Wednesday, November 25, 2009

MARI BERQUR’BAN

“Ada perbedaan mendasar dari pola fikir umat dizaman Rasul dengan umat dizaman kita sekarang ini Nak Mas, jika umat terdahulu berlomba-lomba mencari tahu sunnah Nabi untuk mengikuti dan melaksanakannya, dizaman kita sekarang ini, orang berlomba-lomba mencari dalil sunnah, agar mereka bisa berkilah untuk tidak melaksanakannya, dengan alas an bahwa amalan itu sekedar sunnah, termasuk dalam hal qur’ban, betapa banyak orang yang sebenarnya mampu melaksanakannya, tapi mereka tidak melakukan qurban dengan dalih bahwa itu sunnah…..” Kata Ki Bijak, mengawali perbincangan seputar qur’ban.

“Iya ki…., padahal kalau dihitung-hitung, kalau kita menabung sehari Rp.5000 saja, dikali 365 hari dalam setahun, akan terkumpul sekitar 1,825,000, cukup untuk membeli seekor kambing qurban yang sekarang ini harganya sekitar 1,500,000 ribu, jauh lebih sedikit dari pengeluaran untuk membeli sebungkus rokok, yang mungkin lebih dari Rp.10000 per bungkusnya……” Kata Maula.

“Iya Nak Mas, jauh lebih kecil dibandingkan dengan uang yang dihabiskan untuk membeli rokok; permasalahannya bukan hanya terletak dari mampu tidaknya seseorang menabung uang untuk berqurban; tapi bagaimana cara pandang orang tersebut terhadap perintah Allah melalui sunnah Rasul_Nya, selama mereka berfikir bahwa berqur’an itu hanya ‘sunnah’, maka niat dan kemauan itu tidak akan terpupuk dengan baik…..”Kata Ki Bijak.

“Benar Ki, padahal tidaklah Rasul melakukan sesuatu itu atas perintah Allah dan pasti ada selaksa hikmah dari apa yang Rasul contohkan tersebut ya ki…..” Kata Maula.

“Esensi qur’ban adalah ketaatan secara total kepada Allah Nak Mas, bukan sekedar menyembelih hewan qurban dan kemudian membagi-bagikannya, lebih dari itu, pelaksanaan qurban merupakan cerminan totalitas pengabdian seorang hamba kepada khaliqnya……..” Kata Ki Bijak.

Maula masih diam, meresapi apa yang diwejangkan gurunya;

“Nak Mas ingat kisah Nabi Ibrahim yang diuji Allah untuk mengorbankan putranya Nabi Ismail….?” Tanya Ki Bijak.

“Iya ki….., Al qur’an menceritakan kisah ini dalam Surat As-shaffat;

101. Maka kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar[1283].

102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

103. Tatkala keduanya Telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).

104. Dan kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,

105. Sesungguhnya kamu Telah membenarkan mimpi itu[1284] Sesungguhnya Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

106. Sesungguhnya Ini benar-benar suatu ujian yang nyata.

107. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar[1285].

108. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang Kemudian,

109. (yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim".

[1283] yang dimaksud ialah nabi Ismail a.s.

[1284] yang dimaksud dengan membenarkan mimpi ialah mempercayai bahwa mimpi itu benar dari Allah s.w.t. dan wajib melaksana- kannya.

[1285] sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Ibrahim dan Ismail a.s. Maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan korban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan (kambing). peristiwa Ini menjadi dasar disyariatkannya qurban yang dilakukan pada hari raya haji.

