Nak Mas pernah dengar hadits yang menyatakan bahwa hati manusia adalah raja, sementara anggota tubuh lainnya adalah prajuritnya...?” Tanya Ki Bijak.
“Ya ki............” Kata Maula sambil menyebut hadits dimaksud;
“................Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging, jika ia baik seluruh tubuh akan baik jika ia rusak seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah dialah hati." (Muttafaq Alaihi) ".
“Nak Mas benar, itu hadits_nya, lalu menurut Nak Mas, bagaimana kalau ada prajurit yang bertindak sendiri tanpa sepengetahuan dan persetujuan sang raja....?” Tanya Ki Bijak kemudian.
“Artinya prajurit itu telah lancang mendahului kehendak raja ki.......?” Kata Maula.
“Apakah menurut Nak Mas prajurit yang lancang ini baik atau sebaliknya....?” Tanya Ki Bijak.
“Tentu prajurit yang lancang ini tidak baik ki, karena sehebat apapun dia, seharusnya dia mengikuti titah sang raja sebelum mengambil tindakan apapun, karena baik buruknya hasil pekerjaan itu akan berdampak pada raja dan kerajaan secara keseluruhan........” kata Maula.
“Nak Mas benar, prajurit yang baik adalah prajurit yang senantiasa menjunjung tinggi titah rajanya, dan itu sebuah tamsil bagi akal dan pikiran kita selaku prajurit, dan hati kita selaku sang raja, dalam kata lain, kita tidak boleh mengedepankan akal pikiran kita semata tanpa melibatkan sang raja dalam mengambil sebuah keputusan dan tindakan, karena hal itu sangat berisiko........” kata Ki Bijak.
“Adalah sangat bijak jika setiap perkataan dan perbuatan kita, kita kompromikan dan tanyakan terlebih dahulu pada hati kita, agar kita tidak menyesal karenanya…..” sambung Ki Bijak.
“Ki, bagaimana kita bisa mendengar dan mengetahui kata hati kita bahwa perbuatan dan perkataan yang akan kita lakukan itu benar atau salah….?” Tanya Maula.
“Sederhana saja Nak Mas, Rasulullah pernah berpesan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ad - Darimi, beliau mengatakan " Istafti qolbaka, birr ma ithma'ann ilayhi nafs wa athma'anna ilayhil qolb wal ismu ma haka fi nafs wa taroddod fi shudduur - Mintalah fatwa (nasihat) pada hatimu, kebaikan adalah sesuatu yang membuat hatimu tenang, dan keburukan adalah sesuatu yang membuat hati gelisah...” Kata Ki Bijak mengutip sebuah hadits.
“Kebaikan adalah sesuatu yang membuat hatimu tenang, dan keburukan adalah sesuatu yang membuat hati gelisah...........” Kata Maula mengulang perkataan gurunya.
“Benar Nak Mas, ketika kita shalat tepat waktu, hal itu akan menentramkan hati kita, sementara ketika kita lalai menunaikan shalat pada waktunya, maka hati kita akan gelisah...”
“Ketika kita menolong atau orang yang kesulitan, hal itu akan membuat hati kita tenang, sebaliknya, mengumpat, membenci dan memusuhi orang lain, tidak lebih hanya akan membuat hati kita gelisah......”
“Ketika kita bersedekah, berinfaq, membelanjakan harta dijalan Allah, maka hal itu akan membuat hati kita tenang, sementara ketika kita berfoya-foya, menghabiskan uang dijalan yang bathil, hal itu akan menjadi endapan racun yang membuat hati kita tidak tenang......”
“Ketika kita memaafkan kesalahan orang lain, hal itu akan membuat hati kita tenang, sebaliknya ketika kita menyimpan dendam pada orang lain, maka hal itu akan menyakiti hati kita, hati kita tidak akan tentram karenanya.....”
“Menyantuni fakir miskin, menafkahi anak yatim adalah obat penenang yang paling mujarab untuk ketentraman hati kita, sebaliknya, sikap kikir, pelit, acuh tak acuh terhadap orang lain, akan sangat merisaukan hati kita..............”
“Berlaku tawadlu, rendah hati, penyantun, sabar dan dermawan, adalah sikap dan sifat yang akan membuat hati kita tentram, sebaliknya sikap sombong, angkuh, tidak sabar dan pemarah, hanya akan melukai hati kita dan akan membuatnya gelisah........”Kata Ki Bijak mencontohkan beberapa perbuatan yang dapat membuat hati tentram dan sebaliknya.
