Thursday, December 11, 2008

JUJUR, SEBUAH MUTIARA ZAMAN


“Nak Mas masih ingat dengan kisah seorang arab badui yang menghadap Nabi untuk masuk Islam, tapi ia mengajukan syarat..? Tanya Ki Bijak, menyikapi pertanyaan Maula, apa yang harus ‘ada’ pada setiap diri mereka yang mendambakan kebaikan.

“Iya ki, kisah itu syarat dengan muatan dan penuh hikmah, dimana ketika seorang arab badui hendak masuk Islam, ia menghadap Rasulullah SAW, dan meyatakan diri ingin masuk agama Islam. Namun si arab badui ini mengajukan syarat, ia mau masuk Islam tapi tidak mau meninggalkan kebiasaan (buruk) lamanya seperti berzina, minum-minuman keras dan mencuri……..”Kata Maula.

“Lalu…………?” Tanya Ki Bijak memancing

“Rasulullah SAW dengan ramah dan bijaksana ‘memperbolehkan’ orang tersebut masuk Islam, tapi dengan syarat juga yaitu ia harus "jujur" serta bersedia sholat berjamaah di masjid, Si Arab Badui setuju dan menerima syarat yang ia anggap sangat mudah dari Rasulullah, hanya ‘jujur’ dan ‘shalat berjamaah’ dimasjid, sesuatu yang sangat mudah pikirnya, kemudian ia terima dengan gembira, dan sejak itu resmilah ia menjadi seorang muslim……”

“Setiap usai sholat berjamaah dan pemberian pelajaran tentang Islam si arab badui tersebut selalu ditanya aktivitas kesehariannya, maka ia pun dengan jujur menjawab bahwa ia masih melakukan kebiasaan lamanya, ia tidak bisa berbohong sebab ia telah berjanji untuk jujur, dan singkat cerita, dengan konsisten (istiqomah) mengamalkan "jujur", seorang arab badui akhirnya berhasil meninggalkan kebiasaan (buruk) lamanya sehingga ia sukses menjadi muslim sejati………" Tambah Maula.

“Yang harus Nak Mas garis bawahi adalah; seseorang yang istiqomah mengamalkan sikap ‘jujur’, pada akhirnya berhasil meninggalkan kebiasan buruknya’……, yang dalam hemat Aki, sikap jujur dan shalat berjamaah dimasjid, merupakan syariat yang dapat mengarahkan seseorang pada jalan yang lurus dan benar…….” Kata Ki Bijak.

“Sayangnya, ‘kejujuran’ akhir-akhir ini menjadi ‘barang langka’ dan sulit kita temukan disekitar kita, kalau dalam cerita tadi, orang yang belum bisa shalat, tapi ia jujur, maka ia bisa menjadi orang baik, sekarang ini yang terjadi justru sebaliknya, banyak orang yang secara lahiriah sudah bisa shalat, tapi mereka belum bisa ‘jujur’, sehingga shalatnya belum mampu mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar…….” Kata Ki Bijak lagi.

“Ki, seperti apa orang yang shalat, tapi belum jujur itu ki….?” Tanya Maula

“Ketika kita berdiri shalat, kemudian kita mengangkat tangan sambil mengucap ‘Allahu Akbar’, sebagai pengakuan lisan kita atas ke Maha Besaran Allah, tapi ternyata tidak semua kita berlaku sama dengan pengakuan lisan kita tersebut, kita masih sering lebih mementingkan hal lain selain Allah, kita lebih mementingkan atasan, kita lebih mementingkan pekerjaan, dan bahkan kita lebih mementingkan panggilan handphone dari pada panggilan Allah lewat kumandang adzan…, Aki sering lihat bagaimana seorang pengendara sepeda motor berhenti seketika manakala handphonenya berdering, tapi Aki lebih sering lagi melihat para pengendara motor tetap melajukan kendaraannya meski kumandang adzan mengiang dari masjid yang tepat berada disisinya, ini sebuah indikasi ketidak jujuran kita terhadap apa yang kita ucapkan, ini adalah sebuah dusta…………”

“Kemudian, setiap kali kita membaca do’a iftitah, kita berikrar ‘inna shalati wa nusuki wama yahya wamamati lillahi rabbil’alamin’….., tapi ternyata masih banyak diantara kita yang shalatnya hanya sekedar pamer dan riya, masih banyak diantara kita yang hidupnya diabdikan untuk kepentingan nafsu dan dunianya, masih banyak diantara kita yang rela mati bukan untuk Allah, ini juga sebuah indikasi kita belum bisa jujur, ini adalah sebuah dusta……”

“Selanjutnya, kita membaca Iyyakana’ budu wa iyya kanatsta’in…..’ tapi ternyata masih banyak diantara kita yang kemudian menyembah dan meminta pertolongan pada orang pintar, pada dukun, pada paranormal, bahkan ada yang terang-terangan bersekutu dengan jin dan setan demi kepentingan nafsunya, ini adalah indikasi ketidak jujuran, ini adalah sebuah dusta…..’

‘Dan ketika kepada Allah saja kita berani tidak jujur, ketika shalat saja tidak jujur, ketika pada diri kita saja sudah tidak jujur, bagaimana kita bisa berharap dari orang semacam ini untuk bisa jujur dalam pekerjaan, bagaimana kita bisa berharap pada orang semacam ini untuk jujur dalam mengelola jabatan, bagaimana kita bisa berharap pada orang semacam ini untuk bisa mengemban amanah dan tidak korup diberbagai bidangnya…………’ kata Ki Bijak panjang lebar.

