“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un..........................” Kata Ki Bijak dan Maula hampir berbarengan demi mendengar mangkatnya seorang yang pernah begitu berpengaruh dinegeri ini.
“Sebuah epik sejarah yang nyaris sempurna....................” Guman Ki Bijak.
“Epik Sejarah yang nyaris sempurna ki................?” Tanya Maula.
“Ya Nak Mas, perjalanan panjang yang telah dilakoninya, memberikan banyak pelajaran yang sangat berharga bagi kita yang ditinggalkan...............” Kata Ki Bijak.
“Dari anak seorang petani, seorang anak desa yang menghabiskan masa kecilnya dengan menggembala kerbau, mandi disendang, kemudian masuk sekolah tentara, hingga akhirnya menjadi orang nomor satu, bukankah itu sebuah epik yang hampir sempurna Nak Mas......?’ Kata Ki Bijak lagi.
“Iya ki, akhir dari sebuah cerita panjang perjalanan hidup seorang anak manusia, seorang anak petani biasa, menjadi tentara, menjadi orang ternama dan dipuja dan kemudian diakhir cerita meninggalkan segudang pro dan kontra....., meninggalkan selaksa tanda tanya, meninggalkan beragam cerita, meninggalkan jejak-jejak yang panjang membentang dalam perjalanan hidup sebuah bangsa.......” Kata Maula seperti sedang menguntai puisi.
“Ki, apa yang bisa kita pelajari dari semua ini ki......................?” Tanya Maula.
“Pelajaran pertama adalah pelihara diri kita dari kebiasaan mengumpat dan mencela, karena hal itu hanya akan menghabiskan potensi dan waktu kita saja ...............” Kata Ki Bijak.
“Kenapa ki............?” Tanya Maula.
“Selain ajaran agama kita melarang kita untuk menjadi pengumpat dan pencela, dan bahkan Allah mengancam mereka dengan neraka, jauh lebih bijak kalau kita menilai dan memandang orang seperti kita memandang sisa purnama itu...........” Kata Ki Bijak sambil menunjuk sisa bulan purnama yang nampak indah, menggantung dilangit, memanntulkan cahaya yang lembut.
Spontan Maula menoleh kearah yang ditunjuk Ki Bijak.
“Kita harus bisa memandang dan menilai orang sebagaimana kita memandang bulan purnama ki.......?” Tanya Maula.
“Nak Mas tahu dibalik keindahan cahaya purnama itu, disisi lain, dibalik bulan itu ada sisi gelap yang tidak terlihat.......?” Tanya Ki Bijak.
“Iya ki, dibalik keindahan purnama itu ada sisi gelap yang tidak terlihat........” Kata Maula.
“Menurut Aki, akan lebih bijak bagi kita untuk menikmati keindahan purnama itu, daripada harus menghabiskan banyak energi untuk melihat sisi gelap yang memang sudah pasti adanya............” Kata Ki Bijak.
“Maksud Aki, kita lebih baik mencari dan melihat kebaikan yang pernah beliau lakukan untuk bangsa ini, daripada sibuk menghujat dan mencari kesalahannya, ki.............?” Kata Maula.
“Benar Nak Mas, tanpa bermaksud membela atau menentang siapapun, Aki lebih cenderung untuk melihat bahwa beliau telah mengantar bangsa ini menapaki perjalanan panjang dari sebuah bangsa, benar disana sini ada kekurangan, tapi juga benar bahwa selama masa kepemimpinanya banyak sisi baik yang bisa kita ambil sebagai pelajaran...................” Kata Ki Bijak.
“Lagi pula menghujat dan mencela bukanlah sesuatu yang dianjurkan, bahkan Allah memperigatkan kita agar kita tidak menjadi seorang yang suka menghujat...........” Kata Ki Bijak sambil mengutip ayat al qur’an;
1. Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,
“Iya Ki, lalu apa pelajaran yang kedua, ki................?” Tanya Maula.
“Pelajaran kedua adalah bahwa kita pasti akan mengalami yang namanya kematian, Nak Mas.........?” Kata Ki Bijak.
“Kematian sebuah pelajaran, Ki.........................?” Tanya Maula.
“Tepatnya, kematian adalah sebuah nasehat Nak Mas, apa yang baru kemarin dialami oleh salah seorang pemimpin kita, cepat atau lambat pasti juga akan datang menjemput kita............” Kata Ki Bijak.
