“Nak Mas tahu bedanya rumah kosong tak berpenghuni dengan rumah berpenghuni yang senantiasa dirawat dengan baik…? Tanya Ki Bijak memulai percakapan dengan Maula.
“Oooh.., ini Ki, kebetulan ada punya photonya….., rumah ini terletak beberapa meter dari rumah ana, rumah yang rusak ini, sudah sekitar tiga atau empat tahun tidak ada yang menghuni, sementara rumah sebelahnya, ditinggali oleh keluarga yang sangat ‘resik’ dan rapih, penghuninya sangat rajin merawat rumahnya…..; jadi terlihat kontras sekali ya ki……..” Kata Maula sambil memperlihatkan photo dua buah rumah yang letaknya bersebelahan, tapi dengan kondisi yang bertolak belakang.
Ki Bijak segera memperhatikan photo yang diperlihatkan Maula; “Sekarang Nak Mas analogikan bahwa rumah ini adalah hati kita …..”Lanjut Ki Bijak beberapa saat setelah memperhatikan photo tersebut.
“Maksudnya ki….?” Tanya Ki Bijak.
“Hati kita ini, ibarat rumah, rumah tempat berlabuhnya dosa dan pahala yang kita lakukan, hati yang kosong dari nilai-nilai ilahiyah, hati yang kosong dari nilai-nilai kebajikan, hati yang kosong dari akidah dana amal sholeh, persis seperti gambar rumah kosong ini, hati semacam ini akan menampilkan citra seram dan suram, karena hati yang kosong dan tidak terawat dengan baik, akan dengan sangat mudah dimasuki oleh para ‘pencuri’ akidah, hati yang kosong akan mudah dirasuki sifat-sifat syaitoniyah, hati yang kosong akan mudah dihinggapi sifat-sifat bahimiyah, sifat-sifat sabaiyah, sehingga tak heran orang yang hatinya kosong, akan kelihatan ‘angker’, wajahnya muram, tidak ada cahaya diwajahnya, meskipun secara lahiriyah mungkin saja ia tergolong memiliki wajah rupawan…” Kata Ki Bijak.
Maula diam sejenak, ia kembali memandangi photo rumah kosong yang nampak kumuh, rusak dan ‘menyeramkan itu…” Naudzubillah….betapa mengerikan ya ki, jika hati kita benar-benar kosong seperti rumah ini…..” Katanya kemudian.
“Ya Nak Mas, sangat ‘menyeramkan’, karenanya kita harus benar-benar memperhatikan keadaan dan kondisi hati kita ini, jangan sampai kosong, karena seperti yang pernah Aki bilang, setan memiliki sifat seperti angin, ia akan menempati setiap ruang yang kosong dihati kita, semakin sedikit hati kita terisi oleh nilai-nilai kebajikan, maka semakin banyak ruang yang akan diisi oleh setan, dan Nak Mas tahu apa akibatnya ketika setan sudah berkuasa didalam hati kita….? Tanya Ki Bijak.
“Kerusakan, kehancuran, dan kebinasaan ki…..” Kata Maula.
“Nak Mas tahu kenapa bisa terjadi seperti itu…?” Tanya Ki Bijak lagi.
“Seperti yang pernah Aki wejangkan beberapa waktu lalu; ketika setan yang ‘cerdik’ bersekutu dengan nafsu yang ‘kuat’, maka akan melahirkan kekuatan jahat yang sangat besar, dan ketika ini terjadi, kerusakan, kehancuran dan kebinasaan hanya tinggal menunggu waktu saja, bukan demikian ki….?” Kata Maula.
“Nak Mas benar, dan sekali lagi Aki ingatkan, kerusakan, kehancuran dan kebinasaan yang ditimbulkan oleh perpaduan setan dan nafsu ini bukan hanya akan merusak kehidupan kita didunia ini, lebih dahsyat lagi akan menghancurkan kehidupan akhirat kelak…., Naudzubillah……” Tambah Ki Bijak.
