Saturday, July 25, 2009

BAGAIMANA KITA AKAN DIUJI…?

“Nak Mas….perhatikan ayat - ayat ini……” Kata Ki Bijak, menanggapi pertanyaan Maula mengenai berbagai ujian yang dihadapi oleh hampir semua orang.

16. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan, sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.


49. Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru kami, Kemudian apabila kami berikan kepadanya nikmat dari kami ia berkata: "Sesungguhnya Aku diberi nikmat itu hanyalah Karena kepintaranku". Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak Mengetahui.


“Kesemua ayat-ayat ini menunjukan bahwa setiap kita, setiap manusia akan diuji oleh Allah; dengan berbagai ujian, ujian terhadap keimaman kita, ujian terhadap kesabaran kita, ujian terhadap rasa syukur kita dan lainnya…..” Kata Ki Bijak.

Maula masih dengan seksama memperhatikan ayat-ayat yang baru saja ditunjukan oleh gurunya.

“Ki… Aki katakana tadi bahwa setiap orang akan diuji, lalu apakah mereka yang tengah diliputi dengan berbagai kesenangan dunia itu juga sebuah ujian….?” Tanya Maula.

“Maksud Nak Mas…?” Tanya Ki Bijak memastikan.

“Iya ki, ka nada orang yang dari kecil hingga tua, kelihatannya hidupnya senang terus, uangnya banyak, dan segalanya serba terjamin, sebaliknya, ada juga orang yang dari kecil hidupnya susah terus, dan orang seperti inilah yang ana fikir kok diujinya terus-terusan, sementara yang lain tidak pernah mendapatkan ujian….” Kata Maula.
Ki Bijak tersenyum; “Dua-duanya ujian Nak Mas, apakah itu berupa keburukan ataupun berupa kebaikan, dua-duanya ujian dari Allah, hanya bentuknya saja yang berbeda….” Kata Ki Bijak.

“Kebaikan juga sebuah ujian ki….?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, lihat ayat ini;

53. Dan Demikianlah Telah kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang Kaya itu) berkata: "Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?" (Allah berfirman): "Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepadaNya)?" (Al An’am)

“kemudian juga ayat ini;


35. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan Hanya kepada kamilah kamu dikembalikan. (Al-Anbiya)

“Secara garis besar, manusia akan diuji dengan empat bentuk ujian; yang pertama ujian yang berupa perintah….., ujian ini digambarkan Allah dalam al qur’an ketika Allah menguji Nabiyullah Ibrahim dengan perintah untuk mengorbankan putranya Ismail; Nak Mas masih ingat tarekh Nabi Ibrahim dan putranya Ismail…?” Tanya Ki Bijak, sambil mengutip ayat al qur’an;

124. Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji[87] Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku"[88]. Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".

[87] ujian terhadap nabi Ibrahim a.s. diantaranya: membangun Ka'bah, membersihkan ka'bah dari kemusyrikan, mengorbankan anaknya Ismail, menghadapi raja Namrudz dan lain-lain.
[88] Allah Telah mengabulkan doa nabi Ibrahim a.s., Karena banyak di antara rasul-rasul itu adalah keturunan nabi Ibrahim a.s.

“iya ki, ana ingat…….” Kata Maula pendek

“Kalau dulu Nabi Ibrahim diuji Allah untuk mengorbankan putranya, sekarang ini kita diuji Allah dengan perintah untuk ‘mengorbankan’ sedikit harta kita, untuk infaq, sedekah, dan qur;an pada hari raya idul adha…”

“Kemudian kita juga diuji dengan perintah untuk bersabar, perintah untuk bersyukur, perintah untuk tidak menyekutukan Allah, perintah shalat, zakat, shaum dan lainnya, kesemua perintah Allah itu yang kita sebut dengan ujian, dan tentu akan ada orang yang lulus dari ujian ini, sebaliknya pun akan ada mereka yang gagal melewatinya……” Kata Ki Bijak.

“Semoga kita termasuk orang yang lulus ya ki…..” Kata Maula.

