Sunday, July 31, 2011

Hikmah dibalik Stocktaking

“Nak Mas masih dikantor….?” Tanya Ki Bijak ketika menerima telpon dari Maula.

“Iya ki…., ana masih dikantor, stocktakingnya belum selesai…, mungkin baru selesai sekitar pukul 20.00 nanti….” Jawab Maula.

Maula mendengar tarikan nafas yang dalam gurunya diseberang telpon sana “Nak Mas tarawehan dimana malam ini…? Tanya Ki Bijak lagi.

“Mungkin ana tidak bisa ikut taraweh berjamaah ki…, insya Allah ana tarewehan sendiri dirumah…..” Jawab Maula.

“Nak Mas…, Nak Mas yang ikhlas ya…., tidak apa-apa Nak Mas tidak ikut taraweh berjamaah disini, yang penting shalat fardhunya jangan sampai ditunda-tunda…., sesibuk apapun, Nak Mas harus mendahulukan shalat…..” Nasehat Ki Bijak.

“Insya Allah ki….” Kata Maula lagi.

“Nak Mas….., pasti ada yang bisa kita pelajari dari apa yang Nak Mas rasakan sekarang….” Kata Ki Bijak, masih dari seberang telpon, demi mendengar nada berat dari jawaban Maula.

“Iya Ki…., ana tidak punya pilihan lain, selain mengikuti ‘perintah’ perusahaan….” Kata Maula.

“Begini Nak Mas…, selama niat kita berangkat dari rumah untuk mencari ridha Allah, untuk menafkahi anak istri Nak Mas, untuk keluarga, insya Allah nilai ibadah Nak Mas tidak kalah dari mereka yang taraweh…, 

shalat taraweh hukumnya sunnah, sementara mencari nafkah untuk keluarga hukumnya wajib, jadi insya Allah dengan berangkatnya Nak Mas kekantor sekarang, akan tetap memiliki nilai disisi Allah swt……” kata Ki 
Bijak lagi.

“Alhamdulillah…, ana sedikit lega ki…., semoga Allah ridha dengan apa yang ana lakukan yang ki….” Kata Maula.

“Insya Allah Nak Mas…, lalu hal yang kedua adalah bahwa saat ini, Nak Mas tengah diamanati Allah untuk bekerja diperusahaan Nak Mas sekarang, artinya dengan memenuhi kewajiban Nak Mas pada perusahaan, juga berarti bahwa Nak Mas memenuhi amanah Allah yang telah menempatkan Nak Mas untuk bekerja ditempat yang sekarang….., justru ketika Nak Mas menolak untuk memenuhi kewajiban Nak Mas terhadap perusahaan Nak Mas, misalnya dengan alas an yang dibuat-buat, bilang sakit, padahal tidak, bilang ada urusan keluarga padahal tidak, hal itu justru telah melanggar amanah…, baik itu amanah perusahaan, maupun amanah dari Allah swt…..” Kata Ki Bijak

“Meski ana harus kehilangan momen taraweh dimalam pertama ramadhan ki…?” Tanya Maula.

“Ya Nak Mas…., nilai taraweh bukan hanya terletak pada awal atau akhir ramadhan Nak Mas…., nilai taraweh atau ibadah lainnya, justru terletak pada keistiqomahan kita untuk menjalaninya, terletak pada keikhlasan kita…., jadi meski Nak Mas taraweh sendiri dirumah, selama Nak Mas ikhlas dan istiqomah melaksanakannya, insya Allah akan tetap bernilai disisi Allah swt…..” Kata Ki Bijak lagi.

“Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, ada banyak orang yang mati-matian untuk mengejar waktu agar bisa taraweh diawal Ramadhan, dengan berdesak-desakan, dengan terburu-buru, tapi hanya sebatas malam pertama ramadhan, selebihnya ada banyak orang yang kembali pada habit lamanya, tidak pernah datang kemasjid……” Kata Ki Bijak lagi.

Maula masih diam, memegang handphonenya, mendengarkan nasehat dari gurunya, hatinya sedikit tenang setelah mendapat penjelasan dan nasehat yang memang selalu ia rindukan.

“Jadi Nak Mas selesaikan saja pekerjaan Nak Mas dikantor…, jangan buru-buru, jangan tergesa-gesa…..,dan ingat harus ikhlas…, karena sekali Nak Mas tidak ikhlas, Nak Mas akan merugi adanya….” Kata Tambah Ki Bijak.

“Iya Ki….” Hanya itu kata yang keluar dari mulut Maula.

“Dan satu lagi Nak Mas…, ada satu hikmah besar yang hendak Allah sampaikan pada Nak Mas dengan kejadian ini….” Kata Ki Bijak.

“Hikmah apa ki….?” Tanya Maula.

“Hikmahnya adalah agar kita, kaum muslim harus kuat, harus mandiri dan harus memiliki kemampuan sebagaimana umat-umat lain atau bahkan melebihinya…..” Kata Ki Bijak.

“Maksud Aki….?” Tanya Maula.

