Wednesday, November 19, 2008

TUNAIKAN WAJIBNYA, PELIHARA SUNNAHNYA

“Menurut Nak Mas, bagaimana jika ada orang yang mengenakan topi dan kacamata, tapi lupa mengenakan baju dan celana...........?” Ki Bijak balik bertanya untuk menjawab pertanyaan Maula tentang mereka yang ‘rajin’ melaksanakan amaliah sunnah, tapi lalai terhadap apa yang menjadi kewajibannya.

Maula tersenyum mendengar pertanyaan pancingan dari gurunya, “Tentu menjadi lucu ki, karena topi dan kacamata, seharusnya hanya menjadi pemantas dan aksesoris setelah mengenakan baju dan celana, tapi kalau ada orang yang tidak mengenakan baju dan celana, tapi bakai topi dan kacamata, ana tidak dapat membayangkan betapa ‘lucunya’ orang seperti itu..............” kata Maula, masih dengan mimik tersenyum simpul.

“Pun demikian halnya dengan ibadah kita Nak Mas, syariat yang diwajibkan, seperti shalat, shaum ramadhan, zakat dan menunaikan ibadah haji adalah ‘seperangkat baju dan celana’ yang mutlak harus dikenakan orang-orang yang mengaku beriman dan islam, dan amaliah sunnah, laksana pemanis dan pelengkap agar penampilan seseorang menjadi lebih menarik karenannya.............” kata Ki Bijak.

“Mereka yang tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya selaku muslim atau mukmin, ibarat mereka yang tidak mengenakan pakaian, sehingga seluruh auratnya terbuka, sehingga menimbulkan aib dalam setiap gerak langkahnya, naudzubilah, karenanya menjadi sangat penting bagi kita untuk benar-benar menunaikan kewajiban-kewajiban syariat kita.............., Nah, kalau contoh kasus yang Nak Mas katakan tadi, misalnya seperti apa.....?” Tanya Ki Bijak.

“Misalnya ada orang yang shalat fardunya masih sering ketinggalan atau bolong-bolong ki..........” kata Maula.

“Lalu..........?” Tanya Ki Bijak.

“Tapi dia ‘rajin’ tahajud, karena ia pernah membaca fadhilah tahajud yang ‘luar biasa’ dalam mewujudkan harapan-harapan duniawiyahnya, misalnya ada orang yang mengatakan bahwa kalau ingin naik jabatan, harus tahajud, lalu kalau ingin penghasilannya besar, juga tahajud dan lain sebagainya.................” kata Maula.

“Nak Mas, tidak ada yang salah dengan perintah tahajud sebagai fasilitas dari Allah bagi mereka yang ingin mencapai maqam tertentu disisi Allah, dan Insya Allah, janji Allah untuk menempatkan orang-orang yang dikehendaki_Nya dimaqam yang terpuji, pasti benar adanya...................” kata Ki Bijak sambil mengutip ayat al qur’an;

79. Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.

“Hanya saja dalam hemat Aki, ada beberapa hal yang perlu sedikit ‘diluruskan’, terkait dengan apa yang Nak Mas katakan tadi, yaitu yang pertama terkait dengan niat, Nak Mas, sedapat mungkin tahajud kita, atau ibadah-ibadah kita yang lain, diniatkan lillahi ta’ala, bukan karena ingin kaya, bukan karena ingin jabatan, atau keinginan-keinginan jangka pendek lainnya, and toh nanti, jika Allah menghendaki kita mendapatkan ‘sesuatu’ dari tahajud kita, itu adalah hak prerogatif Allah, dan insya Allah, Allah tidak akan menyalahi janji_Nya...........”

“Ada banyak kasus, seperti cerita Nak Mas sendiri beberapa waktu lalu, bahwa ketika kita melandasi ibadah kita dengan tujuan-tujuan jangka pendek, seperti ingin kaya atau naik jabatan, ketika tujuan itu sudah tercapai, tahajudnya jadi malas lagi, ibadahnya jadi lalai lagi, ini yang harus kita hindari agar ibadah kita tetap istiqomah, sehingga bukan saja akan mendatangkan kebahagiaan didunia, tapi terlebih kita harus berpikir agar ibadah kita memiliki nilai investasi untuk kehidupan kita kelak diakhirat............” Tambah Ki Bijak.

