Thursday, March 13, 2008

JAM DINDING

“Sedang lihat apa Nak Mas.........?” Tanya Ki Bijak yang melihat Maula sedang menatap dinding dengan sangat seksama.

“Oooh, ini ki, ana sedang memperhatikan jam dinding itu.........” Kata Maula sedikit kaget.

“Ada apa dengan jam dinding itu Nak Mas.......?” Tanya Ki Bijak.

“Ana sedang merenungkan bahwa ternyata bilangan umur kita, tidak lebih dari putaran jarum jam dinding itu ya ki......” Kata Maula.

“Maksud Nak Mas.....?” Tanya Ki Bijak lagi.

“Iya ki, sekarang usia ana sudah kepala tiga, tapi sebenarnya bilangan yang sedemikian banyak itu, hanya merupakan akumulasi dari putaran jarum jam itu, detik demi detik, menit demi menit, jam, hari, minggu, tahun dan windu, semuanya hanya terbilang dari angka satu sampai angka dua belas saja ki..........” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum mendengar penjelasan Maula, “Itulah kenapa Allah sangat menekankan betapa waktu itu sangat penting, berkali-kali Allah bersumpah ‘atas nama waktu’, demi masa, demi waktu dhuha, demi waktu malam, demi waktu fajar, yang menurut pendapat banyak kalangan, ini adalah sebuah isyarat dari Allah agar kita tidak melalaikan waktu sebagai modal dasar yang Allah karuniakan kepada kita.......” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, ana jadi kefikiran, kalau setiap orang dikarunia waktu yang sama, lalu kenapa ‘jarak tempuh keberhasilan’ setiap orang berbeda-beda yang ki......” Kata Maula

“Nak Mas masih ingat dengan diskusi kita tempo hari – Dari balik kemudi.....?” Tanya Ki Bijak.

“Ya ki, ana ingat................” Kata Maula.

“Salah satu faktor yang membuat seorang pengemudi mampu mencapai jarak tempuh yang lebih jauh dengan waktu yang sama adalah ketrampilan pengemudi itu dalam memanfaatkan waktu serta momentum yang ada.....” Kata Ki Bijak.

“Ana masih belum paham ki...........” Kata Maula.

“Dalam kehidupan seseorang, ketrampilan dan kebijaksanaan kita dalam memanfaatkan waktu dan momentum yang tersedia, akan sangat menentukan sejauh mana seseorang dapat melaju dan menempuh jarak keberhasilan yang diinginkannya...........”

“Orang hebat, orang berhasil, orang sukses, bukanlah mereka yang bisa menambah deretan angka pada jam dinding itu, misalnya dengan menambah angka tiga belas, empat belas dan seterusnya, bukan itu, mereka yang ‘berhasil’ adalah mereka yang bisa memanfaatkan setiap detak putaran jarum jam itu untuk hal-hal yang berharga dan bermanfaat bagi dirinya...........” Sambung Ki Bijak.

“Untuk keberhasilan bathiniahnya, seorang yang hebat, akan mengisi setiap detik jarum jam dan setiap detak jantungnya untuk berdzikir kepada Allah, dengan bertasbih, dengan bertahmid, dengan bertakbir, dan beristighfar memohon ampunan kepada Rabb-nya....

“Sementara untuk keberhasilan lahiriahnya, seorang yang hebat akan memanfaatkan waktunya untuk belajar hal-hal positif, dengan membaca buku-buku yang bermutu, untuk bekerja dijalan yang benar, untuk berjihad dijalan Allah, serta untuk memenuhi tanggung jawab dan kewajibannya sebagai manusia kepada Allah swt, mereka yang ‘berhasil’, memaknai waktu dan hari-harinya untuk sesuatu yang bernilai dan bermakna disisi Allah.................” Kata Ki Bijak.

“Sebaliknya, para pecundang, mereka yang ‘kalah’ adalah mereka yang tidak mampu memaknai waktunya dengan baik, hari-harinya dihabiskan untuk mengkhayalkan kesenangan semu, detik-detiknya dilalui tanpa pernah peduli apapun, hobinya ‘menghabiskan waktu’, dengan berkelakar, dengan bergunjing, dengan debat kusir, dengan hobinya yang kadang tidak berdasar.......”

