Saturday, September 4, 2010

KISAH SEBUTIR KURMA

“Nak Mas Aki punya sebuah kisah hikmah yang mungkin bisa menjadi ibrah bagi kita, Nak Mas mau mendengarnya….?” Tanya Ki Bijak.

“Tentu ki, ana dengan senang hati mau mendengarkan kisah itu…..” Jawab Maula.

“Kisahnya tentang Ibrahim adham, Nak Mas masih ingat…?” Tanya Ki Bijak.

“Ya ki, ana masih ingat…..” Jawab Maula.

“Suatu ketika, sepulang perjalanan menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham hendak pergi ke Palestine, tepatnya ke masjidil aqsa……”

“Sebagai bekal perjalanannya, beliau membeli satu kilogram kurma yang dijual oleh seorang penjual kurma yang sudah tua…., setelah ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak didekat timbangan, Ibrahim mengira bahwa sebutir kurma itu adalah bagian dari kurma yang dibelinya, ia mengambil dan kemudian memakan kurma itu…..” Kata Ki Bijak.

“Lalu apa yang terjadi kemudian ki…?” Tanya Maula penasaran.

“Setelah itu ia langsung berangkat menuju Al Aqsa, empat Bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa, dan seperti biasa, Ibrahim suka memilih sebuah tempat beribadah pada sebuah ruangan dibawah kubah Sakhra, ia shalat dan berdoa khusuk sekali ketika tiba tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya.

“Apa isi percakapan malaikat tentang Ibrahim bin adham ki…?” Tanya Maula.

“Itu, Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara yang doanya selalu dikabulkan ALLAH SWT, kata malaikat yang satu….” Ki Bijak menirukan percakapan Malaikat.

“Tetapi sekarang tidak lagi. doanya ditolak karena 4 bulan yg lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat mesjidil haram,” jawab malaikat yang satu lagi..”

“Ibrahim bin adham terkejut sekali, ia terhenyak, jadi selama 4 bulan ini ibadahnya, shalatnya, doanya dan mungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh Allah swt gara-gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya……”

“Astaghfirullahal adzhim” Ibrahim beristighfar, ia langsung berkemas untuk berangkat lagi ke Mekkah menemui pedagang tua penjual kurma,untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya….”

“Begitu sampai di Mekkah ia langsung menuju tempat penjual kurma itu, tetapi ia tidak menemukan pedagang tua itu melainkan seorang anak muda, dan Ibrahim berkata pada anak muda penjual kurma;. “Empat bulan yang lalu saya membeli kurma disini dari seorang pedagang tua. kemana ia sekarang ?” tanya Ibrahim.

“Sudah meninggal sebulan yang lalu, saya sekarang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma” jawab anak muda penjual kurma itu.

“Innalillahi wa innailaihi roji’un, kalau begitu kepada siapa saya meminta penghalalan ?”, lantas ibrahim menceritakan peristiwa yg dialaminya, anak muda itu mendengarkan penuh minat.

“Nah, begitulah, wahai anak muda, engkau sebagai ahli waris orangtua itu, maukah engkau menghalalkan sebutir kurma milik ayahmu yang terlanjur ku makan tanpa izinnya?” kata ibrahim

“Bagi saya tidak masalah, Insya Allah saya halalkan,tapi entah dengan saudara-saudara saya yang jumlahnya 11 orang, saya tidak berani mengatas nama kan mereka karena mereka mempunyai hak waris sama dengan saya…..” Jawab si penjual kurma

“Dimana alamat saudara-saudaramu ? biar saya temui mereka satu persatu…..” Ibrahim meminta kesediaan sipenjual kurma untuk menunjukan alamat para ahli waris pak tua yang sebutir kurmanya ia makan tanpa meminta izinnya….

“Setelah menerima alamat, ibrahim bin adham pergi menemui semua ahli waris pak tua penjual kurma yang berjumlah 11 orang, meskipun tempat tinggal mereka berjauhan, Ibrahim terus mencari mereka untuk meminta dihalalkan kurma yang telah dimakannya, akhirnya selesai juga, semua setuju menghalakan sebutir kurma milik ayah mereka yang termakan oleh ibrahim bin adham…….

