tanya Maula sejurus kemudian.

“Sebenarnya bisa Nak Mas..., sebenarnya mungkin kita tahu dan merasakan bahwa hati kita sedang sakit, hanya kepedulian kita terhadap gejala penyakit hati ini, tidak setanggap ketika kita merasakan batuk atau pilek misalnya, kita lebih banyak mengabaikan gejala-gejala penyakit hati ini dan menganggapnya sebagai hal yang biasa saja....”

“Padahal..., sebagaimana penyakit jasmani, misalnya tenggorokan kita kena infeksi atau radang atau sariawan saja misalnya, pasti kita merasakan ketidaknyamanan, pasti kita tidak bisa merasakan nikmatnya makanan apapun yang kita makan...;

“Sekalipun kita makan durian montong yang sangat legit, tapi rasa durian itu tidak akan terasa nikmat, manakala kita memakannya saat kita sakit..”

“Sekalipun kita makan sate, yang merupakan makanan favorit kita, tapi nikmatnya sate tidak akan kita rasakan manakala kita sakit...”

“Sekalipun kita makan direstoran yang mahal, yang makanannya enak, yang tempatnya bagus, yang merupakan rumah makan terkenal, yang kokinya dari luar, yang menunya semua special...., tapi semua ‘kelebihan’ itu tidak akan bisa kita nikmati makala kita sakit....”Kata Ki Bijak.
Lagi-lagi Maula hanya mengangguk-angguk mendengar pitutur gurunya;

“Pun ketika hati kita ‘sakit’ Nak Mas....; kita akan kehilangan ketentraman dan ketenangan bathin, meskipun hidup kita berkecukupan secara materi..”

“Meskipun mobil ada, meskipun deposito punya, meskipun usaha sedang maju, meskipun rumah bagus, meskipun jabatan tinggi, meskipun penghasilan mencukupi, tapi semua yang ada pada kita, tidak akan terasa nikmatnya manakala hati kita sedang sakit....” Kata Ki Bijak

“Yang kedua, ketika hati kita sedang sakit, maka hati dan mata kita menjadi keras....” Kata Ki Bijak lagi.

“Ketika hati kita sakit, hati dan mata kita menjadi keras ki....?” Tanya Maula.

“Ya Nak Mas..., orang yang hatinya sakit, hatinya menjadi keras seperti batu, bahkan melebihi kerasnya batu....,

“Orang yang hatinya sakit, tidak akan memiliki empati terhadap penderitaan orang lain..”

“Orang yang hatinya sakit, tidak akan memiliki kepedulian terhadap sesamanya...”

“Orang yang hatinya sakit, akan bersikap masa bodoh terhadap lingkungan sekitarnya..”

“Orang yang hatinya sakit, tidak akan merasa prihatin terhadap apapun diluar dirinya...”

“Orang yang hatinya sakit, tidak akan menerima kebenaran apapun diluar dirinya, ia akan merasa menjadi orang yang paling benar, ia tidak akan bisa menerima nasehat, ia tidak akan bisa menerima pendapat, ia akan menjadi orang yang sombong, ia akan menjadi orang yang angkuh,  dan orang yang hatinya sakit..., matanya pun akan menjadi keras...”

“Mata mereka yang hatinya sedang sakit, tidak akan pernah merasakan nikmatnya menangis tatkala berduaan dengan Allah...”

“Mata mereka yang hatinya sedang sakit, tidak akan bisa menangis, meskipun dosanya bertumpuk setinggi gunung..;

“Mata mereka yang hatinya sedang sakit, tidak akan pernah menangis menyesali kesalahan dan kekhilafannya...,

“Mata yang mereka yang hatinya sakit, tidak akan pernah mengeluarkan air mata penyesalan atas dosa-dosanya...;dalihnya air matanya mahal,dalihnya mengeluarkan air mata adalah symbol sifat cengeng, dalihnya mengeluarkan air mata adalah lambang kelemahan...., singkat mata mereka yang hatinya sakit, adalah mata yang kelak akan menangis dipengadilan yaumal akhir....” Kata Ki Bijak panjang lebar.
Maula diam sejenak, menyimak dan meresapi semua pitutur gurunya, “Selain ciri hati yang sakit tadi ki, bahwa dia akan kehilangan ketentraman dan ketenangan bathin, kemudian hati dan matanya menjadi keras, adakah indikasi lain yang menunjukan seseorang sedang menderita penyakit hati ki...” Tanya Maula.