Maula diam, menyimak apa yang barusan dikatakan gurunya, “Mungkinkah sekarang ini telah terjadi krisis kejujuran ki…..?” Guman Maula sejurus kemudian.

“Aki tidak terlalu paham ada tidaknya krisis kejujuran terjadi saat ini, tapi dari fenomena yang terpampang didepan mata kita, rasanya kita harus legowo untuk mengakui bahwa memang adanya sebuah ‘kemunduran’ pada sebagian kita untuk mengamalkan sikap jujur, dan kemerosotan sikap jujur inilah yang kemudian menjadi salah satu penyebab penting menjamurnya berbagai persoalan yang sedang berkembang saat ini, ada demo karyawan kepada perusahaan, karena karyawan menilai perusahaan telah berlaku tidak jujur dalam laporan keuntungan perusahaan misalnya….,

“Sebaliknya, banyak kantor yang harus memasang kamera CCTV disetiap ruangannya, karena mensinyalir ada karyawan yang tidak jujur, baik itu dalam pekerjaan atau tidak amanah dalam mengelola asset perusahaan…;

“Pun ada banyak istri yang tidak percaya lagi argument suaminya, karena mungkin sudah sering kali suaminya tidak jujur, sebaliknya sang suami menjadi orang yang mudah curiga terhadap istrinya, semuanya diakibatkan oleh adanya ketidak jujuran, baik itu secara langsung atau tidak….’ Kata Ki Bijak.

“Iya ki, banyak sekali fenomena seperti itu, bahkan dalam keseharian, ada banyak orang yang tidak mampu bersikap jujur pada dirinya sendiri, seperti misalnya memaksakan diri untuk ikut trend dan mode, padahal kemampuannya tidak menunjang untuk itu, ada juga orang yang memaksakan harus bawa handphone bermerk, kendaraan bagus, meski untuk itu ia harus menipu dirinya sendiri, denga berhutang, dengan pinjam kiri kanan, bahkan ada yang rela menggadaikan kehormatan dan harga dirinya hanya untuk dapat tampil oke dimata orang lain……..” kata Maula.

“Dan bahaya terbesar dari dusta ini adalah akan lahirnya dusta-dusta susulan, misalnya sekali waktu kita berkata tidak jujur pada istri, kita cenderung akan melakukan dusta berikutnya untuk menutupi dusta kita yang dulu, begitu seterusnya, dusta selamanya akan mengantar seseorang pada jurang kehancuran, karena itu pelihara mutiara kejujuran kita senantiasa, karena dengan kejujuran itulah seorang Abu Bakar demikian istimewa dimata para sahabat, bahkan Baginda Rasul pun dikenal karena perilakunya yang jujur lagi terpercaya, sehingga beliau mendapat gelar Al Amin, jauh sebelum beliau diangkat jadi rasul…..” Kata Ki Bijak lagi.

“Jadi salah satu keteladanan dari rasul adalah sikap jujur dan terpercaya ya ki…..” Kata Maula.
“Benar Nak Mas, sifat utama Rasul adalah Shidiq, Amanah, Tabligh dan Fathonah, maka barang siapa mengaku umatnya, dan mengaku ahli sunnahnya, maka bersikap Jujur adalah sesuatu yang mutlak harus ada pada dirinya, bohong besar orang mengaku ahli sunnah tapi masih gemar berdusta, bohong besar orang yang mengaku ahli hadits, tapi mengingkari sifat utama rasul, yaitu jujur, terpercaya, terbuka dan cendekia……” Kata Ki Bijak.

“Kejujuran…..ibarat mutiara zaman ya ki…..” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, kejujuran, dari dulu hingga sekarang dan sampai kapanpun tetap akan menjadi pelita penerang disetiap zaman, kejujuran akan tetap berkilau ditengah tumpukan kebohongan, kejujuran akan tetap benderang ditengah gulita kemunkaran, karena kejujuran memang mutiara disetiap zaman, dan dizaman kita sekarang ini, kita kekurangan banyak sekali orang-orang jujur…….” Kata Ki Bijak seperti berpuisi.

“Iya ya ki, kalau sarjana, setiap tahun diwisuda, kalau orang pintar, banyak sekali sekolah keahlian, tapi sekolah kejujuran, sepertinya belum ada ya ki…….” Kata Maula.

“Mungkin baru ada Kantin Kejujuran Nak Mas, yang beberapa waktu lalu diujicobakan diberbagai sekolah untuk melatih kejujuran sejak dini, sebuah niatan positif, dan semoga ini tidak hanya kamuflase untuk menutupi ketidak jujuran yang lebih besar……..” kata Ki Bijak lagi.

“Kantin Kejujuran, hmmmh, kenapa kita tidak mencoba membuat kampong kejujuran, atau organisasi kejujuran atau group kejujuran ya ki…….?” Kata Maula seperti dapat inspirasi.

“Bisa juga, Nak Mas bisa membentuk dan memprakarsai kelompok kejujuran, misalnya dengan teman-teman Nak Mas satu kantor, atau teman-teman Nak Mas satu mobil ketika berangkat dan pulang kerja, bisa mulai dengan berbicara dan mengatakan sesuatu hanya yang benar saja, terus lakukan secara istiqomah, insya Allah akan banyak bermanfaat untuk Nak Mas dan teman-teman semuanya….” Saran Ki Bijak.

“Insya Allah ki, semoga ana bisa memulai jujur kepada Allah dan kepada diri sendiri sejak sekarang ya ki…..” Kata Maula.

“Amiin…..”

Wassalam
December 11, 2008

1 comment: