Saturday, August 16, 2008

BISMILLAHI TAWAKALTU ‘ALALLAH...


“Ki, boleh ana nanya ki.........” Kata Maula dengan sedikit rasa segan.

Ki Bijak tersenyum, “Tanya apa Nak Mas, kok tumben-tumbenan Nak Mas seperti segan tanya sama Aki.......” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, ana sedikit malu tanya soal ini ki, ana khawatir Aki akan menertawakan ana.....” kata Maula masih ragu-ragu mengutarakan pertanyaannya.

“Nak Mas...., pernah Aki menertawakan Nak Mas....?, Aki malah senang kalau Nak Mas mau berbagi pengalaman dengan Aki, Aki yang sehari-hari dipondok ini, tentu tidak tahu banyak apa yang terjadi diluar sana, dan dari Nak Mas Aki mendapat banyak informasi dan tambahan pengetahuan mengenai berbagai hal dari Nak Mas.......” Kata Ki Bijak.

“Begini ki, ana merasakan ada sesuatu yang’aneh’ dalam hal pengelolaan pendapatan ana ki....” Kata Maula.

“Aneh apanya Nak Mas.....?” Tanya Ki Bijak.

“Alhamdulillah ki, sejak ditempat kerja yang dulu, ana dikarunia Allah pendapatan yang ‘lebih’ dibanding dengan rekan-rekan yang lain....” Kata Maula.

“Lalu.....?” Tanya Ki Bijak penasaran.

“Yang membuat ana merasa aneh adalah berapapun pendapatan yang ana terima, ana selalu tidak bisa nabung ki, pendapatan ana bahkan tidak mencukupi kebutuhan kami selama sebulan, paling hanya cukup untuk satu atau dua minggu saja, padahal rekan-rekan yang lain, yang pendapatannya mungkin sedikit dibawah ana, justru bisa nabung, bisa beli motor, beli rumah dan bahkan sudah ada yang beli mobil sekarang ini ki.........” Kata Maula, sambil memandagi wajah Ki Bijak, untuk melihat reaksi gurunya tersebut dengan unek-unek yang barusan diutarakannya.

Ki Bijak tersenyum mendengar penuturan Maula, “Nak Mas masih ingat dengan perbincangan kita kemarin, bahwa ‘kunci’ rezeki kita secara syariat terletak pada rasa syukur kita kepada Allah, keridhaan kita dan tawakal kita kepada Allah.....?” Tanya Ki Bijak.

“Iya ki, ana masih ingat......” Kata Maula.

“Syukur, ridha dan tawakal bukan hanya kata-kata yang harus diingat atau dihafal Nak Mas, lebih dari itu, ketiganya harus dipahami dan kemudian diamalkan secara benar, Nak Mas sudah paham makna ketiga kata itu.....?” Tanya Ki Bijak.

“Iya ki, ana pernah baca kitab Madarij Salikin karya Imam Ibnu Qoyyim, beliau berkata, "Hakekat syukur terhadap nikmat Alloh adalah menampakkanpujian dengan lisan, kecintaan di hatinya dan ketaatan pada anggotatubuhnya. Syukur dibangun di atas lima landasan utama: ketundukankepada Alloh, kecintaan kepada-Nya, pengakuan terhadap nikmat-Nya,pujian kepada-Nya dan tidak menggunakannya dalam kemaksiatan kepadaAlloh, inilah lima landasan syukur menurut Imam Ibnu Qoyyim….”, Kata Maula mengutip buku yang pernah dibacanya.

“Beliau juga menambahkan’"Barangsiapa yang tidak melaksanakan salah satu dari lima landasan tersebut, berarti satu landasan telah hilang darinya",

“Sementara Imam Ibnu Qudamah menjelaskan dalam Minhajul Qosidin bahwa "Syukur adalah dengan hati, lisan dan anggota badan. Maksudnyadengan hati yaitu dengan meniatkan untuk kebaikan. Dengan lisan yaknidengan menampakkan tanda syukur tersebut dengan ucapan tahmid (AIhamdulillah) dan dengan anggota badan artinya menggunakan nikmat tersebut dalam ketaatan kepada Alloh serta tidak menggunakannya untuk bermaksiat kepada-Nya…” Kata Maula lagi masih mengutip pendapat dari buku yang dibacanya.

“Nak Mas sudah hafal makna harfiahnya, sekarang mari kita lihat kedalam diri kita, kedalam diri Nak Mas, sudahkah Nak Mas melaksanakan makna syukur itu…, sudahkah Nak Mas menampakan rasa syukur itu dalam bentuk membelanjakan harta titipan Allah itu dijalan_Nya…,

“Coba Nak Mas ingat-ingat lagi zakatnya sudah ikhlas belum, infaq dan sedekahnya sudah dawam belum atau menafkahi orang tuanya sudah belum……., insya Allah, jika sudah menampakan nikmat itu dengan benar, tidak akan lagi ada hal-hal yang ‘aneh’ dalam hal keuangan Nak Mas…….” Kata Ki Bijak.

