“Dari mana Nak Mas..?” Tanya Ki Bijak, pada Maula yang baru datang
“Dari sekolah Dinda Ki……” Kata Maula setelah duduk disamping gurunya.
“Biasanya pukul 10 sudah sampai, sekarang agak terlambat Nak Mas..?” Tanya Ki Bijak lagi.
“Iya ki, diperjalanan tadi, ana berbarengan dengan iring-iringan pengantar jenazah, jadi agak terhambat….” Kata Maula.
“Innalilahhi wa inna ilaihi roji’un, siapa yang meninggal Nak Mas…..?” Tanya Ki Bijak.
“Ana tidak tahu Ki, tapi mungkin orang kaya atau pejabat, habis yang mengantarnya banyak sekali, rombongan mobilnya mungkin puluhan,belum lagi motor, bahkan dikawal mobil patroli segala….”Kata Maula.
Ki Bijak terdiam sejenak, “ Hanya sekedar itu bedanya Nak Mas…..” Kata Ki Bijak disela-sela tarikan nafasnya.
“Hanya sekedar itu bedanya, maksud Aki……?” Tanya Maula heran.
“Ya Nak Mas, perbedaan antara orang kaya atau pejabat dan orang miskin yang meninggal, hanya terletak pada jumlah pengantarnya saja, tapi sama saja, sedikit atau banyak, para pengantar jenazah itu, tidak satupun diantara mereka yang kemudian mau menemani orang yang meninggal itu didalam kuburnya…..” Kata Ki Bijak.
Maula masih diam, ia belum sepenuhnya memahami apa yang dimaksudkan gurunya;
“Ketika orang kaya meninggal, seperti tadi Nak Mas lihat, diantar oleh sedemikian banyak orang, tapi dari sekian banyak itu, tak satupun mereka yang mau menemani si mayit kedalam kuburnya, tidak tetangganya, tidak kerabatnya, tidak anak buah atau atasannya, atau bahkan istri dan anaknya, tidak ada satu pun diantara mereka yang mau menemaninya, yang akan ‘setia’ dan senantiasa menemani seseorang hingga liang lahatnya hanyalah amal ibadah yang mereka kumpulkan selama hidupnya…..”
“Pun ketika orang miskin meninggal, mungkin pengantarnya tidak sebanyak ketika yang meninggal itu orang kaya, tapi tetap, ia akan sendirian dimasukan didalam kuburnya, tidak ada kerabat, tidak ada sanak family, tidak juga saudara, apalagi pengantar, lagi, yang akan menemaninya hanyalah amal shaleh yang ia kumpulkan selama ia hidup didunia ini……..” Tambah Ki Bijak.
Maula baru menyadari arah pembicaraan gurunya; “Benar Ki, berapapun jumlah orang yang mengantar, berapa pun jumlah mobil yang mengantar, berapa pun jumlah motor yang mengantar, tetap saja semuanya itu tidak ada yang mau menemaninya untuk masuk keliang lahat…..” Kata Maula.
“Bahkan karangan bunga dan ucapan belasungkawa yang berjejer indah dipagar rumah duka, takkan merubah apapun, dari sini, Nak Mas melihat ‘sesuatu’…..?” Tanya Ki Bijak.
Maula diam sesaat, “Apa ya ki…..?” Tanya Maula.
“Melihat bahwa harta kita, yang selama ini kita cintai, harta yang siang malam kita menghitungnya, harta yang selama kita jadikan kebanggaan, harta yang selama ini kita perjuangkan dengan tetesan keringat atau bahkn cucuran darah, tidak lebih hanya akan menjadi pengantar kita keliang lihat, tapi tidak akan menemani kita didalamnya….”
“Melihat bahwa mobil kita, motor kita, yang selama ini sering membuat kita lalai dari mengingat Allah, mobil dan motor yang kadang membuat kita lupa kemasjid karena mendahulukan mencucinya, tidak lebih hanya jadi pengiring kita samping dipinggiran kubur kita, tidak lebih….”
