“Justru kitalah yang sering berlaku tida adil pada Allah Nak Mas…..” Jelas Ki Bijak menanggapi penuturan Maula mengenai adanya beberapa orang yang sering ‘menyalahkan’ Allah dan mengatakan bahwa Allah tidak adil, hanya karena ia tidak mendapatkan apa yang diinginkan nafsunya.
“Kita yang sering berlaku tidak adil pada Allah ki…?” Tanya Maula menegaskan.
“Ya Nak Mas, kitalah yang justru kerap berlaku tidak adil pada Allah, kita sering ‘menuntut’ Allah untuk segera mengabulkan permohonan kita, dengan jumlah dan ukuran yang sesuai dengan kita, padahal disisi lain, ketika kita diperintah shalat tepat waktu, kita selalu punya alasan untuk menundanya, shalat dhuhur ditunda, karena perut kekenyangan, shalat ashar ditunda, karena kita lagi sibuk atau tanggung dengan pekerjaan, shalat maghribpun tertunda, karena masih dalam perjalan, hingga shalat isya pun tertunda karena sebagian kita nonton sinetron duluan, terlebih shubuh, sudah menjadi rahasia umum,bahwa sebagian kita shubuhnya diakhir waktu, karena malamnya begadang…..,siapa yang tidak adil menurut Nak Mas…?” Kata Ki Bijak menjelaskan.
“Astaghfirullah, benar ki, kadang kita lupa bahwa kita adalah hamba yang tugasnya mengabdi dan menjalankan perintah, bukan justru lebih banyak menuntut ya ki…..” Kata Maula.
“Benar Nak Mas, kita ini hamba yang diciptakan untuk semata mengabdi pada_Nya, meski Allah tidak melarang kita meminta dan bahkan menganjurkannya, tapi kita harus punya etika dan tatakrama dalam kita memohon pada Allah……” Tambah Ki Bijak.
Maula diam sejenak, menyimak penuturan gurunya, sesaat kemudian sang guru melanjutkan wejangannya;
“Aki punya sebuah cerita menarik mengenai bagaimana seharusnya seorang hamba bersikap, Nak Mas mau mendengarkannya….?” Tanya Ki Bijak.
“Tentu…,tentu Ki, ana dengan senang hati mau mendengar cerita Aki……” Jawab Maula.
“Ceritanya begini Nak Mas, ada seorang abdi istana yang sangat patuh pada setiap perintah sang raja, sebut saja namanya Ayas; awalnya Ayas ini hanyalah seorang tukang kebun di istana sang raja…….” Kata Ki Bijak mengawali ceritanya.
“Lalu ki….?” Tanya Maula penasaran.
“Meski hanya sebagai penjaga kebun, kepatuhan, ketaatan dan pengabdiannya Ayas yang tulus ikhlas tanpa pamrih, membuat sang raja tertarik pada perilaku Ayas yang sangat terpuji itu, akhirnya sang raja mengangkat Ayas menjadi abdi dalam di istananya………” Sambung Ki Bijak.
“Waah, beruntung sekali si Ayas ini ya ki…….” Kata Maula.
Ki Bijak tersenyum pada Maula, “Bukan hanya karena beruntung kalau kemudian Ayas diangkat menjad abdi dalam istana Nak Mas, tapi pengabdian, ketulusan dan ketaatannya itulah yang kemudian menggerakan hati sang raja untuk mengangkatnya….., sampai sini Nak Mas melihat ‘sesuatu’ dari cerita yang barusan…..?” Tanya Ki Bijak.
“Hhhh…., apa ya ki…., mungkin pengabdian yang tulus ikhlas Ayas yang berbalas kemuliaan ki…..?” Jawab Maula.
“Nak Mas benar, awal cerita barusan adalah sebuah kias bagaimana sebuah pengabdian yang tulus ikhlas berbuah kemuliaan dan kehormataan….., pun dengan kita Nak Mas, kita ini abdi dihadapan sang Maha Raja, Allah swt….., maka seyogyanyalah kita mengabdi kepada Allah dengan tulus ikhlas, tanpa pamrih apalagi sampai riya, dan yakinlah, Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan amal baik mahluk_Nya, dan pengabdian yang tulus ikhlas adalah sebuah permohonan tanpa kata yang jauh lebih Allah sukai dari pada mulut kita meminta-minta dengan berbagai permohonan, sementara sikap dan pengabdian kita masih banyak terbalut dengan pamrih dan riya, sebagaimana Ayas, insya Allah, ketika pengabdian kita murni dan tanpa pamrih, kemulian dan kehormatan sebagai hamba Allah akan kita raih…..” Kata Ki Bijak.