“Ciri utama golongan ini adalah mereka yang hanya menghitung hari, kapan hari dan tanggal gajian, sementara pekerjaan menumpuk tak pernah dihiraukan, kapan lebaran, sementara shaumnya asal-asalan, kapan cuti panjang, sementara teman harus lembur tak pernah kepikiran, kapan naik gaji, sementara prestasi tak pernah masuk hitungan, kapan promosi, sementara kompetensinya pas-pas-an, umurnya terus bertambah, sementara amalnya tidak pernah meningkat, usianya tambah lanjut, sementara ilmunya tetap jalan ditempat, dan dipenghujung cerita, manusia dari kelompok ini cenderung menjadi orang-orang ‘kalah’............”

“Mereka akan bingung setelah tanggal gajian yang hanya cukup untuk setengah bulan, mereka akan ‘terlihat’ kerepotan manakala ditanya pekerjaan, mereka akan meradang manakala ada orang lain naik jabatan, karena memang hanya itulah yang mereka bisa lakukan, dan mereka itulah orang-orang yang akan merugi..........” Kata Ki Bijak lagi.

1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.


“Nak Mas perhatikan jam dinding itu lagi...............” Kata Ki Bijak sambil menunjuk jam dinding yang tadi.

Dengan segera Maula menoleh kearah yang ditunjukan Ki Bijak.

“Nak Mas perhatikan, jarum jam itu terus berputar searah, maju terus, dan pernah berputar mundur kearah sebaliknya..........” Kata Ki Bijak.

“Semua jam memang begitukan ki.......” Kata Maula.

“Dibalik kesederhanaan gerak jarum jam yang kita pahami selama ini, disana ada sebuah pesan bahwa waktu terus bergerak maju, tambah bilangan usia kita, sejatinya berkuranglah sisa jatah hidup kita......”

“Kemudian pesan yang kedua dari arah dan gerak jarum jam itu adalah bahwa hidup kita ini terus bergerak, kita tidak bisa diam menghitung hari dan waktu menggerogoti waktu kita tanpa sesuatu yang berarti buat bekal kita kelak, berhenti kita, maka kita akan tergilas oleh lintasan jaman, mundur kita, jurang kehancuran, mengangga menanti kita.............” kata Ki Bijak.

Maula kembali memperhatikan jam dinding yang terus berdetak, degup jantung terasa semakin keras, demi menyadari bahwa dalam bilangan usianya yang sudah berkelapa tiga, masih banyak sekali detik-detik yang terlalui tanpa menginngat Allah, Maula menjadi sedemikian ‘takut’, demi menyadari waktu yang telah terlewati tidak mungkin terganti.

“Kita tidak mungkin mengganti waktu yang telah lalu Nak Mas, satu-satunya yang mungkin kita lakukan adalah melakukan hal terbaik dalam sisa waktu kita...........” kata Ki Bijak seperti membaca apa yang terlintas dibenak Maula.

“Iya ki, semoga ana diberi kesempatan untuk melakukan hal terbaik disisa umur ana, semoga pula dengan Aki, ya Ki............” kata Maula.

“Amiin..........” Kata Ki Bijak mengakhiri perbincangan sambil menuju tempat wudlu untuk bersiap menyambut tibanya waktu shlat.

Wassalam.

Maret 12, 2008

Monday, March 3, 2008

DARI IKAN MATI

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.........” Sapa Ki Bijak pada Maula yang sedang ‘sibuk’ menguras air aquarium diteras rumahnya.

“Walaikumusalam warahmatullahi wabarakatuh..........” Jawab Maula sambil tergopoh mengeringkan tangannya yang basah dan segera menyalami Ki Bijak.

“Tumben pagi-pagi kelihatannya sibuk menguras aquarium Nak Mas.........” Kata Ki Bijak sejurus kemudian.

“Iya ki, beberapa ikannya mati, jadi ana sekalian saja kuras airnya......” kata Maula.