“Ketika orang islam kuat, orang islam maju, orang islam yang memiliki perusahaan, tentu mereka akan jauh lebih memahami kepentingan sesamanya, jika atasan atau tempat kita bekerja adalah muslim, mereka tentu tahu bahwa malam ini adalah malam pertama ramadhan, dan tentu mereka tidak akan meminta karyawannya untuk masuk kerja…., dan karena perusahaan Nak Mas sekarang bukan perusahaan orang islam sepenuhnya, kemengertian mereka tentu beda dengan pemahaman kita…, jadi wajar jika mereka tetap meminta Nak Mas dan rekan-rekan masuk kerja meski malam ini malam ramadhan….” Kata Ki Bijak.

“Jadi Allah menghendaki lahirnya pengusaha muslim yang kuat ya ki….?” Kata Maula.
“Ya Nak Mas….,itu hikmahnya, dan Allah tidak akan merubah nasib seseorang, kalau orang itu tidak berusaha merubahnya…,


11. Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

[767] bagi tiap-tiap manusia ada beberapa malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat Ini ialah malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut malaikat Hafazhah.
[768] Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.


“Jadi kalau Nak Mas diberi kemampuan untuk menjadi wirausahawan, maka itu lakukanlah perubahan, itu akan lebih dicintai Allah…, dengan memiliki usaha sendiri, maka Nak Mas atau kaum muslimin lainnya, bisa memanag waktu dan kegiatan usaha Nak Mas agar berjalan beriringan dengan kegiatan ibadah kita kepada Allah, jadi antara aktivitas lahiriah duniawi kita dan akhirat kita bisa selaras dan sejalan Nak Mas…..” Kata Ki Bijak.

“Sebenarnya sudah lama ana punya keinginan seperti itu ki.., punya usaha sendiri, bisa mengatur waktu kerja ana sendiri, bisa beribadah kepada Allah tanpa harus disibukan dengan berbagai peraturan perusahaan orang lain…., hanya ana masih belum tahu dari mana harus memulainya ki….” Kata Maula.

“Minta pada Allah Nak Mas…, minta petunjuk, minta bimbingan, minta kemudahan agar Nak Mas menemukan usaha yang tetap untuk Nak Mas kelola…, seorang mukmin, seorang yang memiliki Allah tidak harus bingung ketika harus menentukan sesuatu….”

“Nak Mas mau punya perusahaan apa atau sebesar apa, mudah saja bagi Allah untuk mengabulkannya, selama Nak Mas menyertainya dengan kasab yang baik, usaha yang sungguh-sungguh dan doa yang terus-menerus kepada Allah……..” Kata Ki Bijak.

“Iya ki…, insya Allah ana segera merintis usaha sendiri, dan doakan, mudah-mudahan ramadhan tahun depan,ana sudah bisa jalan sendiri ki….” Kata Maula.

“Insya Allah Nak Mas…., sekali lagi tidak patut bagi seorang mukmin untuk takut atau ragu memulai sesuatu yang baru, selama ia memiliki Allah ……” Kata Ki Bijak.

“Iya ki….., ana mau beres-beres ki…., sebentar lagi adzan maghrib…., salam buat rekan-rekan disana ya ki…., assalamu’alaikum….” Kata Maula menutup perbincangan dengan gurunya.

“Walaikumusalam warahmatullahi wabarakatuh……” Jawab Ki Bijak dari seberang telpon.

Wassalam;
July 31,2011

Thursday, July 7, 2011

HARI TERAKHIR

“Pada hakekatnya.., setiap detik yang kita lalui, setiap menit yang kita lewati, setiap jam yang kita jalani, hari, minggu, tahun dan windu, akan semakin mendekatkan kita pada saat hari terakhir kita Nak Mas….” Kata Ki Bijak, ketika mendengar cerita Maula mengenai berakhirnya kebersamaan beberapa orang rekan kerjanya karena berbagai alas an.

Maula segera maklum bahwa ‘hari terakhir’ yang dimaksud oleh gurunya, bukan sekedar hari terakhir bekerja disebuah perusahaan, melainkan hari terakhir kehidupan seorang anak manusia.

“Maksud Aki…., hari datangnya kematian ki….?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas…, setiap yang berawal, pasti akan ada akhirya, setiap yang memulai, pasti ada ujungnya, pun setiap bernyawa akan mengalami yang namanya kematian, sebagai ‘akhir’ dari jatah hidupnya didunia ini…..”

“Hanya kadang banyak diantara kita yang sudah mulai ‘lupa’ akan kepastian datangnya hari terakhir itu…”

“Sebagian kita lupa akan datangnya hari terakhir, seolah kita akan hidup selamanya, sehingga mereka tidak memanfaatkan waktu yang diamanahkannya dengan baik, mereka menghabiskan waktu hidupnya untuk hura-hura, untuk berfoya-foya, untuk melakukan berbagai kegiatan yang sama sekali tidak memberikan bekal apapun untuk menyambut kedatangan hari terakhirnya….”