“Iya ki, sepanjang apapun doa yang dibaca, tapi hanya keluar dari mulut saja, tanpa disertai keyakinan dan keimanan dari dalam hati, hanya akan membuat mulut kita lelah mengucapkannya ya ki…..” Kata Maula.
“Ya Nak Mas, lakukan saja pengabdian kita seikhlas dan sebaik mungkin, insya Allah, Allah akan memberikan imbalan yang pasti tepat bagi kita……” Tambah Ki Bijak.
“Iya ki…., lalu bagaimana kelanjutan cerita Ayas setelah jadi abdi dalam di istana ki…..” Tanya Maula.
“Pengangkatan Ayas dari tukang kebun menjadi abdi dalam istana, tak pelak menimbulkan perasaan iri pada sebagian abdi dalam istana lainya, mereka merasa Ayas tidak layak bersanding dengan mereka, karena Ayas hanyalah seorang rakyat jelata, sementara mereka dari golongan terpandang, maka timbullah sifat hasud pada sebagian pembesar istana terhadap Ayas, dan kemudian mereka bermufakat untuk menjatuhkan Ayas dimata sang raja, dengan harapan Ayas akan diturunkan kembali menjadi tukang kebun…….” Ki Bijak melanjutkan ceritanya.
“Waah nggak dimana nggak dimana ya ki, ada saja orang yang memiliki sifat dengki seperti, kalau ada orang yang naik jabatan, kasak kusuk cari kesalahan untuk menjantuhkan…….., lalu bagaimana dengan Ayas Ki……?” Kata Maula.
“Pada akhirnya kelompok abdi dalam yang bersekongkol untuk menjatuhkan Ayas ini, menemukan ‘celah’ untuk menjelekan Ayas, ketika mereka menemukan rutinitas Ayas setiap pagi hari antara pukul 09 hingga pukul 10, Ayas selalu memasuki kamarnya, dan menutup rapat pintu dan semua jendelanya…, hal ini diadukan oleh para pendengki itu kepada sang raja, dengan mengatakan bahwa Ayas setiap hari mengguna-guna raja agar raja sayang padanya………..” Kata Ki Bijak.
“Lalu ki…..” Tanya Maula mulai penasaran.
“Raja yang arif ini tidak serta merta percaya dengan apa yang disampaikan oleh para abdinya, raja meminta pengaduan mereka dibuktikan, maka pada hari yang telah ditentukan, mereka mencoba melihat apa yang Ayas kerjakan didalam kamarnya, secara sembunyi-sembunyi mereka memantau setiap gerak-gerik Ayas didalam kamarnya……” Kata Ki Bijak lagi.
“Apa yang dilakukan Ayas didalam kamarnya ki…?” Maula seperti cemas kalau-kalau para abdi dalam itu menemukan celah untuk mencelakakan Ayas.
“Mereka tidak menemukan apapun, kecuali mendapati Ayas tengah duduk tafakur setelah shalat dhuha, dengan menanggalkan seluruh pakaian kebesarannya; dari tempat mereka sembunyi, mereka mendengar kata-kata Ayas: “Ya Rabb, hamba tetaplah seorang abdi_Mu, pakaian ini tidaklah berarti apa-apa bagi hamba, hamba hanya ingin menjadi abdi_Mu saja, tidak lebih ya Rabb…..’ , merah padamlah muka-muka mereka yang dengki pada Ayas, harapannya untuk menjatuhkan Ayas dengan aktivitas ‘ganjilnya’ ternyata gagal.
Mendengar hal ini, sang raja tersenyum, “Itulah alasan kenapa Aku mengangkat Ayas menjadi abdi dalam diistana ini, karena ia mengabdi kepadaku secara tulus ikhlas, tanpa pamrih apapun dariku………….” Kata Ki Bijak menirukan jawaban sang raja.
