Tuesday, January 28, 2014

KETIKA TEKNOLOGI MENJADI ‘TUHAN’



“Ki….;menurut Aki modifikasi cuaca seperti kemarin itu bagaimana Ki…,ana sepertinya kok sreg dengan ‘gaya bahasa’ mereka yang seolah-olah teknologi bisa melakukan apa saja,termasuk merekayasa atau bahkan mengalihkan hujan dari satu tempat ke tempat lainnya…..” kata Maula dalam sebuah kesempatan.

“Islam adalah agama modern Nak Mas, Islam adalah agama yang sangat menghargai dan bahkan sangat mendukung kemajuan dibidang apapun, termasuk dibidang teknologi, bahkan Al Qur’an ‘menantang’ kita untuk bisa melintasi penjuru  langit atau penjuru  bumi….” Kata Ki Bijak sambil mengutip sebuah ayat didalam Ar-Rahman;

33.  Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.

“Tapi tidak berarti kemudian kecanggihan teknologi bisa menggantikan posisi dan eksistensi Allah sebagai Tuhan…;justru dengan kecanggihan teknologi ini mestinya mengantarkan manusia untuk mengetahui dan kemudian meyakini adanya sang pencipta langit dan bumi, adanya sang pemilihara semesta ini…”Kata Ki Bijak lagi.

“Aki juga sempta mendengar kabar itu Nak Mas…;silahkan..,hanya memang ‘bahasa yang dipakai banyak orang pintar dinegeri inimenyiratkan ‘kesombongan dan mengesankan bahwa kita tidak perlu Allah untuk mengatasi semua permasalahan yang ada, seolah dengan kecanggihan teknologi,semua masalah akan beres….”

“Membangun waduk, menormalisasi sungai,buat kanal banjir itu sah-sah saja dan memang harus dilakukan sebagai ikhtiar kita untuk menanggulangi bencana, tapi sebagai bangsa yang katanya berada,sebagai bangsa yang katanya berketuhanan, seyogyianya semua upaya apapun disandarkan pada kemaha besaran Allah Swt…….” Kata Ki Bijak lagi.
“Iya Ki….; dari semua rencana-rencana penanggulangan bencana yang sempat ana dengar diberita, semuanya berorientasi pada pembenahan fisik, pembangunan lahiriah saja,sama sekali tidak menyentuh ‘perbaikan disisi manusianya….”Kata Maula.

“Itu yang menurut Aki harus diseimbangkan Nak Mas..,Al Qur’an jelas-jelas memperingatkan kita bahwa kerusakan yang sekarang terjadi, baik didaratan maupun dilautan adalah karena ‘perbuatan tangan manusia’,karenya cara penanggulangannya adalah bagaimana memperbaiki sumber kerusakan tersebut yaitu manusianya…”Kata Ki Bijak sambil mengutip ayat dari surat Ar-rum:

41.  Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).


“Kalau hanya satu sisi saja yang diperbaiki,kalau hanya difisik dan lahiriyahnya saja yang dibenahi, dalam hemat Aki itu seperti kita menambal perahu yang berlubang Nak Mas.., seperti kita bangun waduk atau bendungan,sementara disisi lain penggundulan hutan terus berlangsung,maka waduk seluas apapun,tidak akan mampu menampung luapan air yang tidak tersaring oleh akar pepohonan…,atau kita normalisasi sungai,sementara pembuangan sampah terus berlangsung,maka itu sama saja,menambal satu sisi,sementara sisi yang lain dilubangi….”Kata Ki Bijak.

“Jadi menurut Aki gimana Ki….?”Tanya Maula.