“Mati kenapa Nak Mas.......?” Tanya Ki Bijak.

“Tidak tahu Ki, padahal makanannya selalu ana berikan dua sampai tiga kali sehari..........” jawab Maula sambil memandangi beberapa ekor ikannya yang terbujur kaku.

Ki Bijak kemudian melihat lebih dekat ikan-ikan yang mati itu, “Karena memang “syarat hidup” bukan hanya dengan makan Nak Mas.......?” Kata Ki Bijak lagi.

“Maksud Aki.........?’ Tanya Maula.

“Makanan dan makan memang salah satu kebutuhan bagi seluruh mahluk hidup, tapi bukan satu-satunya, ada banyak faktor yang mempengaruhi ‘syariat’ hidup atau matinya sesosok mahluk, seperti ikan-ikan ini, ikan-ikan ini mati meskipun Nak Mas selalu memberinya makan setiap hari...........” kata Ki Bijak.

“Makanan sudah, air baru diganti beberapa waktu lalu...., ‘syarat’ apalagi yang membuat ikan ini mati..........?” Kata Maula seperti membathin.

“Mungkin kadar oxigennya Nak Mas, atau airnya tercemar barangkali............” Kata Ki Bijak.

“Ooh iya ki, kemarin memang pompanya tidak bisa mensirkulasikan air karena terhambat bangkai cicak yang masuk ke aquarium.........” Maula teringat perkataan istrinya semalam bahwa ada cicak mati di aquarium.

“Sekarang terjawab sudah, bahwa untuk ‘hidup’, ikan ini memerlukan makanan yang cukup, air yang bersih dan tidak tercemar, serta kadar oxigen yang memadai dari sirkulasi air yang dipompa........., dan bukan hanya ikan - ikan ini saja yang memerlukan syarat-syarat kehidupan, tapi juga kita..........” Kata Ki Bijak.

“Secara jasmani, kita juga memerlukan asukan makanan sebagai sumber energi kita, kita juga memerlukan oxigen untuk bernafas, memerlukan air untuk minum, dan berbagai keperluan jasmani lainnya.........” kata Ki Bijak lagi.

“Tapi sebagai manusia, kita memerlukan syarat-syarat lain agar kita benar ‘hidup’, hati kita, memerlukan ‘asupan’ yang memadai agar hati kita ‘hidup’, pikiran kita juga memerlukan ‘asupan’ agar tidak tumpul dan kemudian mati........”Kata Ki Bijak.

“Ki, apa asupan yang baik untuk hati dan pikiran kita ki..........?” Tanya Maula.

“Dzikrullah Nak Mas, hati kita memerlukan ‘energi’ ilahi agar bisa senantiasa ‘hidup’, dan dzikrullah adalah satu satu cara untuk mendapatkan energi itu....., hati yang selalu berdzikir, akan bergetar mengingat keagungan penciptanya, dan bergetarnya hati kita ketika mengingat Allah, adalah satu satu indikasi ‘hidupnya’ hati kita.........” kata Ki Bijak.

“Sebaliknya, hati yang tidak pernah berdzikir kepada Allah, maka hati itu akan keras membantu, hati yang tidak pernah berdzikir, tidak akan mampu ditembus cahaya kebenaran, hati yang tidak pernah berdzikir, sama sekali tidak akan bisa dialiri oleh cahaya ilahi, dan hati seperti ini adalah hati yang mati, Naudzubillah.........” kata Ki Bijak sambil membacakan ayat al qur’an;

22. Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka Kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang Telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (Az Zummar)

“Ki, apa ciri-ciri lahiriah mereka yang telah mati hatinya, ki..........?” Tanya Maula.

“Sebagaimana orang mati, mereka yang hatinya ‘mati’, mereka tidak akan mendengar apapun, mereka tidak mendengar ajakan kebenaran, mereka mengabaikan panggilan adzan, mereka sama sekali tidak tersentuh dengan keadaan kanan kirinya yang menjerti kelaparan, mereka tidak akan peduli dengan kemaksiatan, mereka tidak melakukan apapun dijalan Allah karena memang mereka telah ‘mati’.........., jasadnya yang bergerak kian kemari, tidak lebih dari robot yang tidak punya hati.........” kata Ki Bijak.