Meskipun para pendengki itu sudah ‘kalah’, tapi mereka masih mencari-cari cara untuk menjatuhkan Ayas……, hingga akhirnya sang Raja memutuskan untuk mengundang semua pembesar dan abdi dalam istana; termasuk Ayas didalamnya….” Ki Bijak melanjutkan ceritanya.
“Apa yang terjadi kemudian ki…?” Tanya Maula lagi.
“Dalam kesempatan itu, sang raja berkata kepada para abdinya; wahai abdiku sekalian, hari ini Aku memaklumkan pada kalian semua; bahwa silahkan kalian pilih apapun yang kalian mau yang ada diruangan ini……” Lagi Ki Bijak menirukan perkataan sang Raja.
“Para pembesar yang serakah itu kemudian kasak-kusuk satu sama lain, mata mereka liar mencara benda apa yang kira-kira akan dipilihnya; kemudian mereka berkata pada sang raja; Apakah benar apa yang kami pegang akan menjadi milik kami baginda; tanya para pembesar itu hampir bersamaan;
Sang Raja hanya mengangguk; maka bertebaranlah para pembesar itu keseluruh penjuru ruang istana, ada yang mengambil perhiasan, ada yang mengambil emas, ada yang mengambil perak dan banyak lagi yang mereka ambil dan perebutkan……” Kata Ki Bijak melanjutkan ceritanya.
“Bagaiman dengan Ayas Ki, apa yang dia ambil…?” Tanya Maula.
“Ayas tidak beranjak dari tempatnya Nak Mas, Ayas hanya duduk dan melihat pembesar lainnya memperebutkan harta dan perhiasan yang ada didalam istana….” Jawab Ki Bijak.
Sekembalinya para pembesar itu ketempat masing-masing, mereka heran melihat Ayas masih terpaku ditempatnya dan tidak mengambil barang apapun; pun dengan sang Raja; kemudian sang Raja bertanya kepada Ayas; “Ayas, kenapa engkau tidak mengambil barang berharga apapun seperti yang lain…? Tanya Sang Raja.
“Mendapat pertanyaa dari sang Raja, Ayas balik bertanya kepada sang Raja; “Tuanku, apakah benar apa yang hamba pegang akan menjadi milik hamba….?” Tanya Ayas.
“Benar Ayas, ambillah apa yang kau mau…” Jawab Sang Raja.
“Kemudian Ayas berdiri dan menghampiri Raja, “Perkenankan hamba memiliki paduka saja, hamba sudah cukup……..” Kata Ayas sambil memegang tangan sang Raja.
Semua yang hadir terdiam, tidak mengerti apa yang Ayas lakukan, dan Rajapun kemudian bertanya padanya; Ayas, apa yang kau maksud…?” Tanya Sang Raja.
“Tadi paduka mengatakan apa yang hamba pegang akan menjadi milik hamba, maka hamba memilih memegang dan memiliki paduka dari pada benda-benda itu…., karena padukalah pemilik istana ini, padukalah pemilik kerajaan ini, maka ketika hamba memiliki paduka, hamba sudah merasa memiliki segalanya……..” Jawab Ayas.
“Waaah,hebat banget pikiran Ayas ya ki, dia tidak memilih emas, karena ia tahu,ia hanya akan memiliki emas saja, tidak yang lainnya, kalau ia memilih berlian, mungkin berlian saja yang akan ia punyai, tapi dengan memegan dan memilih sang Raja, maka Ayas telah memiliki semuanya, emas, perhiasaan, istana dan bahkan kerajaan dan isinya…, hebat ki…..” Kata Maula kagum.
“Nak Mas tahu tamsilnya….?” Tanya Ki Bijak.
“Emas, perhiasan, berlian dan bahkan istana adalah perlambang dunia ini ki…, ketika seseorang mempertaruhkan segalanya untuk mendapatkan dunia, mungkin dia akan mendapatkan dunia itu, dan hanya itu yang akan mereka dapatkan, dunia saja..”,
“Sementara ketika kita memilih untuk mengabdi kepada Allah dengan tulus ikhlas, maka kita akan mendapatkan sang pemilik perhiasan, sang pemilik emas, intan dan berlian dan bahkan sang dunia ini, artinya kita akan mendapatkan segalanya, kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat, bukan begitu ki….?” Kata Maula.
