40. Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.(Ibrahim:40)
Do’a diatas adalah do’a yang dipanjatkan kepada Allah Swt, do’a seorang nabiyullah Khalilullah, sebuah do’a yang sangat indah namun langka.
Ya sebuah permohonan yang sangat langka, bahkan sampai sekarangpun, dalam setiap kesempatan berdo’a ba’da Shalat, dalam do’a penutup khutbah, dalam majelis taklim atau dalam do’a-do’a harian yang biasa kita amalkan, jarang sekali ada ustadz atau jamaah atau kita sendiri memohon kepada Allah untuk dijadikan orang-orang yang tetap mendirikan shalat, hingga anak cucunya kelak.
Bukankah hampir semua kita maklum, bahwa shalat adalah satu dari lima rukun Islam yang memiliki posisi yang sangat penting dalam kehidupan keberagamaan kita dan juga sangat penting dalam menopang keseharian kita, sehingga kita semua maklum dengan hadits yang menyatakan bahwa shalat adalah tiang agama, barang siapa yang mendirikan shalat, maka ia telah menegakan agamanya, dan barang siapa yang meninggalkan shalat, ia telah menghancurkan agamanya.
Kalau kita semua memahami kandungan hadits tersebut, lalu kenapa kita tidak pernah meminta kepada Allah sesuatu yang justru sangat penting dan sangat kita butuhkan?
Kita lebih sering memohon “Ya Allah karuniakan kami rezeki yang banyak”, “Ya Allah, beri kami kedudukan yang baik” dan lain sebagainya, yang rata-rata do’a yang kita panjatkan itu berorientasi jangka pendek, hanya untuk dunia ini saja.
Tidak salah memang kalau kita memohon rezeki yang banyak dan kedudukan yang baik kepada Allah, karena memang Allah pemilik rezeki dan pemberi kekuasaan yang sempurna, namun demikian akan jauh lebih baik jika kita mengedepankan “kedudukan” yang baik disisi Allah, karena itulah derajat tertinggi yang Allah tawarkan Allah kepada kita yakni dengan sabar dan Shalat kita;
153. Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu[99], Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
[99] ada pula yang mengartikan: Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat.
Sabar dan Shalat yang dilakukan berdasarkan keimanan yang benar, dibalasi oleh Allah dengan sebuah maqam khusus disisi-Nya, dan Nabiyullah Ibrahim telah mencontohkan bagaimana seharusnya kita bermohon kepada Allah agar kita dan anak cucu kita tetap termasuk dalam golongan orang-orang yang tetap senantiasa mendirikan shalat.
Hari ini mungkin kita dan anak cucu kita masih shalat, meski dengan mengakhirkan waktu shalat atau masih terdapat bolong-bolongnya, tapi tidak ada jaminan bahwa esok atau lusa kita dan anak cucu kita masih bisa mendirikan shalat seperti hari ini kecuali Allah, untuk itulah sepatutnya kita senantiasa memohon kepada Allah agar diberi kekuatan dan kemampuan untuk istiqomah menjaga dan mendirikan shalat kita.
Betapa malangnya kita jika kita atau anak cucu kita sampai meninggalkan shalat, Naudzubillah, betapa kita akan menderita kalau sampai kita kehilangan sebuah “mutiara” shalat kita, karena kita “tak bisa hidup” tanpa shalat.
Benar kita masih melihat orang yang lalai atau bahkan meninggalkan shalat sama sekali masih bisa berjalan kian kemari, tapi apakah mereka benar-benar “masih hidup?”.
Jasad kita adalah kendaraan jiwa untuk menunaikan segala tugas dan tanggung jawab pengabdian kita kepada Allah, dan kendaraan hanya mungkin bisa hidup dan berjalan kita “mesin” penggeraknya hidup, yaitu “hati” yang ada didalam dada.
Sebagus apapun body kendaraan yang tidak disertai mesin, maka ia hanya akan menjadi seonggok barang rongsokan yang tidak banyak berguna. Pun dengan tubuh dan jasad kita, segagah atau setampan apapun kita, ketika hati kita mati karena kelalaian kita dalam mendirikan shalat, maka ia hanya menyerupai bangkai berjalan, yang tidak memancarkan aura dan pesona kehidupan.