“Ana mengerti ki, hanya masalahnya terkadang kita tidak bisa mendengar hati kita ki.........” kata Maula.
“Bahasa atau suara hati memang sangat halus Nak Mas, tapi Aki percaya setiap orang mampu mendengarnya, hanya saja karena kita belum terbiasa mendengarkan kata hati kita, kita lebih sering mengabaikan apa yang dinasehatkan oleh hati kita, kita lebih cenderung mendengar dan mengikuti apa yang terdengar dan terlihat oleh indra luar kita saja...............” Kata Ki Bijak.
“Bagaimana agar kita terbiasa dan mampu mendengar suara hati kita ki....?” Tanya Maula.
“Setiap orang mungkin memiliki metode dan cara yang berbeda-beda Nak Mas, namun demikian, dalam hemat Aki, agar kita bisa mendengar suara hati kita dengan baik, maka kita harus mengenali hati kita secara baik pula....., secara makna bahasa, hati kita memiliki empat bagian yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi; bagian terluar dari hati kita disebut dengan Shadr – kata ini terambil dari bahasa arab yang artinya Dada, yang merupakan bentuk atau bungkus paling luar secara kasat mata, bagian ini lebih cenderung menunjukan suasana hati dan jiwa secara keseluruhan psikologis.......” Kata Ki Bijak sambil mengutip sebuah ayat al qur’an;
69. Dan Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa yang mereka nyatakan. (Al Qashash)
“Bagian yang kedua, dinamai Qolb, Qolb berasal dari bahasa arab yang artinya Hati atau Kalbu, Qolb sendiri adalah bagian dimana seseorang melakukan banyak pertimbangan dengan menolak, memutuskan, sehingga sifatnya cenderung tidak konsisten, pada bagian ini seseorang akan mulai berfikir dengan hatinya, maka disinilah letak "Cahaya Iman" berada dan Qolb merupakan inti dari Ar Ruh, jika Shadr tadi ibarat kulit kacang, maka Qolb ibaratnya kulit arinya...”
46. Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (Al Hajj)
“Sampai disini Nak Mas mengerti.....?” Tanya Ki Bijak sebelum melanjutkan uraiannya tentang definisi hati.
“Masih belum mengerti sepenuhnya ki………” kata Maula.
“Pelan-pelan saja Nak Mas, sambil Nak Mas terus menyelam kedalam hati Nak Mas untuk lebih mengenali mana shadr dan mana Qolb yang Aki jelaskan barusan……” Kata ki Bijak.
“Iya ki…………” Kata Maula.
Setelah hening sesaat, Ki Bijak melanjutkan penjelasannya tentang hati.
“Bagian yang ketiga, disebut Fu’ad, Fu'ad dalam arti katanya adalah Hati Nurani yang sering kali disebut sebagai "Akalnya Hati", Fu'ad merupakan inti dari Qolb, yang meliputi berbagai hal tentang ilmu, ketentuan, rencana dan takdir, sehingga Fu'ad mewadahi cahaya ma'rifat ( kurang lebih adalah pengetahuan akan kebenaran secara spiritual), Fuad mengandung kekuatan Qolb dan Akal manusia, dimana dalam dayanya, Fu'ad menggunakan potensi dzikir, fikir, panca indera, akal dan berbagai potensi lainnya untuk kemudian dialamatkannnya menjadi pengetahuan yang diimplementasikan dalam bentuk perilaku ataupun perbuatan, Sifat Fu'ad bila ia bersifat negatif bentuknya adalah kekosongan, hampa, berubah-ubah dan cenderung pada bisikan syaithon, bila ia positif bentuknya ialah istiqomah dan selalu jujur…...”