“Ya Nak Mas, ketika kita ‘memilih’ Allah, maka kita sudah memiliki segalanya……” Kata Ki Bijak lagi.
Maula merenung sejenak, menapaki kembali bagaimana ibadahnya selama ini, ia merasa ada banyak ibadahnya yang masih bercampur dengan keinginan duniawinya, tahajudnya kadang masih bercampur dengan keinginan untuk kaya, dhuhanya kadang masih ingin yang lain selain Allah dan sebagainya, Astaghfirullah….., bathinya memohon ampun.
“Ki Ana malu pada si Ayas ini ki…..” Katanya kemudian.
“Ayas kan hanya sebuah cerita Nak Mas, kenapa mesti malu…?” Tanya Ki Bijak.
“Ayas benar, dan itu yang harusnya ana lakukan, mengabdi kepada Allah dengan keikhlasan….” Kata Maula tertahan.
“Ya Nak Mas, Akipun belum bisa seperti Ayas sepenuhnya, tapi setidaknya mari kita berusaha dan memohon kepada Allah untuk bisa mengabdi kepadaNya dengan ikhlas sesuai kehendakNya……..” Kata Ki Bijak.
“Iya ki, lalu apa lagi sifat luhur Ayas yang bisa kita pelajari ki…..” Tanya Maula beberapa saat kemudian.
“Diakhir cerita, sang raja makin menyayangi Ayas, hingga sekali lagi sang Raja menguji para abdinya dengan sebuah perintah untuk menghancurkan mahkota yang tengah dipakainya…”.
“Para pembesar saling pandang, tidak mengerti dan tidak berani untuk menghancurkan mahkota sang Raja, beda halnya dengan Ayas, ia maju kedepan, kemudian dia menyanggupi untuk menghancurkan mahkota sang raja, para pembesar lain tentu bingung sekaligus berharap Ayas akan dihukum akibat tindakan bodohnya itu……” Lanjut Ki Bijak.
“Lalu apa yang terjadi ki…?” Tanya Maula.
“Sang Raja kemudian bertanya kenapa Ayas berani menghancurkan mahkotanya, dan Ayas menjawab ‘ Paduka, mahkota ini hanya sebuah benda mati, dan sementara titah paduka jauh lebih luhur dan agung untuk hamba emban, daripada hamba takut kepada benda mati ini……., Jawab Ayas.
“Raja bertepuk tangan untuk Ayas, kalian dengan dan lihat sendiri seperti apa Ayas ini kan, Ayas sangat menjunjung tinggi perintahku, sementara kalian lebih menghormati benda, jadi wajar jika kemudian Aku menjadikannya abdi dalam istanaku ini…….” Kata Raja lagi.
“Para pembesar lainnya, hanya tertunduk malu dengan sikap dan polah mereka, mereka yang selama ini memandang Ayas dengan sebelah mata, ternyata salah, Ayas ternyata seorang abdi yang ikhlas, Ayas ternyata seorang abdi yang hanya memilih rajanya, dan Ayas adalah seorang abdi yang menjunjung tinggi perintah raja, sementara mereka selama ini mengabdi dengan penuh pamrih atas pangkat dan jabatan, mereka selama ini hanya mengharapkan perhiasan duniawi, dan mereka ternyata juga lebih menghormati benda daripada titah rajanya…….” Kata Ki Bijak lagi.
“Ini juga tamsil bagi kita yang suka pilih-pilih perintah Allah ya ki, kita berbondong-bondong melaksanakan perintah kala perintah itu menguntungkan kita, sebaliknya kita akan cenderung mundur kebelakang ketika perintah itu kita anggap merugikan, kita lebih melihat perintah dari kacamata kita, bukan dari siapa yang memerintahkannya ya ki……” Kata Maula.
“Benar Nak Mas, dan tidak akan ada satupun perintah Allah yang akan merugikan kita, tidak akan ada perintah Allah yang akan menjerumuskan kita, kita laksanakan saja perintahNya, insya Allah kita akan tahu hikmah yang sangat besar dari perintah itu…..” Kata Ki Bijak melengkapi.