“Nak Mas benar, ayat 101 hingga 109 ini menceritakan bagaimana Nabi Ibrahim diuji Allah untuk mengorbankan putranya Ismail, bisa kita bayangkan, anak yang sekian lama dinanti, dan kemudian terlahir sebagai anak yang cakap, cerdas dan tampan, tiba-tiba harus dikorbankan…, betapa berat ujian ini, dan hanya orang-orang yang benar-benar memiliki keimanan dan keyakinan yang sempurna sajalah yang akan bisa melaksanakannya….., hanya orang yang memiliki totalitas pengabdian kepada Allah sajalah yang akan mampu melaksanakannya, dan inilah yang dituntut Allah dari kita, totalitas pengabdian kita kepada Allah swt, bukan darah atau daging qurbannya…..” Kata Ki Bijak

“Iya ki, lagi pula kita tidak diminta untuk mengorbankan anak kita sebagaimana Nabi Ibrahim, hanya seekor kambing, yang harganya relative terjangkau……” Kata Maula.

“Ki, bagaimana caranya kita bisa menggugah saudara-saudara kita yang mampu, tapi belum melaksanakan qur’an ya ki….?” Tanya Maula kemudian.

“Pertama mungkin kita bisa memulainya dengan memberikan pemahaman bahwa sunnah, bukan berarti untuk ditinggalkan, keberadaan sunnah justru untuk mendukung ibadah fardhu kita sehingga menjadi paripurna…, sementara ini ada persepsi yang sedikit keliru, aah ini mah sunnah, aah ini sih tidak wajib, sehingga keberadaan sunnah baginda Rasul ditengah kehidupan kita sekarang ini sedikit meluntur…..” Kata Ki Bijak.

“Kemudian yang kedua, beragama adalah sebuah konsekuensi, beragama berarti kita terikat dan mengikatkan diri dengan apa yang ditetapkan dan disyariatkan agama kita, beragama artinya harus total, jika agama melarang satu hal, secara total kita harus melaksankannya, pun ketika agama memerintahkan kita, baik itu yang wajib maupun sunnah, sedapat mungkin kita melakukannya…., jangan kemudian kita tebang pilih, jika aturan agama itu sekiranya menguntungkan kita, kita ikut, sebaliknya ketika aturan itu kita anggap merugikan kita, kita mundur teratur……,

“Seperti halnya Qur’ban, bagi sebagian orang, mengeluarkan uang untuk membeli hewan qur’an dan kemudian membagikannya kepada orang lain, masih dirasakan sangat berat, meski sebenarnya mereka lebih dari sekedar mampu……, ini yang kurang baik….” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya ya ki, seperti ana sering dengar orang mau nikah lagi, dengan alas an sunnah, sementara sunnah-sunnah lainnya, yang harusnya lebih bisa mereka laksanakan, justru banyak ditinggalkan…..” Kata Maula.

“Nak Mas mau nikah lagi….?” Goda Ki Bijak.

“Aki merestuinya….?” Jawab Maula spontan.

Ki Bijak mengangguk, “Tapi untuk Nak Mas, Aki kasih syarat sebelum Nak Mas memutuskan untuk menikah lagi….” Kata Ki Bijak.

“Apa syaratnya ki….?” Jawab Maula terpancing.

“Syaratnya mudah, pertama niatnya harus benar-benar lillahita’ala, kedua, Nak Mas terlebih dahulu harus bisa mendidik istri Nak Mas agar seshaleh Siti Aisyah, menjadikan putri Nak Mas seperti Siti Fatimah, dan menjadikan putra Nak Mas seperti cucunda Rasul Hasan dan Husen, dan yang terpenting, Nak Mas sendiri harus bisa seperti Rasul, tahajudnya jangan putus, sabarnya harus seperti beliau, adilnya harus seperti beliau, pokoknya Nak Mas harus total melaksanakan ajaran agama seperti yang dicontohkan Rasul, Nak Mas sanggup….?’ Tanya Ki Bijak.

Maula tersenyum; “Berat sekali syaratnya ki……” Katanya kemudian.

“Seperti tadi Aki katakan, jangan mau enaknya saja, harus total, agar kita tidak dicap sebagai orang yang plin plan…….” Kata Ki Bijak

“Ana memilih untuk beristri satu saja dulu Ki, ana fikir lebih baik ana konsentrasi melaksanakan agama ini secara benar sebagaimana diajarkan baginda Rasul daripada berfikir yang bukan-bukan….” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum mendengar jawaban Maula; “Aki fikir juga begitu, masih banyak yang harus kita perbaiki untuk mencapai muslim yang kaffah……….” Kata Ki Bijak.