“Lalu ki................?” Tanya Maula.
“Lalu...jika kita pasti mati, maka bersikaplah seperti layaknya orang yang akan mati..................” Kata Ki Bijak.
“Ana masih belum mengerti ki................” Kata Maula.
“Nak Mas lihat disekililing kita, betapa banyak orang-orang diantara kita yang sudah lupa bahwa ia akan mati, ada banyak orang yang mati-matian mengumpulkan harta sehingga melalaikan kewajibannya sebagai hamba, seolah harta itu akan mampu mengekalkannya, seolah-olah harta itu akan menyelamatkannya dari bencana kematian...........”
“Nak Mas juga bisa lihat betapa banyak orang yang menghalalakan segala cara untuk mencapai pangkat dan kedudukannya, seolah-olah pangkat dan jabatanya dapat melindunginya dari kematian, padahal samasekali tidak, dan dari apa yang terjadi kemarin, pesannya sangat jelas, kematian pasti datang menjemput kita, terlepas dari siapa kita, terlepas berapa kekayaan kita, terlepas dari berapa tinggi pangkat dan kedudukan kita................” Kata Ki Bijak.
“Lalu bagaimana harusnya kita bersikap ki...........?” Tanya Maula.
“Sikap terbaik kita adalah mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kedatangan tamu terakhir kita itu, kita persiapkan bekal kita untuk mengarungi perjalanan panjang yang pasti kita lalui................” Kata KI Bijak
“Iya ya ki, kadang kita justru sibuk mempersiapkan sesuatu yang belum tentu pasti terjadinya, kita lebih sering stress dengan sesuatu yang belum tentu terjadinya, takut miskin, takut phk, takut bangkrut, takut tidak makan, sehingga kadang waktu kita habis untuk memikirkan hal-hal tersebut, padahal belum tentu apa yang kita takutkan itu terjadi ya ki...............” Kata Maula.
“Berhati-hati itu baik Nak Mas, tapi yang Aki maksud adalah dari sekian banyak ketakutan kita, mestinya kita lebih takut kalau kita belum memiliki bekal untuk menyambut kematian...., kalau kita takut miskin, takut lapar juga merupakan sebuah ujian, tapi jangan sampai ketakutan kita berlebihan sehingga kita menghabiskan sebagaian besar waktu kita untuk hal-hal itu..................” Kata Ki Bijak.
“Iya ki, lalu yang ketiga ki...................?” Tanya Maula.
“Pelajaran yang ketiga bahwa kita harus selalu berhati-hati dan berusaha untuku melakukan yang baik-baik saja, kalau betapapun kebaikan kita banyak, akan sangat mungkin habis hanya karena kesalahan kita yang sedikit...........” Kata Ki Bijak.
“Seperti panas setahun hilang oleh hujan sehari ya ki...............” Kata Maula.
“Ya Nak Mas, juga seperti pepatah yang mengatakan rusak susu sebelangga, hanya karena nila yang setitik, jalan kehidupan ini sangat licin dan terjal Nak Mas, seperti apa yang terjadi dengan tokoh kita kali ini, kebaikan-kebaikannya, keberkasilan-keberhasilannya, jasa-jasanya, seperti hilang dan hangus ditelan oleh ‘setitik’ noda dipenghujungnya.................” Kata Ki Bijak.
“Berat ya ki untuk bisa menjadi orang yang lurus dari awal sampai akhir..................” kata Maula.
“Memang berat, tapi bukan berarti tidak mungkin, Nak Mas.............., Aki jadi teringat dengan doa yang sering dipanjatkan Abu Bakar shidiq.........” Kata Ki Bijak.
“Doa apa ki.............?” Tanya Maula
“Abu Bakr shidiq senantiasa berdoa untuk diberikan hal terbaik diakhirnya…… Ya Allah jadikanlah sebaik-baik umurku pada penghabisannya, dan sebaik-baik amalku adalah penutupnya dan sebaik-baik hari bagiku adalah hari berjumpa dengan-Mu………..” Kata Ki Bijak sambil mengutip doa dimaksud.
“Ya Allah jadikanlah sebaik-baik umurku pada penghabisannya, dan sebaik-baik amalku adalah penutupnya dan sebaik-baik hari bagiku adalah hari berjumpa dengan-Mu………..” Kata Maula menirukan doa Abu Bakr shidiq sambil mengangkat kedua tangannya.
