“Aneh ya ki...........” kata Maula, mengomentari penolakan dari sebagian orang terhadap pengesahan UU pornografi.
“Apanya ya aneh Nak Mas.....?” tanya Ki Bijak.
“Itu ki, ada beberapa orang yang dengan sangat lantang menentang pengesahan UU pornografi, dengan mengatasnamakan keragaman dan kebebasan, mereka kemudian menolak pengesahan undang-undang itu, dan herannya, justru sebagian besar dari mereka yang menolak adalah kaum hawa, yang menurut ana seharusnya mereka merasa senang dengan diberlakukannya undang-undang itu.........” Kata Maula tak habis pikir.
Ki Bijak tersenyum mendengar penuturan Maula yang bernada sedikit kesal, “Nak Mas tidak perlu heran dengan adanya orang-orang yang bersikap seperti itu, terlepas dari apapun alasan mereka untuk menolak undang-undang itu, bagi Aki, hal itu merupakan sebuah pelajaran yang sangat berharga untuk kita tafakuri........” Kata Ki Bijak.
“Apa yang bisa kita pelajari dari hal seperti ini ki.......?” Tanya Maula.
“Pertama, dalam pandangan Aki, adanya orang, golongan atau kelompok yang terang-terangan menentang pemberlakukan undang-undang itu, merupakan isyarat yang sangat jelas bagi kita siapa-siapa saja yang boleh kita jadikan contoh dan teladan, dan siapa saja diantara mereka yang tidak boleh kita ikuti dan jadikan teman...., ditengah makin biasnya kebenaran ditengah-tengah kita, penolakan mereka jelas mempermudah kita untuk menentukan pilihan yang terbaik bagi kita untuk kita dekati atau kita tinggalkan............” kata Ki Bijak.
“Benar juga ya ki, kita jadi tahu siapa saja mereka dan apa tujuan mereka......,hmmh tapi ki, diantara yang menolak itu banyak juga lho ki orang-orang yang terpandang, publik figure dan juga orang-orang terpelajar............” Kata Maula.
“Nak Mas..., tidak semua orang yang terpandang itu benar, tidak semua publik figure itu bisa kita ikuti, dan bahkan tidak semua orang yang bertitel itu ‘pandai’, dalam pandangan Aki, mereka yang terpandang, mereka yang menjadi panutan, mereka yang pandai dan bermartabat hanyalah mereka yang ‘takut’ kepada Allah, meninggalkan apa yang dilarang_Nya dan melaksanakan apa yang diperintahkan_Nya, diluar itu, apa dan siapapun mereka, dalam hemat Aki, belum masuk kategori yang Nak Mas sebutkan tadi........” kata Ki Bijak.
“Hikmah yang kedua, yang bisa kita ambil adalah bahwa adanya penolakan semacam ini membuka ladang amal bagi kita untuk bagaimana memberi pemahaman dan mengajak mereka untuk ‘kembali’ pada tata aturan yang menjunjung tinggi norma dan fitrah kemanusian sebagaimana yang telah digariskan...., Nak Mas bayangkan, jika semua pihak setuju dengan pemberlakuan undang-undang ini, atau dalam kata lain, semua orang sudah ‘benar’, maka ladang kita untuk berdakwah dan saling berwasiat dalam kebenaran, menjadi berkurang..........” kata Ki Bijak.
“Iya ya ki, kalau semua orang sudah benar, kepada siapa kita harus berdakwah ya ki......” Kata Maula.
“Syukurlah kalau Nak Mas memahaminya...., selanjutnya yang ketiga, sudah merupakan sunatullah bahwa setiap kebaikan yang lahir, akan diimbangi dengan lahirnya pertentangan dari pihak-pihak yang berseberangan, Nak Mas masih ingat bagaimana para nabi dulu, sejak zaman Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad, selalu mendapatkan pertentangan yang sangat dari kaumnya, dan itu merupakan sebuah ujian kesabaran dan keikhlasan bagi para penyeru kebenaran untuk tetap berpegang pada kebenaran itu sendiri...........” kata Ki Bijak.
“Benar ki.............” jawab Maula pendek.