“Ketiga, ber qur’ban juga sebentuk ungkapan rasa syukur kita atas karunia dan nikmat Allah yang sangat banyak, Allah menyatakan bahwa;

1. Sesungguhnya kami Telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
2. Maka Dirikanlah shalat Karena Tuhanmu; dan berkorbanlah[1605].
3. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus[1606].

[1605] yang dimaksud berkorban di sini ialah menyembelih hewan qurban dan mensyukuri nikmat Allah.
[1606] maksudnya terputus di sini ialah terputus dari rahmat Allah.


“Sinar dan cahaya matahari kita tidak beli, udara dan oxygen untuk kita bernafas pun gratis, bumi yang kita pijak, tidak dipungut bayaran, belum lagi nikmat lainnya, mata kita, telinga kita, hidung kita, hati kita, semuanya pemberian Allah……., alangkah tidak patutnya kita jika kemudian setelah diberi nikmat dan karunia yang demikian banyak, kemudian tidak mau atau menghindar dari ‘perintah’ sang pemberi nikmat itu, meski Allah tidak memerlukan apapun dari kita, tapi selayaknya kita bertanya dimana rasa syukur kita, dimana rasa terima kasih kita, jika sekedar mengorbankan seekor kambing saja tidak mau….” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki….” Kata Maula.

“Ngomong-ngomong, sudah berapa orang yang mendaftar untuk tahun ini Nak Mas…?” Tanya Ki Bijak.

“Alhamdulillah ki, kemarin ana dapat informasi sudah ada lima ekor sapi dan beberapa ekor kambing…….., Kata Maula mengenai persiapan qurban dimasjid dekat rumahnya.

“Mudah-mudahan di dua hari terakhir ini akan lebih banyak orang yang melaksanakan qur’ban ya Nak Mas…..” Kata Ki Bijak.

“Potensinya lebih besar dari itu ki, warga komplek rata-rata karyawan, yang insya Allah mampu melaksanakan qur’ban…..” kata Maula.

“Tugas Nak Mas dan ustadz-ustadz disanalah untuk memberikan pemahaman yang benar dan mengajak mereka yang belum berqurban untuk menunaikannya…..” Kata Ki Bijak.

“Insya Allah ki……………” Jawab Maula mengakhiri percakapan itu.

Wassalam

November 18,2009

Thursday, November 19, 2009

TEMAN SEJATI

“Dari mana Nak Mas..?” Tanya Ki Bijak, pada Maula yang baru datang

“Dari sekolah Dinda Ki……” Kata Maula setelah duduk disamping gurunya.

“Biasanya pukul 10 sudah sampai, sekarang agak terlambat Nak Mas..?” Tanya Ki Bijak lagi.

“Iya ki, diperjalanan tadi, ana berbarengan dengan iring-iringan pengantar jenazah, jadi agak terhambat….” Kata Maula.

“Innalilahhi wa inna ilaihi roji’un, siapa yang meninggal Nak Mas…..?” Tanya Ki Bijak.

“Ana tidak tahu Ki, tapi mungkin orang kaya atau pejabat, habis yang mengantarnya banyak sekali, rombongan mobilnya mungkin puluhan,belum lagi motor, bahkan dikawal mobil patroli segala….”Kata Maula.

Ki Bijak terdiam sejenak, “ Hanya sekedar itu bedanya Nak Mas…..” Kata Ki Bijak disela-sela tarikan nafasnya.

“Hanya sekedar itu bedanya, maksud Aki……?” Tanya Maula heran.

“Ya Nak Mas, perbedaan antara orang kaya atau pejabat dan orang miskin yang meninggal, hanya terletak pada jumlah pengantarnya saja, tapi sama saja, sedikit atau banyak, para pengantar jenazah itu, tidak satupun diantara mereka yang kemudian mau menemani orang yang meninggal itu didalam kuburnya…..” Kata Ki Bijak.