“Amiiin………………..” Kata Ki Bijak mengamini.
Wassalam
January 30, 2008
“Sebuah epik sejarah yang nyaris sempurna....................” Guman Ki Bijak.
“Epik Sejarah yang nyaris sempurna ki................?” Tanya Maula.
“Ya Nak Mas, perjalanan panjang yang telah dilakoninya, memberikan banyak pelajaran yang sangat berharga bagi kita yang ditinggalkan...............” Kata Ki Bijak.
“Dari anak seorang petani, seorang anak desa yang menghabiskan masa kecilnya dengan menggembala kerbau, mandi disendang, kemudian masuk sekolah tentara, hingga akhirnya menjadi orang nomor satu, bukankah itu sebuah epik yang hampir sempurna Nak Mas......?’ Kata Ki Bijak lagi.
“Iya ki, akhir dari sebuah cerita panjang perjalanan hidup seorang anak manusia, seorang anak petani biasa, menjadi tentara, menjadi orang ternama dan dipuja dan kemudian diakhir cerita meninggalkan segudang pro dan kontra....., meninggalkan selaksa tanda tanya, meninggalkan beragam cerita, meninggalkan jejak-jejak yang panjang membentang dalam perjalanan hidup sebuah bangsa.......” Kata Maula seperti sedang menguntai puisi.
“Ki, apa yang bisa kita pelajari dari semua ini ki......................?” Tanya Maula.
“Pelajaran pertama adalah pelihara diri kita dari kebiasaan mengumpat dan mencela, karena hal itu hanya akan menghabiskan potensi dan waktu kita saja ...............” Kata Ki Bijak.
“Kenapa ki............?” Tanya Maula.
“Selain ajaran agama kita melarang kita untuk menjadi pengumpat dan pencela, dan bahkan Allah mengancam mereka dengan neraka, jauh lebih bijak kalau kita menilai dan memandang orang seperti kita memandang sisa purnama itu...........” Kata Ki Bijak sambil menunjuk sisa bulan purnama yang nampak indah, menggantung dilangit, memanntulkan cahaya yang lembut.
Spontan Maula menoleh kearah yang ditunjuk Ki Bijak.
“Kita harus bisa memandang dan menilai orang sebagaimana kita memandang bulan purnama ki.......?” Tanya Maula.
“Nak Mas tahu dibalik keindahan cahaya purnama itu, disisi lain, dibalik bulan itu ada sisi gelap yang tidak terlihat.......?” Tanya Ki Bijak.
“Iya ki, dibalik keindahan purnama itu ada sisi gelap yang tidak terlihat........” Kata Maula.
“Menurut Aki, akan lebih bijak bagi kita untuk menikmati keindahan purnama itu, daripada harus menghabiskan banyak energi untuk melihat sisi gelap yang memang sudah pasti adanya............” Kata Ki Bijak.
“Maksud Aki, kita lebih baik mencari dan melihat kebaikan yang pernah beliau lakukan untuk bangsa ini, daripada sibuk menghujat dan mencari kesalahannya, ki.............?” Kata Maula.
“Benar Nak Mas, tanpa bermaksud membela atau menentang siapapun, Aki lebih cenderung untuk melihat bahwa beliau telah mengantar bangsa ini menapaki perjalanan panjang dari sebuah bangsa, benar disana sini ada kekurangan, tapi juga benar bahwa selama masa kepemimpinanya banyak sisi baik yang bisa kita ambil sebagai pelajaran...................” Kata Ki Bijak.
“Lagi pula menghujat dan mencela bukanlah sesuatu yang dianjurkan, bahkan Allah memperigatkan kita agar kita tidak menjadi seorang yang suka menghujat...........” Kata Ki Bijak sambil mengutip ayat al qur’an;
1. Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,
“Iya Ki, lalu apa pelajaran yang kedua, ki................?” Tanya Maula.
“Pelajaran kedua adalah bahwa kita pasti akan mengalami yang namanya kematian, Nak Mas.........?” Kata Ki Bijak.
“Kematian sebuah pelajaran, Ki.........................?” Tanya Maula.
“Tepatnya, kematian adalah sebuah nasehat Nak Mas, apa yang baru kemarin dialami oleh salah seorang pemimpin kita, cepat atau lambat pasti juga akan datang menjemput kita............” Kata Ki Bijak.
“Lalu ki................?” Tanya Maula.