“Ana mengerti ki, lalu....., apa syarat-syarat hidupnya akal dan pikiran kita ki...........?” Tanya Maula.

“Ilmu Nak Mas, akal pikiran kita memerlukan ilmu, baik itu ilmu pengetahuan, terlebih lagi ilmu agama, sebagai syarat kehidupannya.................” Kata Ki Bijak.

“Tafakur, tadabur al qur’an, rajin ke majelis taklim, berkumpul dengan orang-orang alim, membaca kitab-kitab yang bermutu, serta mengikuti pendidikan formal yang memadai, adalah cara untuk memberikan asupan yang baik bagi akal dan fikiran kita, sehingga akal fikiran kita bisa ‘hidup dan sehat’.....” Kata Ki Bijak.

“Sebaliknya, mengkhayal, berandai-andai, malas kemajelis taklim, berkumpul dengan orang-orang pandair yang kerjanya hanya berghibah atau membuat lelucon, membaca bacaan porno, menonton tayangan yang mengumbar birahi, ibarat ‘bau bangkai’ yang akan ‘membunuh’ akal dan fikiran kita dengan cepat, karena akal fikiran yang senantiasa digenangi dengan amaliah diatas, akan mabuk dan kemudian mati.......” Kata Ki Bijak lagi.

“Semakin sering kita mengkhayal, semakin malas kita kemajelis taklim, semakin banyak orang-orang pandir disekitar kita, semakin gemar kita dengan bacaan dan tontonan tak bermoral, maka semakin cepat pula kematian akal dan fikiran kita datang menghampiri............” Tambah Ki Bijak.

“Ki, sebagaimana kematian hati, apakah matinya akal dan fikiran kita juga dapat terlihat secara lahiriah ki..........?” Tanya Maula.

“Salah satu ciri utama orang yang berilmu adalah mereka sangat takut pada Allah, sebagaimana dinyatakan dalam al qur’an;

28. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama[1258]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Al Fathir)

[1258] yang dimaksud dengan ulama dalam ayat Ini ialah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah.


“Mereka yang berilmu adalah mereka yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah sebagaimana ayat diatas, sebaliknya, mereka yang sama sekali tidak mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah, mereka sama sekali tidak takut kepada Allah, itulah ciri utama dari orang yang tidak berilmu atau mereka yang telah mati akal, fikiran dan hatinya, secara lahiriah akan terlihat bagaimana mereka gemar bermaksiat kepada Allah tanpa rasa takut sedikitpun.............” Kata Ki Bijak

“Mereka dengan bangga meninggalkan shalat, mereka dengan enteng mengabaikan zakat, mereka dengan tak acuh meninggalkan shaum, mereka dengan sadar membuat kerusakan dimuka bumi, menebang hutang secara membabi buta, pembalakan liar, adalah sebagian ciri lahiriah lain yang akan nampak pada mereka yang akal fikiran dan nuraninya mati, ciri mereka yang tidak berilmu..........” kata Ki Bijak lagi.

“Meskipun para pelaku maksiat itu bergelar banyak ki..........?” Tanya Maula.

“Berapapun gelar yang mereka sandang, selama mereka tidak merasa takut kepada Allah, dalam bahasa agama disebut orang jahil............, sebaliknya, mereka yang mungkin wawasan pengetahuannya pas-pasan, tapi mereka memiliki kedekatan dan ketakutan kepada Allah dengan baik, dalam bahasa agama, kelompok kedua inilah yang disebut orang berilmu..........” kata Ki Bijak.

“Oooh, pantes para professor itu tidak disebut ulama ya ki......,” Kata Maula.

“Ya, selama sang professor itu belum memiliki ketakutan dan ketundukan kepada Allah swt, ia belum layak disebut ulama, sebaliknya, Professor yang takut kepada Allah, insya allah, mereka itulah ulama mumpuni, yang akan menempati maqam khusus dimata manusia dan disisi Allah swt.........., karena dengan kelebihan wawasannya, ia mampu ‘menemukan’ kebesaran dan kekuasaan Allah............” kata Ki Bijak lagi.

