“Qurban berbeda dengan korban Nak Mas…..” kata Ki Bijak ketika berbicara mengenai hari raya qurban..
“Meski secara sepintas kedengarannya sama, tapi keduanya memiliki maksud yang berbeda, "Qurban" merupakan bahasa agama , dan merupakan salah satu istilah Qur'ani, sedangkan "korban" merupakan bahasa rumpun melayu, meski dalam tataran praktis kedua kata atau istilah tersebut dikonotasikan sama yakni "mengeluarkan suatu perkara untuk menggapai suatu tujuan", namun ada perbedaan yang sangat mendasar diantara keduanya, yakni "Qurban" didasari atas dasar cinta, loyalitas, kemesraan, dan kepatuhan, sedangkan "korban" memiliki dasar yang sebaliknya yakni; kebencian, ketakutan, dendam dan keterpaksaan…..” Papar Ki Bijak mengenai perihal qurban.
“Ditinjau dari asal katanya, "qurban" terambil dari kata qarraba-yuqarribu, qurbanan, yang artinya kedekatan, kecintaan, kemesraan, sementara secara syar’i; qurban didefinisikan sebagai suatu aktifitas penyembelihan / menyembelih hewan ternak yang dilakukan pada tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah atau disebut juga hari tasyrik / hari raya haji / lebaran haji / lebaran kurban / Idul Adha dengan niat untuk beribadah kepada Allah SWT, sementara hukum ibadah qurban adalah sunat muakkad atau sunah yang penting untuk dikerjakan….., para ulama menyandarkan perintah qurban ini pada firman Allah dalam surah Al Kautsar………..” Kata Ki Bijak lagi.
“Dilingkungan Nak Mas banyak yang qurban tahun ini..?” Tanya Ki Bijak kemudian
“Alhandulillah ki, kemarin ada enam ekor sapi dan dua puluh lima ekor kambing yang dititipkan kepada panitia qurban, dan alhamdulillah, warganya kompak, sehingga pelaksanaan pemotongan hingga penyaluran hewan qurban lancar……” kata Kata Maula.
“Syukurlah Nak Mas, Aki senang mendengarnya, semoga tahun depan akan lebih banyak lagi orang yang berqurban ditempat Nak Mas, karena dalam qurban, ada selaksa hikmah yang bisa kita ambil darinya…” kata Ki Bijak.
“Hikmahnya apa saja ki….?” Tanya Maula.
“Qurban bukanlah semata menyembelih hewan ternak, kemudian membagi-bagikannya, lalu selesai, qurban bukan sekedar ritual kuno , lebih dari itu qurban adalah sebuah symbol dari totalitas ketaatan dan keikhlasan hamba kepada Rabbnya…..” Kata Ki Bijak.
“Nak Mas perhatikan ayat ini….” Kata Ki Bijak sambil membacakan ayat 102-109 dari surat ash-shafat;
102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
103. Tatkala keduanya Telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).
104. Dan kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,
105. Sesungguhnya kamu Telah membenarkan mimpi itu[1284] Sesungguhnya Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
106. Sesungguhnya Ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
107. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar[1285].
108. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang Kemudian,
109. (yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim".
[1284] yang dimaksud dengan membenarkan mimpi ialah mempercayai bahwa mimpi itu benar dari Allah s.w.t. dan wajib melaksana- kannya.
[1285] sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Ibrahim dan Ismail a.s. Maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan korban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan (kambing). peristiwa Ini menjadi dasar disyariatkannya qurban yang dilakukan pada hari raya haji.
“Dialog ini adalah dialog antara Nabiyullah Ibrahim as dengan putranya Nabi Ismail as; keyakinan Nabi Ibrahim akan perintantah Allah lewat isyarat mimpinya, adalah cerminan totalitas ketaatan Nabi Ibrahim kepada perintah Allah, apapun itu bentuknya, termasuk perintah untuk mengorbankan putranya sendiri….”