“Iya ki, lalu hal apa saja yang seharusnya berada dalam ruang hati kita ki….?” Tanya Maula.
“Yang pertama; hiasilah hati kita dengan Salimul Aqidah, Nak Mas……” Kata Ki Bijak.
“Salimul Aqidah ki….?” Tanya Maula.
“Benar Nak Mas, Salimul Aqidah, akidah yang bersih, merupakan sesuatu yang wajib keberadaannya dalam hati kita, dengan salimul aqidah inilah, kita sebagai seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat dengan Allah, dan dengan ini pula kita memiliki kemampuan untuk berjalan lurus mengikuti segala ketentuan Allah dan menjauhi larangannya, Nak Mas paham……?” Tanya Ki Bijak.
Maula tampak diam sejenak, berusaha meresapi apa yang baru saja dikatakan gurunya; “Kalau hati itu rumah, maka salimul aqidah ini ibarat pondasinya ya ki, semakin kuat pondasinya, maka semakin kuat pula rumah (hati) kita ini, sebaliknya kalau pondasinya rapuh, maka hati kitapun akan rentan dan rapuh pula ya ki…..” Kata Maula kemudian.
“Benar Nak Mas…; yang kedua, hati yang baik, adalah hati yang berisikan nilai-nilai ibadah yang benar, atau Shahihul Ibadah, artinya hati yang memiliki ilmu yang benar tentang suatu ibadah, hati yang mampu memahami suatu perintah ibadah secara benar, tidak menambah atau menguranginya, serta hati yang selalu memiliki ghirah untuk melaksanakan ibadah itu sendiri….” Tambah Ki Bijak lagi.
“Selanjutnya, setelah hati (rumah) kita sudah memiliki pondasi aqidah yang kokoh dan berisikan nilai-nilai ibadah yang benar, maka selanjutnya hati kita harus mampu menampilkan ‘cahaya’ dan citra yang indah, harmonis dan selaras Matinul Khuluq (Akhlak yang baik), akhlaq yang luhur dari dalam hati kita, ada benang merah yang sangat jelas antara akidah yang bersih dan benar, ibadah yang benar, dengan perilaku dan akhlak kita, semakin bersih akidah kita, semakin baik ibadah kita, insya Allah akhlaq kita pun akan semakin mumpuni, hampir tidak mungkin kalau akidah dan ibadahnya sudah benar, tapi akhlaqnya kurang terpuji..” tambah ki Bijak.
“Ana mengerti ki…..” Jawab Maula pendek.
“Dan sebaik-baik cara untuk mengisi hati kita dengan akidah yang bersih, ibadah yang benar sehingga mampu menampilkan citra diri yang luhur adalah dengan senantiasa mengikuti jalan yang telah Allah bentangkan untuk kita lalui, dan bersegera berpaling dari jalan-jalan yang ditunjukan oleh setan dan sekutunya……., penuhi hati kita dengan dzikrullah, disetiap saat, disetiap waktu, disetiap kesempatan, sehingga tidak ada lagi ruang bagi setan untuk bersemayam didalam hati kita……” Kata Ki Bijak lagi.
Maula kembali memperhatikan gambar rumah rusak, betapa kekosongan rumah tersebut selama ini, telah menyebabkannya hancur seperti itu, ia jadi merinding membayangkan seandainya hatinya kosong, dan kemudian dihuni setan…iiiih betapa mengerikan……
“Bagaimana Nak Mas….?” Tanya Ki Bijak memecah keheningan.
“Mengerikan sekali ki…., sangat mengerikan akibat yang akan ditimbulkan oleh kekosongan hati…..” Jawab Maula.
“Karenanya mari kita bersihkan hati kita, kita tata hati kita, dan kemudian kita isi dengan segala kebaikan, insya Allah kita akan selamat…..” Sambung Ki Bijak lagi.