23. Katakanlah: "Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (tetapi) amat sedikit kamu bersyukur. (Al Mulk)
“Selanjutnya, bagian terdalam dari hati disebut dengan Lubb, Lubb adalah inti dari Fu'ad, secara fisilogis arti Lubb adalah inti dari inti, seperti ketika seseorang menebang pohon, maka ia akan melihat takik tahun umur pohon tersebut yang ditandai dengan adanya lingkaran, lingkaran pada penampangnya, dan inti terdalam dari pohon tersebut disebut Lubb. Lubb mewadahi dua cahaya yakni cahaya keunikan dan cahaya kesatuan yang keduanya merupakan dua wajah Allah SWT, Lubb adalah cahaya asli penciptaan Allah SWT berbentuk jiwa yang sangat murni disebut ar Ruh al Quds didalamnya terkandung program-program, sifat-sifat serta design Allah SWT yang sifatnya sangat misterius dan rahasia atau Sirr,. Lubb mengadung secret of secrets atau Sirr Al Asraar……..” Kata Ki Bijak sambil memandangi wajah Maula yang masih nampak berusaha untuk memahami uraian darinya.
“Waah, bicara soal hati, sepertinya luas sekali ya ki………..” kata Maula.
“Benar Nak Mas, membicarakan hati, ibarat membicarakan samudra luas yang tak bertepi dengan kedalaman yang susah untuk dijajaki, karenanya, sambil Nak Mas coba memahami definisi-definisi tadi, Nak Mas juga harus mulai mencoba mengenal hati Nak Mas dari dalam, mulailah dengan mencoba berdialog dengan hati, dan Nak Mas mungkin bisa renungkan makna yang terkandung dalam ayat ini…………” kata Ki Bijak sambil menunjukan ayat al qur’an;
205. Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.
“Maksudnya dzikir dalam hati ya ki…………” kata Maula beberapa saat setelah mengulang-ngulang membaca ayat terakhir dalam surat al A’raf tersebut.
“Benar Nak Mas, dzikir, menyebut nama Allah senantiasa dalam hati kita, sehingga hati kita hidup karenanya…………., coba Nak Mas tarik nafas dalam-dalam, kemudian Nak Mas rasakan getar hati Nak Mas manakala menyebut asma Allah……….” Kata Ki Bijak sambil mencontohkan bagaimana latihan dzikir hati tersebut.
Maula segera menuruti apa kata gurunya, ia menarik nafas panjang, matanya dipejamkan, berusaha untuk meresapi setiap getar dari dzikir yang diucapkan hatinya………………, hening……, sepi, yang terdengar hanya tarikan dan hembusan nafas Maula yang tengah belajar menyelami kedalaman samudra hatinya.
Wassalam
“Ya ki............” Kata Maula sambil menyebut hadits dimaksud;
“................Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging, jika ia baik seluruh tubuh akan baik jika ia rusak seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah dialah hati." (Muttafaq Alaihi) ".
“Nak Mas benar, itu hadits_nya, lalu menurut Nak Mas, bagaimana kalau ada prajurit yang bertindak sendiri tanpa sepengetahuan dan persetujuan sang raja....?” Tanya Ki Bijak kemudian.
“Artinya prajurit itu telah lancang mendahului kehendak raja ki.......?” Kata Maula.
“Apakah menurut Nak Mas prajurit yang lancang ini baik atau sebaliknya....?” Tanya Ki Bijak.
“Tentu prajurit yang lancang ini tidak baik ki, karena sehebat apapun dia, seharusnya dia mengikuti titah sang raja sebelum mengambil tindakan apapun, karena baik buruknya hasil pekerjaan itu akan berdampak pada raja dan kerajaan secara keseluruhan........” kata Maula.
“Nak Mas benar, prajurit yang baik adalah prajurit yang senantiasa menjunjung tinggi titah rajanya, dan itu sebuah tamsil bagi akal dan pikiran kita selaku prajurit, dan hati kita selaku sang raja, dalam kata lain, kita tidak boleh mengedepankan akal pikiran kita semata tanpa melibatkan sang raja dalam mengambil sebuah keputusan dan tindakan, karena hal itu sangat berisiko........” kata Ki Bijak.
“Adalah sangat bijak jika setiap perkataan dan perbuatan kita, kita kompromikan dan tanyakan terlebih dahulu pada hati kita, agar kita tidak menyesal karenanya…..” sambung Ki Bijak.
“Ki, bagaimana kita bisa mendengar dan mengetahui kata hati kita bahwa perbuatan dan perkataan yang akan kita lakukan itu benar atau salah….?” Tanya Maula.