“Amiin……, kemudian yang kedua, manusia akan diuji Allah dengan sejumlah larangan…, Al qur’an menggambarkan ujian berupa larangan ini, ketika Allah menguji Nabi Yusuf dengan godaan dari wanita cantik yang bernama Zulaikha, dan kita sekarang ini diuji oleh Allah dengan larangan-larangan yang banyak sekali jumlahnya, jangan syirik, jangan zina, jangan judi dan lain sebagainya….” Kata Ki Bijak.

Maula Nampak semakin tekun mendengarkan petuah gurunya; “Yang ketiga ujian berupa apa ki…?” Tanyanya kemudian

“Ujian yang ketiga berupa keburukan, sebagaimana digambarkan Allah dalam surat Al baqarah 155;

155. Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.

“Dan lagi, ujian inipun akan melahirkan pemenang disatu sisi, dan disisi lain, ada juga yang akan ‘kalah’ dalam pertempuran menghadapi ujian semacam ini…” Kata Ki Bijak.

“Lalu yang keempat; ujian berupa kebaiakan, seperti yang Nak Mas tanyakan tadi, kebaikan, seperti wajah rupawan, harta, tahta dan wanita, juga merupakan ujian….wajah rupawan merupakan ujian bagaimana kita bisa mensyukurinya, harta, jelas merupakan ujian bagaimana kita memdapatkan dan membelanjakannya, pun dengan tahta, apakah kekuasan yang Allah amanahkan kepada kita itu akan makin mendekatkan kita kepada Allah, atau justru sebaliknya, akan membuat seseorang sombong dan takabur dengan kekuasaanya…..” Kata Ki Bijak.

“Kalau wanita ki….?” Tanya Maula.

“Wanita….sesosok mahluk unik yang digambarkan oleh al qur’an dengan berbagai sifat, kadang wanita disifati dengan “pakaian”, wanita atau istri berfungsi sebagai pakaian; sebagai penjaga kehormatan dan penutup aurat suaminya, dilain sisi, wanita disifati dengan lafal “ujian”, ada banyak ayat al qur’an yang mengatakan bahwa anak dan istri kita adalah ujian bagi kita, nanti Nak Mas cari sendiri ayatnya, dan yang lebih keras lagi, wanita disifati dengan kata “ musuhmu”, ini menarik sekali, karena istri – istri kita disifati dengan kata ‘musuh’……., mungkin seperti istrinya Nabi Luth dan Istri Nabi Nuh yang berseberangan dengan suaminya….” Kata Ki Bijak.

14. Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara Isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu[1479] Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (At-Thagobun)

[1479] Maksudnya: kadang-kadang isteri atau anak dapat menjerumuskan suami atau ayahnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan agama.

“Ana mengerti ki, ki….dari keempat ujian itu, mana yang paling berat…?” Tanya Maula.

Ki Bijak tersenyum; “Semuanya bisa berat, tapi semuanya bisa ringan, tergantung bagaimana kita menghadapinya; tapi kalau dirunut dari kisah-kisah dalam al qur’an tadi, Nabi Ibrahim yang diuji dengan perintah, lulus, Nabi Yusuf yang diuji dengan larangan, juga lulus, pun dengan Nabi Ayyub yang diuji dengan keburukan berupa penyakit menahun, lulus, sebaliknya, Fir’aun yang diuji dengan harta dan kekuasaan, gagal; qarun yang diuji dengan harta juga gagal, dari sini mungkin kita bisa petik sebuah pelajaran bahwa justru ujian yang berupa kebaikan ‘jauh lebih berat’ daripada ujian pertama, kedua dan ketiga, Nak Mas tahu sebabnya…?” Tanya Ki Bijak.

“Karena…orang yang banyak harta, orang yang sedang berkuasa, orang yang cantik jelita, tidak merasa bahwa mereka sedang diuji, sehingga mereka cenderung lalai, bukan begitu ki…?” Jawab Maula.

“Nak Mas benar, maka dari itu berhati-hatilah ketika kita dinaungi kebaikan, karena itu ujian yang sangat berat, dan tak perlu kita gundah gulana yang berlebihan manakala kita diuji dengan perintah, larangan dan penderitaan, karena sangat mungkin justru itu lebih mudah untuk kita lewati…..” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, terima kasih……, sudah masuk ashar, ana adzan dulu ya ki…..” Kata Maula minta izin pada gurunya.