“Iya ki…..” Kata Maula, sambil pemitan kepada gurunya.
Wassalam.
July 2009
“Oooh.., ini Ki, kebetulan ada punya photonya….., rumah ini terletak beberapa meter dari rumah ana, rumah yang rusak ini, sudah sekitar tiga atau empat tahun tidak ada yang menghuni, sementara rumah sebelahnya, ditinggali oleh keluarga yang sangat ‘resik’ dan rapih, penghuninya sangat rajin merawat rumahnya…..; jadi terlihat kontras sekali ya ki……..” Kata Maula sambil memperlihatkan photo dua buah rumah yang letaknya bersebelahan, tapi dengan kondisi yang bertolak belakang.
Ki Bijak segera memperhatikan photo yang diperlihatkan Maula; “Sekarang Nak Mas analogikan bahwa rumah ini adalah hati kita …..”Lanjut Ki Bijak beberapa saat setelah memperhatikan photo tersebut.
“Maksudnya ki….?” Tanya Ki Bijak.
“Hati kita ini, ibarat rumah, rumah tempat berlabuhnya dosa dan pahala yang kita lakukan, hati yang kosong dari nilai-nilai ilahiyah, hati yang kosong dari nilai-nilai kebajikan, hati yang kosong dari akidah dana amal sholeh, persis seperti gambar rumah kosong ini, hati semacam ini akan menampilkan citra seram dan suram, karena hati yang kosong dan tidak terawat dengan baik, akan dengan sangat mudah dimasuki oleh para ‘pencuri’ akidah, hati yang kosong akan mudah dirasuki sifat-sifat syaitoniyah, hati yang kosong akan mudah dihinggapi sifat-sifat bahimiyah, sifat-sifat sabaiyah, sehingga tak heran orang yang hatinya kosong, akan kelihatan ‘angker’, wajahnya muram, tidak ada cahaya diwajahnya, meskipun secara lahiriyah mungkin saja ia tergolong memiliki wajah rupawan…” Kata Ki Bijak.
Maula diam sejenak, ia kembali memandangi photo rumah kosong yang nampak kumuh, rusak dan ‘menyeramkan itu…” Naudzubillah….betapa mengerikan ya ki, jika hati kita benar-benar kosong seperti rumah ini…..” Katanya kemudian.
“Ya Nak Mas, sangat ‘menyeramkan’, karenanya kita harus benar-benar memperhatikan keadaan dan kondisi hati kita ini, jangan sampai kosong, karena seperti yang pernah Aki bilang, setan memiliki sifat seperti angin, ia akan menempati setiap ruang yang kosong dihati kita, semakin sedikit hati kita terisi oleh nilai-nilai kebajikan, maka semakin banyak ruang yang akan diisi oleh setan, dan Nak Mas tahu apa akibatnya ketika setan sudah berkuasa didalam hati kita….? Tanya Ki Bijak.
“Kerusakan, kehancuran, dan kebinasaan ki…..” Kata Maula.
“Nak Mas tahu kenapa bisa terjadi seperti itu…?” Tanya Ki Bijak lagi.
“Seperti yang pernah Aki wejangkan beberapa waktu lalu; ketika setan yang ‘cerdik’ bersekutu dengan nafsu yang ‘kuat’, maka akan melahirkan kekuatan jahat yang sangat besar, dan ketika ini terjadi, kerusakan, kehancuran dan kebinasaan hanya tinggal menunggu waktu saja, bukan demikian ki….?” Kata Maula.
“Nak Mas benar, dan sekali lagi Aki ingatkan, kerusakan, kehancuran dan kebinasaan yang ditimbulkan oleh perpaduan setan dan nafsu ini bukan hanya akan merusak kehidupan kita didunia ini, lebih dahsyat lagi akan menghancurkan kehidupan akhirat kelak…., Naudzubillah……” Tambah Ki Bijak.
“Iya ki, lalu hal apa saja yang seharusnya berada dalam ruang hati kita ki….?” Tanya Maula.