Maula masih diam, ia belum sepenuhnya memahami apa yang dimaksudkan gurunya;

“Ketika orang kaya meninggal, seperti tadi Nak Mas lihat, diantar oleh sedemikian banyak orang, tapi dari sekian banyak itu, tak satupun mereka yang mau menemani si mayit kedalam kuburnya, tidak tetangganya, tidak kerabatnya, tidak anak buah atau atasannya, atau bahkan istri dan anaknya, tidak ada satu pun diantara mereka yang mau menemaninya, yang akan ‘setia’ dan senantiasa menemani seseorang hingga liang lahatnya hanyalah amal ibadah yang mereka kumpulkan selama hidupnya…..”

“Pun ketika orang miskin meninggal, mungkin pengantarnya tidak sebanyak ketika yang meninggal itu orang kaya, tapi tetap, ia akan sendirian dimasukan didalam kuburnya, tidak ada kerabat, tidak ada sanak family, tidak juga saudara, apalagi pengantar, lagi, yang akan menemaninya hanyalah amal shaleh yang ia kumpulkan selama ia hidup didunia ini……..” Tambah Ki Bijak.

Maula baru menyadari arah pembicaraan gurunya; “Benar Ki, berapapun jumlah orang yang mengantar, berapa pun jumlah mobil yang mengantar, berapa pun jumlah motor yang mengantar, tetap saja semuanya itu tidak ada yang mau menemaninya untuk masuk keliang lahat…..” Kata Maula.

“Bahkan karangan bunga dan ucapan belasungkawa yang berjejer indah dipagar rumah duka, takkan merubah apapun, dari sini, Nak Mas melihat ‘sesuatu’…..?” Tanya Ki Bijak.

Maula diam sesaat, “Apa ya ki…..?” Tanya Maula.

“Melihat bahwa harta kita, yang selama ini kita cintai, harta yang siang malam kita menghitungnya, harta yang selama kita jadikan kebanggaan, harta yang selama ini kita perjuangkan dengan tetesan keringat atau bahkn cucuran darah, tidak lebih hanya akan menjadi pengantar kita keliang lihat, tapi tidak akan menemani kita didalamnya….”

“Melihat bahwa mobil kita, motor kita, yang selama ini sering membuat kita lalai dari mengingat Allah, mobil dan motor yang kadang membuat kita lupa kemasjid karena mendahulukan mencucinya, tidak lebih hanya jadi pengiring kita samping dipinggiran kubur kita, tidak lebih….”

“Anak buah kita, atasan kita, kolega kita teman kita, yang selama ini dekat dengan kita, mereka pun takkan ada yang sudi untuk menemani kita didalam kubur…..”

“Atau bahkan anak istri kita sekalipun, mereka hanya akan menemani kita sebatas didunia ini saja, setelah kita meninggal, maka tinggallah kita sendiri didalam kubur yang sempit, yang gelap, yang dingin, hanya amal shaleh saja yang akan menemani kita didalam gelapnya liang lahat……” Kata Ki Bijak panjang lebar.

“Benar ki…., lalu apa artinya ki...” Kata Maula.

“Artinya jika kita sudah tahu bahwa yang akan menemani kita didalam kubur dan menjadi bekal kita di kehidupan abadi kita kelak diakhirat adalah amal shaleh, maka sudah selayaknya kita menabung amal sholeh itu dari sekarang, sudah sewajarnya kita memperhatikan amal shaleh kita dari sekarang, sudah semestinya kita mempersiapkan amal sholeh kita sebagai bekal kita kelak, sudah seharusnya urusan amal sholeh, urusan teman setia kita ini menjadi bagian terpenting dalam setiap upaya dan usaha kita……;

“Salah besar kalau kemudian kita justru menumpuk harta kita sebanyak-banyaknya untuk berbangga diri, padahal kita tahu betapapun banyaknya harta kita, tak lebih selembar kain kafan saja yang akan kita bawa….”