“Anak buah kita, atasan kita, kolega kita teman kita, yang selama ini dekat dengan kita, mereka pun takkan ada yang sudi untuk menemani kita didalam kubur…..”
“Atau bahkan anak istri kita sekalipun, mereka hanya akan menemani kita sebatas didunia ini saja, setelah kita meninggal, maka tinggallah kita sendiri didalam kubur yang sempit, yang gelap, yang dingin, hanya amal shaleh saja yang akan menemani kita didalam gelapnya liang lahat……” Kata Ki Bijak panjang lebar.
“Benar ki…., lalu apa artinya ki...” Kata Maula.
“Artinya jika kita sudah tahu bahwa yang akan menemani kita didalam kubur dan menjadi bekal kita di kehidupan abadi kita kelak diakhirat adalah amal shaleh, maka sudah selayaknya kita menabung amal sholeh itu dari sekarang, sudah sewajarnya kita memperhatikan amal shaleh kita dari sekarang, sudah semestinya kita mempersiapkan amal sholeh kita sebagai bekal kita kelak, sudah seharusnya urusan amal sholeh, urusan teman setia kita ini menjadi bagian terpenting dalam setiap upaya dan usaha kita……;
“Salah besar kalau kemudian kita justru menumpuk harta kita sebanyak-banyaknya untuk berbangga diri, padahal kita tahu betapapun banyaknya harta kita, tak lebih selembar kain kafan saja yang akan kita bawa….”
“Salah besar kalau kemudian kita mengusahakann punya motor atau mobil sedemikian rupa, padahal kita tahu motor dan mobil hanya akan mengantar kita sampai pintu kubur saja……..;
“Salah besar kalau kemudian kita lebih mementingkan teman dan kolega kita, sementara panggilan adzan kita abaikan…….., padahal kita tahu tidak akan ada teman atau kolega kita yang sudi menemani kita dialam kubur nanti…….” Kata Ki Bijakdengan panjang lebar.
“Ana paham ki…, lalu ki, mencari rizki kan bagian dari perjalanan kehidupan seseorang, istri dan anakpun menjadi bagian dari kehidupan kita, pun demikian dengan teman, kolega dan saudara, bagaimana agar mereka bisa menjadi teman kita diakhirat kelak ki……?” Tanya Maula.
“Benar Nak Mas, berusaha mencari rezeki adalah bagian dari kehidupan kita, dan agar harta yang kita usahakan dengan susah payah untuk mendapatkannya itu bisa terus menemani kita bukan saja dikehidupan dunia ini, tapi juga dikehidupan akhirat kelak, kita harus menabungnya dari sekarang……” Kata Ki Bijak.
“Menabungnya ki…..?” Tanya Maula.
“Ya, bukan dengan menabung dibank atau dicelengan, tapi tabungkan rezeki yang Allah karuniakan kepada kita dengan cara membelanjakannya dijalan Allah, belanjakan harta dan rezeki kita untuk infaq dan sedekah, untuk menyantuni fakir miskin, untuk membangun fasilitas ibadah, dan lainnya…, karena infaq dan sedekah yang ikhlas karena Allah, insya Allah akan terus menemani kita sejak kehidupan didunia ini, hingga akhirat kelak, seperti Nak Mas tahu, infaq dan sedekah jariah adalah salah satu amal yang pahalanya akan terus mengalir meskipun kita sudah meninggal kelak…………………” Kata Ki Bijak.
“Ana mengerti ki, Akan halnya dengan anak istri kita ki, bisakah mereka menjadi teman kita kelak….?” Tanya Maula lagi.
“Insya Allah Nak Mas,yaitu dengan cara menjadikan istri kita istri kita seorang wanita sholeha, serta mendidik anak-anak kita menjadi anak sholeh dan sholehah……,
“Istri sholehah, yang setia dan berbakti kepada suami, berdedikasi untuk menjadi pendidik bagi anak-anaknya, insya Allah akan menjadi bidadari bagi kita, baik itu dikehidupan kita didunia, pun bidadari kelak dikehidupan akhirat kita……”
“Pun dengan anak sholeh dan sholehah, yang senantiasa berbakti kepada orang tuanya, mengabdi kepada Rabb_nya, insya Allah, doa-doa mereka akan menjadi pelita didalam gelapnya alam kubur kita…………., karenanya jangan sekali-kali kita mengabaikan pendidikan mereka, karena mereka adalah harapan kita kelak diakhirat…….” Kata Ki Bijak lagi.
