“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.........” Sapa Ki Bijak pada Maula yang sedang ‘sibuk’ menguras air aquarium diteras rumahnya.
“Walaikumusalam warahmatullahi wabarakatuh..........” Jawab Maula sambil tergopoh mengeringkan tangannya yang basah dan segera menyalami Ki Bijak.
“Tumben pagi-pagi kelihatannya sibuk menguras aquarium Nak Mas.........” Kata Ki Bijak sejurus kemudian.
“Iya ki, beberapa ikannya mati, jadi ana sekalian saja kuras airnya......” kata Maula.
“Mati kenapa Nak Mas.......?” Tanya Ki Bijak.
“Tidak tahu Ki, padahal makanannya selalu ana berikan dua sampai tiga kali sehari..........” jawab Maula sambil memandangi beberapa ekor ikannya yang terbujur kaku.
Ki Bijak kemudian melihat lebih dekat ikan-ikan yang mati itu, “Karena memang “syarat hidup” bukan hanya dengan makan Nak Mas.......?” Kata Ki Bijak lagi.
“Maksud Aki.........?’ Tanya Maula.
“Makanan dan makan memang salah satu kebutuhan bagi seluruh mahluk hidup, tapi bukan satu-satunya, ada banyak faktor yang mempengaruhi ‘syariat’ hidup atau matinya sesosok mahluk, seperti ikan-ikan ini, ikan-ikan ini mati meskipun Nak Mas selalu memberinya makan setiap hari...........” kata Ki Bijak.
“Makanan sudah, air baru diganti beberapa waktu lalu...., ‘syarat’ apalagi yang membuat ikan ini mati..........?” Kata Maula seperti membathin.
“Mungkin kadar oxigennya Nak Mas, atau airnya tercemar barangkali............” Kata Ki Bijak.
“Ooh iya ki, kemarin memang pompanya tidak bisa mensirkulasikan air karena terhambat bangkai cicak yang masuk ke aquarium.........” Maula teringat perkataan istrinya semalam bahwa ada cicak mati di aquarium.
“Sekarang terjawab sudah, bahwa untuk ‘hidup’, ikan ini memerlukan makanan yang cukup, air yang bersih dan tidak tercemar, serta kadar oxigen yang memadai dari sirkulasi air yang dipompa........., dan bukan hanya ikan - ikan ini saja yang memerlukan syarat-syarat kehidupan, tapi juga kita..........” Kata Ki Bijak.
“Secara jasmani, kita juga memerlukan asukan makanan sebagai sumber energi kita, kita juga memerlukan oxigen untuk bernafas, memerlukan air untuk minum, dan berbagai keperluan jasmani lainnya.........” kata Ki Bijak lagi.
“Tapi sebagai manusia, kita memerlukan syarat-syarat lain agar kita benar ‘hidup’, hati kita, memerlukan ‘asupan’ yang memadai agar hati kita ‘hidup’, pikiran kita juga memerlukan ‘asupan’ agar tidak tumpul dan kemudian mati........”Kata Ki Bijak.
“Ki, apa asupan yang baik untuk hati dan pikiran kita ki..........?” Tanya Maula.
“Dzikrullah Nak Mas, hati kita memerlukan ‘energi’ ilahi agar bisa senantiasa ‘hidup’, dan dzikrullah adalah satu satu cara untuk mendapatkan energi itu....., hati yang selalu berdzikir, akan bergetar mengingat keagungan penciptanya, dan bergetarnya hati kita ketika mengingat Allah, adalah satu satu indikasi ‘hidupnya’ hati kita.........” kata Ki Bijak.
“Sebaliknya, hati yang tidak pernah berdzikir kepada Allah, maka hati itu akan keras membantu, hati yang tidak pernah berdzikir, tidak akan mampu ditembus cahaya kebenaran, hati yang tidak pernah berdzikir, sama sekali tidak akan bisa dialiri oleh cahaya ilahi, dan hati seperti ini adalah hati yang mati, Naudzubillah.........” kata Ki Bijak sambil membacakan ayat al qur’an;
22. Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka Kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang Telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (Az Zummar)
“Ki, apa ciri-ciri lahiriah mereka yang telah mati hatinya, ki..........?” Tanya Maula.
“Sebagaimana orang mati, mereka yang hatinya ‘mati’, mereka tidak akan mendengar apapun, mereka tidak mendengar ajakan kebenaran, mereka mengabaikan panggilan adzan, mereka sama sekali tidak tersentuh dengan keadaan kanan kirinya yang menjerti kelaparan, mereka tidak akan peduli dengan kemaksiatan, mereka tidak melakukan apapun dijalan Allah karena memang mereka telah ‘mati’.........., jasadnya yang bergerak kian kemari, tidak lebih dari robot yang tidak punya hati.........” kata Ki Bijak.