“Iya ki…., semoga Ana bisa seperti Ayas ya ki…..” Kata Maula sambil pamitan.
Wassalam.
May 16,2010
“Kita yang sering berlaku tidak adil pada Allah ki…?” Tanya Maula menegaskan.
“Ya Nak Mas, kitalah yang justru kerap berlaku tidak adil pada Allah, kita sering ‘menuntut’ Allah untuk segera mengabulkan permohonan kita, dengan jumlah dan ukuran yang sesuai dengan kita, padahal disisi lain, ketika kita diperintah shalat tepat waktu, kita selalu punya alasan untuk menundanya, shalat dhuhur ditunda, karena perut kekenyangan, shalat ashar ditunda, karena kita lagi sibuk atau tanggung dengan pekerjaan, shalat maghribpun tertunda, karena masih dalam perjalan, hingga shalat isya pun tertunda karena sebagian kita nonton sinetron duluan, terlebih shubuh, sudah menjadi rahasia umum,bahwa sebagian kita shubuhnya diakhir waktu, karena malamnya begadang…..,siapa yang tidak adil menurut Nak Mas…?” Kata Ki Bijak menjelaskan.
“Astaghfirullah, benar ki, kadang kita lupa bahwa kita adalah hamba yang tugasnya mengabdi dan menjalankan perintah, bukan justru lebih banyak menuntut ya ki…..” Kata Maula.
“Benar Nak Mas, kita ini hamba yang diciptakan untuk semata mengabdi pada_Nya, meski Allah tidak melarang kita meminta dan bahkan menganjurkannya, tapi kita harus punya etika dan tatakrama dalam kita memohon pada Allah……” Tambah Ki Bijak.
Maula diam sejenak, menyimak penuturan gurunya, sesaat kemudian sang guru melanjutkan wejangannya;
“Aki punya sebuah cerita menarik mengenai bagaimana seharusnya seorang hamba bersikap, Nak Mas mau mendengarkannya….?” Tanya Ki Bijak.
“Tentu…,tentu Ki, ana dengan senang hati mau mendengar cerita Aki……” Jawab Maula.
“Ceritanya begini Nak Mas, ada seorang abdi istana yang sangat patuh pada setiap perintah sang raja, sebut saja namanya Ayas; awalnya Ayas ini hanyalah seorang tukang kebun di istana sang raja…….” Kata Ki Bijak mengawali ceritanya.
“Lalu ki….?” Tanya Maula penasaran.
“Meski hanya sebagai penjaga kebun, kepatuhan, ketaatan dan pengabdiannya Ayas yang tulus ikhlas tanpa pamrih, membuat sang raja tertarik pada perilaku Ayas yang sangat terpuji itu, akhirnya sang raja mengangkat Ayas menjadi abdi dalam di istananya………” Sambung Ki Bijak.
“Waah, beruntung sekali si Ayas ini ya ki…….” Kata Maula.
Ki Bijak tersenyum pada Maula, “Bukan hanya karena beruntung kalau kemudian Ayas diangkat menjad abdi dalam istana Nak Mas, tapi pengabdian, ketulusan dan ketaatannya itulah yang kemudian menggerakan hati sang raja untuk mengangkatnya….., sampai sini Nak Mas melihat ‘sesuatu’ dari cerita yang barusan…..?” Tanya Ki Bijak.
“Hhhh…., apa ya ki…., mungkin pengabdian yang tulus ikhlas Ayas yang berbalas kemuliaan ki…..?” Jawab Maula.
“Nak Mas benar, awal cerita barusan adalah sebuah kias bagaimana sebuah pengabdian yang tulus ikhlas berbuah kemuliaan dan kehormataan….., pun dengan kita Nak Mas, kita ini abdi dihadapan sang Maha Raja, Allah swt….., maka seyogyanyalah kita mengabdi kepada Allah dengan tulus ikhlas, tanpa pamrih apalagi sampai riya, dan yakinlah, Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan amal baik mahluk_Nya, dan pengabdian yang tulus ikhlas adalah sebuah permohonan tanpa kata yang jauh lebih Allah sukai dari pada mulut kita meminta-minta dengan berbagai permohonan, sementara sikap dan pengabdian kita masih banyak terbalut dengan pamrih dan riya, sebagaimana Ayas, insya Allah, ketika pengabdian kita murni dan tanpa pamrih, kemulian dan kehormatan sebagai hamba Allah akan kita raih…..” Kata Ki Bijak.