“Lalu...jika kita pasti mati, maka bersikaplah seperti layaknya orang yang akan mati..................” Kata Ki Bijak.
“Ana masih belum mengerti ki................” Kata Maula.
“Nak Mas lihat disekililing kita, betapa banyak orang-orang diantara kita yang sudah lupa bahwa ia akan mati, ada banyak orang yang mati-matian mengumpulkan harta sehingga melalaikan kewajibannya sebagai hamba, seolah harta itu akan mampu mengekalkannya, seolah-olah harta itu akan menyelamatkannya dari bencana kematian...........”
“Nak Mas juga bisa lihat betapa banyak orang yang menghalalakan segala cara untuk mencapai pangkat dan kedudukannya, seolah-olah pangkat dan jabatanya dapat melindunginya dari kematian, padahal samasekali tidak, dan dari apa yang terjadi kemarin, pesannya sangat jelas, kematian pasti datang menjemput kita, terlepas dari siapa kita, terlepas berapa kekayaan kita, terlepas dari berapa tinggi pangkat dan kedudukan kita................” Kata Ki Bijak.
“Lalu bagaimana harusnya kita bersikap ki...........?” Tanya Maula.
“Sikap terbaik kita adalah mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kedatangan tamu terakhir kita itu, kita persiapkan bekal kita untuk mengarungi perjalanan panjang yang pasti kita lalui................” Kata KI Bijak
“Iya ya ki, kadang kita justru sibuk mempersiapkan sesuatu yang belum tentu pasti terjadinya, kita lebih sering stress dengan sesuatu yang belum tentu terjadinya, takut miskin, takut phk, takut bangkrut, takut tidak makan, sehingga kadang waktu kita habis untuk memikirkan hal-hal tersebut, padahal belum tentu apa yang kita takutkan itu terjadi ya ki...............” Kata Maula.
“Berhati-hati itu baik Nak Mas, tapi yang Aki maksud adalah dari sekian banyak ketakutan kita, mestinya kita lebih takut kalau kita belum memiliki bekal untuk menyambut kematian...., kalau kita takut miskin, takut lapar juga merupakan sebuah ujian, tapi jangan sampai ketakutan kita berlebihan sehingga kita menghabiskan sebagaian besar waktu kita untuk hal-hal itu..................” Kata Ki Bijak.
“Iya ki, lalu yang ketiga ki...................?” Tanya Maula.
“Pelajaran yang ketiga bahwa kita harus selalu berhati-hati dan berusaha untuku melakukan yang baik-baik saja, kalau betapapun kebaikan kita banyak, akan sangat mungkin habis hanya karena kesalahan kita yang sedikit...........” Kata Ki Bijak.
“Seperti panas setahun hilang oleh hujan sehari ya ki...............” Kata Maula.
“Ya Nak Mas, juga seperti pepatah yang mengatakan rusak susu sebelangga, hanya karena nila yang setitik, jalan kehidupan ini sangat licin dan terjal Nak Mas, seperti apa yang terjadi dengan tokoh kita kali ini, kebaikan-kebaikannya, keberkasilan-keberhasilannya, jasa-jasanya, seperti hilang dan hangus ditelan oleh ‘setitik’ noda dipenghujungnya.................” Kata Ki Bijak.
“Berat ya ki untuk bisa menjadi orang yang lurus dari awal sampai akhir..................” kata Maula.
“Memang berat, tapi bukan berarti tidak mungkin, Nak Mas.............., Aki jadi teringat dengan doa yang sering dipanjatkan Abu Bakar shidiq.........” Kata Ki Bijak.
“Doa apa ki.............?” Tanya Maula
“Abu Bakr shidiq senantiasa berdoa untuk diberikan hal terbaik diakhirnya…… Ya Allah jadikanlah sebaik-baik umurku pada penghabisannya, dan sebaik-baik amalku adalah penutupnya dan sebaik-baik hari bagiku adalah hari berjumpa dengan-Mu………..” Kata Ki Bijak sambil mengutip doa dimaksud.
“Ya Allah jadikanlah sebaik-baik umurku pada penghabisannya, dan sebaik-baik amalku adalah penutupnya dan sebaik-baik hari bagiku adalah hari berjumpa dengan-Mu………..” Kata Maula menirukan doa Abu Bakr shidiq sambil mengangkat kedua tangannya.
“Amiiin………………..” Kata Ki Bijak mengamini.
Wassalam
January 30, 2008