“Sekali lagi dalam pandangan Aki yang sangat terbatas ini,Aki berpendapat bahwa penanggulangan bencana itu tidak sekedar objeknya yang dibenahi,tidak sekedar fisik dan infrastrukturnya yang harus disiapkan, tapi juga subjeknya, pelaku utama perusakan dan kerusakan itu sendiri, yaitu membenahi sisi manusianya…”

“Manusia – (insan-bhs arab), sesuai dengan asal katanya adalah INSUN yang artinya Harmonis, Allah menciptakan manusia dalam kondisi yang harmonis, baik itu secara vertical dengan Allah, maupun secara horizontal dengan sesama manusia dan alam lingkungannya….”

“Ketika kemudian keharmonisan ini dirusak oleh manusia, ketika manusia lebih dominan dan kemudian berbuat semena-mena terhadap lingkungannya,maka yang terjadi kemudian adalah dis-harmoni, alam, dengan izin Allah kemudian membalas kesemena-mena-an manusia, alam kemudian dengan izin Allah kemudian mengembalikan kepongahan dan kesombongan manusia itu kepada manusia, dan itu yang kemudian kita kenal sebagai bencana…..” Kata Ki Bijak lagi.

Maula menghela nafas dalam-dalam demi mendengar penjelasan Ki Bijak yang panjang lebar, “Iya Ki…, hanya saja sangat jarang orang yang berfikir sejauh itu Ki..,umumnya mereka selalu saja menyalahkan alam, mereka bilang cuaca ekstrim, cuaca yang tidak bersahabat, alam yang sudah enggan bersahabat dengan manusia dan lain sebagainya…..” Kata Maula.

“Kita tidak bisa memaksa mereka untuk memiliki pandangan dan pemikiran yang sama dengan kita Nak Mas…,hanya sekali lagi, kita sebagai orang yang mengaku beriman, seyogyanya cara pandang dan pola fikir kitapun disesuaikan dengan apa yang digariskan dalam al qur’an…”

“Menyalahkan alam, adalah sebuah kejahilan yang hanya menunjukan rendahnya kualitas kecerdasan spiritual mereka…; apalagi sampai kemudian menyalahkan Allah, sungguh ini sebuah dekadensi keimanan yang sangat memiriskan hati….”

“Dengan sangat jelas al qur’an menjelaskan bahwa ‘pelaku utama’ perusakan adalah manusia, dan tidaklah akan membuat suatu kerusakan kecuali manusia itu sendiri dalam keadaan ‘rusak’..!, jadi subjek maupun objeknya bernama MANUSIA…” Kata Ki Bijak lagi.

“Kerusakan dibuat oleh manusia yang rusak, begitu Ki….?”Tanya Maula.

“Benar Nak Mas,kerusakan diakibatkan oleh manusia yang rusak…..” Kata Ki Bijak.

“Lalu bagaimana memperbaiki kerusakan manusia Ki…?” Tanya Maula.

“Nak Mas ingat hadits yang menyebutkan didalam dada manusia ada segumpal daging…?” Tanya Ki Bijak.

“Ya Ki….” Kata Maula sambil menyebutkan hadits dimaksud;

“Alaa wainna fiil jasadi mudhghatan idzaa shalahat shalahal jasadu kulluhu waidzaa fasadat fasadal jasadu kulluhu alaa wahiyal kalbu - “Ketahuilah bahwasanya pada setiap tubuh ada segumpal daging. Jika daging itu baik, akan baiklah seluruh anggota tubuhnya. Namun apabila dia rusak maka akan rusak pula seluruh anggota tubuhnya. Ketahuilah bahwasanya segumpal daging itu adalah kalbu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

“Hati…kalbu ini yang harus disegera diperbaiki Nak Mas….” Kata Ki Bijak setelah mendengar hadits yang diucapkan Maula.

“Karena dari sinilah baik buruknya perilaku manusia bersumber…, hanya hati yang baik yang akan melahirkan perbuatan-perbuatan baik…”

“Hanya hati yang baik yang akan menuturkan perkataan-perkataan yang baik…”

“Hanya hati yang baik yang bisa melahirkan kebajikan dan kebijakan yang selaras dan harmonis….”