“Yang pertama; hiasilah hati kita dengan Salimul Aqidah, Nak Mas……” Kata Ki Bijak.
“Salimul Aqidah ki….?” Tanya Maula.
“Benar Nak Mas, Salimul Aqidah, akidah yang bersih, merupakan sesuatu yang wajib keberadaannya dalam hati kita, dengan salimul aqidah inilah, kita sebagai seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat dengan Allah, dan dengan ini pula kita memiliki kemampuan untuk berjalan lurus mengikuti segala ketentuan Allah dan menjauhi larangannya, Nak Mas paham……?” Tanya Ki Bijak.
Maula tampak diam sejenak, berusaha meresapi apa yang baru saja dikatakan gurunya; “Kalau hati itu rumah, maka salimul aqidah ini ibarat pondasinya ya ki, semakin kuat pondasinya, maka semakin kuat pula rumah (hati) kita ini, sebaliknya kalau pondasinya rapuh, maka hati kitapun akan rentan dan rapuh pula ya ki…..” Kata Maula kemudian.
“Benar Nak Mas…; yang kedua, hati yang baik, adalah hati yang berisikan nilai-nilai ibadah yang benar, atau Shahihul Ibadah, artinya hati yang memiliki ilmu yang benar tentang suatu ibadah, hati yang mampu memahami suatu perintah ibadah secara benar, tidak menambah atau menguranginya, serta hati yang selalu memiliki ghirah untuk melaksanakan ibadah itu sendiri….” Tambah Ki Bijak lagi.
“Selanjutnya, setelah hati (rumah) kita sudah memiliki pondasi aqidah yang kokoh dan berisikan nilai-nilai ibadah yang benar, maka selanjutnya hati kita harus mampu menampilkan ‘cahaya’ dan citra yang indah, harmonis dan selaras Matinul Khuluq (Akhlak yang baik), akhlaq yang luhur dari dalam hati kita, ada benang merah yang sangat jelas antara akidah yang bersih dan benar, ibadah yang benar, dengan perilaku dan akhlak kita, semakin bersih akidah kita, semakin baik ibadah kita, insya Allah akhlaq kita pun akan semakin mumpuni, hampir tidak mungkin kalau akidah dan ibadahnya sudah benar, tapi akhlaqnya kurang terpuji..” tambah ki Bijak.
“Ana mengerti ki…..” Jawab Maula pendek.
“Dan sebaik-baik cara untuk mengisi hati kita dengan akidah yang bersih, ibadah yang benar sehingga mampu menampilkan citra diri yang luhur adalah dengan senantiasa mengikuti jalan yang telah Allah bentangkan untuk kita lalui, dan bersegera berpaling dari jalan-jalan yang ditunjukan oleh setan dan sekutunya……., penuhi hati kita dengan dzikrullah, disetiap saat, disetiap waktu, disetiap kesempatan, sehingga tidak ada lagi ruang bagi setan untuk bersemayam didalam hati kita……” Kata Ki Bijak lagi.
Maula kembali memperhatikan gambar rumah rusak, betapa kekosongan rumah tersebut selama ini, telah menyebabkannya hancur seperti itu, ia jadi merinding membayangkan seandainya hatinya kosong, dan kemudian dihuni setan…iiiih betapa mengerikan……
“Bagaimana Nak Mas….?” Tanya Ki Bijak memecah keheningan.
“Mengerikan sekali ki…., sangat mengerikan akibat yang akan ditimbulkan oleh kekosongan hati…..” Jawab Maula.
“Karenanya mari kita bersihkan hati kita, kita tata hati kita, dan kemudian kita isi dengan segala kebaikan, insya Allah kita akan selamat…..” Sambung Ki Bijak lagi.
“Iya ki…..” Kata Maula, sambil pemitan kepada gurunya.
Wassalam.
July 2009
No comments:
Post a Comment