“Salah besar kalau kemudian kita mengusahakann punya motor atau mobil sedemikian rupa, padahal kita tahu motor dan mobil hanya akan mengantar kita sampai pintu kubur saja……..;

“Salah besar kalau kemudian kita lebih mementingkan teman dan kolega kita, sementara panggilan adzan kita abaikan…….., padahal kita tahu tidak akan ada teman atau kolega kita yang sudi menemani kita dialam kubur nanti…….” Kata Ki Bijakdengan panjang lebar.

“Ana paham ki…, lalu ki, mencari rizki kan bagian dari perjalanan kehidupan seseorang, istri dan anakpun menjadi bagian dari kehidupan kita, pun demikian dengan teman, kolega dan saudara, bagaimana agar mereka bisa menjadi teman kita diakhirat kelak ki……?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, berusaha mencari rezeki adalah bagian dari kehidupan kita, dan agar harta yang kita usahakan dengan susah payah untuk mendapatkannya itu bisa terus menemani kita bukan saja dikehidupan dunia ini, tapi juga dikehidupan akhirat kelak, kita harus menabungnya dari sekarang……” Kata Ki Bijak.

“Menabungnya ki…..?” Tanya Maula.

“Ya, bukan dengan menabung dibank atau dicelengan, tapi tabungkan rezeki yang Allah karuniakan kepada kita dengan cara membelanjakannya dijalan Allah, belanjakan harta dan rezeki kita untuk infaq dan sedekah, untuk menyantuni fakir miskin, untuk membangun fasilitas ibadah, dan lainnya…, karena infaq dan sedekah yang ikhlas karena Allah, insya Allah akan terus menemani kita sejak kehidupan didunia ini, hingga akhirat kelak, seperti Nak Mas tahu, infaq dan sedekah jariah adalah salah satu amal yang pahalanya akan terus mengalir meskipun kita sudah meninggal kelak…………………” Kata Ki Bijak.

“Ana mengerti ki, Akan halnya dengan anak istri kita ki, bisakah mereka menjadi teman kita kelak….?” Tanya Maula lagi.

“Insya Allah Nak Mas,yaitu dengan cara menjadikan istri kita istri kita seorang wanita sholeha, serta mendidik anak-anak kita menjadi anak sholeh dan sholehah……,

“Istri sholehah, yang setia dan berbakti kepada suami, berdedikasi untuk menjadi pendidik bagi anak-anaknya, insya Allah akan menjadi bidadari bagi kita, baik itu dikehidupan kita didunia, pun bidadari kelak dikehidupan akhirat kita……”

“Pun dengan anak sholeh dan sholehah, yang senantiasa berbakti kepada orang tuanya, mengabdi kepada Rabb_nya, insya Allah, doa-doa mereka akan menjadi pelita didalam gelapnya alam kubur kita…………., karenanya jangan sekali-kali kita mengabaikan pendidikan mereka, karena mereka adalah harapan kita kelak diakhirat…….” Kata Ki Bijak lagi.

“Ya ki….., ana mengerti……, lalu bagaimana dengan teman-teman kita ki……?’ Tanya Maula.

“Pilihlah teman dari kalangan orang-orang yang ‘beriman’, orang mukmin yang shaleh dan dermawan Nak Mas, dermawan bukan hanya dengan harta, tapi teman yang tidak pernah ‘pelit’ untuk mendoakan kita, baik ketika kita masih hidup, terlebih ketika kita sudah meninggal…” Kata Ki Bijak.

“Kenapa harus orang mukmin ki…” Tanya Maula;

“Karena kita ingin teman dunia akhirat Nak Mas, kita boleh berharap pada teman-teman kita yang mukmin untuk ., Kata Ki Bijak.

“Ana mengerti ki, jadi teman sejati adalah teman yang akan senantiasa menemani kita bahkan hingga dialam kubur ya ki, teman sejati tidak lain dan tidak bukan adalah amal shaleh kita, yang bisa kita dapatkan dengan beramal shaleh, yang bisa kita dapat dengan menabung harta dijalan Allah, yang bisa kita temukan pada diri istri sholehah dan anak yang sholeh dan sholehah, serta teman yang dermawan, yang tidak pernah pelit untuk mendoakan saudaranya……..” Kata Maula menyimpulkan.

