“Bagaimana hasilnya Nak Mas….? Tanya Ki Bijak kepada Maula yang beberapa hari lalu menceritakan bahwa ia sedang menunggu pemberitahuan evaluasi karyawan dari kantornya.
“Alhamdulillah Ki…, ana mendapat promosi……, terima kasih atas doanya ya ki…..” Kata Maula.
“Alhamdulillahirabil’alamiin…., syukurlah Nak Mas…., dan bukan kepada Aki Nak Mas harus berterima kasih, tapi pada Allah….., karena Allah-lah yang menentukan naik atau tidaknya seseorang, bukan Aki, bukan manager, bukan pula direktur tempat Nak Mas bekerja, tapi semata-mata Allah hendak menguji Nak Mas dengan amanah yang lebih besar…..” Kata Ki Bijak.
“Promosi sama dengan amanah yang lebih besar ki…?” Tanya Maula.
“Benar Nak Mas…., naiknya jabatan kita, naiknya penghasilan kita, naiknya posisi kita, juga berarti bertambahnya tanggung jawab kita dihadapan Allah dan dimata manusia…, karena amanah yang besar, akan melahirkan tanggung jawab yang besar pula…” Kata Ki Bijak.
Maula menghela nafas panjang mendengar penuturan Maula.
“Jabatan yang ada pada kita, bukan semata karena kita lebih pandai, bukan semata kita lebih pintar, bukan semata kita lebih senior…., bukan pula semata atasan kita sayang kepada kita, tapi semata karena Allah Nak Mas…..;
“Terlepas dari siapapun atasan kita, apakah dia muslim, apakah dia kafir, apakah dia orang local, apakah dia bule, apakah dia bermata sipit…, semuanya adalah mahluk Allah, yang tidak punya daya dan kekuatan apapun untuk menaikan jabatan kita tanpa izin Allah….”
“Karenanya meskipun secara lahir yang bertanda tangan diatas kertas promosi Nak Mas mungkin manager atau direktur Nak Mas, tapi secara hakekat, Allahlah yang telah menempatkan Nak Mas diposisi sekarang, karenanya tanggung jawab Nak Mas tidak sebatas pada manager atau perusahaan Nak Mas, Nak Mas juga harus mempertanggung jawabkan jabatan yang diamanahkan pada Nak Mas pada Allah swt……” Kata Ki Bijak lagi.
Lagi, Maula menghela nafas panjang, “Berat sekali ya ki….” Kata Maula kemudian.
“Laa haula walaaquata ilabillah….., Nak Mas akan merasa berat, jika Nak Mas mengemban amanah itu sendiri, tapi tidak jika Nak Mas memohon pertolongan pada Allah….., kembalikan semuanya kepada Allah, Allah yang telah memberi amanah kepada Nak Mas, tentu tahu pasti kapasitas Nak Mas untuk dapat mengemban amanah itu…, laa yukalifullah nafsaan ila wus’aha…., Allah tidak akan membebani seseorang dengan beban yang melebihi batas kemampuannya…., karenanya Nak Mas harus bersyukur dengan amanah baru ini, sekaligus Nak Mas harus semakin mendekatkan diri kepada Allah agar Nak Mas bisa ‘selamat’ dan tidak terbebani dengan amanah yang baru ini…..” Kata Ki Bijak lagi.
“Insya Allah ki…., Robbi laataqilnii ilaya tarfata’ain., laa haulawalaa quata ilabillahi’aliyiil ‘adhiim….., Yaa Robbi, jangan pernah tinggalkan hamba sendirian walau sekejap matapun jua, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan kekuatan_Mu yang Maha Besar…..” Kata Maula, memohon kekuatan kepada Allah atas amanah barunya.
“Amiin……” Ki Bijak mengamini.
“Akan halnya bagi yang tidak promosi ki…..?” Tanya Maula.
“Tidak promosi, tidak naik jabatan, bukan berarti sebuah kekalahan atau kegagalan Nak Mas, sama sekali tidak……, justru dengan tidak naiknya jabatan kita,dapat berarti sebuah kesempatan yang Allah berikan kepada kita untuk berintrospeksi dan berusahan memperbaiki diri, serta belajar memahami keadilan Allah dengan ikhlas dan tawakal…..” Kata Ki Bijak.
“Tapi kadang kita sulit menerimanya ya ki, kadang kita berfikir bahwa kita sudah bekerja dengan baik, sudah berusaha menjalan peraturan perusahaan dengan baik, masa kerja juga sudah lebih dari cukup, tapi tetap saja tidak promosi……” Kata Maula.
Ki Bijak tersenyum mendengar penuturan Maula; “Nak Mas tahu ayat ke 26 surat Ali Imran…?” Tanyanya kemudian.
“Ya ki….”Kata Maula sambil membacakan ayat yang dimaksud;
26. Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
“Ya…, benar itu ayatnya…, menurut asbabunuzulnya, ayat ini adalah doa Nabi Muhammad yang meminta kepada Allah agar salah satu raja (romawi & Persia) bisa memeluk Islam, namun ayat inipun memberi kita hikmah yang besar bagi kita bahwa tidak ada satu orangpun yang bisa memuliakan dirinya sendiri, kecuali Allah memberinya kemuliaan, atau terkait dengan pertanyaan Nak Mas tadi, tidak ada orang yang bisa naik jabatan sendiri, kecuali Allah yang memberinya jabatan…..”