Maula kembali memandangi ikan-ikannya yang mati, ia tersenyum, demi menyadari dari ikan-ikannya yang mati ini, ia mendapatkan tambahan ilmu dan wawasan yang cukup berarti baginya.

“Terima kasih ikan, terima kasih Ki, puji syukur kepada_Mu ya Allah atas karunia_Mu ini..............” Maula memanjatkan doa kepada Allah swt.

“Amiin............” Timpal Ki Bijak.

Wassalam

Maret 03, 2008

Sunday, March 2, 2008

JILBAB PUTIH

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu............” Uluk salam Maula kepada Ki Bijak.

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu............”Terdengar uluk salam lain dari seorang gadis yang datang bersama Maula, mengunjungi Ki Bijak yang tengah tadarus al Qur’an

“Walaikumusalam warahmatullahi wabarakatuhu.....” Jawab Ki Bijak, dengan segera menjawab salam dan mengakhiri tadarusnya.

“Nak Mas, Ni Mas............., Silahkan masuk.....” Jawab Ki Bijak.

Maula beserta temannya segeral melangkah masuk, Maula menyalami Ki Bijak, kemudian duduk disebelah kanan Ki Bijak, sementara gadis yang bersamanya mengganggukkan kepala tanda hormat kepada Ki Bijak, kemudian duduk agak jauh didepan Ki Bijak.

“Ki, ini Memey, teman kuliah ana dulu, ki......., Mey, ini Ki Bijak yang ana ceritakan kemarin.

“Selamat datang dipondok Aki, Ni Mas...........” Ki Bijak menyambut tamunya.

“Terima kasih ki........” Kata sigadis, masih dengan sikap yang sedikit canggung, ia merasa kikuk dengan kerudung yang ia kenakan, karena selama ini, ia hampir tidak pernah mengenakannya.

Ki Bijak tersenyum maklum dengan keadaan tamu barunya, “Ni Mas, Aki senang sekaligus terkejut mendapat kunjungan kehormatan dari Ni Mas ini, boleh Aki tahu maksud kedatangan Ni Mas kesini........?” Tanya Ki Bijak sejurus kemudian.

Memey tidak langsung menjawab, matanya melirik ke arah Maula, seakan meminta bantuan kepada Maula untuk menerangkan maksud kedatangannya ke pondok Ki Bijak.

Maula segera maklum dengan isyarat temannya, “ Ini ki, kedatangan Memey kesini, selain untuk bersilaturahim kepada Aki, Memey juga ingin meminta pendapat dan nasehat dari Aki........” Kata Maula mewakili Memey untuk menjawab pertanyaan Ki Bijak.

Ki Bijak tersenyum mendengar penuturan Maula, “Sekali lagi Aki ucapkan terima kasih Ni Mas berkenan datang kepondok Aki, namun perlu Ni Mas ketahui, Aki bukanlah seorang ahli yang dapat memberikan nasehat atau pendapat untuk Ni Mas, jadi Aki mohon Ni Mas bisa maklum ya Ni Mas..........” Kata Ki Bijak

Memey mengangguk, sejurus kemudian ia mulai mengutarakan maksud kedatangannya, “Ki, saya juga mengucapkan terima kasih sebelumnya atas sambutan Aki disini, maksud kedatangan saya kesini adalah untuk meminta pendapat Aki, saya........, entah kenapa, akhir-akhir ini, ingin sekali pakai jilbab ki.............” Kata Memey sedikit tersendat.

“Subhanallah......, itu baik sekali Ni Mas......, kenapa Ni Mas masih tampak ragu.....? ” tanya Ki Bijak.

“Iya Ki, sejujurnya saya tidak tahu banyak tentang agama yang saya anut sejak kecil, karenanya saya takut, kalau sekarang tiba-tiba saya pakai jilbab, sementara saya belum tahu apa-apa tentang islam, saya takut orang-orang malah mentertawakan saya ki...........” Kata Memey.