“Ana mengerti ki, lalu....., apa syarat-syarat hidupnya akal dan pikiran kita ki...........?” Tanya Maula.
“Ilmu Nak Mas, akal pikiran kita memerlukan ilmu, baik itu ilmu pengetahuan, terlebih lagi ilmu agama, sebagai syarat kehidupannya.................” Kata Ki Bijak.
“Tafakur, tadabur al qur’an, rajin ke majelis taklim, berkumpul dengan orang-orang alim, membaca kitab-kitab yang bermutu, serta mengikuti pendidikan formal yang memadai, adalah cara untuk memberikan asupan yang baik bagi akal dan fikiran kita, sehingga akal fikiran kita bisa ‘hidup dan sehat’.....” Kata Ki Bijak.
“Sebaliknya, mengkhayal, berandai-andai, malas kemajelis taklim, berkumpul dengan orang-orang pandair yang kerjanya hanya berghibah atau membuat lelucon, membaca bacaan porno, menonton tayangan yang mengumbar birahi, ibarat ‘bau bangkai’ yang akan ‘membunuh’ akal dan fikiran kita dengan cepat, karena akal fikiran yang senantiasa digenangi dengan amaliah diatas, akan mabuk dan kemudian mati.......” Kata Ki Bijak lagi.
“Semakin sering kita mengkhayal, semakin malas kita kemajelis taklim, semakin banyak orang-orang pandir disekitar kita, semakin gemar kita dengan bacaan dan tontonan tak bermoral, maka semakin cepat pula kematian akal dan fikiran kita datang menghampiri............” Tambah Ki Bijak.
“Ki, sebagaimana kematian hati, apakah matinya akal dan fikiran kita juga dapat terlihat secara lahiriah ki..........?” Tanya Maula.
“Salah satu ciri utama orang yang berilmu adalah mereka sangat takut pada Allah, sebagaimana dinyatakan dalam al qur’an;
28. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama[1258]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Al Fathir)
[1258] yang dimaksud dengan ulama dalam ayat Ini ialah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah.
“Mereka yang berilmu adalah mereka yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah sebagaimana ayat diatas, sebaliknya, mereka yang sama sekali tidak mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah, mereka sama sekali tidak takut kepada Allah, itulah ciri utama dari orang yang tidak berilmu atau mereka yang telah mati akal, fikiran dan hatinya, secara lahiriah akan terlihat bagaimana mereka gemar bermaksiat kepada Allah tanpa rasa takut sedikitpun.............” Kata Ki Bijak
“Mereka dengan bangga meninggalkan shalat, mereka dengan enteng mengabaikan zakat, mereka dengan tak acuh meninggalkan shaum, mereka dengan sadar membuat kerusakan dimuka bumi, menebang hutang secara membabi buta, pembalakan liar, adalah sebagian ciri lahiriah lain yang akan nampak pada mereka yang akal fikiran dan nuraninya mati, ciri mereka yang tidak berilmu..........” kata Ki Bijak lagi.
“Meskipun para pelaku maksiat itu bergelar banyak ki..........?” Tanya Maula.
“Berapapun gelar yang mereka sandang, selama mereka tidak merasa takut kepada Allah, dalam bahasa agama disebut orang jahil............, sebaliknya, mereka yang mungkin wawasan pengetahuannya pas-pasan, tapi mereka memiliki kedekatan dan ketakutan kepada Allah dengan baik, dalam bahasa agama, kelompok kedua inilah yang disebut orang berilmu..........” kata Ki Bijak.
“Oooh, pantes para professor itu tidak disebut ulama ya ki......,” Kata Maula.
“Ya, selama sang professor itu belum memiliki ketakutan dan ketundukan kepada Allah swt, ia belum layak disebut ulama, sebaliknya, Professor yang takut kepada Allah, insya allah, mereka itulah ulama mumpuni, yang akan menempati maqam khusus dimata manusia dan disisi Allah swt.........., karena dengan kelebihan wawasannya, ia mampu ‘menemukan’ kebesaran dan kekuasaan Allah............” kata Ki Bijak lagi.
Maula kembali memandangi ikan-ikannya yang mati, ia tersenyum, demi menyadari dari ikan-ikannya yang mati ini, ia mendapatkan tambahan ilmu dan wawasan yang cukup berarti baginya.
“Terima kasih ikan, terima kasih Ki, puji syukur kepada_Mu ya Allah atas karunia_Mu ini..............” Maula memanjatkan doa kepada Allah swt.
“Amiin............” Timpal Ki Bijak.
