Tuesday, November 27, 2007

TIDAK ADA ‘DUSTA’ YANG SEMPURNA

“Dusta itu ibarat kanker Nak Mas............” Kata Ki Bijak menjawab pertanyaan Maula tentang bahaya berbohong dan dusta.

“Seperti kanker ki................?” Tanya Maula.

“Ya, sekali saja kita berkata bohong, maka kebohongan demi kebohongan akan terus berlanjut untuk menutupi kebohongan kita, sayangnya tidak banyak orang yang sadar akan bahaya bohong ini.............” Kata Ki Bijak.

“Contoh kecilnya begini Nak Mas, jika ada seorang karyawan bolos kerja, kemudian dia telpon kekantornya dengan alasan sakit, padahal alasan sebenarnya karena dia malas berangkat saja misalnya, maka ketika keesokan harinya ia kekantor, tanpa ditanyapun, pasti dia sudah memberikan penjelasan dan argumentasi atas ketidak hadirannya kemarin..........”Kata Ki Bijak.

“Benar ki, pernah suatu ketika ada teman yang berasalan sakit sehingga ia tidak kekantor, kemudian keesokan harinya ia mempertegas lagi bahwa ia sakit, dan ketika ditanya sakit apa, kedokter belum, maka ia kelabakan tidak bisa menjawab............” Kata Maula

“Iya Nak Mas, serapat-rapatnya bangkai ditutupi, maka busuknya akan tetap tercium juga, karena memang tidak ada dusta yang sempurna...........” Kata Ki Bijak.

“Tidak ada dusta yang sempurna ki...........?” Tanya Maula.

“Kadang kita menganggap dusta adalah perkara sepele, gampang ditutupi dengan argumen dan dalih yang meyakinkan, tapi sehebat apapun kita bersilat lidah, serapih apapun kita menutupi kebohongan kita, tetap akan ada ‘celah’ yang akan membongkar kedustaan kita.........” Kata Ki Bijak.

“Celah seperti apa ki...?” Tanya Maula

“Mungkin atasan kita percaya dengan alasan kita, mungkin rekan kita maklum dengan dalih kita, tapi kita mesti ingat, bahwa kita memiliki ‘lie detector’ (pendeteksi kebohongan) dalam hati kita, semakin kita banyak berbohong, maka semakin keras hati kita berdegup tidak menerima kebohongan lisan kita, sehingga sering tanpa sadar, orang yang berbohong membuka sendiri kebohongannya, dengan atau tanpa sengaja............., misalnya ia menggigau ketika tidur atau ia kepeleset lidah ketika bicara, dan masih banyak lagi cara Allah membuka kedok kebohongan kita..............” Kata Ki Bijak.

“Ki, apakah mungkin seseorang berbohong dan kemudian tidak ada yang mengetahuinya..........?” tanya Maula.

“Dihadapan orang lain mungkin bisa, ketika kita berbohong pada istri kita misalnya, mungkin selamanya istri kita tidak akan pernah tahu, tapi ingat Allah tidak pernah lalai atau tidur untuk mencatat segala kebohongan kita, selain juga hati kita yang akan menolak kebohongan kita.............” Kata Ki Bijak.

“Ki, boleh tidak kalau ana mengatakan kalau kita berbohong dengan sengaja, itu artinya kita mengingkari keberadaan Allah...?” Tanya Maula.

“Aki sependapat dengan Nak Mas, kalau kita berbohong dengan sengaja, artinya kita tidak mengakui Allah yang Maha Mengetahui, artinya kita tidak mengakui Allah yang Maha Mendengar, artinya lagi kita tidak mempercayai Allah yang Maha mencatat, kita tidak meyakini keberadaan Malaikat Roqib dan Atid yang senantiasa mencatat amal perbuatan dan perkataan kita, kita tidak mengakui adanya hari pembalasan dan lain sebagainya, dan dalam kondisi yang ekstrem, sangat boleh jadi bohong yang kita anggap sepele itu, akan menjerumuskan kita pada jurang kemusyrikan, Naudzubillah.................” Kata Ki Bijak.