“Dan karenanyalah hati ini yang harus segera kita perbaiki…..” Kata Ki Bijak sambil menunjuk dadanya.

“Otak yang cerdas, otak yang cemerlang, otak yang pinter, yang tidak dibarengi oleh hati yang bijak, hanya melahirkan robot-robot yang ber-tuhan pada teknologi seperti yang baru saja kita saksikan…..; mereka orang-orang hebat,mereka orang-orang pinter,mereka orang-orang ahli teknologi, tapi sayangnya semua keunggulan yang mereka miliki belum dilandasi dengan kecerdasan spiritual yang tinggi, sehingga perkataan dan perbuatan mereka cenderung arogan..”Kata Ki Bijak lagi.

Maula menghela nafas dalam-dalam demi mendengar perkataan gurunya, “Bagaimana cara membersihkan hati Ki…?” Tanya Maula.

”Inna likulli sai in sokola.wainna sokolatul qulub dzikrulloh -Sesungguhnya segala sesuatu itu ada pembersihnya, dan pembersih hati adalah dzikir pada Alloh “ Jawab Ki Bijak singkat.

“Dzikir adalah pembersih hati...,bagaimana cara dzikirnya Ki,karena banyak orang yang kelihatannya suka berdzikir,tapi perilakunya masih jauh dari kata ‘baik..” Tanya Maula lagi.

“Tanya pada ahli Dzikir Nak Mas....” Kata Ki Bijak sambil mengutip surat al-anbiyaa:

7.  Kami tiada mengutus Rasul Rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka, Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada Mengetahui.

Iya Ki...” kata Maula sambil pamit.

Wassalam

28 Januari 2014

Friday, January 24, 2014

JADIKAM S-T-W (SHALAT-TEPAT-WAKTU) SEBAGAI CERMIN PRIBADIMU

JADIKAM S-T-W (SHALAT-TEPAT-WAKTU) SEBAGAI CERMIN PRIBADIMU

“Islam tidak pernah melarang umatnya untuk melaksanakan kasab, bekerja dan menjemput rezeki Allah dengan berbagai usaha dan upaya….,

“Jika usaha kita memang petani, silahkan…, bertani dan jadilah petani yang baik….”

“Jika usaha kita memang pedagang, silahkan…, berdaganglah dan menjadi pedagang yang baik…”

“Jika mata pencaharian kita sebagai karyawan…, silahkan.., bekerjalah dengan baik, dan jadilah karyawan yang baik pula….”

“Islam hanya mengingatkan kita bahwa sesibuk apapun kita, sebanyak apapun pekerjaan kita, sepenting apapun urusan kita, semendesak apapun target kita…., kita harus tetap mengutamkaan shalat…., dan seutama-utama shalat adalah shalat tepat waktu….;

“Tidaklah Allah menentukan waktu shalat sedemikian rupa, karena memang diantara waktu-waktu shalat itu ada banyak manfaat dan keutamaan untuk kita…., sehingga secara gamblang Allah berfirman dalam Al Qur’an, surat An-nissa ayat 103;

#sŒÎ*sù ÞOçFøŠŸÒs% no4qn=¢Á9$# (#rãà2øŒ$$sù ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNà6Î/qãZã_ 4 #sŒÎ*sù öNçGYtRù'yJôÛ$# (#qßJŠÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# 4 ¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã šúüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B ÇÊÉÌÈ
103.  Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.


“Dan jika Allah sudah menentukan waktu shalat…, maka tidak akan ada waktu yang lebih baik untuk shalat yang ditentukan oleh selain Allah…..” Kata Ki Bijak

“Iya Ki…., dewasa ini memang banyak orang yang merasa dirinya pintar dan hebat, sehingga bisa mengatur waktu shalat sesuai dengan nafsunya…,

“Ada yang shalat dhuhurnya jam dua, alasannya masih kenyang setelah makan siang…”

“Ada yang shalat asharnya jam setengah enam, dengan alas an tanggung pekerjaan…”

“Ada yang shalat maghribnya jam delapan, dengan alas an tanggung dalam perjalanan…”

“Ada yang shalat isyanya tengah malam, karena tanggung sinetronya takut ketinggalan…”

“Dan ada yang shubuhnya kesiangan, karena malamnya begadang nonton pertandingan bola……”

“Lalu kapan shalat tepat waktunya…..?” Tanya Maula.