Wassalam
Maret 03, 2008
“Walaikumusalam warahmatullahi wabarakatuh..........” Jawab Maula sambil tergopoh mengeringkan tangannya yang basah dan segera menyalami Ki Bijak.
“Tumben pagi-pagi kelihatannya sibuk menguras aquarium Nak Mas.........” Kata Ki Bijak sejurus kemudian.
“Iya ki, beberapa ikannya mati, jadi ana sekalian saja kuras airnya......” kata Maula.
“Mati kenapa Nak Mas.......?” Tanya Ki Bijak.
“Tidak tahu Ki, padahal makanannya selalu ana berikan dua sampai tiga kali sehari..........” jawab Maula sambil memandangi beberapa ekor ikannya yang terbujur kaku.
Ki Bijak kemudian melihat lebih dekat ikan-ikan yang mati itu, “Karena memang “syarat hidup” bukan hanya dengan makan Nak Mas.......?” Kata Ki Bijak lagi.
“Maksud Aki.........?’ Tanya Maula.
“Makanan dan makan memang salah satu kebutuhan bagi seluruh mahluk hidup, tapi bukan satu-satunya, ada banyak faktor yang mempengaruhi ‘syariat’ hidup atau matinya sesosok mahluk, seperti ikan-ikan ini, ikan-ikan ini mati meskipun Nak Mas selalu memberinya makan setiap hari...........” kata Ki Bijak.
“Makanan sudah, air baru diganti beberapa waktu lalu...., ‘syarat’ apalagi yang membuat ikan ini mati..........?” Kata Maula seperti membathin.
“Mungkin kadar oxigennya Nak Mas, atau airnya tercemar barangkali............” Kata Ki Bijak.
“Ooh iya ki, kemarin memang pompanya tidak bisa mensirkulasikan air karena terhambat bangkai cicak yang masuk ke aquarium.........” Maula teringat perkataan istrinya semalam bahwa ada cicak mati di aquarium.
“Sekarang terjawab sudah, bahwa untuk ‘hidup’, ikan ini memerlukan makanan yang cukup, air yang bersih dan tidak tercemar, serta kadar oxigen yang memadai dari sirkulasi air yang dipompa........., dan bukan hanya ikan - ikan ini saja yang memerlukan syarat-syarat kehidupan, tapi juga kita..........” Kata Ki Bijak.
“Secara jasmani, kita juga memerlukan asukan makanan sebagai sumber energi kita, kita juga memerlukan oxigen untuk bernafas, memerlukan air untuk minum, dan berbagai keperluan jasmani lainnya.........” kata Ki Bijak lagi.
“Tapi sebagai manusia, kita memerlukan syarat-syarat lain agar kita benar ‘hidup’, hati kita, memerlukan ‘asupan’ yang memadai agar hati kita ‘hidup’, pikiran kita juga memerlukan ‘asupan’ agar tidak tumpul dan kemudian mati........”Kata Ki Bijak.
“Ki, apa asupan yang baik untuk hati dan pikiran kita ki..........?” Tanya Maula.
“Dzikrullah Nak Mas, hati kita memerlukan ‘energi’ ilahi agar bisa senantiasa ‘hidup’, dan dzikrullah adalah satu satu cara untuk mendapatkan energi itu....., hati yang selalu berdzikir, akan bergetar mengingat keagungan penciptanya, dan bergetarnya hati kita ketika mengingat Allah, adalah satu satu indikasi ‘hidupnya’ hati kita.........” kata Ki Bijak.
“Sebaliknya, hati yang tidak pernah berdzikir kepada Allah, maka hati itu akan keras membantu, hati yang tidak pernah berdzikir, tidak akan mampu ditembus cahaya kebenaran, hati yang tidak pernah berdzikir, sama sekali tidak akan bisa dialiri oleh cahaya ilahi, dan hati seperti ini adalah hati yang mati, Naudzubillah.........” kata Ki Bijak sambil membacakan ayat al qur’an;
22. Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka Kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang Telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (Az Zummar)
“Ki, apa ciri-ciri lahiriah mereka yang telah mati hatinya, ki..........?” Tanya Maula.
“Sebagaimana orang mati, mereka yang hatinya ‘mati’, mereka tidak akan mendengar apapun, mereka tidak mendengar ajakan kebenaran, mereka mengabaikan panggilan adzan, mereka sama sekali tidak tersentuh dengan keadaan kanan kirinya yang menjerti kelaparan, mereka tidak akan peduli dengan kemaksiatan, mereka tidak melakukan apapun dijalan Allah karena memang mereka telah ‘mati’.........., jasadnya yang bergerak kian kemari, tidak lebih dari robot yang tidak punya hati.........” kata Ki Bijak.