“Ya Nak Mas..., ada..., indikasi seseorang yang sedang menderita penyakit hati lainnya adalah ia akan kehilangan kekhusyuan dalam beribadah...., kalau shalat..., pengennya buru-buru, bacaannya tidak tartil, gerekannya tidak sempurna, rukuk dan sujudnya ala kadarnya..., ini terjadi karena hatinya yang sakit....;

“Misalnya lagi, orang yang hatinya sakit, tidak akan khusyuk ketika menghadiri majlis ilmu, bawaannya gelisah, bawaannya gerah, bawaannya pengen cepat selesai...; dan biasanya ia akan lebih menyibukan diri untuk mengomentari penceramahnya daripada menyimak apa yang disampaikannya....”

“Kemudian lagi, cirri lain dari orang yang sedang menderita penyakit hati adalah ia akan malas beribadah atau melakukan kebaikan...”

“Orang yang sedang menderita penyakit hati, akan malas shalat berjamaah dimasjid..”

“Orang yang sedang menderita penyakit hati, akan malas tadarus qur’an..”

“Orang yang sedang menderita penyakit hati, akan malas tahajud....”

“Orang yang sedang menderita penyakit hati, akan malas bersedekah...”

“Orang yang sedang menderita penyakit hati, akan malas mengucap salam...”

“Orang yang sedang menderita penyakit hati, akan enggan menolong orang lain...”

“Orang yang sedang menderita penyakit hati, akan cenderung menjauhi jalan-jalan kebaikan, dan ia akan lebih condong kejalan keburukan.....”

“Orang yang sedang menderita penyakit hati, akan gemar melakukan dosa...”

“Orang yang sedang menderita penyakit hati, bicaranya cenderung banyak dusta...”

“Orang yang sedang menderita penyakit hati, amanahnya cenderung dikhianati...”

“Orang yang sedang menderita penyakit hati, matanya tidak terjaga dari hal-hal yang dilarang...”

“Orang yang sedang menderita penyakit hati, kakinya lebih senang melangkah ke tempat maksiat...”

“Orang yang sedang menderita penyakit hati, tangganya akan cenderung membuat kerusakan....”

“Orang yang sedang menderita penyakit hati, ia akan senang melakukan dosa-dosa.......” Kata Ki Bijak menjelaskan contoh-contoh gejala penyakit hati.

“Demikian besar bahaya penyakit hati ya ki.....” Kata Maula.

“Ya Nak Mas..., sangat berbahaya dan merugikan..., jika AIDS yang ganas sekalipun, akibat paling buruk adalah meninggal, kanker yang kronis sekalipun, efeknya hanya didunia saja, efeknya lahiriah saja yang rusak...; tapi penyakit hati..., imbasnya adalah kehancuran dunia akhirat;

“Orang yang mengidap penyakit hati, akan kehilangan kebahagiaan didunia, dan akan menderita kerugian yang sangat diakhirat kelak...”

“Karenanya biasa untuk berdialog dengan hati kita, biasanya untuk mengamati dan mengecek hati kita, agar kita bisa mendeteksi secara dini kalau ada gejala yang mengarah pada kerusakan hati kita....”

“Tanyakan pada diri kita sendiri, adakah sifat sombong bersemi dihati kita...”

“Tanyakan pada diri kita sendiri, adakah sifat iri dan dengki bersemi dihati kita...”

“Tanyakan pada diri kita sendiri, adakah kita malas beribadah..., adakah ibadah kita karena ingin dilihat orang semata atau karena riya dan ingin dipuji mahluk...?

“Semoga dengan pertanyaan dan kehati-hatian kita menjaga hati ini dari hal-hal yang akan merusaknya, akan menyelamatkan kita dari kehancuran didunia dan kerugian diakhirat kelak.....” Pungkas Ki Bijak mengakhiri perbincangan dengan Maula.

“Iya Ki.....” Kata Maula sambil menyalami gurunya.

Wassalam

Wednesday, February 8, 2012

HATI-HATI PERANGKAP ‘NJAMBON’

“Ayat dan haditsnya sudah sangat jelas Nak Mas…, bahwa barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk kedalam golongan kaum itu…..” Kata Ki Bijak, menjawab pertanyaan Maula mengenai sebuah perayaan sambil mengutip hadits dan ayat yang dimaksud;

“Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut, (HR. Tirmidzi)

* $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#räÏ­Gs? yŠqåkuŽø9$# #t»|Á¨Z9$#ur uä!$uÏ9÷rr& ¢ öNåkÝÕ÷èt/ âä!$uŠÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 `tBur Nçl°;uqtGtƒ öNä3ZÏiB ¼çm¯RÎ*sù öNåk÷]ÏB 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw Ïôgtƒ tPöqs)ø9$# tûüÏJÎ=»©à9$# ÇÎÊÈ
51.  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.

Lebih jauh; Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah juga berkata, “Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah.

Sungguh sebuah kebodohan yang sangat, jika seseorang meniru perbuatan suatu kaum, yang jelas-jelas tidak memberikan manfaat apapun bagi dirinya, apa yang mereka dapat dengan merayakan hal semacam itu…, selain mengundang kemurkaan Allah..?” Tanya Ki Bijak.