“Beda dengan kita sekarang ini, banyak diantara kita yang pilih-pilih dalam menjalankan perintah Allah, kalau sekiranya perintah itu mudah, dan kita nilai menguntungkan kita, maka kita melaksanakannya, sebaliknya jika perintah itu kita ‘anggap susah’, maka kita berdalil dan berdalih untuk sedapat mungkin tidak melaksanakannya…..” Tambah Ki Bijak.
“Pun dengan larangan Allah, kita masih sering ‘sembunyi-sembunyi’ atau terang-terangan melanggar aturan Allah, seperti misalnya orang mau korupsi saja bisa berdalih bahwa ia berhak atas uang tersebut, karena ia yang mengurusnya, atau ada orang yang menerima suap yang jelas-jelas diharamkan, kemudian mereka berdalih bahwa itu uang hadiah, bahwa itu uang hibah, bahwa itu uang yang tidak merugikan orang lain dan lain sebagainya…..” kata Ki Bijak.
Maula menghela nafas panjang mendengar penuturan gurunya; “Iya ki…., orang sekarang memang sangat pandai berdalih…, meski kadang dalihnya terlalu mengada-ada dan dipaksakan…., perbuatan yang jelas-jelas mengandung unsur riba, dipelintir sedemikian rupa sehingga orang ‘saru’ melihatnya…..” Kata Maula.
“Iya Nak Mas, semoga Allah menghindarkan kita dari perbuatan yang tidak terpuji tersebut….” Kata Ki Bijak
“Ki…, bagi sebagian orang, mengeluarkan uang satu sampai dua juta untuk menyembelih hewan qurban, mungkin sangat mudah, tapi bagaimana bagi mereka yang juga ingin mengaplikasikan kecintaannya pada Allah, tapi tidak memiliki uang untuk berqurban…? Tanya Maula.
Ki Bijak tersenyum mendengar pertanyaan Maula; “Kita pilah-pilah dulu ya Nak Mas, ada orang yang ingin ber qurban, tapi tidak punya uang, dilain sisi, ada orang yang punya uang, tapi tidak ingin berqurban…..” Kata Ki Bijak.
“Orang yang memiliki niat tulus ikhlas ingin berqurban, tapi tidak punya uang, insya Allah niat qurbannya sudah dicatat sebagai niat baik disisi Allah swt….., selebihnya dia harus berusaha untuk mewujudkan niatnya itu ditahun berikutnya, misalnya dengan berusaha lebih keras, atau menabung dari jauh-jauh hari, menabung semampunya…,insya Allah akan ada jalan untuk mewujudkan niat baiknya…..” Kata Ki Bijak.
“Yang tidak boleh itu begini Nak Mas, ketika ada perintah untuk berqurban, sementara ia tidak mampu, kemudian ia bilang ‘boro-boro buat qurban, buat makan sehari-hari saja susah’…., ini tidak boleh, ini pamali kata orang tua dulu….” Kata Ki Bijak lagi.
“Iya ya ki, Ana pernah beberapa kali mendengar ungkapan seperti itu, boro-boro qurban, boro-boro nyumbang masjid, boro-boro naik haji dan lainnya, padahal rezeki orang kan tidak tahu ya ki, mungkin tahun ini belum bisa, tapi siapa tahu tahun depan mampu…..” Kata Maula.
“Kata-kata yang positif, selain merupakan perbuatan menyenangkan, perbuatan yang dianjurkan agama, juga merupakan ‘vitamin’ bagi jiwa kita, ketika kita berbicara yang baik-baik, ketika kita berbicara dengan optimis, ketika kita bicara dengan penuh keyakinan dan tawakal kepada Allah, kata-kata positif itu akan menjadi stimulus bagi fikiran dan jiwa kita untuk bergerak maju dan mencapai keinginan kita….”
