Monday, December 27, 2010

BELAJAR DARI KEKALAHAN

“Gimana nonton bolanya Nak Mas…?” Tanya Ki Bijak.

“Payah ki, Indonesia kalah telak dari Malaysia, 3-0!...” jawab Maula sedikit kesal karena kekalahan yang membuat harapannya dan juga harapan sebagian besar rakyat Indonesia untuk dapat melihat tim garuda juara, menjadi kabur.

Ki Bijak tersenyum melihat mimic Maula yang nampak kesel itu; “Kalah menang dalam sebuah pertandingan itu hal biasa Nak Mas, yang penting kita sudah berjuang semaksimal mungkin untuk meraih kemenangan, mengenai hasil, itu bukan kewajiban kita…..” Kata Ki Bijak coba menghibur.

“Justru disitu masalahnya Ki, permainan Indonesia kali ini, jelek banget, semangatnya payah, mentalnya pun belum apa-apa sudah down, mereka seperti terbebani oleh harapan yang demikian besar dari masyarakat yang menginginkan mereka juara….” Kata Maula.

“Ya sudah Nak Mas, alas an apapun yang kita buat, toh tidak akan mengubah kekalahan menjadi kemenangan, dan beberapun kambing hitam yang akan dikorbankan, tetap saja kenyataannya kita kalah…, sebaik-baik cara untuk mengubah kekalahan menjadi kemenangan adalah instrospeksi dimana kelemahan dan kesalahan kita, untuk kemudian memperbaikinya……” Kata Ki Bijak.

Maula masih diam, fikirannya masih dipenuhi perasaan kesal atas kekalahan tim Indonesia kemarin sore;

“Kemenangan…..adalah buah dari serangkaian proses Nak Mas, secara syariat, kemenangan adalah rangkaian dari proses latihan yang baik, baik itu fisik, mental, strategi, kekompakan, semangat dan berbagai aspek lainnya…., satu saja rangkaian itu putus atau tidak ada, maka kemenangan akan sulit dicapai….”

“Misalnya, latihan fisiknya bagus, strateginya mantap, petihnya oke, tapi semangat dan mental pemainnya jelek, maka akan sulit bagi siapapun untuk menjadi pemenang…….”

“Atau mungkin karena beban yang berlebihan juga bisa ya ki…..?”Kata Maula.

“Ya Nak Mas, bukan hanya dalam sepakbola, harapan, impian, cita-cita atau angan yang muluk dan berlebihan, kerap menjadi boomerang bagi kita, bukan menjadi pelecut semangat, tapi justru menjadi beban yang membelit kita, sehingga kita tidak bisa bermain lepas dan menampilkan apa yang kita punya……” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, setelah kemenangan beruntun kemarin, tim kita disanjung bak pahlawan, tim kita dipuja setinggi langit, tim kita dipuji layaknya selebritis, bahkan ada yang bilang dipolitisasi sedemikian rupa, sehingga mungkin hal ini yang menjadi beban bagi mereka ya ki……” Kata Maula.

“Tim sepakbola kita harus segera berbenah dan belajar dari hal tersebut, jika memang harapa dan pujian yang berlebihan itu membebani mereka, maka jalan terbaiknya adalah melepaskan beban itu sesegera mungkin, dan mengembalikan focus pada pertandingan selanjutnya, bukan berharap pada pujian dan sanjungan dari orang, karena tujuan sebuah tim adalah memenangi gelar kejuaran, bukan mengharap sanjung dan pujian…….” Kata Ki Bijak.

“Pun bagi pribadi kita Nak Mas, kita harus terus menerus mengingatkan diri kita bahwa pujian tidak akan menambah apapun bagi kita kecuali keruagian dan kelalaian……”

“Shalat yang mengharap pujian dari orang lain, riya namanya, dan shalat semacam ini tidak bernilai disisi Allah swt….”

“Sedekah yang mengharap pujian dari orang lain, cari muka namanya, dan sedekah semacam ini, laksana lumut dibebatuan yang licin, yang akan hilang tidak bermakna disisi Allah swt….’

“Pergi haji yang mengharap pujian, sama sekali tidak akan menjadikan orang yang melakukannya menjadi manusia yang lebih baik setelahnya, karena haji yang hanya mengharap pujian dari orang lain, hanya akan menimbulkan sifat sombong dan takabur, mentang-mentang haji, merasa paling benar, mentang-mentang haji, pengennya dihormat terus, pengen disanjung terus……”

“Pun dalam aktivitas apapun, ketika orientasi kita pujian, ketika tujuan kita sanjungan, ketika harapan kita sorak sorai, maka itu sama artinya kita tengah menanam benih kekecewaan…….” Kata Ki Bijak panjang lebar.

Maula menghela nafas panjang, “Benar Ki, pujian sama sekali tidak mendatangkan apapun bagi kita……” Katanya kemudian.

“Ketika kita menolong orang bukan karena Allah, tapi karena ingin disebut orang dermawan, maka nilainya disisi Allah adalah nol besar….”

“Ketika kita mengajak orang untuk beribadah, agar kita disebut dai atau mubaligh, maka nilainya disisi Allah adalah nol besar…”

“Ketika kita menjari orang dengan ilmu pengetahuan, dengan harapan kita disebut orang alim atau ustadz, maka nilainya disisi Allah adalah nol besar….”

“Semua apapun yang kita lakukan, tapi nawaitunya bukan lillahita’ala, maka hakekat nya kita tengah menggali lubang kehancuran kia sendiri…..”

“Karenanya, kita harus selalu mawas diri Nak Mas, kita harus selalu bertanya pada hati kita apakah niat kita sudah lurus, niat kita sudah tulus ikhlas hanya karean Allah swt saja, dan bukan karena yang lainnya…..” Tambah Ki Bijak.

“Iya ki, semoga tim kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari kekalahan ini, dan semoga ana juga bisa terus menerus berinstrospeksi untuk selalu berbuat dan bertindak dengan ikhlas lillahita’ala ya ki…..” Kata Maula.

“Semoga Nak Mas……” Kata Ki Bijak.

“Ayo garudaku….; kita boleh kalah dalam pertempuran…, tapi insya Allah kita akan memenangkan perang ini !! kata Maula sambil mengepalkan tangan.

Ki Bijak tersenyum melihat polah tingkah Maula yang demikian berharap tim kesayangganya menang.

Wassalam

Desember 26,2010

No comments:

Post a Comment