“Ya ki….., ana mengerti……, lalu bagaimana dengan teman-teman kita ki……?’ Tanya Maula.
“Pilihlah teman dari kalangan orang-orang yang ‘beriman’, orang mukmin yang shaleh dan dermawan Nak Mas, dermawan bukan hanya dengan harta, tapi teman yang tidak pernah ‘pelit’ untuk mendoakan kita, baik ketika kita masih hidup, terlebih ketika kita sudah meninggal…” Kata Ki Bijak.
“Kenapa harus orang mukmin ki…” Tanya Maula;
“Karena kita ingin teman dunia akhirat Nak Mas, kita boleh berharap pada teman-teman kita yang mukmin untuk ., Kata Ki Bijak.
“Ana mengerti ki, jadi teman sejati adalah teman yang akan senantiasa menemani kita bahkan hingga dialam kubur ya ki, teman sejati tidak lain dan tidak bukan adalah amal shaleh kita, yang bisa kita dapatkan dengan beramal shaleh, yang bisa kita dapat dengan menabung harta dijalan Allah, yang bisa kita temukan pada diri istri sholehah dan anak yang sholeh dan sholehah, serta teman yang dermawan, yang tidak pernah pelit untuk mendoakan saudaranya……..” Kata Maula menyimpulkan.
“Nak Mas pandai sekali membuat kesimpulan……” Kat Ki Bijak tersenyum.
“Terima kasih ki…….” Kata Maula sambil menyalami gurunya, ia tidak pernah berfikir bahwa iring-iringan pengantar jenazah tadi memberinya banyak pelajaran hari ini….
Wassalam
October 31, 2009
“Dari sekolah Dinda Ki……” Kata Maula setelah duduk disamping gurunya.
“Biasanya pukul 10 sudah sampai, sekarang agak terlambat Nak Mas..?” Tanya Ki Bijak lagi.
“Iya ki, diperjalanan tadi, ana berbarengan dengan iring-iringan pengantar jenazah, jadi agak terhambat….” Kata Maula.
“Innalilahhi wa inna ilaihi roji’un, siapa yang meninggal Nak Mas…..?” Tanya Ki Bijak.
“Ana tidak tahu Ki, tapi mungkin orang kaya atau pejabat, habis yang mengantarnya banyak sekali, rombongan mobilnya mungkin puluhan,belum lagi motor, bahkan dikawal mobil patroli segala….”Kata Maula.
Ki Bijak terdiam sejenak, “ Hanya sekedar itu bedanya Nak Mas…..” Kata Ki Bijak disela-sela tarikan nafasnya.
“Hanya sekedar itu bedanya, maksud Aki……?” Tanya Maula heran.
“Ya Nak Mas, perbedaan antara orang kaya atau pejabat dan orang miskin yang meninggal, hanya terletak pada jumlah pengantarnya saja, tapi sama saja, sedikit atau banyak, para pengantar jenazah itu, tidak satupun diantara mereka yang kemudian mau menemani orang yang meninggal itu didalam kuburnya…..” Kata Ki Bijak.
Maula masih diam, ia belum sepenuhnya memahami apa yang dimaksudkan gurunya;
“Ketika orang kaya meninggal, seperti tadi Nak Mas lihat, diantar oleh sedemikian banyak orang, tapi dari sekian banyak itu, tak satupun mereka yang mau menemani si mayit kedalam kuburnya, tidak tetangganya, tidak kerabatnya, tidak anak buah atau atasannya, atau bahkan istri dan anaknya, tidak ada satu pun diantara mereka yang mau menemaninya, yang akan ‘setia’ dan senantiasa menemani seseorang hingga liang lahatnya hanyalah amal ibadah yang mereka kumpulkan selama hidupnya…..”
“Pun ketika orang miskin meninggal, mungkin pengantarnya tidak sebanyak ketika yang meninggal itu orang kaya, tapi tetap, ia akan sendirian dimasukan didalam kuburnya, tidak ada kerabat, tidak ada sanak family, tidak juga saudara, apalagi pengantar, lagi, yang akan menemaninya hanyalah amal shaleh yang ia kumpulkan selama ia hidup didunia ini……..” Tambah Ki Bijak.
Maula baru menyadari arah pembicaraan gurunya; “Benar Ki, berapapun jumlah orang yang mengantar, berapa pun jumlah mobil yang mengantar, berapa pun jumlah motor yang mengantar, tetap saja semuanya itu tidak ada yang mau menemaninya untuk masuk keliang lahat…..” Kata Maula.
“Bahkan karangan bunga dan ucapan belasungkawa yang berjejer indah dipagar rumah duka, takkan merubah apapun, dari sini, Nak Mas melihat ‘sesuatu’…..?” Tanya Ki Bijak.
Maula diam sesaat, “Apa ya ki…..?” Tanya Maula.
“Melihat bahwa harta kita, yang selama ini kita cintai, harta yang siang malam kita menghitungnya, harta yang selama kita jadikan kebanggaan, harta yang selama ini kita perjuangkan dengan tetesan keringat atau bahkn cucuran darah, tidak lebih hanya akan menjadi pengantar kita keliang lihat, tapi tidak akan menemani kita didalamnya….”
“Melihat bahwa mobil kita, motor kita, yang selama ini sering membuat kita lalai dari mengingat Allah, mobil dan motor yang kadang membuat kita lupa kemasjid karena mendahulukan mencucinya, tidak lebih hanya jadi pengiring kita samping dipinggiran kubur kita, tidak lebih….”
“Anak buah kita, atasan kita, kolega kita teman kita, yang selama ini dekat dengan kita, mereka pun takkan ada yang sudi untuk menemani kita didalam kubur…..”
“Atau bahkan anak istri kita sekalipun, mereka hanya akan menemani kita sebatas didunia ini saja, setelah kita meninggal, maka tinggallah kita sendiri didalam kubur yang sempit, yang gelap, yang dingin, hanya amal shaleh saja yang akan menemani kita didalam gelapnya liang lahat……” Kata Ki Bijak panjang lebar.
“Benar ki…., lalu apa artinya ki...” Kata Maula.
“Artinya jika kita sudah tahu bahwa yang akan menemani kita didalam kubur dan menjadi bekal kita di kehidupan abadi kita kelak diakhirat adalah amal shaleh, maka sudah selayaknya kita menabung amal sholeh itu dari sekarang, sudah sewajarnya kita memperhatikan amal shaleh kita dari sekarang, sudah semestinya kita mempersiapkan amal sholeh kita sebagai bekal kita kelak, sudah seharusnya urusan amal sholeh, urusan teman setia kita ini menjadi bagian terpenting dalam setiap upaya dan usaha kita……;
“Salah besar kalau kemudian kita justru menumpuk harta kita sebanyak-banyaknya untuk berbangga diri, padahal kita tahu betapapun banyaknya harta kita, tak lebih selembar kain kafan saja yang akan kita bawa….”
“Salah besar kalau kemudian kita mengusahakann punya motor atau mobil sedemikian rupa, padahal kita tahu motor dan mobil hanya akan mengantar kita sampai pintu kubur saja……..;
“Salah besar kalau kemudian kita lebih mementingkan teman dan kolega kita, sementara panggilan adzan kita abaikan…….., padahal kita tahu tidak akan ada teman atau kolega kita yang sudi menemani kita dialam kubur nanti…….” Kata Ki Bijakdengan panjang lebar.
