“Sebutir pasir dalam sebuah bangunan megah, memang tidak akan kelihatan perannya Nak Mas….., meski butiran itu ada, yang terlihat oleh orang lain adalah bagian – bagian luarnya……;
“Dan kepindahan Nak Mas ketempat kerja yang baru ini…., insya Allah, peran Nak Mas akan lebih terlihat, Nak Mas akan menjadi tiang yang hampir setiap orang dapat melihatnya…, namun Nak Mas tetap harus ingat bahwa ketika kita menjadi tiang, artinya kita harus lebih kuat, harus lebih kokoh, harus lebih tahan..,karena tiang menyangga banyak beban da harapan yang diembankan kepadanya…;
“Tiang menyangga genting yang diatasnya, tiang menyangga suhunan, reng dan menyangga banyak hal lainnya…, dan itu sebuah konsekuensi, kekuatan besar, akan melahirkan tanggung jawab yang lebih besar pula…..;
“Pun dengan Nak Mas…., dengan posisi Nak Mas ditempat baru ini.., Nak Mas akan menjadi sandaran lahiriah dari banyak karyawan, Nak Mas juga menjadi lokomotif perusahaan untuk menuju stasiun kesuksesan perusahaan, dengan banyak gerbong, dengan banyak penumpang yang turut serta dibelakang lokomotif yang Nak Mas kemudikan…….”tutur Ki Bijak menasehati Maula terkait dengan kepindahannya.
“Ya ki….; ana mengerti….” Kata Maula.
“Kembali pada posisi Nak Mas sebagai tiang penyangga…., Nak Mas tahu bagaimana sebuah tiang bisa kokoh dan kuat sehingga mampu menyangga beban yang sedemikian berat diatasnya….?” Tanya Ki Bijak.
Maula segera mengalihkan pandangannya kepada sebatang tiang yang menjadi penyangga utama ditengah masjid….;
“Mungkin agar menjadi kuat, tiangnya harus besar ki…, kemudian bahannya juga harus bahan yang baik, harus padat isinya dan….apalagi ya Ki….?”Tanya Maula.
“Nak Mas benar…, untuk menjadi tiang yang kuat…, tiang itu harus besar atau tepatnya sesuai dengan kapasitas beban yang ada diatasnya…., dan dalam konteks Nak Mas…., Nak Mas pun harus menjadi pribadi yang memiliki kebesaran jiwa, harus memiliki kekuatan hati agar Nak Mas menjadi tiang yang kokoh….;
“Kemudian kalau tadi Nak Mas bilang bahwa tiang yang kuat juga harus memiliki bahan yang kuat dan kepadatan yang baik…, dalam hemat Aki hal itu bisa kita amsalkan dalam diri Nak Mas, bahwa Nak Mas harus memiliki kompetensi, memiliki pengetahuan, memiliki ketrampilan yang memadai, dengan kompetensi itulah kemudian Nak Mas bisa lebih mampu untuk menjadi pilar yang kokoh dalam struktur bangunan yang Nak Mas topang….” Kata Ki Bijak.
Maula manggut-manggut mendengarkan pitutur gurunya…
“Dan yang sama sekali Nak Mas tidak boleh lupa…, bahwa tiang yang kuat harus berdiri diatas pondasi yang kuat…., karena sebesar apapun tiangnya, sebaik apapun materialnya, sepadat apapun isinya, ketika tiang itu berdiri diatas pondasi yang labil, maka tiang itupun tidak akan stabil dan mudah roboh…..;
“Dan selaku muslim, pondasi kita adalah syahadat yang benar Nak Mas…, . Asyhadu allaailaaha illallaah. Wa asyhadu anna Muhammadarrasuulullaah…., inilah pondasi dasar yang akan menentukan kokoh tidaknya struktur keislaman seseorang….;
“Seorang muslim, yang mampu memahami dua kalimat agung tersebut, akan memiliki pondasi dasar yang kuat, yang insya Allah akan mampu menopangnya dalam berbagai keadaan dan kondisi…, orang yang syahadatnya benar, tidak akan limbung dan labil diterpa berbagai ujian dan cobaan yang akan dijalaninya, tidak akan surut oleh rintangan yang menghadangnya…., singkatnya syahadat yang benar, insya Allah akan melahirkan shalat yang benar, syahadat yang benar,akan melahirkan shaum yang benar, syahadat yang benar, akan melahirkan pribadi yang akan berzakat dan berhaji yang benar pula……..” Kata Ki Bijak lagi.
Maula menghela nafas panjang…, dua puluh pilihan, dua buah konsekuensi yang berbeda…..
“Ana mengerti ki…., semoga apa yang Aki wejangkan tadi, bisa menambah keyakinan ana untuk berbuat sesuatu yang lebih baik…” Kata Maula.
“Semoga Nak Mas…, Aki berharap dan berdoa semoga Allah senantiasa bersama niat tulus Nak Mas untuk menggapai ridhoNYa…” Kata Ki Bijak lagi.
“Aamiin…” Maula mengamini.
Wassalam;
January 26, 2012
No comments:
Post a Comment