Monday, December 6, 2010

JELANG TAHUN BARU HIJRIAH 1432, MOMENTUM INTROSPEKSI DAN KOREKSI


“Bulan pertama Hijriah bulan Muharram ki, yang kalau ana tidak salah, artinya bulan yang diharamkan untuk berperang;

“Kemudian, bulan yang kedua; Shafar, artinya daun yang menguning; atau ada pula yang mengartikan perjalanan, karena dibulan ini, biasanya masyarakat Arab banyak yang melakukan perjalanan, baik itu untuk berdagang atau untuk mencari air;

“Bulan yang ketiga; Rabi’ul Awwal ,artinya musim semi pertama”

“Bulan yang keempat; Rabi’ults Tsani, artinya musim semi yang kedua”

“Bulan yang kelima; Jumadil Awwal, artinya masa air membeku (musim dingin) yang pertama;

“Bulan yang keenam; Jumadits Tsani, artinya masa air membeku (musim dingin) yang kedua;

“Bulan yang ketujuh Rajab, artinya masa air yang membeku mulai mencair; atau ada juga yang mengartikan bulan yang agung, karena dibulan Rajab ini terjadi peristiwa besar dalam sejarah umat Islam, yaitu peristiwa di Isra’ Mi’raj-kannya Nabi Muhammad Saw”

“Bulan yang kedelapan Sya’ban, artinya lembah-lembah yang mulai ramai digarap penduduk untuk bercocok tanam atau beternak; atau ada pula yang mengartikannya ‘yang bercabang’ karena banyaknya cabang-cabang kebaikan yang terdapat dibulan ini, bahkan Nabi banyak melakukan shaum sunnah dibulan ini..”

“Bulan yang kesembilan, Ramadhan, artinya panas yang membakar;

“Bulan yang kesepuluh Syawwal, artinya peningkatan panas yang membakar tersebut; atau peningkatan kualitas ibadah setelah sebelumnya ditarbiyah dibulan ramadhan..”

“Bulan yang kesebelas Dzul Qa’iah, artinya yang di dalamnya banyak orang yang hanya duduk-duduk karena panasnya udara;

“Dan bulan yang kedua belas,Dzulhijjah artinya yang di dalamnya ada haji ki….” Tutur Maula menjawab pertanyaany gurunya seputar bulan hijriah.

“Alhamdulillah, Aki senang Nak Mas mengetahui dengan baik nama-nama bulan hijriah, dan memang seharusnya seperti itu, kita umat islam seharusnya lebih mengetahui kalender hijriah daripada kalender masehi, hanya sayangnya, sekarang ini, sangat sedikit generasi muda kita yang tahu dan mengenal kalender hijriah seperti Nak Mas….” Kata Ki Bijak senang dengan pengetahuan Maula, sekaligus prihatin dengan minimnya generasi muda sekarang dengan kalender agamanya.

“Iya ki, kalau menyambut tahun baru masehi, hampir semua orang tahu, dan bahkan ada yang turut merayakannya, meniup terompet, kompoi dijalanan dan lainnya, padahal itu sama sekali tidak ada manfaatnya, sementara ketika menyambut tahun baru Islam, mungkin hanya beberapa orang saja yang tahu dan mengambil pelajaran daripadanya……..” Kata Maula lagi.

“Inilah tantangan kita Nak Mas, bagaimana kita ‘mengembalikan’ pola fikir dan pemahaman umat islam kepada yang seharusnya, bukan sekedar merayakan, bukan sekedar ikut-ikutan, bukan sekedar ingin dikatakan tidak ketinggalan zaman…..” Kata Ki Bijak.

“Nak Mas juga masih ingat sejarah singkat penetapan tahun hijriah…?” Tanya Ki Bijak beberapa saat kemudian.

“Dari beberapa literatur yang pernah ana baca, penetapan tahun baru Hijriah ini dimulai pada masa pemerintahan Umar Bin Khattab, tepatnya ditahun kelima masa pemerintahannya, ketika itu Umar menerima surat dari Musa Al As’ari, yang ketika itu menjabat gubernut kuffah; dibuku yang an abaca, isi suratnya kira-kira begini ki….;

“KATABA MUSA AL AS’ARI ILA UMAR IBNUL KHOTHOB. INNAHU TAKTIINA MINKA KUTUBUN LAISA LAHA TAARIIKH.”

Artinya: Telah menulis surat Gubernur Musa Al As’ari kepada Kepala Negara Umar bin Khothob. Sesungguhnya telah sampai kepadaku dari kamu beberapa surat-surat tetapi surat-surat itu tidak ada tanggalnya.

“Setelah menerima surat itu, Sayyida Umar mengumpulkan para tokoh untuk merumuskan tarekh atau kalender Islam…, dalam musyawarah yang dipimpin langsung oleh Sayyidina Umar, ada sahabat yang mengusulkan penanggalan islam dimulai dari tahun kelahiran Nabu Muhammad, ada juga kemudian yang mengusulkan tahun pengangkatan Nabi Muhammad sebagai Rasul, ada pula yang mengusulkan tahun di Isra’ Mi’raj-kannya Nabi Muhammad sebagai awal tahun Hijriah, dan Sayyidina Ali mengusulkan penanggalan tahun hijriah dimulai dari Tahun hijrahnya Nabi Muhammad saw dan kaum muslimin dari Makkah ke Madinah, sebagai symbol berpisahnya kerusakan menuju kebaikan(Mekkah ketika itu disimbolkan tempat kerusakan, dan Madinah sebagai kota penuh cahaya dan ilmu)…..” Tutur Maula menceritakan kembali apa yang pernah dibacanya mengenai sejarah penetapan tahun Hijriah.

Ki Bijak hampir bertepuk tangan mendengar Maula dengan fasih menuturkan sejarah penaggalan Hijriah, namun akhirnya Ki Bijak mengganti tepuk tangganya dengan berdoa ”Yaa Allah, karuniakan ilmu dan hikmah kepada anakku ini, semoga ia kelak bisa menjadi pewaris para alim sebagai penerus dan penegak panji-panji_Mu…..” Doa Ki Bijak dalam hati.

Maula nampak diam, karena ia tidak mendengar doa Ki Bijak;

“Setelah Nak Mas paham mengenai sejarah tahun hijriah, satu hal lagi yang Nak Mas harus pahami, yaitu hikmah dan aktualisasi hijrah dalam kehidupan kita sekarang ini…..” Kata Ki Bijak beberapa saat kemudian.

“Hijrah secara harfiah hijrah artinya berpindah Nak Mas…, sementara secara istilah, Hijrah mengandung dua makna, yaitu hijrah makani dan hijrah maknawi…”

“Hijrah makani artinya hijrah secara fisik berpindah dari suatu tempat yg kurang baik menuju yg lebih baik, seperti Hijrah kaum muslimin dari Mekkah ke Madinah, secara fisik mereka pindah dari negeri penuh kebathilan, menuju negeri penuh ilmu dan harapan….”

“Adapun hijrah maknawi artinya berpindah dari nilai yg kurang baik menuju nilai yg lebih baik dari kebatilan menuju kebenaran dari kekufuran menuju keislaman, ringkasnya hijrah kepada tuntunan Allah dan Rasul-Nya…..” Kata Ki Bijak panjang lebar.

Maula diam sejenak, menyimak penuturan gurunya; “Makna Hijrah yang paling relevan bagi kita untuk saat ini mungkin makna Hijrah maknawi ini ya ki….” Kata Maula sejurus kemudian.

“Aki sependapat dengan Nak Mas, bahwa makna hijrah yang relevan untuk kita saat ini adalah hijrah maknawi, meski negeri kita sekarang ini masih banyak dihiasi oleh berbagai kekufuran dan kejahiliyahan, namun yang paling mendesak saat ini adalah semua kita, yang mengaku muslim, yang mengaku nabinya Nabi Muhammad, yang mengaku kitab sucinya Al qur’an, harus segera ‘hijrah’!!;

“Kita harus segera hijrah dari kebodohan menuju keilmuan, bukan jamannya lagi orang islam tidak bisa baca qur’an, bukan saatnya lagi orang islam tidak mengetahui tarekh nabinya, bukan jamannya lagi orang islam tidak tahu tahun apa yang dipakainya….;

“Kita harus segera hijrah dari kemiskinan menuju kekayaan, bukan jamannya lagi orang islam miskin ilmu, bukan saatnya lagi orang islam miskin ahlaq, bukan jamannya lagi orang islam miskin pengetahuan, bukan jamannya lagi orang islam miskin akidah….., saatnyalah kini umat islam kembali tampil sebagai umat pilihan Allah yang beriman kepada Allah, beramal shaleh dan beramar ma’ruf nahi munkar…”

“Kita harus segera berhijrah dari kurafat menuju kemurnian akidah, tidak jamannya lagi umat islam pergi kedukun, tidak jamannya lagi umat islam memohon pada quburan tua, tidak jamannya lagi orang islam percaya sesajen, bukan jamannya lagi umat islam percaya klenik dan lain sebagainya, kini saatnyalah kita kembali kejalan lurus yang Allah bentangkan untuk kita lalui dengan memurnikan iman dan Akidah kita…."

“Kita harus segera berhijrah dari malas menuju sikap rajin, sudah ketinggalan jaman orang islam shalatnya ketinggalan terus, sudah kuno orang islam zakatnya terlambat terus; sudah bukan zamannya orang islam malas ibadah, sudah termasuk golongan terbelakang kalau masih ada orang islam yang malas baca qur’an, kini saatnyalah kita rajin, kita giat dan semangat untuk mencari keridhaan Allah swt…”

“Dan masih banyak lagi aktualisasi hijrah yang bisa kita lakukan untuk menjadi lebih baik dalam pandangan Allah dan dimata manusia….” Kata Ki Bijak dengan semangat.

“Iya ki, rasanya aneh kalau masih ada orang islam tidak bisa baca qur’an, rasanya mengherankan kalau ada orang yang KTPnya islam tapi shalatnya musiman, jumat saja, atau bahkan idul fitri dan idul adha saja, padahal masjid banyak, waktu ada, badan sehat, apalagi yang menghalangi mereka untuk bergegas menyembah Allah…?” Kata Maula menambahkan.

“Iman Nak Mas, iman yang ada disini……” kata Ki Bijak sambil menunjuk dadanya.

“Iman inilah yang harus segera dibenahi, hati inilah yang harus segera ditata kembali untuk menemukan cahaya ilahiyah yang mungkin tertutup oleh kurafat dan dosa, sehingga tidak lagi mampu menangkap keindahan sinyal-sinyal ilahiyah yang Allah pancarkan…..” Tambah Ki Bijak.

“Mumpung nanti malam momentum peringatan tahun baru hijriyah, ayo kita introspeksi diri, muhasbah, menghitung dan mengkaji lagi apa yang telah kita lakukan setahun kebelakang, untuk kemudian menyempurnakan yang masih kurang, memperbaiki yang rusak, dan menambah yang belum ada, dan itulah makna peringatan tahun baru; untuk introspeksi dan koreksi, bukan sekedar ikut-ikutan dan seremonial belaka….” Kata Ki Bijak member kesimpulan.

“Iya ki…..” Jawab Maula pendek mengakhiri diskusinya dengan Ki Bijak.

Wassalam

30 Dzulhijjah 1431 H/Desember 06,2010

No comments:

Post a Comment