Ki Bijak mempersilahkan Maula, sambil beranjak ke tempat wudlu untuk shalat.

Wassalam

July 2009.

RUMAH KOSONG

“Nak Mas tahu bedanya rumah kosong tak berpenghuni dengan rumah berpenghuni yang senantiasa dirawat dengan baik…? Tanya Ki Bijak memulai percakapan dengan Maula.

“Oooh.., ini Ki, kebetulan ada punya photonya….., rumah ini terletak beberapa meter dari rumah ana, rumah yang rusak ini, sudah sekitar tiga atau empat tahun tidak ada yang menghuni, sementara rumah sebelahnya, ditinggali oleh keluarga yang sangat ‘resik’ dan rapih, penghuninya sangat rajin merawat rumahnya…..; jadi terlihat kontras sekali ya ki……..” Kata Maula sambil memperlihatkan photo dua buah rumah yang letaknya bersebelahan, tapi dengan kondisi yang bertolak belakang.

Ki Bijak segera memperhatikan photo yang diperlihatkan Maula; “Sekarang Nak Mas analogikan bahwa rumah ini adalah hati kita …..”Lanjut Ki Bijak beberapa saat setelah memperhatikan photo tersebut.

“Maksudnya ki….?” Tanya Ki Bijak.

“Hati kita ini, ibarat rumah, rumah tempat berlabuhnya dosa dan pahala yang kita lakukan, hati yang kosong dari nilai-nilai ilahiyah, hati yang kosong dari nilai-nilai kebajikan, hati yang kosong dari akidah dana amal sholeh, persis seperti gambar rumah kosong ini, hati semacam ini akan menampilkan citra seram dan suram, karena hati yang kosong dan tidak terawat dengan baik, akan dengan sangat mudah dimasuki oleh para ‘pencuri’ akidah, hati yang kosong akan mudah dirasuki sifat-sifat syaitoniyah, hati yang kosong akan mudah dihinggapi sifat-sifat bahimiyah, sifat-sifat sabaiyah, sehingga tak heran orang yang hatinya kosong, akan kelihatan ‘angker’, wajahnya muram, tidak ada cahaya diwajahnya, meskipun secara lahiriyah mungkin saja ia tergolong memiliki wajah rupawan…” Kata Ki Bijak.

Maula diam sejenak, ia kembali memandangi photo rumah kosong yang nampak kumuh, rusak dan ‘menyeramkan itu…” Naudzubillah….betapa mengerikan ya ki, jika hati kita benar-benar kosong seperti rumah ini…..” Katanya kemudian.

“Ya Nak Mas, sangat ‘menyeramkan’, karenanya kita harus benar-benar memperhatikan keadaan dan kondisi hati kita ini, jangan sampai kosong, karena seperti yang pernah Aki bilang, setan memiliki sifat seperti angin, ia akan menempati setiap ruang yang kosong dihati kita, semakin sedikit hati kita terisi oleh nilai-nilai kebajikan, maka semakin banyak ruang yang akan diisi oleh setan, dan Nak Mas tahu apa akibatnya ketika setan sudah berkuasa didalam hati kita….? Tanya Ki Bijak.

“Kerusakan, kehancuran, dan kebinasaan ki…..” Kata Maula.

“Nak Mas tahu kenapa bisa terjadi seperti itu…?” Tanya Ki Bijak lagi.

“Seperti yang pernah Aki wejangkan beberapa waktu lalu; ketika setan yang ‘cerdik’ bersekutu dengan nafsu yang ‘kuat’, maka akan melahirkan kekuatan jahat yang sangat besar, dan ketika ini terjadi, kerusakan, kehancuran dan kebinasaan hanya tinggal menunggu waktu saja, bukan demikian ki….?” Kata Maula.