“Ana mengerti ki, lalu....., apa syarat-syarat hidupnya akal dan pikiran kita ki...........?” Tanya Maula.
“Ilmu Nak Mas, akal pikiran kita memerlukan ilmu, baik itu ilmu pengetahuan, terlebih lagi ilmu agama, sebagai syarat kehidupannya.................” Kata Ki Bijak.
“Tafakur, tadabur al qur’an, rajin ke majelis taklim, berkumpul dengan orang-orang alim, membaca kitab-kitab yang bermutu, serta mengikuti pendidikan formal yang memadai, adalah cara untuk memberikan asupan yang baik bagi akal dan fikiran kita, sehingga akal fikiran kita bisa ‘hidup dan sehat’.....” Kata Ki Bijak.
“Sebaliknya, mengkhayal, berandai-andai, malas kemajelis taklim, berkumpul dengan orang-orang pandair yang kerjanya hanya berghibah atau membuat lelucon, membaca bacaan porno, menonton tayangan yang mengumbar birahi, ibarat ‘bau bangkai’ yang akan ‘membunuh’ akal dan fikiran kita dengan cepat, karena akal fikiran yang senantiasa digenangi dengan amaliah diatas, akan mabuk dan kemudian mati.......” Kata Ki Bijak lagi.
“Semakin sering kita mengkhayal, semakin malas kita kemajelis taklim, semakin banyak orang-orang pandir disekitar kita, semakin gemar kita dengan bacaan dan tontonan tak bermoral, maka semakin cepat pula kematian akal dan fikiran kita datang menghampiri............” Tambah Ki Bijak.
“Ki, sebagaimana kematian hati, apakah matinya akal dan fikiran kita juga dapat terlihat secara lahiriah ki..........?” Tanya Maula.
“Salah satu ciri utama orang yang berilmu adalah mereka sangat takut pada Allah, sebagaimana dinyatakan dalam al qur’an;
28. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama[1258]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Al Fathir)
[1258] yang dimaksud dengan ulama dalam ayat Ini ialah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah.
“Mereka yang berilmu adalah mereka yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah sebagaimana ayat diatas, sebaliknya, mereka yang sama sekali tidak mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah, mereka sama sekali tidak takut kepada Allah, itulah ciri utama dari orang yang tidak berilmu atau mereka yang telah mati akal, fikiran dan hatinya, secara lahiriah akan terlihat bagaimana mereka gemar bermaksiat kepada Allah tanpa rasa takut sedikitpun.............” Kata Ki Bijak
“Mereka dengan bangga meninggalkan shalat, mereka dengan enteng mengabaikan zakat, mereka dengan tak acuh meninggalkan shaum, mereka dengan sadar membuat kerusakan dimuka bumi, menebang hutang secara membabi buta, pembalakan liar, adalah sebagian ciri lahiriah lain yang akan nampak pada mereka yang akal fikiran dan nuraninya mati, ciri mereka yang tidak berilmu..........” kata Ki Bijak lagi.
“Meskipun para pelaku maksiat itu bergelar banyak ki..........?” Tanya Maula.
“Berapapun gelar yang mereka sandang, selama mereka tidak merasa takut kepada Allah, dalam bahasa agama disebut orang jahil............, sebaliknya, mereka yang mungkin wawasan pengetahuannya pas-pasan, tapi mereka memiliki kedekatan dan ketakutan kepada Allah dengan baik, dalam bahasa agama, kelompok kedua inilah yang disebut orang berilmu..........” kata Ki Bijak.
“Oooh, pantes para professor itu tidak disebut ulama ya ki......,” Kata Maula.
“Ya, selama sang professor itu belum memiliki ketakutan dan ketundukan kepada Allah swt, ia belum layak disebut ulama, sebaliknya, Professor yang takut kepada Allah, insya allah, mereka itulah ulama mumpuni, yang akan menempati maqam khusus dimata manusia dan disisi Allah swt.........., karena dengan kelebihan wawasannya, ia mampu ‘menemukan’ kebesaran dan kekuasaan Allah............” kata Ki Bijak lagi.
Maula kembali memandangi ikan-ikannya yang mati, ia tersenyum, demi menyadari dari ikan-ikannya yang mati ini, ia mendapatkan tambahan ilmu dan wawasan yang cukup berarti baginya.
“Terima kasih ikan, terima kasih Ki, puji syukur kepada_Mu ya Allah atas karunia_Mu ini..............” Maula memanjatkan doa kepada Allah swt.
“Amiin............” Timpal Ki Bijak.
Wassalam
Maret 03, 2008
No comments:
Post a Comment