“Dan kita tidak perlu surut kebelakang hanya karena adanya penolakan oleh sebagian orang, ibarat sebongkah emas, kemuliaan logam ini hanya akan terlihat setelah bongkahan itu digosok atau diasah dengan batu ujian yang sangat keras dan tajam, pun demikian dengan produk undang-undang ini, insya Allah, setelah diuji oleh mereka yang menentangnya, undang-undang ini akan menunjukan kilau dan tujuan mulianya untuk meninggikan harkat dan martabat manusia yang berakal dan berbudi.......” Kata Ki Bijak lagi.
“Benar ki, ana sering lihat ditoko-toko penjual mas, pedagang toko itu selalu menyiapkan sejenis batu uji dan cairan tertentu untuk menguji keaslian logam itu....., ana mengerti sekarang, bahwa kebenaran dan kemuliaan memang perlu batu asah untuk mengujinya ya ki..........” kata Maula.
“Sebatas itu yang Aki tahu Nak Mas, bahwa setiap kebaikan, setiap kebenaran, setiap kemulian, setiap keyakinan, terlebih dahulu akan diuji dengan berbagai bentuk ujian untuk membuktikan keshahihannya..., dan insya Allah undang-undang ini akan ‘lulus’ dari ujian-ujian yang menghalanginya, untuk kemudian menjadi sebuah produk undang-undang yang akan membantu menyelamatkan kita sebagai bangsa.........” kata Ki Bijak.
“Meski sebagai umat Islam, sebenarnya kita sudah punya al qur’an yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia ya ki....” Kata Maula.
“Ya Nak Mas, al qur’an memiliki kandungan yang jauh lebih sempurna dari sekedar undang-undang buatan manusia, tapi marilah kita berpikir positif bahwa undang-undang ini bisa membantu mereka yang belum memahami bahasa al qur’an dengan baik, dan dari sana, kita bisa berharap hal ini akan menambah keyakinan kita terhadap kebenaran al qur’an sebagai kitab yang menjunjung tinggi harkat dan martabat kita sebagai manusia..........” kata Ki Bijak lagi.
“Iya ki...........” kata Maula sambil bersiap pamitan.
Wassalam
November 02,2008
“Apanya ya aneh Nak Mas.....?” tanya Ki Bijak.
“Itu ki, ada beberapa orang yang dengan sangat lantang menentang pengesahan UU pornografi, dengan mengatasnamakan keragaman dan kebebasan, mereka kemudian menolak pengesahan undang-undang itu, dan herannya, justru sebagian besar dari mereka yang menolak adalah kaum hawa, yang menurut ana seharusnya mereka merasa senang dengan diberlakukannya undang-undang itu.........” Kata Maula tak habis pikir.
Ki Bijak tersenyum mendengar penuturan Maula yang bernada sedikit kesal, “Nak Mas tidak perlu heran dengan adanya orang-orang yang bersikap seperti itu, terlepas dari apapun alasan mereka untuk menolak undang-undang itu, bagi Aki, hal itu merupakan sebuah pelajaran yang sangat berharga untuk kita tafakuri........” Kata Ki Bijak.
“Apa yang bisa kita pelajari dari hal seperti ini ki.......?” Tanya Maula.
“Pertama, dalam pandangan Aki, adanya orang, golongan atau kelompok yang terang-terangan menentang pemberlakukan undang-undang itu, merupakan isyarat yang sangat jelas bagi kita siapa-siapa saja yang boleh kita jadikan contoh dan teladan, dan siapa saja diantara mereka yang tidak boleh kita ikuti dan jadikan teman...., ditengah makin biasnya kebenaran ditengah-tengah kita, penolakan mereka jelas mempermudah kita untuk menentukan pilihan yang terbaik bagi kita untuk kita dekati atau kita tinggalkan............” kata Ki Bijak.
“Benar juga ya ki, kita jadi tahu siapa saja mereka dan apa tujuan mereka......,hmmh tapi ki, diantara yang menolak itu banyak juga lho ki orang-orang yang terpandang, publik figure dan juga orang-orang terpelajar............” Kata Maula.