“Pun tidak ada seorangpun yang bisa menduduki jabatannya, jika Allah menghendaki bahwa dia harus melepas jabatan itu…., jadi kenapa kita harus marah kepada atasan kita, kenapa kita harus cemburut dan memalingkan muka pada atasan kita, jika kita mengimani bahwa Allah-lah sang pemilik kemuliaan, yang akan memberikan kemuliaan itu pada siapa yang dikehendakinya, bukan manager, bukan direktur atau bukan siapapun selain Allah……” Kata Ki Bijak lagi.
Maula mengangguk…..” Ana mengerti Ki…, meski mungkin tidak semua orang bisa menerimanya, karena secara lahiriah, tidak naiknya jabatan kita, dapat berarti penghasilan kita juga tidak sebesar yang promosi…..” Kata Maula kemudian.
“Untuk menjawab pertanyaan ini, coba Nak Mas baca Surat Ar-Rum ayat 37 dan Az-Zumar ayat 52..” Kata Ki Bijak.
Segera Maula mengambil al qur’an dan mencari ayat dikatakan gurunya;
37. Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Sesungguhnya Allah melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan dia (pula) yang menyempitkan (rezki itu). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman.
52. Dan Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman.
“Nak Mas perhatikan, kedua ayat ini redaksinya sangat mirip, hanya beda diawal kalimatnya saja, ‘apakah mereka tidak memperhatikan’ dan ‘apakah mereka tidak mengetahui’, selebihnya sama, dan didalam kedua ayat ini, Allah memerintahkan kita untuk ‘berfikir’, mengenai lapang dan sempitnya rezeki kita.....”Kata Ki Bijak.
Maula masih diam, dia tengah mengamati redaksi kedua ayat tersebut yang memang sangat identik;
“Menurut Nak Mas, apa yang bisa kita ‘fikirkan’ ketika rezeki Allah menguji kita dengan kesempitan rezeki…?” Tanya Ki Bijak.
Maula diam sejenak…” Mmmmh…, mungkin kita banyak dosa ki….?”Kata Maula.
“Mungkin…., lalu apa lagi Nak Mas….?” Tanya Ki Bijak.
“Mungkin kita suka menunda-nunda shalat, sehingga Allahpun menahan rezeki kita ki….” Kata Maula lagi.
“Mungkin juga.,..., dan masih beribu kemungkinan yang bisa menyebabkan ‘tertahannya’ rezeki kita, tapi yang jelas, kita harus tetap yakin, bahwa apapun yang Allah ‘ujikan’kepada kita, bukan untuk mendhalimi kita, melainkan untuk mendidik kita agar kita berfikir bahwa lapang dan sempitnya rezeki adalah hak prerogative Allah…, bahwa kita manusia, hanya diwajibkan menyempurnakan syari’at dan kasab kita untuk menjemput rezeki dari Allah…..selebihnya kita kembalikan kepada Allah……” Kata Ki Bijak lagi.
“Jadi salah ya Ki.., kalau karena kita tidak naik jabatan dan gaji kita naiknya sedikit kita kemudian marah-marah, atau kerjanya asal-asalan….” Kata Maula.
Ki Bijak lagi-lagi tersenyum mendengar perkataan Maula, “Nak Mas…., apakah dengan marah kemudian jabatan kita lantas naik…?
“Apakah dengan kerja asal-asalan kemudian gaji kita ditambah…? Tanya Ki Bijak.
“Ya tidak ki…” Kata Maula.
“Lalu kenapa kita mesti marah-marah dan kerja asal-asalan kalau kita tahu bahwa marah dan kerja asal-asalan tidak menambah apapun bagi kita kecuali kerugian…?” Kata Ki Bijak.
“Iya ya ki….., marah dan kesal hanya membuat fikiran jadi sakit….” Kata Maula.
“Yang terbaik dan paling bijak adalah introspeksi diri Nak Mas…, tafakuri apa yang kurang dari kita selama ini, mungkin kita sudah merasa kerja dengan baik, tapi coba tengok, sudahkah shalat kita juga baik dan tepat waktu…?
“Mungkin kita merasa kerja sudah lama, tapi juga coba tafakuri, adakah kita sudah menunaikan hak orang lain dengan mengeluarkan zakat dan sedekah….”
“Mungkin kita merasa paling senior diantara yang lain, tapi juga kita tanyakan kualitas ibadah kita…..”
“Dan masih banyak bahan instrospeksi diri yang bisa kita telaah, untuk kemudian menjadi orang yang lebih baik dimata Allah…., insya Allah, ketika Allah menilai kita baik, seluruh kantor menjelekan kita, atau bahkan seisi bumi menjelekan kita, maka kita akan tetap baik….”
“Sebaliknya, sebaik apapun penilaian rekan kita, setinggi apapun penilaian manager kita, ketika Allah menilai kita kurang, maka tetap nilai kita akan kurang……” Kata Ki Bijak.
“Iya ki…., ana mengerti…..” Kata Maula.
“Jadi intinya sekali lagi, kenaikan jabatan bukanlah karena kelebihan seseorang, melainkan karunia dan ujian Allah kepada siapa yang hendak diujinya…”
“Pun tidak naiknya jabatan kita, bukanlah sebuah kehinaan, melainkan juga ujian untuk menguji sejauh mana kita memahami kebijaksaan dan keadilan Allah, serta menguji keimanan dan tawakal kita kepada_Nya……” Kata Ki Bijak lagi.
“Ya ki…..Robbi anzilnii munzalan mubarokann wa anta khoiri munzilin….
29. Dan berdoalah: Ya Tuhanku, tempatkanlah Aku pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat."
“Aamiiin….” Ki Bijak mengamini.
Wassalam
June 17,2011
No comments:
Post a Comment