“Nak Mas benar, dan sekali lagi Aki ingatkan, kerusakan, kehancuran dan kebinasaan yang ditimbulkan oleh perpaduan setan dan nafsu ini bukan hanya akan merusak kehidupan kita didunia ini, lebih dahsyat lagi akan menghancurkan kehidupan akhirat kelak…., Naudzubillah……” Tambah Ki Bijak.

“Iya ki, lalu hal apa saja yang seharusnya berada dalam ruang hati kita ki….?” Tanya Maula.

“Yang pertama; hiasilah hati kita dengan Salimul Aqidah, Nak Mas……” Kata Ki Bijak.

“Salimul Aqidah ki….?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, Salimul Aqidah, akidah yang bersih, merupakan sesuatu yang wajib keberadaannya dalam hati kita, dengan salimul aqidah inilah, kita sebagai seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat dengan Allah, dan dengan ini pula kita memiliki kemampuan untuk berjalan lurus mengikuti segala ketentuan Allah dan menjauhi larangannya, Nak Mas paham……?” Tanya Ki Bijak.

Maula tampak diam sejenak, berusaha meresapi apa yang baru saja dikatakan gurunya; “Kalau hati itu rumah, maka salimul aqidah ini ibarat pondasinya ya ki, semakin kuat pondasinya, maka semakin kuat pula rumah (hati) kita ini, sebaliknya kalau pondasinya rapuh, maka hati kitapun akan rentan dan rapuh pula ya ki…..” Kata Maula kemudian.

“Benar Nak Mas…; yang kedua, hati yang baik, adalah hati yang berisikan nilai-nilai ibadah yang benar, atau Shahihul Ibadah, artinya hati yang memiliki ilmu yang benar tentang suatu ibadah, hati yang mampu memahami suatu perintah ibadah secara benar, tidak menambah atau menguranginya, serta hati yang selalu memiliki ghirah untuk melaksanakan ibadah itu sendiri….” Tambah Ki Bijak lagi.

“Selanjutnya, setelah hati (rumah) kita sudah memiliki pondasi aqidah yang kokoh dan berisikan nilai-nilai ibadah yang benar, maka selanjutnya hati kita harus mampu menampilkan ‘cahaya’ dan citra yang indah, harmonis dan selaras Matinul Khuluq (Akhlak yang baik), akhlaq yang luhur dari dalam hati kita, ada benang merah yang sangat jelas antara akidah yang bersih dan benar, ibadah yang benar, dengan perilaku dan akhlak kita, semakin bersih akidah kita, semakin baik ibadah kita, insya Allah akhlaq kita pun akan semakin mumpuni, hampir tidak mungkin kalau akidah dan ibadahnya sudah benar, tapi akhlaqnya kurang terpuji..” tambah ki Bijak.

“Ana mengerti ki…..” Jawab Maula pendek.

“Dan sebaik-baik cara untuk mengisi hati kita dengan akidah yang bersih, ibadah yang benar sehingga mampu menampilkan citra diri yang luhur adalah dengan senantiasa mengikuti jalan yang telah Allah bentangkan untuk kita lalui, dan bersegera berpaling dari jalan-jalan yang ditunjukan oleh setan dan sekutunya……., penuhi hati kita dengan dzikrullah, disetiap saat, disetiap waktu, disetiap kesempatan, sehingga tidak ada lagi ruang bagi setan untuk bersemayam didalam hati kita……” Kata Ki Bijak lagi.

Maula kembali memperhatikan gambar rumah rusak, betapa kekosongan rumah tersebut selama ini, telah menyebabkannya hancur seperti itu, ia jadi merinding membayangkan seandainya hatinya kosong, dan kemudian dihuni setan…iiiih betapa mengerikan……

“Bagaimana Nak Mas….?” Tanya Ki Bijak memecah keheningan.

“Mengerikan sekali ki…., sangat mengerikan akibat yang akan ditimbulkan oleh kekosongan hati…..” Jawab Maula.

“Karenanya mari kita bersihkan hati kita, kita tata hati kita, dan kemudian kita isi dengan segala kebaikan, insya Allah kita akan selamat…..” Sambung Ki Bijak lagi.

“Iya ki…..” Kata Maula, sambil pemitan kepada gurunya.