“Nak Mas..., tidak semua orang yang terpandang itu benar, tidak semua publik figure itu bisa kita ikuti, dan bahkan tidak semua orang yang bertitel itu ‘pandai’, dalam pandangan Aki, mereka yang terpandang, mereka yang menjadi panutan, mereka yang pandai dan bermartabat hanyalah mereka yang ‘takut’ kepada Allah, meninggalkan apa yang dilarang_Nya dan melaksanakan apa yang diperintahkan_Nya, diluar itu, apa dan siapapun mereka, dalam hemat Aki, belum masuk kategori yang Nak Mas sebutkan tadi........” kata Ki Bijak.
“Hikmah yang kedua, yang bisa kita ambil adalah bahwa adanya penolakan semacam ini membuka ladang amal bagi kita untuk bagaimana memberi pemahaman dan mengajak mereka untuk ‘kembali’ pada tata aturan yang menjunjung tinggi norma dan fitrah kemanusian sebagaimana yang telah digariskan...., Nak Mas bayangkan, jika semua pihak setuju dengan pemberlakuan undang-undang ini, atau dalam kata lain, semua orang sudah ‘benar’, maka ladang kita untuk berdakwah dan saling berwasiat dalam kebenaran, menjadi berkurang..........” kata Ki Bijak.
“Iya ya ki, kalau semua orang sudah benar, kepada siapa kita harus berdakwah ya ki......” Kata Maula.
“Syukurlah kalau Nak Mas memahaminya...., selanjutnya yang ketiga, sudah merupakan sunatullah bahwa setiap kebaikan yang lahir, akan diimbangi dengan lahirnya pertentangan dari pihak-pihak yang berseberangan, Nak Mas masih ingat bagaimana para nabi dulu, sejak zaman Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad, selalu mendapatkan pertentangan yang sangat dari kaumnya, dan itu merupakan sebuah ujian kesabaran dan keikhlasan bagi para penyeru kebenaran untuk tetap berpegang pada kebenaran itu sendiri...........” kata Ki Bijak.
“Benar ki.............” jawab Maula pendek.
“Dan kita tidak perlu surut kebelakang hanya karena adanya penolakan oleh sebagian orang, ibarat sebongkah emas, kemuliaan logam ini hanya akan terlihat setelah bongkahan itu digosok atau diasah dengan batu ujian yang sangat keras dan tajam, pun demikian dengan produk undang-undang ini, insya Allah, setelah diuji oleh mereka yang menentangnya, undang-undang ini akan menunjukan kilau dan tujuan mulianya untuk meninggikan harkat dan martabat manusia yang berakal dan berbudi.......” Kata Ki Bijak lagi.
“Benar ki, ana sering lihat ditoko-toko penjual mas, pedagang toko itu selalu menyiapkan sejenis batu uji dan cairan tertentu untuk menguji keaslian logam itu....., ana mengerti sekarang, bahwa kebenaran dan kemuliaan memang perlu batu asah untuk mengujinya ya ki..........” kata Maula.
“Sebatas itu yang Aki tahu Nak Mas, bahwa setiap kebaikan, setiap kebenaran, setiap kemulian, setiap keyakinan, terlebih dahulu akan diuji dengan berbagai bentuk ujian untuk membuktikan keshahihannya..., dan insya Allah undang-undang ini akan ‘lulus’ dari ujian-ujian yang menghalanginya, untuk kemudian menjadi sebuah produk undang-undang yang akan membantu menyelamatkan kita sebagai bangsa.........” kata Ki Bijak.
“Meski sebagai umat Islam, sebenarnya kita sudah punya al qur’an yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia ya ki....” Kata Maula.
“Ya Nak Mas, al qur’an memiliki kandungan yang jauh lebih sempurna dari sekedar undang-undang buatan manusia, tapi marilah kita berpikir positif bahwa undang-undang ini bisa membantu mereka yang belum memahami bahasa al qur’an dengan baik, dan dari sana, kita bisa berharap hal ini akan menambah keyakinan kita terhadap kebenaran al qur’an sebagai kitab yang menjunjung tinggi harkat dan martabat kita sebagai manusia..........” kata Ki Bijak lagi.
“Iya ki...........” kata Maula sambil bersiap pamitan.
Wassalam
November 02,2008
No comments:
Post a Comment