“Empat bulan kemudian, Ibrahim bin adham sudah berada dibawah kubah Sakhra lagi, tiba tiba ia mendengar dua malaikat yang dulu terdengar lagi bercakap cakap. “Itulah ibrahim bin adham yang doanya tertolak gara gara makan sebutir kurma milik orang lain….”

“Oooh, tidak.., sekarang doanya sudah makbul lagi, ia telah mendapat penghalalan dari ahli waris pemilik kurma itu, diri dan jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali dari kotoran sebutir kurma yang haram karena masih milik orang lain,sekarang ia sudah bebas…...” Secara runtut Ki Bijak menceritakan perihal kurma yang dimakan Ibrahim tanpa izin sipemiliknya.

“Astagfirullah………, hanya sebutir kurma yang ‘tidak halal’, tapi daya rusaknya luar biasa ya ki……, doa menjadi tidak makbul, ibadah dan amal jadi tertolak, astaghfirullah….., bagaimana dengan makanan dan minuman yang ada didalam perut ini……” Kata Maula sambil memegangi perutnya, wajahnya nampak khawatir kalau-kalau dalam perutnya terdapat makanan atau minuman yang tanpa ia sadari telah menimbulkan kerugian bagi orang lain, yang dapat mengakibatkan kerusakan amal dan ibadahnya.

“Itulah kenapa kita harus selalu berhati-hati Nak Mas, seperti sering Aki katakan, kadang kita meremehkan sesuatu perbuatan tanpa berfikir dan mempertimbangkan akibat yang akan ditimbulkannya….” Kata Ki Bijak.

“Astaghfirullah….,astaghfirullah…., ya Allah ampuni hamba jika dalam perut hamba ini ada makanan dan minuman yang tidak halal…., ampuni ya Allah……” Kata Maula.

“Insya Allah Nak Mas, dan semoga Allah melindungi kita dari makanan dan minuman yang tidak halal, dan menjaga kita dari kerusakan yang ditimbulkannya,…..” Kata Ki Bijak.

“Amiiin……..”

September 2010

Wednesday, September 1, 2010

HATI-HATI, BAHAYA SUBHAT DALAM OVERTIME

“Terima kasih Nak Mas, kok repot-repot bawa buah tangan segala….” Kata Ki Bijak sambil menerima buah tangan yang Maula bawa.

“Tidak apa-apa ki, Alhamdulillah, bulan ini ana ada rezeki lebih……” Kata Maula.

“Syukurlah…., tambahan rezeki darimana Nak Mas…..?” Tanya Ki Bijak.

“Bulan kemarin ana ada banyak lembur ki, jadi ada sedikit tambahan…….” Maula menjawab dengan hati-hati, karena ia melihat raut muka gurunya yang sedikit bertanya.

“Nak Mas, Aki minta maaf sebelumnya, kalau boleh Aki tahu, apakah Nak Mas lembur Nak Mas atas permintaan perusahaan atau atas inisiatif Nak Mas sendiri….?” Tanya Ki Bijak.

“Atas permintaan kantor ki, bulan lalu ada stocktaking yang mengharuskan ana menyelesaikannya sampai agak larut, memangnya kenapa ki…?” Tanya Maula agak khawatir.

KI Bijak menarik nafas panjang, “Syukurlah…., tidak apa-apa Nak Mas, Aki hanya sedikit khawatir kalau dalam uang lembur Nak Mas itu ada uang yang subhat yang tanpa Nak Mas sadari terbawa, betapapun kecil, itu akan berdampak tidak baik bagi Nak Mas….” Kata Ki Bijak.

“Astaghfirullah…., pada uang lembur ada potensi tercemar uang subhat ki…?” Tanya Maula.

Ki Bijak mengangguk, “Kemarin ada santri disini yang menceritakan pada Aki, bahwa ditempatnya bekerja, ada beberapa orang yang ‘dengan sengaja’ melemburkan diri dengan tujuan untuk mendapatkan tambahan uang lembur, modusnya macam-macam, ada yang hari jum’at atau senin dia tidak masuk, tapi justru ia masuk dihari sabtu dan minggu, hingga dihitung lembur…, ada juga yang sengaja menunda-nunda pekerjaan hariannya, sehingga harus diselesaikan dengan lembur, dan menurut cerita santri tadi, masih banyak lagi modus yang digunakan beberapa oknum karyawan untuk menambah uang lembur….”