“Sebaliknya, ketika kita berkata dengan nada pesimis, dengan nada keputus asaan, merupakan ‘tekanan’ bagi jiwa kita, menjadi pengekang bagi kemajuan kita, ketika kita berbicara ‘aah boro-boro nyumbang masjid, untuk makan saja susah’, kata-kata seperti itu merupakan pukulan yang akan mencederai jiwa kita……” Tambah Ki Bijak.
“Iya ki…..” Kata Maula.
“Hakekat qurban, seperti Aki katakan tadi, merupakan symbol dari ketaatan dan keikhlasan kita dalam menjalankan perintah Allah swt, selain juga sebagai symbol ‘penyembelihan’terhadap sifat-sifat hewani yang ada dalam diri manusia…” Kata Ki Bijak kemudian.
“Menyembelih hewan qurban sebagai symbol penyembelihan sifat-sifat hewani yang ada dalam diri manusia ki…?” Tanya Maula.
“Benar Nak Mas, sebagaimana Imam Ghazali menulis, bahwa dalam diri manusia itu ada sifat Ilahiyah, seperti sifat kasih sayang, dermawan, pemaaf dan lain sebagainya disatu sisi, sementara disisi lain, dalam diri manuasia juga terdapat sifat syaitoniyah, seperti sifat sombong dan takabur, selain juga sifat bahimiyah, yakni sifat buas dan kejam, dan sabaiyah, yakni sifat rakus, tamak, serakah dan tidak tahu malu…….; maka menyembelih hewan qurban, secara simbolik bertujuan untuk ‘menekan’ sifat buas manusia, sifat rakus manusia, sifat tidak tahu malu yang terdapat dalam diri manusia…..” Kata Ki Bijak.
Maula manggut-manggut mendengar penuturan Ki Bijak, jadi kalau ada orang yang tiap tahun berqurban, tapi tanpa rasa malu masih korupsi, itu artinya qurbannya belum benar ya ki….” Kata Maula.
“Sangat mungkin seperti itu Nak Mas, karena orang yang secara benar memahami hakekat dan esensi qurban, pasti malu untuk mengambil sesuatu yang bukan haknya….”
“Orang yang memahami secara benar hakekat dan esensi qurban secara benar, insya Allah ia tidak akan menjadi orang yang rakus, tidak akan menjadi orang yang tamak, tidak akan menjadi orang yang gila harta, tidak akan menjadi orang yang mengumbar birahi, tidak akan menjadi orang yang tidak tahu malu, karena ia menyadari bahwa sifat-sifat hewani itu telah ia’sembelih’ sebagai mana hewan qurbannya….” Kata Ki Bijak lagi.
“Justru orang yang qurbannya benar, akan menjadi sosok yang penuh ketaatan, penuh keikhlasan, penuh cinta dan kasih sayang, dermawan dan berbagai sifat terpuji lainnya akan mendominasi peri kehidupaanya,karena sifat-sifat ilahiyah itu telah ‘menang’ dan ‘mengalahkan sifat hewani dan kebinatangannya, setelah sebelumnya, sifat syaitoniyah juga telah ‘dipenjarakan’ dengan shaum ramadhan……” Imbuh Ki Bijak.
“Sifat Ilahiya, sifat syaitoniyah, sifat bahimiyah, sifat sabaiyah……, kalau yang tiga ini telah berhasil ‘dikalahkan’, maka yang ada dan kemudian muncul dari dalam diri kita adalah sifat –sifat ilahiyah yang agung dan luhur….hmmmh…..” Kata Maula sambil manggut-manggut.
“Makanya Nak Mas harus rajin menabung dari sekarang, mumpung masih setahun lagi, mulai sekarang Nak Mas nabung, siapa tahu tahun depan Nak Mas bisa berqurban dengan seekor sapi….” Kata Ki Bijak.
“Insya Allah ki, ana akan mulai nabung dari sekarang…., moga tahun depan bisa berqurban dengan sapi, mohon doanya ya ki…..” Kata Maula sambil menyalami gurunya untuk pamitan.
Wassalam
November,2010