“Nak Mas pandai sekali membuat kesimpulan……” Kat Ki Bijak tersenyum.

“Terima kasih ki…….” Kata Maula sambil menyalami gurunya, ia tidak pernah berfikir bahwa iring-iringan pengantar jenazah tadi memberinya banyak pelajaran hari ini….

Wassalam

October 31, 2009

Wednesday, November 18, 2009

“Bilakah terjadinya Kiamat?"

“Kiamat itu pasti tiba Nak Mas, dan sebagai orang beriman, keyakinan terhadap kedatangan dan terjadinya hari kiamat itu merupakan salah satu rukun iman yang harus tertanam dalam lubuk sanubari yang terdalam….., hanya kapan datangnya kiamat itu merupakan rahasia Allah, tidak ada seorang manusia pun atau mahluk apapun yang mengetahuinya……” Kata Ki Bijak, menanggapi cerita Maula mengenai ramainya pemberitaan film mengenai kiamat; sambil mengutip ayat al qur;an surat Al A’raf;


187. Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. kiamat itu amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui".


“Kalau kemudian orang-orang ramai membicarakan kiamat karena adanya film itu bagaimana ki….?” Tanya Maula.

Ki Bijak menarik nafas panjang “ Apa istimewanya film itu Nak Mas…., kalau film itu menceritakan kiamat, ya biarkan saja…, jangan sampai kemudian kita ikut-ikutan meyakini tanggal dan waktu kiamat seperti yang disebut-sebut dalam film tersebut…….” Kata Ki Bijak.

“Kenapa ki…..?” Tanya Maula.

“Pertama, hal ini bertentangan dengan keimanan kita bahwa kiamat adalah rahasia Allah….., meyakini kebenaran cerita dalam film tersebut berpotensi sangat besar untuk terperosok dalam jurang kemusryikan………”

“Kedua, yang menjadi acuan penentuan waktu kiamat seperti Nak Mas ceritakan tadi, hanya merupakan ramalan sekelompok orang atau suku, yang kita sendiri tidak tahu siapa mereka, dimana mereka, apakah mereka beriman kepada Allah atau justru mereka sama sekali tidak memiliki tuhan, lalu sebagai orang berakal, kita menyadari sepenuhnya kelemahan mahluk dalam menentukan sesuatu, jangan kan untuk mengetahui dan menentukan apa yang akan terjadi dua atau tiga tahun kemudian, untuk mengetahui apa yang akan terjadi esok hari atau sejam yang akan datang saja, mungkin mereka tidak akan bisa menjawabnya……, jadi dalam hemat Aki adalah naïf kalau kemudian kita ikut-ikutan terperdaya oleh sebuah film yang kita tahu merupakan produk orang yang berseberangan akidah dengan kita……..” Jawab Ki Bijak.


“Ketiga, baik Al Qur’an yang menjadi pedoman hidup kita, atau pun Baginda Rasul sebagai teladan kita, sama sekali tidak menyebutkan kapan kiamat itu akan tiba, ketika beliau ditanya kapan kiamat itu akan datang, Allah mewahyukan kepada beliau bahwa itu merupakan rahasia Allah….., sebagaimana firman_Nya;

34. Sesungguhnya Allah, Hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok[1187]. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

[1187] Maksudnya: manusia itu tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan diperolehnya, namun demikian mereka diwajibkan berusaha.


“Dan beriman kepada Al qur’an, beriman kepada Rasul adalah merupakan pondasi dasar dalam kehidupan & keimanan seorang mukmin, dan ini jangan sampai tercemar dengan kepercayaan kita kepada orang atau apapun yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kita……” Kata Ki Bijak.