Ki Bijak tersenyum mendengar penuturan tamunya, “Ni Mas...., Aki minta maaf sebelumnya, ‘Memey’ itu nama Ni Mas yang sebenarnya atau nama panggilan...?” rasa-rasanya Aki asing sekali dengan nama seperti itu......?” Kata Ki Bijak berhati-hati.

Memey tersipu mendengar pertanyaan yang tidak disangka-sangka itu, “Nama saya Siti Fatimah, ki, Memey itu panggilan teman-teman...........” Jawab Fatimah, wajahnya merona merah.

“Siti Fatimah...., nama yang indah, secantik orangnya, dan Aki lebih nyaman mendengar nama Fatimah daripada apa tadi...? Memey......?” Kata Ki Bijak tersenyum.

“Iya ki, Memey......” Kata Fatimah.

“Nama Fatimah rasanya lebih pantas untuk Ni Mas, dan kalau Aki boleh usul, Aki panggil Ni Mas Fatimah saja ya....., dan mulai sekarang, Nak Mas Maula juga jangan panggil Memey lagi ya........., panggil Siti Fatimah atau Fatimah ya...........” Kata Ki Bijak sambil menupuk kaki Maula.

“Siti Fatimah.....waah, tenyata lebih enak Mey...eeh Fatimah.....” Kata Maula setengah bercanda.

Fatimah kembali tersipu mendengar candaan Maula.

“Begini Ni Mas Fatimah......., untuk memulai sesuatu yang baru memang berat, terlebih sesuatu yang baru itu menuju arah perbaikan, seperti Ni Mas Fatimah yang ingin pakai Jilbab, memang berat Ni Mas, tapi justru disitulah diukur kesungguhan Ni Mas untuk memenuhi perintah agama, apakah Ni Mas pakai jilbabnya hanya karena mode dan ikut-ikutan, atau memang keinginan itu timbul dari hati Ni Mas Fatimah yang terdalam........” Kata Ki Bijak.

“Jika alasan Ni Mas Fatimah masih berat untuk berjilbab dikarenakan malu oleh orang lain, wajar saja, tapi seharusnya kita lebih malu pada Allah yang telah memerintahkan kaum muslimat mengenakan jilbab..........” Kata Ki Bijak sambil mengutip ayat al qur’an;


59. Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al Ahzab)

[1232] Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.

“Iya ki, saya juga baru tahu perintah berjilbab bagi kaum perempuan dari Mas Maula......, tapi ki........., bagaimana kalau ada orang yang mengatakan ‘aah sok-sok’an pake jilbab, baru belajar ngaji aja kemarin.......”Kata Fatimah masih sedikit merasa khawatir.

“Ni Mas Fatimah tidak perlu khawatir dengan celotehan semacam itu, abaikan saja, yan penting Ni Mas bertekad untuk memenuhi salah satu perintah agama, dan Ni Mas-lah yang kelak dimintai pertanggung jawaban dihadapan Allah, bukan mereka yang suka mencela, kuatkan niat Ni Mas semata karena Allah lain tidak..........”Kata Ki Bijak.

“Lalu perintah belajar agama dan perintah berjilbab, adalah dua perintah yang berbeda Ni Mas, Ni Mas kenakan jilbab saja mulai sekarang, kemudian insya Allah, dengan jilbab, dengan keinginan Ni Mas untuk belajar agama, Allah akan membimbing dan mempermudah Ni Mas Fatimah dalam belajar agama.........” Kata Ki Bijak.

“Iya Ki, terima kasih, nasehat Aki makin memperkuat saya untuk mengenakan jilbab ini, dan kalau Aki berkenan, saya ingin belajar ngaji disini ki.......................” Kata Fatimah.

“Ni Mas Fatimah dapat belajar dimana saja, banyak ustadz dan ulama yang dapat membimbing Ni Mas untuk belajar agama, dan sekiranya Ni Mas hendak belajar disini, ya monggo, dengan segala kerendahan hati, kami disini, Aki, Nak Mas Maula dan santri-santri lainnya, insya Allah akan dengan senang hati membantu Ni Mas Fatimah.........” Kata Ki Bijak.