“Sebagian kita lupa akan datangnya hari terakhir, sehingga mereka berbuat sehendak hatinya saja, merampok, mencuri, korupsi uang rakyat, memperkaya diri sendiri tanpa mengenal batas dan aturan, dan masih banyak lagi perilaku sebagian manusia yang mengindikasikan bahwa mereka lupa akan datangnya hari terakhir itu….” Kata Ki Bijak menambahkan.

“Iya Ki…, sekarang ini, orang cenderung melupakan yang namanya kematian, bahkan sebagian orang merasa tidak nyaman ketika diajak untuk merenung dan berfikir tentang kematian yang pasti datang, mereka menganggap ‘sepele’ perkara hari terakhir ini, dan lebih senang berbicara tentang dunia dan segala kefanaanya…” Kata Maula.

“Benar Nak Mas…, padahal Ali bin Abi Thalib ra mengatakan, “Kamu semua ragu-ragu, dan tidak percaya akan adanya alam kubur, sampai kamu mengalami kematian. Bahwa kami para sahabat Rasulullah ketika berkumpul selalu menyebut-nyebut azab kubur, siksa kubur, sampai ruangan tempat berkumpul kami terasa panas,” (HR. Bukhari - Muslim), sementara kita dizaman sekarang ini, azab dan siksa kubur dianggap sebagai dongengan yang tidak berdasar.., dan itu salah, karena sesungguhkan kematian adalah salah satu ‘nasehat’ dari sekian nasehat yang dapat menyelamatkan manusia dari kehidupan dunia yang melalaikan, sebagaimana Allah peringatkan dalam surat At-takaasur;

1. Bermegah-megahan Telah melalaikan kamu[1598],
2. Sampai kamu masuk ke dalam kubur.
3. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),
4. Dan janganlah begitu, kelak kamu akan Mengetahui.
5. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
6. Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,
7. Dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin[1599].
8. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).

[1598] Maksudnya: Bermegah-megahan dalam soal banyak harta, anak, pengikut, kemuliaan, dan seumpamanya Telah melalaikan kamu dari ketaatan.
[1599] 'Ainul yaqin artinya melihat dengan mata kepala sendiri sehingga menimbulkan keyakinan yang kuat.

Maula menghela nafas dalam-dalam, menyimak dengan seksama surat yang dibacakan gurunya tadi;

“Iya ki…., banyak orang yang lebih bangga kalau rumahnya besar, sehingga mempertaruhkan sebagian hidupnya untuk mengejar kemegahan dunia, daripada berusaha mencari ampunan Allah….”

“Banyak orang yang lebih bangga dengan mobilnya yang mewah, daripada memikirkan apa yang hendak mengantarnya keliang lahat, yang tidak lebih dari sebuah keranda, betapapun mobilnya mewah…”

“Banyak orang yang lebih bangga karena tabungan dan depositnya banyak, daripada memikirkan tabungan dan bekal akhiratnya…., dan masih banyak lagi aktivitasnya lebih condong pada upaya mengejar duniawi daripada memikirkan kehidupan abadi diakhirat kelak….” Kata Maula.

“Ya Nak Mas…, tak ubahnya seperti guru yang baik, kematian memberikan banyak pelajaran bagi kita, membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tak lari menyimpang dari apa yang sudah digariskan oleh sang pemilik kehidupan, nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkapkan guru kematian begitu banyak, menarik, bahkan menenteramkan, dalam sebuah kumpulan kata yang terangkai indah, kematian menasehati kita dengan indahnya;

“Kematian mengingatkan kita bahwa waktu sangat berharga”

“Kematian mengingatkan kita, bahwa kita bukan siapa-siapa”

“Kematian mengingatkan kita bahwa kita tak memiliki apa-apa”

“Kematian mengingatkan kita bahwa hidup hanya sementara, bahkan teramat singkat”

“Kematian mengingatkan kia bahwa hidup begitu berharga..”

“Da orang yang mencintai sesuatu takkan melewatkan sedetik pun waktunya untuk mengingat sesuatu itu,termasuk, ketika kematian menjadi sesuatu yang paling diingat, dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan….” Kata Ki Bijak panjang lebar.

“Iya ki…, hari terakhir pasti datangnya, dan sebijak-bijak manusia adalah yang mempersiapkan bekal untuk menyambutnya ya ki….” Kata Maula.
“Benar Nak Mas, sebijak-bijak manusia adalah orang yang mempersiapkan bekal untuk menyambut hari terakhir dan tamu terakhirnya, karena kita tidak tahu kapan dan dimana kematian akan datang dan menjemput kita….” Kata Ki Bijak sambil mengutip ayat qur’an;

78. Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan[319], mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka Mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan[320] sedikitpun? (An-nissa)

[319] kemenangan dalam peperangan atau rezki.
[320] pelajaran dan nasehat-nasehat yang diberikan.

8. Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, Maka Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, Kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu dia beritakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan". (Al Juma’ah)

Maula menghela nafas panjang,”Semoga kita tidak termasuk golongan orang-orang yang lalai ya ki….” Kata Maula.

“Semoga Nak Mas…..” kata Ki Bijak mengakhiri diskusi.

Wassalam;