Wassalam.

July 2009

KENAPA HARUS TEPAT WAKTU…?


“Nak Mas tahu apa yang akan terjadi ketika buah yang sudah masak tidak segera dipetik dari pohonnya…?” Tanya Ki Bijak menjawab pertanyaan Maula kenapa shalat harus tepat waktu.

“Kemungkinan buah itu dimakan kelelawar, busuk didahannya, atau jatuh dan rusak ki…” Jawab Maula.

“Nak Mas benar, lalu pernahkah Nak Mas memasak mie kuah, kemudian Nak Mas menunda memakannya…?” Tanya Ki Bijak lagi.

“Pernah ki, waktu ana sudah buat mie baso, tapi ada tamu, jadi ana menunda makannya…..” Jawab Maula lagi.

“Apa yang terjadi kemudian…?” Tanya Ki Bijak.

“Mie-nya jadi melar dan nggak enak lagi dimakan ki…” Jawab Maula.

Ki Bijak mengangguk…”Kemudian, ketika kita membiarkan adukan terlalu lama, apa yang akan terjadi….?” Tanya Ki Bijak lagi.

“Adukan itu akan mongering ki, dan tidak bisa digunakan lagi….” Jawab Maula.

“Lalu akan halnya masakan atau nasi yang ditanak, tapi tidak segera diangkat ketika sudah matang Nak Mas…?” Tanya Ki Bijak lagi.

“Masakan dan nasi itu bisa gosong ki, dan sangat mungkin tidak bisa dimakan….” Jawab Maula.

“Dalam hal pekerjaan, misalnya Nak Mas diminta buat suatu laporan yang telah ditentukan waktunya, tapi Nak Mas tidak segera menyerahkan laporan itu, menurut Nak Mas bagaimana…?” Tanya Ki Bijak lagi.

“Meski laporan itu benar dan bagus, tapi sangat mungkin tidak bisa dipakai karena deadline sudah lewat ki…..” Kata Maula lagi.

“Nak Mas benar, buah yang sudah matang dan dibiarkan terlalu lama, akan busuk, dimakan kelelawar atau jatuh dan rusak, tidak bermanfaat, kemudian mie intant yang dibiarkan terlalu lama akan menjadi melar dan rasanya menjadi tidak enak, kemudian lagi adukan semen menjadi kering dan tidak bisa dipakai karena tidak digunakan pada waktunya, kemudian masakan dan nasi menjadi gosong ketika tidak diangkat pada waktunya, kemudian laporan yang baik dan benar pun menjadi kurang berfaedah ketika disajikan tidak pada waktunya….dari semua itu adakah Nak Mas bisa menarik kesimpulan kenapa kita disyari;atkan untuk shalat tepat waktu….?” Tanya Ki Bijak.

Maula terdiam sejenak, berusaha untuk meresapi makna kata-demi kata yang diucapkan gurunya, “Kalau kita shalat tidak tepat waktunya….., mungkin secara syari’at shalat kita sah, tapi mungkin juga kita akan kehilangan makna dan hikmah dari watu shalat itu sendiri ya ki….?” Katanya kemudian.

“Tepat sekali, shalat yang laksanakan menurut ukuran waktu kita, mungkin saja sah secara syari’at, tapi sangat mungkin kita kehilangan makna dan hikmah dari waktu shalat itu sendiri…….” Timpal Ki Bijak.

“Dan Nak Mas perhatikan ayat ini……” Kata Ki Bijak sambil menunjukan ayat 103 dari surat An-Nissa;

103. Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.

Dengan segera Maula mengamati ayat dimaksud dengan seksama;

“Nak Mas perhatikan baris terakhir ini; ‘Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktu atas orang-orang yang beriman…’; ini sangat menarik menurut Aki, karena secara harfiah artinya adalah hanya mereka yang beriman dan benar imannya sajalah yang bisa melaksanakan shalat fardhu sesuai dengan waktu yang ditentukan Allah swt….” Kata Ki Bijak

‘Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktu atas orang-orang yang beriman….’ Iya ya ki….redaksi ayat ini sangat menarik, kenapa bukan ‘ditentukan waktunya atas orang islam misalnya…, tapi lebih spesifik shalat tepat waktu untuk orang beriman……” Kata Maula.