“Ya Nak Mas…., seandainya manusia manusia sedikit tafakur dengan hadits qudsi yang menyatakan bahwa Allah Azza Wajalla berfirman (hadits Qudsi): “Hai anak Adam, luangkan waktu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku penuhi dadamu dengan kekayaan dan Aku menghindarkan kamu dari kemelaratan. Kalau tidak, Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan kerja dan Aku tidak menghindarkan kamu dari kemelaratan.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

“Bukankah mereka bekerja keras untuk mencari kekayaan..?”

“Bukankah mereka banting tulang untuk memperoleh penghasilan lebih..?”

“Bukankah mereka ingin punya banyak waktu luang…?”

“Bukankah mereka menginginkan kebahagiaan….?”

“Allah menawarkan apa yang mereka cari, Allah memberi solusi apa yang mereka cari, Allah memberi mereka jawaban, bagaimana caranya memperoleh kebahagiaan…, yakni dengan meluangkan waktu untuk beribadah kepadaNya, dan insya Allah apa yang mereka cari akan mereka dapatkan semuanya, lalu kenapa mereka mencari cara dan jalan lain dari apa yang Allah tawarkan…?

“Adakah solusi yang lebih baik dari solusi Allah…..?” Tanya Ki Bijak heran.

“Iya ki…, alas an klasik yang biasa mereka gunakan biasanya karena ditunggu atasan, atau karena sudah deadline, atau karena ingin mendapat nilai yang baik dan pujian dari sang atasan, sehingga mereka rela menomor duakan Allah dengan pekerjaan dan kesibukannya…..” kata Maula

“Demi Allah…, jika seseorang bekerja dengan giat hanya demi memperoleh pujian, jika seseorang yang bekerja keras hanya ingin sanjungan, jika seseorang yang bekerja banting tulang hanya karena ingin dikatakan teladan…,tapi dia mengabaikan perintah Allah dengan melalaikan shalatnya…, jangankan seorang atasan, seluruh isi perusahaan itu memuji dan menyanjungnya sekalipun, tak Allah tidak berkenan memuliakan dia, karena dia telah mengabaikan perintahNYa, maka yang akan ia dapat bukanlah kemuliaan, melainkan kehinaan….; dan ketika Allah sudah menghinakan seseorang, maka tak ada satu mahlukpun yang akan mampu memuliakannya….”

“Sebaliknya…., orang yang bekerja dengan baik, bekerja dengan penuh tanggung jawab, bekerja penuh dengan komitmen dan menyadarkan niat bekerjanya karena Allah, kemudian ia selalu menjunjung tinggi perintah Allah, selalu shalat tepat waktu, maka jikapun seluruh isi bumi mencelanya, tapi Allah berkenan untuk memuliakan dia, maka celaan seluruh mahluk itu tak ada artinya di banding denga ridha Allah swt…..” Papar Ki Bijak.

Maula menghela nafas panjang mendengar pitutur gurunya yang panjang lebar…., “Benar Ki…, kalau gajian, pengenya tepat waktu, kalau bonus, pengenya tepat waktu, kalau kenaikan, pengennya tepat waktu…, tapi pas giliran shalat…, telat-telat melulu….” Kata Maula.

“Itulah tidak adilnya kita Nak Mas…, kita ‘menuntut’ Allah untuk memberikan segala sesuatunya sesuai dengan keinginan kita, gaji naik, jabatan naik,pendapatan naik…, tapi banyak yang tidak menyadari bahwa dia sendiri yang justru memperlambat rezekinya dengan banyak melalaikan perintah Allah….” Kata Ki Bijak.