Shalat adalah salah satu sarana kita untuk menjaga agar hati kita tetap hidup. Shalat adalah sarana kita untuk mengingat Allah, dan hanya dengan mengingat Allah sajalah kehidupan hati kita akan senantiasa terpelihara dengan baik.
Shalat ibarat angka 1 (Satu), demikian analogi seorang ustadz. Manakala kita tidak mempunyai angka satu, berapapun angka 0 (nol) yang kita miliki, maka tetap tidak bernilai alias Nol.
Pun demikian dengan shalat, ketika kita meninggalkan shalat, berapapun ibadah yang kita lakukan, maka tidak akan bernilai samasekali disisi Allah swt. Puasa kita, boleh sangat jadi hanya akan membuat kita lapar dan haus, sementara nilai dan pahala puasanya tidak kita dapat karena shalat kita belum benar. Zakat yang kita tunaikan bisa jadi hanya akan mengurangi harta kita, sementara imbalan yang dijanjikan Allah tidak akan kita dapatkan karena shalat kita belum benar, pun demikian dengan haji dan ibadah kita yang lain, boleh sangat jadi hanya akan menjadi angka Nol, manakala shalat kita belum menjadi angka satu.
Sebaliknya, jika shalat kita sudah benar, maka kita sudah memiliki nilai 1, kalau ditambah puasa yang dilandasi keimanan dan kesabaran, maka nilai kita menjadi 1&0=10, ditambah lagi zakat kita yang disertai keikhlasan, maka nilai kita 1&0&0=100, ditambah dengan haji kita, maka nilai kita menjadi 1000 disisi Allah swt, Insya Allah amiin.
Jadi kalau kita berdo’a, jangan lupa memohon kepada Allah untuk tetap menjadikan kita dan anak cucu kita sebagai abdi yang senantiasa mendirikan shalat dengan benar dan penuh keikhlasan, agar kita menjadi orang-orang yang beruntung fidunya wal akhirat, amiin.
60. Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku[1326] akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina" (Al Mu'min:60).
[1326] yang dimaksud dengan menyembah-Ku di sini ialah berdoa kepada-Ku.
Wasssalam
May 10, 2007
Do’a diatas adalah do’a yang dipanjatkan kepada Allah Swt, do’a seorang nabiyullah Khalilullah, sebuah do’a yang sangat indah namun langka.
Ya sebuah permohonan yang sangat langka, bahkan sampai sekarangpun, dalam setiap kesempatan berdo’a ba’da Shalat, dalam do’a penutup khutbah, dalam majelis taklim atau dalam do’a-do’a harian yang biasa kita amalkan, jarang sekali ada ustadz atau jamaah atau kita sendiri memohon kepada Allah untuk dijadikan orang-orang yang tetap mendirikan shalat, hingga anak cucunya kelak.
Bukankah hampir semua kita maklum, bahwa shalat adalah satu dari lima rukun Islam yang memiliki posisi yang sangat penting dalam kehidupan keberagamaan kita dan juga sangat penting dalam menopang keseharian kita, sehingga kita semua maklum dengan hadits yang menyatakan bahwa shalat adalah tiang agama, barang siapa yang mendirikan shalat, maka ia telah menegakan agamanya, dan barang siapa yang meninggalkan shalat, ia telah menghancurkan agamanya.
Kalau kita semua memahami kandungan hadits tersebut, lalu kenapa kita tidak pernah meminta kepada Allah sesuatu yang justru sangat penting dan sangat kita butuhkan?
Kita lebih sering memohon “Ya Allah karuniakan kami rezeki yang banyak”, “Ya Allah, beri kami kedudukan yang baik” dan lain sebagainya, yang rata-rata do’a yang kita panjatkan itu berorientasi jangka pendek, hanya untuk dunia ini saja.
Tidak salah memang kalau kita memohon rezeki yang banyak dan kedudukan yang baik kepada Allah, karena memang Allah pemilik rezeki dan pemberi kekuasaan yang sempurna, namun demikian akan jauh lebih baik jika kita mengedepankan “kedudukan” yang baik disisi Allah, karena itulah derajat tertinggi yang Allah tawarkan Allah kepada kita yakni dengan sabar dan Shalat kita;
153. Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu[99], Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
[99] ada pula yang mengartikan: Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat.