“Benar Ki, ana pernah mengalami hal seperti itu, ketika itu tahajud ana lebih banyak disandarkan kepada keinginan ana untuk mendapatkan penghasilan lebih, punya rumah, dan punya sedikit tabungan, dan alhamdulillah, apa yang ana inginkan dikabul Allah, tapi ya itu tadi ki, setelah semua tujuan jangka pendek ana terpenuhi, ana jadi ‘lalai’ dan meninggalkan tahajud.............” kata Maula sambil mengingat pengalamannya dahulu.

“Dan pengalaman itu harus Nak Mas jadikan pelajaran, untuk tidak mengulanginya lagi, luruskan niat semua amal ibadah kita untuk menggapai ridha Allah swt semata.......” Tambah Ki Bijak.

“Hal kedua, ibadah sunnah, seperti tahajud yang sedang kita bicarakan, Nak Mas perhatikan lagi ayat ini, ‘tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, dalam hemat Aki, “tambahan’ hanya akan ada setelah adanya ‘pokok’ dulu, dalam hal ini, ibadah sunnah akan menjadi nilai tambah setelah ibdah wajibnya terpenuhi, atau dalam bahasa Aki, ibadah wajib itu ibaratnya angka 1 (satu), dan ibadah sunnah itu angka ‘0’ (nol), kalau satu disandingkan dengan ‘0’, maka akan menjadi angka ‘10’, kalau angka satu tadi disandingkan dengan angka ‘0’_nya 2, maka akan membentuk angka 100, dan seterusnya......”

“Sebaliknya, ketika kita belum memiliki angka 1 (satu), berapapun angka ‘0’ yang kita punya, sama sekali tidak bernilai apa-apa, misalnya kita deretkan angka ‘0’ seperti ini’000000000’, tetap saja nilainya ‘0’..............” Kata Ki Bijak sambil membuat coretan dilembar kertas.

Maula mengamati coretan tangan Ki Bijak, “Iya ya ki, ada seratus angka nol yang berderet pun, kalau tidak didahului dengan angak satu, jadi tidak bernilai ya ki..............” kata Maula.

“Karenanya, tempatkan perintah dan syariat pada proporsi yang benar, kalau memang Allah dan Rasul_Nya menyatakan bahwa itu wajib, artinya disana pasti ada ‘sebuah nilai lebih’ dari perintah sunnah, meski ini bukan berarti kita mengabaikan perintah sunnah, hanya idealnya, secara normatif, yang wajib memang harus menjadi prioritas yang harus ditunaikan terlebih dahulu...........” Kata Ki Bijak.

“Iya ki........, atau mungkin karena diwaktu malam, saat shalat tahajud itu waktu-waktu yang mustajab ki, sehingga mendorong sebagian orang lebih mengutamakan shalat tahajud daripada shalat fardhu............” kata Ki Bijak.

“Waktu sepertiga malam terakhir sebagai salah satu waktu yang baik untuk berdoa, itu benar Nak Mas, seperti jawaban baginda Rasulullah Saw ketika ditanya, "Pada waktu apa do'a (manusia) lebih didengar (oleh Allah)?" Lalu Rasulullah Saw menjawab, "Pada tengah malam dan pada akhir tiap shalat fardhu (sebelum salam)." (Mashabih Assunnah), Nak Mas perhatikan lagi jawaban Rasul ini, bahwa selain pada tengah malam, akhir tiap shalat fardhu juga merupakan saat dimana doa seseorang didengar Allah, kemudian doa yang diucapkan antara azan dan iqomat (HR. Ahmad) serta banyak lagi hadits dan riwayat mengenai keutamaan waktu berdoa selain tengah malam, jadi menurut hemat Aki, kurang bijak kalau kemudian kita mengabaikan ibadah-ibadah fardhu dengan alasan keutamaan dan mustajabnya waktu berdoa ditengah malam saja……..” Kata Ki Bijak lagi.

“Jadi yang ideal adalah mereka yang menunaikan kewajibannya fardhunya dengan ikhlas, benar dan sesuai tuntunan syariat, dan kemudian memperindahnya dengan amaliah sunnah yang istiqomah ya ki………….” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, atau dalam bahasa Aki tadi, kenakan baju dan celana secara patut dan sempurna, kemudian perindah dengan aksesori lainnya, agar kita nampak lebih pantas dan berwibawa……………..” Kata Ki Bijak lagi.

Maula mengangguk, tak lama berselang ia pamitan pada gurunya.

Wassalam

November 14,2008

No comments:

Post a Comment