“Benar Ki…” Kata Maula lagi.

“Maka dari itu, jangan pernah menjadi pahlawan, karena sudah berangkat pagi pulang petang, sementara shalatnya masih banyak ketinggalan…”

“Maka dari itu, jangan pernah merasa hebat, karena mendapatkan banyak lemburan, sementara shalatnya banyak ketinggalan…”

“Maka dari itu, jangan pernah merasa bangga dengan pangkat jabatan, sementara shalatnya masih keteteran…”

“Maka dari itu, jangan pernah merasa menjadi mujahid’ sementara shalatnya berantakan….”

“Karena sebaik-baik perbuatan adalah shalat tepat waktu…, sebagaimana sabda baginda Rasul yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibnu Ma’sud;

Abdullah Ibnu Mas’ud RA berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, amal perbuatan apa yang paling afdhal?” Beliau menjawab, “Shalat tepat pada waktunya.” Aku bertanya lagi, “Lalu apa lagi?” Beliau menjawab, “Berbakti kepada kedua orang tua.” Aku bertanya lagi, “Kemudian apa lagi, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Berjihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari)

“Iya ki…, semoga Allah memberikan kita kekuatan untuk dapat menjaga shalat tepat waktu ya ki….” Kata Maula.

“Semoga Nak Mas…, dan yang terpenting adalah usaha kita untuk membiasakan diri untuk shalat tepat waktu…., insya Allah…, Allah akan memenuhi hati kita dengan kekayaan, dan melapangkan tangan kita dari kesibukan….” Kata Ki Bijak.

“Amiin…..” Timpal Maula.

Wassalam

IBADAH;SEBUAH KEBUTUHAN.



“Ki…..;adakah formula khusus yang membuat kita bisa beribadah dengan ‘enteng’ Ki….?”Tanya Maula pada sebuah kesempatan.

“Enteng bagaimana Nak Mas…?” Tanya Maula.

“Maksud ana,bagaimana agar kita tidak merasa ‘terbebani’ dengan kewajiban shalat kita, bagaimana agar kita bisa ber-zakat tanpa harus merasa harta kita akan berkurang, bagaimana agar shaum kita terasa ringan ditengah rutinitas pekerjaan yang kadang seperti tidak ada habisnya, bagaimana agar kita bisa berangkat ke tanah suci tanpa merasa mahal dan seterusnya Ki…”Kata Maula.

“Maksud Nak Mas bagaimana kita bisa beribadah dengan ikhlas, begitu..?” Tanya Ki Bijak memastikan.

“Iya Ki…,seperti itu….” Kata Maula lagi.

Ki Bijak menghela nafas dalam-dalam demi mencermati pertanyaan Maula.

“Aki juga belum bisa seperti itu Nak Mas, Aki belum bisa ibadah seikhlas yang dicontohkan baginda Rasul, Aki masih harus banyak belajar dan belajar lagi..,hanya mungkin Aki bisa memberikan gambaran bagaimana agar kita bisa beribadah dengan ikhlas…”Kata Ki Bijak.

“Bagaimana caranya Ki…?” Tanya Maula.

“Nak Mas…;Nak Mas tahu alas an kenapa ananda Malik suka susah kalau disuruh mandi atau makan…?” Tanya Ki Bijak.

“Iya Ki….;mungkin karena Malik belum memahami bahwa mandi dan makan itu sebuah kebutuhan Ki….,kadang ana harus menakuti atau mengiming-imingi sesuatu dulu,baru Malik mau mandi atau makan….”Kata Maula.

“Itulah jawaban pertanyaan Nak Mas tadi, kenapa kita masih merasa berat untuk beribadah adalah karena kita belum dewasa Nak Mas, karena kita masih kekanak-kanakan,karena kita belum mengerti dan memahami bahwa ibadah itu sebuah keubutuhan bagi kita…….” Kata Ki Bijak.