“Tuh Mas, kata Aki juga Mas Maula suruh bantu saya......., ini nih Ki, Mas Maula suka susah kalau saya tanya sesuatu............” Kata Fatimah sambil melihat ke arah Maula.

Yang dituju hanya tersenyum “Bukan tidak mau Fat...., hanya ana merasa lebih baik Fatimah belajar dari sumber yang lebih baik, seperti Ki Bijak ini..........” Kata Maula membela diri.

“Tuh kan Ki......., Mas Maula suka gitu.........” kata Fatimah cemberut.

“Insya Allah mulai sekarang tidak lagi ya Nak Mas, Nak Mas tolong bantu Ni Mas untuk belajar, semampunya saja, nanti kalau memang Nak Mas belum tahu, Nak Mas bisa tanya kepada yang lebih mampu.........” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, insya Allah..........” Jawab Maula pendek.

“Terima kasih ki...., Ki, sebelum saya pamitan, saya ingin hati saya lebih yakin dan lebih mantap untuk mengenakan jilbab, tolong beri saya tambahan nasehat ki.........” Kata Fatimah.

“Pertama, niatkan apa yang hendak Ni Mas lakukan semata karena Allah dan mengharap ridha-Nya semata, bukan karena ingin tampil lebih cantik, bukan karena mode, bukan karena ikut-ikutan........”

“Kedua, insya Allah, dengan berjilbab, Ni Mas akan terhindar dari pandangan nakal kaum adam, sebagaimana ayat yang tadi Aki sebutkan, dengan berjilbab Ni Mas akan lebih mudah dikenali sebagai seorang muslimah, kemudian Ni Mas akan lebih ‘aman’ dari gangguan lelaki jahil yang tidak bertanggung jawab..........” Kata Ki Bijak lagi.

“Selebihnya, Ni Mas Fatimah akan menemukan sendiri betapa perintah bejilbab yang Allah syari’atkan kepada setiap muslimah, mengandung hikmah dan manfaat bagi muslimah yang mentaatinya, bukan untuk Allah, tapi semata demi kebaikan Ni Mas sendiri, demi kebaikan kaum muslimah sendiri........” Kata Ki Bijak.

“Ki, boleh saya kenakan jilbab dari sekarang ki...........” Kata Fatimah.

Ki Bijak mengangguk, “Nyi......tolong ambilkan jilbab putih dilemari , untuk Ni Mas Fatimah.......” Kata Ki Bijak kepada istrinya.

Sang istri bersegera membawakan jilbab yang diminta, “Ni Mas Fatimah, ini hadiah dari Aki........., Nyi..., tolong bantu Ni Mas Fatimah mengenakan jilbabnya......” kata Ki Bijak.

Istri Ki Bijak segera membantu mengenakan jilbab Fatimah....

“Nak Mas, coba perhatikan, lebih anggun bukan........?” Kata Ki Bijak menggoda Maula yang tampak kagum dengan perubahan pada penampilan Fatimah, sangat berbeda dengan penampilan ‘Memey’ dulu.

Maula tersenyum, “Iya ki......” Kata Maula pendek.

Fatimah tertunduk, ada air bening mengalir dipipinya, ia sangat terharu menatap wajah dan penampilannya sekarang dicermin lemari yang tidak jauh dari tempatnya duduk, sungguh berbeda dengan penampilannya selama ini.

“Terima kasih Ki, syukur pada_Mu ya Allah.............” Kata Fatimah tidak mampu melanjutkan kata-katanya, ia seperti baru terlahir kembali, ia seperti baru menemukan dirinya yang selama ini hilang............”
Ki Bijak, Maula dan semua yang hadir disitu, larut dalam keharuan, istri Ki Bijak kemudian mendekati Fatimah dan memeluk Fatimah dan mengelus-elus pundaknya............, Fatimah larut dalam pelukan Nyi Kasih dengan penuh kebahagiaan........

Wassalam

01 Maret 2008