“Iya ki, sepanjang apapun doa yang dibaca, tapi hanya keluar dari mulut saja, tanpa disertai keyakinan dan keimanan dari dalam hati, hanya akan membuat mulut kita lelah mengucapkannya ya ki…..” Kata Maula.
“Ya Nak Mas, lakukan saja pengabdian kita seikhlas dan sebaik mungkin, insya Allah, Allah akan memberikan imbalan yang pasti tepat bagi kita……” Tambah Ki Bijak.
“Iya ki…., lalu bagaimana kelanjutan cerita Ayas setelah jadi abdi dalam di istana ki…..” Tanya Maula.
“Pengangkatan Ayas dari tukang kebun menjadi abdi dalam istana, tak pelak menimbulkan perasaan iri pada sebagian abdi dalam istana lainya, mereka merasa Ayas tidak layak bersanding dengan mereka, karena Ayas hanyalah seorang rakyat jelata, sementara mereka dari golongan terpandang, maka timbullah sifat hasud pada sebagian pembesar istana terhadap Ayas, dan kemudian mereka bermufakat untuk menjatuhkan Ayas dimata sang raja, dengan harapan Ayas akan diturunkan kembali menjadi tukang kebun…….” Ki Bijak melanjutkan ceritanya.
“Waah nggak dimana nggak dimana ya ki, ada saja orang yang memiliki sifat dengki seperti, kalau ada orang yang naik jabatan, kasak kusuk cari kesalahan untuk menjantuhkan…….., lalu bagaimana dengan Ayas Ki……?” Kata Maula.
“Pada akhirnya kelompok abdi dalam yang bersekongkol untuk menjatuhkan Ayas ini, menemukan ‘celah’ untuk menjelekan Ayas, ketika mereka menemukan rutinitas Ayas setiap pagi hari antara pukul 09 hingga pukul 10, Ayas selalu memasuki kamarnya, dan menutup rapat pintu dan semua jendelanya…, hal ini diadukan oleh para pendengki itu kepada sang raja, dengan mengatakan bahwa Ayas setiap hari mengguna-guna raja agar raja sayang padanya………..” Kata Ki Bijak.
“Lalu ki…..” Tanya Maula mulai penasaran.
“Raja yang arif ini tidak serta merta percaya dengan apa yang disampaikan oleh para abdinya, raja meminta pengaduan mereka dibuktikan, maka pada hari yang telah ditentukan, mereka mencoba melihat apa yang Ayas kerjakan didalam kamarnya, secara sembunyi-sembunyi mereka memantau setiap gerak-gerik Ayas didalam kamarnya……” Kata Ki Bijak lagi.
“Apa yang dilakukan Ayas didalam kamarnya ki…?” Maula seperti cemas kalau-kalau para abdi dalam itu menemukan celah untuk mencelakakan Ayas.
“Mereka tidak menemukan apapun, kecuali mendapati Ayas tengah duduk tafakur setelah shalat dhuha, dengan menanggalkan seluruh pakaian kebesarannya; dari tempat mereka sembunyi, mereka mendengar kata-kata Ayas: “Ya Rabb, hamba tetaplah seorang abdi_Mu, pakaian ini tidaklah berarti apa-apa bagi hamba, hamba hanya ingin menjadi abdi_Mu saja, tidak lebih ya Rabb…..’ , merah padamlah muka-muka mereka yang dengki pada Ayas, harapannya untuk menjatuhkan Ayas dengan aktivitas ‘ganjilnya’ ternyata gagal.
Mendengar hal ini, sang raja tersenyum, “Itulah alasan kenapa Aku mengangkat Ayas menjadi abdi dalam diistana ini, karena ia mengabdi kepadaku secara tulus ikhlas, tanpa pamrih apapun dariku………….” Kata Ki Bijak menirukan jawaban sang raja.