“Dan dalam hemat Aki, lembur dengan cara-cara menambah lemburan seperti ini adalah cara yang tidak elegan dan menyalahi peraraturan, baik itu peraturan perusahaan, terlebih aturan syari’at, karena uang yang didapat dengan cara seperti ini, seperti Aki bilang tadi, sangat berpotensi tercemar subhat atau bahkan haram…….” Kata Ki Bijak menambahkan.

“Naudzubillah……, uang lemburnya tidak seberapa, tapi mudharatnya lebih besar ya ki….” Kata Maula.

“Itulah kenapa Aki menanyakan kepada Nak Mas, apakah alas an lembur Nak Mas benar, atau hanya mengada-ada, karena Aki tidak ingin ada makanan atau minuman yang Nak Mas dan kelurga makan tercampur dengan hal-hal yang tidak baik, meski itu sebutir nasi atau setetes air sekalipun…..” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, terima kasih sudah mengingatkan….., dan insya Allah ana tidak ingin seperti itu…..” Kata Maula.

“Harus Nak Mas, dan bahkan wajib hukumnya bagi kita untuk senantiasa komit untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang seperti ini, uang subhat tidak akan menambah apapun bagi kita, kecuali kerugian….”

“Dalam kasus lemburan misalnya, ketika kita tidak ‘jujur’ dalam pekerjaan, dan kemudian kita melemburkan diri untuk menambah penghasilan, percayalah, bahwa saat itu jiwa kita tidak akan tenang, jiwa kita akan merasa bersalah, meski atasan kita atau perusahaan tidak mengetahuinya dan tetap akan membayar uang lembur kita…..”

“Setelahnya, setelah kita mendapatkan uang lembur, uang itu akan digunakan untuk menafkahi anak istri kita, saat itu pun, sebenarnya jiwa kita menjerit, karena sebenarnya kita tahu, uang yang kita berikan, tercemar dengan uang subhat, jiwa kita akan menghukum kita karena telah meracuni anak istri kita dengan uang subhat….”

“Dan kalau sampai uang yang dihasilkan dari jalan subhat itu masuk lewat makanan dan minuman yang dibeli dengan uang subhat, maka ‘racun subhat’ ini akan menggerogoti jiwa dan hati kita, jiwa dan hati anak istri kita, jiwa dan hati siapapun yang ikut menikmati uang subhat yang kita hasilkan, naudzubillah……” Kata Ki Bijak.

“Mengerikan sekali ya ki…..” Kata Maula.

“Aki tidak bermaksud menakut-nakuti Nak Mas, Aki hanya ingin kita benar-benar menjaga diri dari kesalahan sekecil apapun, karena kesalahan yang kita anggap kecil, sangat mungkin berdampak besar dikemudian hari, baik itu secara lahir maupun secara bathin…., dan satu lagi, tidak ada dosa kecil, jika dosa itu dilakukan terus menerus tanpa pernah diperbaiki…..” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki……” Kata Maula pendek.

“Dan satu lagi Nak Mas, jangan pernah silau dengan mereka yang berpenghasilan banyak, cukupkan penghasilan kita dari cara baik dan halal, insya Allah itu cukup bagi mereka yang menginginkan pertemuan dengan Allah diakhirat kelak…..” Kata Ki Bijak.

Maula diam termenung memikirkan kata-kata gurunya, ia mencoba mengintrospeksi diri, jangan-jangan masih ada uang subhat dalam penghasilannya.

“Nak Mas, boleh Aki coba oleh-olehnya…..?” Kata Ki Bijak memecah lamunan Maula.

“Iya Ki, silahkan, insya Allah ini dibeli dengan uang halal, semoga diterima ya Ki….” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum, “Ana percaya pada Nak Mas, dan semoga Allah senantiasa menjaga Nak Mas dan keluarga agar senantiasa terlindung dari bahaya uang subhat dan apalagi haram….” Kata Ki Bijak sambil menikmati buah tangan yang dibawa Maula.

“Amiiin…..” Kata Maula mengamini.

August 31,2010