“Ana paham ki…, lalu ki, mencari rizki kan bagian dari perjalanan kehidupan seseorang, istri dan anakpun menjadi bagian dari kehidupan kita, pun demikian dengan teman, kolega dan saudara, bagaimana agar mereka bisa menjadi teman kita diakhirat kelak ki……?” Tanya Maula.
“Benar Nak Mas, berusaha mencari rezeki adalah bagian dari kehidupan kita, dan agar harta yang kita usahakan dengan susah payah untuk mendapatkannya itu bisa terus menemani kita bukan saja dikehidupan dunia ini, tapi juga dikehidupan akhirat kelak, kita harus menabungnya dari sekarang……” Kata Ki Bijak.
“Menabungnya ki…..?” Tanya Maula.
“Ya, bukan dengan menabung dibank atau dicelengan, tapi tabungkan rezeki yang Allah karuniakan kepada kita dengan cara membelanjakannya dijalan Allah, belanjakan harta dan rezeki kita untuk infaq dan sedekah, untuk menyantuni fakir miskin, untuk membangun fasilitas ibadah, dan lainnya…, karena infaq dan sedekah yang ikhlas karena Allah, insya Allah akan terus menemani kita sejak kehidupan didunia ini, hingga akhirat kelak, seperti Nak Mas tahu, infaq dan sedekah jariah adalah salah satu amal yang pahalanya akan terus mengalir meskipun kita sudah meninggal kelak…………………” Kata Ki Bijak.
“Ana mengerti ki, Akan halnya dengan anak istri kita ki, bisakah mereka menjadi teman kita kelak….?” Tanya Maula lagi.
“Insya Allah Nak Mas,yaitu dengan cara menjadikan istri kita istri kita seorang wanita sholeha, serta mendidik anak-anak kita menjadi anak sholeh dan sholehah……,
“Istri sholehah, yang setia dan berbakti kepada suami, berdedikasi untuk menjadi pendidik bagi anak-anaknya, insya Allah akan menjadi bidadari bagi kita, baik itu dikehidupan kita didunia, pun bidadari kelak dikehidupan akhirat kita……”
“Pun dengan anak sholeh dan sholehah, yang senantiasa berbakti kepada orang tuanya, mengabdi kepada Rabb_nya, insya Allah, doa-doa mereka akan menjadi pelita didalam gelapnya alam kubur kita…………., karenanya jangan sekali-kali kita mengabaikan pendidikan mereka, karena mereka adalah harapan kita kelak diakhirat…….” Kata Ki Bijak lagi.
“Ya ki….., ana mengerti……, lalu bagaimana dengan teman-teman kita ki……?’ Tanya Maula.
“Pilihlah teman dari kalangan orang-orang yang ‘beriman’, orang mukmin yang shaleh dan dermawan Nak Mas, dermawan bukan hanya dengan harta, tapi teman yang tidak pernah ‘pelit’ untuk mendoakan kita, baik ketika kita masih hidup, terlebih ketika kita sudah meninggal…” Kata Ki Bijak.
“Kenapa harus orang mukmin ki…” Tanya Maula;
“Karena kita ingin teman dunia akhirat Nak Mas, kita boleh berharap pada teman-teman kita yang mukmin untuk ., Kata Ki Bijak.
“Ana mengerti ki, jadi teman sejati adalah teman yang akan senantiasa menemani kita bahkan hingga dialam kubur ya ki, teman sejati tidak lain dan tidak bukan adalah amal shaleh kita, yang bisa kita dapatkan dengan beramal shaleh, yang bisa kita dapat dengan menabung harta dijalan Allah, yang bisa kita temukan pada diri istri sholehah dan anak yang sholeh dan sholehah, serta teman yang dermawan, yang tidak pernah pelit untuk mendoakan saudaranya……..” Kata Maula menyimpulkan.
“Nak Mas pandai sekali membuat kesimpulan……” Kat Ki Bijak tersenyum.
“Terima kasih ki…….” Kata Maula sambil menyalami gurunya, ia tidak pernah berfikir bahwa iring-iringan pengantar jenazah tadi memberinya banyak pelajaran hari ini….
Wassalam
October 31, 2009
No comments:
Post a Comment