Meskipun para pendengki itu sudah ‘kalah’, tapi mereka masih mencari-cari cara untuk menjatuhkan Ayas……, hingga akhirnya sang Raja memutuskan untuk mengundang semua pembesar dan abdi dalam istana; termasuk Ayas didalamnya….” Ki Bijak melanjutkan ceritanya.
“Apa yang terjadi kemudian ki…?” Tanya Maula lagi.
“Dalam kesempatan itu, sang raja berkata kepada para abdinya; wahai abdiku sekalian, hari ini Aku memaklumkan pada kalian semua; bahwa silahkan kalian pilih apapun yang kalian mau yang ada diruangan ini……” Lagi Ki Bijak menirukan perkataan sang Raja.
“Para pembesar yang serakah itu kemudian kasak-kusuk satu sama lain, mata mereka liar mencara benda apa yang kira-kira akan dipilihnya; kemudian mereka berkata pada sang raja; Apakah benar apa yang kami pegang akan menjadi milik kami baginda; tanya para pembesar itu hampir bersamaan;
Sang Raja hanya mengangguk; maka bertebaranlah para pembesar itu keseluruh penjuru ruang istana, ada yang mengambil perhiasan, ada yang mengambil emas, ada yang mengambil perak dan banyak lagi yang mereka ambil dan perebutkan……” Kata Ki Bijak melanjutkan ceritanya.
“Bagaiman dengan Ayas Ki, apa yang dia ambil…?” Tanya Maula.
“Ayas tidak beranjak dari tempatnya Nak Mas, Ayas hanya duduk dan melihat pembesar lainnya memperebutkan harta dan perhiasan yang ada didalam istana….” Jawab Ki Bijak.
Sekembalinya para pembesar itu ketempat masing-masing, mereka heran melihat Ayas masih terpaku ditempatnya dan tidak mengambil barang apapun; pun dengan sang Raja; kemudian sang Raja bertanya kepada Ayas; “Ayas, kenapa engkau tidak mengambil barang berharga apapun seperti yang lain…? Tanya Sang Raja.
“Mendapat pertanyaa dari sang Raja, Ayas balik bertanya kepada sang Raja; “Tuanku, apakah benar apa yang hamba pegang akan menjadi milik hamba….?” Tanya Ayas.
“Benar Ayas, ambillah apa yang kau mau…” Jawab Sang Raja.
“Kemudian Ayas berdiri dan menghampiri Raja, “Perkenankan hamba memiliki paduka saja, hamba sudah cukup……..” Kata Ayas sambil memegang tangan sang Raja.
Semua yang hadir terdiam, tidak mengerti apa yang Ayas lakukan, dan Rajapun kemudian bertanya padanya; Ayas, apa yang kau maksud…?” Tanya Sang Raja.
“Tadi paduka mengatakan apa yang hamba pegang akan menjadi milik hamba, maka hamba memilih memegang dan memiliki paduka dari pada benda-benda itu…., karena padukalah pemilik istana ini, padukalah pemilik kerajaan ini, maka ketika hamba memiliki paduka, hamba sudah merasa memiliki segalanya……..” Jawab Ayas.
“Waaah,hebat banget pikiran Ayas ya ki, dia tidak memilih emas, karena ia tahu,ia hanya akan memiliki emas saja, tidak yang lainnya, kalau ia memilih berlian, mungkin berlian saja yang akan ia punyai, tapi dengan memegan dan memilih sang Raja, maka Ayas telah memiliki semuanya, emas, perhiasaan, istana dan bahkan kerajaan dan isinya…, hebat ki…..” Kata Maula kagum.
“Nak Mas tahu tamsilnya….?” Tanya Ki Bijak.
“Emas, perhiasan, berlian dan bahkan istana adalah perlambang dunia ini ki…, ketika seseorang mempertaruhkan segalanya untuk mendapatkan dunia, mungkin dia akan mendapatkan dunia itu, dan hanya itu yang akan mereka dapatkan, dunia saja..”,
“Sementara ketika kita memilih untuk mengabdi kepada Allah dengan tulus ikhlas, maka kita akan mendapatkan sang pemilik perhiasan, sang pemilik emas, intan dan berlian dan bahkan sang dunia ini, artinya kita akan mendapatkan segalanya, kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat, bukan begitu ki….?” Kata Maula.