“Selama ini ana selalu berusaha untuk menyisihkan pendapatan ana untuk hal-hal tersebut ki, atau mungkin masih ada yang kurang atau belum ana penuhi ya ki, sehingga ana masih merasakan ‘keanehan’ itu…..” Kata Maula.

“Syukur kalau Nak Mas sudah berusaha menampakan nikmat dan syukur tersebut dengan membelanjakan harta dijalan Allah, semoga Nak Mas tetap istiqomah dan meningkatkan keikhlasan amalan-amalan tersebut, dan jika Nak Mas masih merasakan ‘keanehan’ itu, coba kita lihat pada syarat berikutnya ‘ridha dan tawakal kepada Allah…..” Kata Ki Bijak.

“Sudahkah Nak Mas ridha dengan pemberian Allah dan kemudian menyerahkan segalanya kepada Allah……..?” Tanya Ki Bijak.

Maula terdiam sejenak, ia ragu untuk mengatakan apakah ia sudah ridha dan tawakal kepada Allah, “Ki, ana masih sering meminta kepada Allah untuk mendapatkan penghasilan lebih, apakah itu berarti ana belum ridha dan tawakal kepada Allah ki……” kata Maula sedikit cemas.

“Tidak salah kalau kita meminta kepada Allah Nak Mas, bahkan Allah menganjurkan kita untuk memohon kebaikan apapun kepada_Nya, niscaya Allah akan memenuhi permohonan ini, hanya kadang kita-nya yang tidak konsekuen dengan doa dan permohonan kita……..” Kata Ki Bijak.

“Maksudnya ki…………?” Tanya Maula

“Begini Nak Mas, setiap hari kita berdoa kepada Allah ‘Bismillahi tawakaltu ‘alallah…., dengan nama Allah hamba berserah diri kepada_Nya, tapi yang terjadi kemudian kita justru bertawakal pada penghasilan kita, bukan pada Allah lagi….”

“Kita cenderung akan merasa ‘nyaman’ ketika penghasilan kita besar, bukan karena kita merasa memiliki Allah yang Maha Pemberi Rezeki, kita lebih cenderung ‘berserah diri’ kepada atasan kita, karena kita menganggap merekalah yang menentukan nasib kita, kita beranggapan mereka yang menentukan berapa kenaikan gaji kita, kita masih beranggapan merekalah yang memberikan posisi pada kita, padahal ini salah dan bahkan berseberangan dengan doa kita diatas…..”

“Kalau bismillahi tawakaltu ‘alallah kita benar, berapapun penghasilan yang kita terima, bukan masalah, berapapun gaji yang kita dapat, no problem, bismillahi tawakaltu ‘alallah kita benar, apapun kedudukan dan jabatan kita dikantor, bukan persoalan, selama kita masih memiliki kedudukan atau kedekatan kepada Allah, selama kita memiliki buhul atau tambatan yang Maha Kokoh, yaitu Allah swt……..” Kata Ki Bijak.

“Astaghfirullah……., benar ki, ternyata itu jawaban terhadap ‘keanehan’ yang ana rasakan selama ini, tawakal ana belum benar kepada Allah, ana masih merasa tergantung dan bergantung pada gaji dan penghasilan ana, ana juga masih merasakan sedikit ketergantungan pada orang lain, pada atasan, belum berserah diri kepada Allah secara penuh……….” Kata Maula.

“Benahi segera Nak Mas, perbaiki tawakal kita kepada Allah, tanamkan dalam –dalam dihati kita bahwa Allah sajalah tempat kita bergantung, Allahu shomad, insya Allah, jika Nak Mas sudah mampu bertawakal secara utuh kepada Allah, maka Nak Mas akan mendapati janji Allah dalam surat ath-thaalaq yang kemarin kita bahas, Nak Mas masih ingat…….?” Kata Ki Bijak.

“Ya ki, barang siapa yang bertawakal kepada Allah, maka Allah akan mencukupi segala kebutuhannya…….” Kata Maula sambil mengutip ayat al qur’an;

2. .......... barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar.
3. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.

“Dan Nak Mas tahu bahwa Allah tidak pernah menyalahi janji_Nya, maka cukupkan diri Nak Mas dengan pertolongan dari Allah, cukupkan diri Nak Mas atas rezeki dari Allah, cukupkan diri Nak Mas atas pemberian Allah saja...., insya Allah ‘keanehan-keanehan’ itu tidak akan Nak Mas rasakan lagi......” Kata Ki Bijak.

“Ya ki, terima kasih ki, puji syukur kepada_Mu ya Allah, Engkau berikan jawaban_Mu lewat lisan guru yang bijak ini......” Kata Maula sambil menengadahkan tangan, terjawab sudah apa yang menghantuinya selama ini.

Wassalam

May 06, 2008

5 comments:

  1. Sungguh ane belajar banyak dari ki bijak,,, matur nuhun atas postingannya!

    ReplyDelete
  2. Syukron Akhi, sudah berkenan mampir, wassalam

    ReplyDelete
  3. Cerita di tas mirip dengan yang saya alami,,, Pendapatan bertambah, tp sepertinya habis2 terus... Terima kasih atas ceritanya....

    ReplyDelete
  4. Bismillahi tawakaltu alallah..

    ReplyDelete