Sabar dan Shalat yang dilakukan berdasarkan keimanan yang benar, dibalasi oleh Allah dengan sebuah maqam khusus disisi-Nya, dan Nabiyullah Ibrahim telah mencontohkan bagaimana seharusnya kita bermohon kepada Allah agar kita dan anak cucu kita tetap termasuk dalam golongan orang-orang yang tetap senantiasa mendirikan shalat.
Hari ini mungkin kita dan anak cucu kita masih shalat, meski dengan mengakhirkan waktu shalat atau masih terdapat bolong-bolongnya, tapi tidak ada jaminan bahwa esok atau lusa kita dan anak cucu kita masih bisa mendirikan shalat seperti hari ini kecuali Allah, untuk itulah sepatutnya kita senantiasa memohon kepada Allah agar diberi kekuatan dan kemampuan untuk istiqomah menjaga dan mendirikan shalat kita.
Betapa malangnya kita jika kita atau anak cucu kita sampai meninggalkan shalat, Naudzubillah, betapa kita akan menderita kalau sampai kita kehilangan sebuah “mutiara” shalat kita, karena kita “tak bisa hidup” tanpa shalat.
Benar kita masih melihat orang yang lalai atau bahkan meninggalkan shalat sama sekali masih bisa berjalan kian kemari, tapi apakah mereka benar-benar “masih hidup?”.
Jasad kita adalah kendaraan jiwa untuk menunaikan segala tugas dan tanggung jawab pengabdian kita kepada Allah, dan kendaraan hanya mungkin bisa hidup dan berjalan kita “mesin” penggeraknya hidup, yaitu “hati” yang ada didalam dada.
Sebagus apapun body kendaraan yang tidak disertai mesin, maka ia hanya akan menjadi seonggok barang rongsokan yang tidak banyak berguna. Pun dengan tubuh dan jasad kita, segagah atau setampan apapun kita, ketika hati kita mati karena kelalaian kita dalam mendirikan shalat, maka ia hanya menyerupai bangkai berjalan, yang tidak memancarkan aura dan pesona kehidupan.
Shalat adalah salah satu sarana kita untuk menjaga agar hati kita tetap hidup. Shalat adalah sarana kita untuk mengingat Allah, dan hanya dengan mengingat Allah sajalah kehidupan hati kita akan senantiasa terpelihara dengan baik.
Shalat ibarat angka 1 (Satu), demikian analogi seorang ustadz. Manakala kita tidak mempunyai angka satu, berapapun angka 0 (nol) yang kita miliki, maka tetap tidak bernilai alias Nol.
Pun demikian dengan shalat, ketika kita meninggalkan shalat, berapapun ibadah yang kita lakukan, maka tidak akan bernilai samasekali disisi Allah swt. Puasa kita, boleh sangat jadi hanya akan membuat kita lapar dan haus, sementara nilai dan pahala puasanya tidak kita dapat karena shalat kita belum benar. Zakat yang kita tunaikan bisa jadi hanya akan mengurangi harta kita, sementara imbalan yang dijanjikan Allah tidak akan kita dapatkan karena shalat kita belum benar, pun demikian dengan haji dan ibadah kita yang lain, boleh sangat jadi hanya akan menjadi angka Nol, manakala shalat kita belum menjadi angka satu.
Sebaliknya, jika shalat kita sudah benar, maka kita sudah memiliki nilai 1, kalau ditambah puasa yang dilandasi keimanan dan kesabaran, maka nilai kita menjadi 1&0=10, ditambah lagi zakat kita yang disertai keikhlasan, maka nilai kita 1&0&0=100, ditambah dengan haji kita, maka nilai kita menjadi 1000 disisi Allah swt, Insya Allah amiin.
Jadi kalau kita berdo’a, jangan lupa memohon kepada Allah untuk tetap menjadikan kita dan anak cucu kita sebagai abdi yang senantiasa mendirikan shalat dengan benar dan penuh keikhlasan, agar kita menjadi orang-orang yang beruntung fidunya wal akhirat, amiin.
60. Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku[1326] akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina" (Al Mu'min:60).
[1326] yang dimaksud dengan menyembah-Ku di sini ialah berdoa kepada-Ku.
Wasssalam
May 10, 2007
No comments:
Post a Comment