“Ya Nak Mas, ketika kita ‘memilih’ Allah, maka kita sudah memiliki segalanya……” Kata Ki Bijak lagi.
Maula merenung sejenak, menapaki kembali bagaimana ibadahnya selama ini, ia merasa ada banyak ibadahnya yang masih bercampur dengan keinginan duniawinya, tahajudnya kadang masih bercampur dengan keinginan untuk kaya, dhuhanya kadang masih ingin yang lain selain Allah dan sebagainya, Astaghfirullah….., bathinya memohon ampun.
“Ki Ana malu pada si Ayas ini ki…..” Katanya kemudian.
“Ayas kan hanya sebuah cerita Nak Mas, kenapa mesti malu…?” Tanya Ki Bijak.
“Ayas benar, dan itu yang harusnya ana lakukan, mengabdi kepada Allah dengan keikhlasan….” Kata Maula tertahan.
“Ya Nak Mas, Akipun belum bisa seperti Ayas sepenuhnya, tapi setidaknya mari kita berusaha dan memohon kepada Allah untuk bisa mengabdi kepadaNya dengan ikhlas sesuai kehendakNya……..” Kata Ki Bijak.
“Iya ki, lalu apa lagi sifat luhur Ayas yang bisa kita pelajari ki…..” Tanya Maula beberapa saat kemudian.
“Diakhir cerita, sang raja makin menyayangi Ayas, hingga sekali lagi sang Raja menguji para abdinya dengan sebuah perintah untuk menghancurkan mahkota yang tengah dipakainya…”.
“Para pembesar saling pandang, tidak mengerti dan tidak berani untuk menghancurkan mahkota sang Raja, beda halnya dengan Ayas, ia maju kedepan, kemudian dia menyanggupi untuk menghancurkan mahkota sang raja, para pembesar lain tentu bingung sekaligus berharap Ayas akan dihukum akibat tindakan bodohnya itu……” Lanjut Ki Bijak.
“Lalu apa yang terjadi ki…?” Tanya Maula.
“Sang Raja kemudian bertanya kenapa Ayas berani menghancurkan mahkotanya, dan Ayas menjawab ‘ Paduka, mahkota ini hanya sebuah benda mati, dan sementara titah paduka jauh lebih luhur dan agung untuk hamba emban, daripada hamba takut kepada benda mati ini……., Jawab Ayas.
“Raja bertepuk tangan untuk Ayas, kalian dengan dan lihat sendiri seperti apa Ayas ini kan, Ayas sangat menjunjung tinggi perintahku, sementara kalian lebih menghormati benda, jadi wajar jika kemudian Aku menjadikannya abdi dalam istanaku ini…….” Kata Raja lagi.
“Para pembesar lainnya, hanya tertunduk malu dengan sikap dan polah mereka, mereka yang selama ini memandang Ayas dengan sebelah mata, ternyata salah, Ayas ternyata seorang abdi yang ikhlas, Ayas ternyata seorang abdi yang hanya memilih rajanya, dan Ayas adalah seorang abdi yang menjunjung tinggi perintah raja, sementara mereka selama ini mengabdi dengan penuh pamrih atas pangkat dan jabatan, mereka selama ini hanya mengharapkan perhiasan duniawi, dan mereka ternyata juga lebih menghormati benda daripada titah rajanya…….” Kata Ki Bijak lagi.
“Ini juga tamsil bagi kita yang suka pilih-pilih perintah Allah ya ki, kita berbondong-bondong melaksanakan perintah kala perintah itu menguntungkan kita, sebaliknya kita akan cenderung mundur kebelakang ketika perintah itu kita anggap merugikan, kita lebih melihat perintah dari kacamata kita, bukan dari siapa yang memerintahkannya ya ki……” Kata Maula.
“Benar Nak Mas, dan tidak akan ada satupun perintah Allah yang akan merugikan kita, tidak akan ada perintah Allah yang akan menjerumuskan kita, kita laksanakan saja perintahNya, insya Allah kita akan tahu hikmah yang sangat besar dari perintah itu…..” Kata Ki Bijak melengkapi.
“Iya ki…., semoga Ana bisa seperti Ayas ya ki…..” Kata Maula sambil pamitan.
Wassalam.
May 16,2010
No comments:
Post a Comment