“Coba nanti Nak Mas buka-buka lagi kitab tafsir atau kitab-kitab lainnya mengenai ayat ini, agar Nak Mas lebih memahami makna ayat tersebut…..” Ki Bijak sengaja meminta Maula untuk mencari sendiri tafsir ayat tadi agar Maula lebik paham.

“Iya ki, ana akan coba baca-baca lagi tafsirnya….” Kata Maula.

“Lalu Nak Mas masih ingat hadits mengenai keutamaan shalat tepat waktu…?” Tanya Ki Bijak.

‘ Dari Abdullah bin Mas’ud Rhadiallahu Anha, dia berkata, "saya pernah bertanya kepada Rosululloh Sholallahu’Alaihi Wa sallam, "Apakah perbuatan yang paling utama?" Beliau menjawab, "Shalat tepat pada waktunya." Dia berkata, "Saya bertanya lagi, kemudian apa?" Beliau menjawab, "Berbuat baik kepada kedua orang tua." Dia berkata, "Saya bertanya lagi, lalu apa?" Beliau menjawab, "Jihad di jalan Alloh." Maka saya tidak menambah pertanyaan melainkan untuk melaksanakan dan menjaga hal tersebut.

“Lagi, Nak Mas perhatikan redaksi hadits ini, shalat tepat waktu disebut terlebih dahulu, baru kemudian disusul dengan berbuat baik kepada kedua orang tua dan jihad fisabilillah, yang dalam pandangan Aki yang sangat terbatas ini, redaksi ini menyimpan sebuah hikmah yang luar biasa besar sehingga Rasulullah sedemikian rupa menempatkan shalat tepat waktu diurutan teratas dan dua kebajikan lainnya…..” Kata Ki Bijak.

Maula terdiam, merenung sejenak, ia mulai merasakan sesuatu didalam hatinya, jiwanya tiba-tiba menjerit menyadari betapa selama ini ia masih sering ‘menelantarkan’ shalat karena satu dan lain hal.

“Kenapa Nak Mas…..?” Tanya Ki Bijak melihat perubahan pada mimik muka muridnya.

“Ini ki…, ana takut sekali ki, selama ini ana masih sering menunda shalat, terutama ketika waktu shalat itu berbenturan dengan pekerjaan atau meeting dengan atasan, ana masih suka terbawa dan tidak bisa melaksanakan shalat tepat pada waktunya…..” Kata Maula kemudian.

Ki Bijak tersenyum; “Nak Mas, memang kadangkala kita dihadapkan kondisi-kondisi yang mungkin diluar kendali kita, tapi justru disanalah seni dan tantangannya, sedapat mungkin Nak Mas harus tetap melaksanakan shalat dulu,tapi kalau memang sangat tidak mungkin, Aki hanya pesan bahwa jangan sekali-kali menunda shalat itu menjadi habit, menjadi kebiasaan kita, karena ketika menunda shalat itu sudah menjadi kebiasaan, dalam hemat Aki, itu sudah menjadi sebuah penyakit…..” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, memang ana sering melihat dibeberapa kantor yang mayoritas karyawannya shalat dhuhur pukul 2, padahal seharusnya mereka bisa memakai waktu istirahat untuk shalat….” Kata Maula.

“Itu yang tidak boleh ditiru Nak Mas, itu kurang terpuji….” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, lagian apa ruginya shalat tepat waktu ya ki,paling lama sepuluh menit selesai, ngapain juga harus ditunda-tunda…..” Kata Maula, seperti sedang menasehati dirinya sendiri.

“Itu sikap dan cara berfikir yang benar Nak Mas, jangan menunda hanya karena sesuatu hal sepele…..” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki, insya Allah, mulai sekarang, ana akan selalu berusaha mendirikan shalat tepat waktu….” Kata Maula.

“Alhamdulillah………….” Kata Ki Bijak, sambil menyambut uluran tangan Maula yang hendak pamitan.

Wassalam