“Iya Ki….,generasi mudah kita sangat rentan dengan tipu daya semacam ini, mereka merasa kalau tidak ikut merayakan, takut dibilang ketinggalan zaman, mereka merasa kalau tidak ikut merayakan, takut dibilang kuno…., tidak modern dan lainnya, akhirnya mereka ikut-ikutan, meski mereka tidak tahu apa sebenarnya yang mereka rayakan…..” Kata Maula.

Ki Bijak menghela nafas panjang; “Generasi muda memang sasaran utama dari upaya mengalihkan kiblat generasi islam ke arah budaya yang menyimpang, dan ini bukan sebuah kebetulan, kegiatan atau upaya menggiring pola fikir generasi muda kita kearah yang salah, merupakan scenario besar yang didesain dengan sangat matang oleh mereka yang menginginkan kehancuran islam…”

“Nak Mas masih ingat program ghaswul fikri yang beberapa waktu lalu kita diskusikan..?” Tanya Ki Bijak.

Iya ki..., Ghaswul berasal dari kata Ghuswah yang berarti Serangan, invasi atau serbuan, sementara Fikr adalah Pikiran atau pola pikir, dengan demikian Ghaswul Fikr biasa didefinisikan dengan Penyerangan dengan berbagai cara terhadap pemikiran umat Islam guna merubah apa yang ada didalamnya sehingga tidak bisa lagi dibedakan antara Islam dan selainnya, mereka melakukan upaya-upaya Tasykik – Pendangkalan / Peragu-raguan, baik itu pendangkalan akidah, pendangkalan pemahaman hukum dan syariat serta pendangkalan pemahaman terhadap berbagai aktivitas ibadah umat Islam, Tasywih – Pencemaran/Pelecehan,Tadhlil – penyesatan,Taghrib – Pembaratan......” kata Maula singkat.  

“Dan apa yang disebut dengan perayaan ini adalah salah satu bentuk nyata dari ghaswul fikri ini…., mereka berusaha mengubah pola fikir generasi muda kita, sehingga cenderung berkiblat ke barat-baratan….; mereka mengemas kegiatan tersebut seolah produk yang sangat pas buat anak muda, mereka membungkusnya dengan kata-kata kasih sayang, sehingga mereka yang tidak memahami latar belakang dan tujuan dari kegiatan ini, banyak yang terjerumus kedalam perangkap dan jebakan yang mereka pasang…..” Kata Ki Bijak.

“Dan sayangnya, masih sedikit sekali orang yang mengingatkan bahaya semacam ini…., para ulama kita pun, Aki rasa belum memberikan pengarahan yang jelas, para cendekiawan kita pun belum banyak yang bersuara…, masih banyak diantara cerdik pandai muslim yang ragu untuk menyuarakan penolakan terhadap budaya ini.., dan alasannya beragam…., ada yang menganggapnya perkara sepele, ada yang menganggapnya biasa saja, ada yang menganggapnya ini hak azazi dan lain sebagainya…., sehingga tahun demi tahun, waktu demi waktu, semakin banyak generasi muda kita yang terseret arus budaya semacam ini….” Kata Ki Bijak.

“Iya ki…., ana juga merasa heran, kalau pas masalah maulid kemarin, hampir semua orang berbicara, kalau masalah qunut, banyak ulama yang sampai harus berseberangan…., mestinya untuk masalah yang satu ini, yang jelas-jelas tidak ada tuntunannya, tidak ada dalilnya, dan bahkan jelas menyimpang, kok ya pada diam saja…..” kata Maula.

“Ya Nak Mas…, karenanya, kita tidak harus menunggu orang-orang pandai itu mengeluarkan pendapat, selama kita tahu bahwa itu tidak benar, jangan diikuti…, masih banyak hal yang bisa kita lakukan selain hura-hura semacam itu…, dan kedepannya Aki berharap semakin banyak orang yang konsen terhadap upaya-upaya penyimpangan semacam ini; Aki berharap selain generasi muda kita semakin cerdas dan menyadari perangkap yang ditebar musuh-musuh islam, para orang tua juga harus semakin intens untuk membantu mengarahkan dan memberikan penjelasan agar tidak semakin banyak orang yang terjerumus kepada perbuatan sia-sia yang setan propagandakan….” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya Ki…., semoga saja generasi muda kita bukan hanya pintar matematika saja, pintar bahasa inggris saja atau pintar mata pelajaran saja, tapi juga semakin pintar dalam memilah dan memilih mana yang terbaik untuk mereka…..” kata Maula.

“Semoga Nak mas…..” Kata Ki Bijak penuh harap.

Wassalam