“Astaghfirullah, besar sekali kehancuran yang ditimbulkan oleh kesalahan lisan kita ya ki.............” Kata Maula.

“Itulah kenapa ada orang yang mengatakan lidah kita lebih tajam dari pedang, karena lidah yang sering berdusta, bisa mengakibatkan hancurnya tatanan rumah tangga, lidah yang sering berdusta, tak jarang melahirkan fitnah dan permusuhan, atau bahkan peperangan...............” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, lalu bagaimana kita bisa menghindari bahaya lisan ini ki.....?” Tanya Maula.

“Yang pertama, tentu menjaga lisan kita dari perkataan dusta, sekecil apapun itu, baik kepada istri, kepada anak, kepada teman, karena kebohongan tidak akan pernah membawa kebaikan apapun bagi kita.............” Kata Ki Bijak.

“Yang kedua, kita harus berhati-hati terhadap setiap informasi yang kita terima, apalagi kalau informasi itu datang dari orang yang kredibilitasnya kita ragukan, jangan mudah percaya, cek dulu kebenaran informasi itu, sehingga tidak menjadi fitnah, seperti yang dicontohkan Rasul ketika beliau menerima pengaduan dari seorang yahudi mengenai seorang sahabat, Nak Mas masih ingat cerintanya...........?” Tanya Ki Bijak.

“Ya ki, Rasulullah ketika itu mendapat informasi dari seorang yahudi mengenai sahabat Abdullah bin Mas’ud yang mengatakan bahwa ia lebih senang berada jauh dari Rasulullah dan rumahnya jauh dari masjid..............” Kata Maula.

“Lalu.............”Pancing Ki Bijak.

“Mendengar berita ini, Rasulullah tidak lantas marah, beliau kemudian memanggil Ibnu Mas’ud untuk menanyakan kebenaran berita yang diterima dari yahudi itu, dan ketika itu Ibnu Mas’ud menjawab,

“Benar ya Rasul, saya lebih senang kalau rumah saya berada jauh dari masjid’, pun Rasulullah tidak marah, dan bertanya lagi ‘Kenapa Engkau lebih senang rumahmu jauh dariku dan dari masjid?’,

Ibnu Mas’ud menjawab ‘ Bukankah Engkau ya rasul yang mengajarkan kepada kami, bahwa setiap langkah menuju kearahmu dan menuju masjid dihitung pahala?,

“Benar ya Ibnu Mas’ud....”, Jawab Rasul ketika itu.

“Ibnu Mas’ud kemudian berkata ‘ Ya Rasul, saya ingin mendapatkan banyak pahala dengan berjalan jauh dari rumah menuju masjid dan menemui ya Rasul......., dan Rasulullah tersenyum bangga kepada sahabatnya itu...” Kata Maula mengutip dialog pada kisah tersebut.

“Dan Rasulullah ada sebaik-bai teladan bagi kita, maka dari itu, kitapun wajib meneladani beliau bagaimana sikap beliau dalam memilah berita dan informasi yang diterima, tidak buru-buru, tidak lantas marah, dan dengan penuh kebijakan menanyakan kebenaran berita itu secara adil dan seimbang kepada pihak-pihak yang terkait...., Ashalatu wasalamu alaika ya rasul.............” Ki Bijak melanjutkan pituturnya, sambil berucap salam kepada Rasulullah.

“Alangkah indahnya hidup ini kalau setiap orang mampu menjaga lidahnya ya ki..............” Kata Maula.

“Ya, hidup ini akan serasa indah laksana disurga, karena disurga tidak ada perkataan dusta dan sia-sia................” kata Ki Bijak, sambil mengutip ayat al qur’an


6. Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu (Al Hujuurat)

Wassalam

Nopember 23, 2007

No comments:

Post a Comment