“Kita belum dewasa Ki…?” Tanya Maula lagi.

“Secara usia biologis,umur kita mungkin sudah dikategorikan dewasa Nak Mas, tapi tidak jarang sifat kekanak-kanakan kita masih dominan dalam diri kita….”

“Kita rajin shalat,ketika kita ingin sesuatu atau takut sesuatu,kita mau tahajud karena kita ingin naik jabatan,kita mau dhuha karena kita ingin jadi orang kaya dan seterusnya…”,

“Bukankah ini sama dengan anak kecil yang ketika disuruh mandi, harus diiming-imingi sesuatu dulu, baru kemudian mau mandi.., mandinya anak kecil, bukanlah atas kesadaran dan pemahaman bahwa mandi itu akan menyehatkan dan membersihkannya…”,

“Persis seperti shalat kita, yang membuat kita berat melaksanakannya itu karena kita melaksanakannya bukan berdasarkan kesadaran dan pemahaman shalat itu sebuah kebutuhan bagi kita, bahwa shalat itu akan menyehatkan kita,bahwa shalat itu akan membersihkan kita,bahwa shalat itu untuk kita,bukan untuk Allah.!”

“Pun ketika kita belum dewasa, ketika kita belum memahami dan menyadari bahwa zakat itu lebih dari sekedar kewajiban, bahwa zakat itu sebuah kebutuhan,niscaya kita akan selalu merasa berat untuk mengeluarkan zakat..”

“Masih banyak diantara kita yang baru mau mengeluarkan zakat dan sedekahnya ketika diimingi-imingi untuk menjadi kaya, diimingi-imingi agar rezekinya bertambah….,tidak salah memang,dan itu janji Allah,bahwa siapa yang bersedekah akan dilipatgandakan pahalanya, tapi sampai kapan ibadah kita terus menerus seperti anak kecil…?”

“Bahayanya ibadah seperti ini adalah ketika apa yang kita harapkan itu ‘tidak sesuai’ dengan apa yang ada difikiran kita, kita kemudian menyalahkan ayat al qur’an, kemudian kita menyalahkan Allah, ini kan jadi kontra produktif, ibadah yang seharusnya makin mendekatkan kita kepada Allah, hanya karena persepsi kita yang salah, malah justru makin menjauhkan kita dari Allah…..”

“Demikian pun dengan ibadah-ibadah yang lainnya Nak Mas, selama kita masih bersikap seperti anak kecil, maka ibadah apapun, akan terasa berat, shaum kita akan menjadi beban, haji kita akan menjadi beban, kemasjid akan menjadi beban,membantu fakir miskin akan menjadi beban,menyumbang pembangunan masjid akan menjadi beban dan seterusnya…….”Kata Ki Bijak

Maula menghela nafas dalam-dalam demi mendengar penjelasan Ki Bijak yang panjang lebar, “Jadi ibadah itu memerlukan kedewasaan ya Ki….?” Kata Maula.

“Tepat Nak Mas…,ibadah itu memerlukan kedewasaan, yang dengan kedewasaan ini kita bisa bersikap dan menyikapi ‘perintah agama’ ini dengan bijak, dengan arif, dengan lapang dada, sehingga kemudian melahirkan kemudahan kita dalam menjalankannya,sehingga kita mampu menikmati ibadah kita, dan ketika kita sudah sampai pada taraf bisa melaksanakan ibadah dengan nikmat, itulah yang namanya IKHLAS……” Kata Ki Bijak.

“Ana mengerti Ki….;semoga ana bisa sampai ke level IKHLAS ya Ki…..” Kata Maula.

“Iya Nak Mas,semoga kita semua bisa beribadah kepada Allah dengan IKHLAS,layaknya orang yang sudah dewasa dalam beragama,dan tidak lagi beribadah seperti anak kecil……”Kata Ki Bijak lagi.

“Aamiin…..”

Wassalam
24 Januari 2014