“Dan yang keempat, waktu kita terlalu sedikit untuk mencari sesuatu yang pasti kita tidak dapat menemukannya, seperti tadi Aki katakan, Allah sendiri yang menyatakan bahwa pengetahuan tentang kiamat itu tiada seorang pun yang mengetahuinya, dan Baginda Rasulpun mengamini bahwa urusan kiamat adalah disisi Allah…, Nah kalau Baginda Rasul saja ‘tidak diberi tahu’ kapan datangnya kiamat, lalu kenapa kita justru ingin melebihi baginda rasul untuk mencari-cari tahu kapan datangnya kiamat……?” Kata Ki Bijak.

“Yang Allah perintahkan kepada kita itu adalah untuk mempersiapkan diri, menyiapkan bekal untuk menyambut hari kiamat yang pasti datangnya,


18. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.


bukan justru menyibukan diri mencari-cari kapan datangnya hari kiamat itu, sudah terlalu banyak dari kalangan kafir dan jahiliyah dulu yang menanyakan tentang kiamat, dan tidak ada nilai tambah apapun dari yang mereka tanyakan, selain membuat mereka semakin jauh dari Allah dan jauh dari kebenaran…….” Tambah Ki Bijak lagi.


“Kelima; tentu ada banyak hikmah yang terkandung dari dirahasiakannya hari kiamat itu…..” Kata Ki Bijak lagi.

“Apa hikmahnya ki…..?” Tanya Maula.

“Yang pertama jelas ini merupakan ujian keimanan kita; apakah kita benar-benar beriman kepada Allah yang telah menciptakan semesta raya ini dan kemudian kelak akan mendatangkan kiamat, apakah kita beriman kepada kebenaran ayat-ayat al qur’an yang menyatakan kiamat itu pasti datangnya, apakah kita meyakini kebenaran ajaran baginda Rasul untuk meyakini hari kiamat dalam risalah yang dibawanya, dan apakah kita meyakini terhadap kebenaran hari kiamat itu sendiri, ini sebuah ujian yang sangat berat dan besar Nak Mas, karena efeknya bukan hanya pada kehidupan kita didunia ini saja, tapi juga terhadap kehidupan akhirat kita kelak……” Kata Ki Bijak.

“Kedua, dengan rahasia inilah Allah memutarkan kehidupan mahluk dijagat raya ini Nak Mas…..” Kata Ki Bijak.

“Maksudnya ki….?” Tanya Maula.

“Begini Nak Mas, misalnya seseorang tahu kapan ia akan meninggal, (Kematian merupakan miniature dari kiamat yang kubro) apa yang akan terjadi dengan orang itu….?” Tanya Ki Bijak.

“Tentu dia akan gelisah, resah, semangat hidupnya hilang, tidak mau berusaha, malas melakukan apapun dan mungkin stress atau depresi yang luar biasa Ki….?’ Jawab Maula.

“Menurut Nak Mas, apa yang bisa diharapkan dari orang seperti ini…?” Tanya Maula.

“Tidak ada ki….” Jawab Maula lagi.

“Dan kalau setiap orang tahu kapan ia akan meninggal, kalau setiap orang seperti yang Nak Mas gambarkan tadi, apakah mungkin kehidupan ini bisa berjalan…?” Tanya Ki Bijak.

“Iya ya ki…., pasti kehidupan ini sunyi senyap atau bahkan mungkin ‘mati’….” Kata Maula.

“Akan halnya dengan kiamat kubro Nak Mas, jika ada satu orang saja yang diberi tahu Allah kapan datangnya, niscaya dunia ini berhenti berputar…….” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki……., ana mengerti ” Kata Maula pendek.

“Jadi Nak Mas tak perlu repot-repot untuk menonton film tersebut kalau tidak ada maslahat yang bisa Nak Mas ambil, ingat perbuatan mubazir adalah perbuatan setan….., masih banyak yang bisa kita lalukan dari sekedar nonton film seperti itu……..” kata Ki Bijak.

“Iya ki……” Jawab Maula sambil pamitan.

Wassalam

November 15,2009