“Sederhana saja Nak Mas, Rasulullah pernah berpesan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ad - Darimi, beliau mengatakan " Istafti qolbaka, birr ma ithma'ann ilayhi nafs wa athma'anna ilayhil qolb wal ismu ma haka fi nafs wa taroddod fi shudduur - Mintalah fatwa (nasihat) pada hatimu, kebaikan adalah sesuatu yang membuat hatimu tenang, dan keburukan adalah sesuatu yang membuat hati gelisah...” Kata Ki Bijak mengutip sebuah hadits.
“Kebaikan adalah sesuatu yang membuat hatimu tenang, dan keburukan adalah sesuatu yang membuat hati gelisah...........” Kata Maula mengulang perkataan gurunya.
“Benar Nak Mas, ketika kita shalat tepat waktu, hal itu akan menentramkan hati kita, sementara ketika kita lalai menunaikan shalat pada waktunya, maka hati kita akan gelisah...”
“Ketika kita menolong atau orang yang kesulitan, hal itu akan membuat hati kita tenang, sebaliknya, mengumpat, membenci dan memusuhi orang lain, tidak lebih hanya akan membuat hati kita gelisah......”
“Ketika kita bersedekah, berinfaq, membelanjakan harta dijalan Allah, maka hal itu akan membuat hati kita tenang, sementara ketika kita berfoya-foya, menghabiskan uang dijalan yang bathil, hal itu akan menjadi endapan racun yang membuat hati kita tidak tenang......”
“Ketika kita memaafkan kesalahan orang lain, hal itu akan membuat hati kita tenang, sebaliknya ketika kita menyimpan dendam pada orang lain, maka hal itu akan menyakiti hati kita, hati kita tidak akan tentram karenanya.....”
“Menyantuni fakir miskin, menafkahi anak yatim adalah obat penenang yang paling mujarab untuk ketentraman hati kita, sebaliknya, sikap kikir, pelit, acuh tak acuh terhadap orang lain, akan sangat merisaukan hati kita..............”
“Berlaku tawadlu, rendah hati, penyantun, sabar dan dermawan, adalah sikap dan sifat yang akan membuat hati kita tentram, sebaliknya sikap sombong, angkuh, tidak sabar dan pemarah, hanya akan melukai hati kita dan akan membuatnya gelisah........”Kata Ki Bijak mencontohkan beberapa perbuatan yang dapat membuat hati tentram dan sebaliknya.
“Ana mengerti ki, hanya masalahnya terkadang kita tidak bisa mendengar hati kita ki.........” kata Maula.
“Bahasa atau suara hati memang sangat halus Nak Mas, tapi Aki percaya setiap orang mampu mendengarnya, hanya saja karena kita belum terbiasa mendengarkan kata hati kita, kita lebih sering mengabaikan apa yang dinasehatkan oleh hati kita, kita lebih cenderung mendengar dan mengikuti apa yang terdengar dan terlihat oleh indra luar kita saja...............” Kata Ki Bijak.
“Bagaimana agar kita terbiasa dan mampu mendengar suara hati kita ki....?” Tanya Maula.
“Setiap orang mungkin memiliki metode dan cara yang berbeda-beda Nak Mas, namun demikian, dalam hemat Aki, agar kita bisa mendengar suara hati kita dengan baik, maka kita harus mengenali hati kita secara baik pula....., secara makna bahasa, hati kita memiliki empat bagian yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi; bagian terluar dari hati kita disebut dengan Shadr – kata ini terambil dari bahasa arab yang artinya Dada, yang merupakan bentuk atau bungkus paling luar secara kasat mata, bagian ini lebih cenderung menunjukan suasana hati dan jiwa secara keseluruhan psikologis.......” Kata Ki Bijak sambil mengutip sebuah ayat al qur’an;
69. Dan Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa yang mereka nyatakan. (Al Qashash)
“Bagian yang kedua, dinamai Qolb, Qolb berasal dari bahasa arab yang artinya Hati atau Kalbu, Qolb sendiri adalah bagian dimana seseorang melakukan banyak pertimbangan dengan menolak, memutuskan, sehingga sifatnya cenderung tidak konsisten, pada bagian ini seseorang akan mulai berfikir dengan hatinya, maka disinilah letak "Cahaya Iman" berada dan Qolb merupakan inti dari Ar Ruh, jika Shadr tadi ibarat kulit kacang, maka Qolb ibaratnya kulit arinya...”
46. Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (Al Hajj)
“Sampai disini Nak Mas mengerti.....?” Tanya Ki Bijak sebelum melanjutkan uraiannya tentang definisi hati.
“Masih belum mengerti sepenuhnya ki………” kata Maula.
“Pelan-pelan saja Nak Mas, sambil Nak Mas terus menyelam kedalam hati Nak Mas untuk lebih mengenali mana shadr dan mana Qolb yang Aki jelaskan barusan……” Kata ki Bijak.
“Iya ki…………” Kata Maula.
Setelah hening sesaat, Ki Bijak melanjutkan penjelasannya tentang hati.
“Bagian yang ketiga, disebut Fu’ad, Fu'ad dalam arti katanya adalah Hati Nurani yang sering kali disebut sebagai "Akalnya Hati", Fu'ad merupakan inti dari Qolb, yang meliputi berbagai hal tentang ilmu, ketentuan, rencana dan takdir, sehingga Fu'ad mewadahi cahaya ma'rifat ( kurang lebih adalah pengetahuan akan kebenaran secara spiritual), Fuad mengandung kekuatan Qolb dan Akal manusia, dimana dalam dayanya, Fu'ad menggunakan potensi dzikir, fikir, panca indera, akal dan berbagai potensi lainnya untuk kemudian dialamatkannnya menjadi pengetahuan yang diimplementasikan dalam bentuk perilaku ataupun perbuatan, Sifat Fu'ad bila ia bersifat negatif bentuknya adalah kekosongan, hampa, berubah-ubah dan cenderung pada bisikan syaithon, bila ia positif bentuknya ialah istiqomah dan selalu jujur…...”
23. Katakanlah: "Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (tetapi) amat sedikit kamu bersyukur. (Al Mulk)
“Selanjutnya, bagian terdalam dari hati disebut dengan Lubb, Lubb adalah inti dari Fu'ad, secara fisilogis arti Lubb adalah inti dari inti, seperti ketika seseorang menebang pohon, maka ia akan melihat takik tahun umur pohon tersebut yang ditandai dengan adanya lingkaran, lingkaran pada penampangnya, dan inti terdalam dari pohon tersebut disebut Lubb. Lubb mewadahi dua cahaya yakni cahaya keunikan dan cahaya kesatuan yang keduanya merupakan dua wajah Allah SWT, Lubb adalah cahaya asli penciptaan Allah SWT berbentuk jiwa yang sangat murni disebut ar Ruh al Quds didalamnya terkandung program-program, sifat-sifat serta design Allah SWT yang sifatnya sangat misterius dan rahasia atau Sirr,. Lubb mengadung secret of secrets atau Sirr Al Asraar……..” Kata Ki Bijak sambil memandangi wajah Maula yang masih nampak berusaha untuk memahami uraian darinya.
“Waah, bicara soal hati, sepertinya luas sekali ya ki………..” kata Maula.
“Benar Nak Mas, membicarakan hati, ibarat membicarakan samudra luas yang tak bertepi dengan kedalaman yang susah untuk dijajaki, karenanya, sambil Nak Mas coba memahami definisi-definisi tadi, Nak Mas juga harus mulai mencoba mengenal hati Nak Mas dari dalam, mulailah dengan mencoba berdialog dengan hati, dan Nak Mas mungkin bisa renungkan makna yang terkandung dalam ayat ini…………” kata Ki Bijak sambil menunjukan ayat al qur’an;
205. Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.
“Maksudnya dzikir dalam hati ya ki…………” kata Maula beberapa saat setelah mengulang-ngulang membaca ayat terakhir dalam surat al A’raf tersebut.
“Benar Nak Mas, dzikir, menyebut nama Allah senantiasa dalam hati kita, sehingga hati kita hidup karenanya…………., coba Nak Mas tarik nafas dalam-dalam, kemudian Nak Mas rasakan getar hati Nak Mas manakala menyebut asma Allah……….” Kata Ki Bijak sambil mencontohkan bagaimana latihan dzikir hati tersebut.
Maula segera menuruti apa kata gurunya, ia menarik nafas panjang, matanya dipejamkan, berusaha untuk meresapi setiap getar dari dzikir yang diucapkan hatinya………………, hening……, sepi, yang terdengar hanya tarikan dan hembusan nafas Maula yang tengah belajar menyelami kedalaman samudra hatinya.
Wassalam
November 11,2008
No comments:
Post a Comment