Monday, November 10, 2008

PAHLAWAN (TAK PERLU) TANDA JASA

PAHLAWAN (TAK PERLU) TANDA JASA

“Seorang pahlawan tidak membutuhkan tanda jasa atau pengakuan apapun dari orang lain atas apa yang telah diperbuat dan diperjuangkannya, Nak Mas.............” Kata Ki Bijak, menanggapi perkataan Maula mengenai lamanya pemberian gelar pahlawan nasional kepada beberapa tokoh yang turut berjuang dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

“Dan kalau kemudian ada orang atau pihak-pihak yang memberikannya gelar pahlawan, hal itu bukanlah sebuah tujuan seorang pejuang, itu hanya merupakan ‘hadiah’ yang diberikan atas perjuangannya.....” Kata Ki Bijak lagi.

“Lalu apa yang membuat para pejuang itu demikian ‘hebat’ ya ki, sehingga mereka berani berkorban dan mengorbankan segalanya untuk sebuah tujuan......?” Tanya Maula.

“Rasa tanggung jawab Nak Mas............” Kata Ki Bijak

‘Rasa tanggung jawab ki......?” Tanya Maula lagi.

“Benar, rasa tanggung jawab inilah yang kemudian mendorong seseorang untuk melakukan hal terbaik terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya, seperti merebut kemerdekaan, membela kaum yang lemah, memberantas kebathilan, memerangi kebodohan, mengurangi angka kemiskinan, memenuhi kewajiban terhadap negara, agama dan keluarga dan lainnya adalah sebentuk tanggung jawab setiap individu untuk berjuang sekuat tenaga untuk meraihnya...........” kata Ki Bijak.

“Eaah, maaf ki, tadi Aki mengatakan bahwa membela kaum yang lemah, memberantas kebathilan, memerangi kebodohan, mengurangi angka kemiskinan, memenuhi kewajiban terhadap negara, agama dan keluarga, sebagai sebuah bentuk tanggung jawab yang dapat melahirkan seorang pahlawan......?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, untuk menjadi seorang pahlawan, tidak harus berperang mengangkat senjata, berada digaris depan berhadapan dengan musuh saja, ada banyak ladang yang dapat menjadikan seseorang menjadi pahlawan, selama ia melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan disertai keikhlasan, dedikasi, loyalitas, bersungguh-sungguh dan mengedepankan teladan dalam setiap aktivitas yang dilakukannya, insya Allah, ia akan lahir sebagai seorang pahlawan.............” kata Ki Bijak lagi.

“Ana masih belum paham ki.................” Kata Maula jujur.

“Begini Nak Mas, seorang ayah, yang bekerja mencari nafkah untuk keluarganya, disertai dengan keikhlasan lillahi ta’ala, kemudian ia melakukan pekerjaannya dengan dedikasi yang tinggi, loyalitas yang tinggi, dengan kesungguhan, hingga ia pulang kerumah dengan membawa rezeki yang halal untuk menafkahi keluarganya, ayah seperti ini layak menyandang gelar ‘pahlawan’.............”

“Sebaliknya seorang ayah yang berangkat kerja dengan bersunggut-sunggut, kerjanya asal-asalan, tidak bertanggung jawab, tidak memiliki loyalitas, dan kemudian ia pulang membawa uang yang didalamnya terkandung rezeki yang subhat karena kerjanya yang asalan-asalan itu, kemudian uang itu digunakan untuk menafkahi keluarganya, maka ayah seperti ini hanya seorang pecundang yang tengah menebar racun dalam darah keluarganya, ayah seperti ini tidak layak disebut sebagai pahlawan, terlepas sebesar apapun uang atau penghasilan yang didapatnya........” sambung Ki Bijak.

“Seorang wanita, seorang ibu yang mendidik anak-anaknya ikhlas, menjaga kehormatan diri, suami dan keluargnaya dengan ikhlas, dengan sungguh-sungguh, dengan pengabdian, kemudian dari kesungguhan ini lahir generasi yang shaleh dan shalehah, maka ibu seperti ini juga seorang pahlawan..............”

“Sebaliknya, seorang ibu yang lebih mementingkan urusan diluar rumahnya, mengabaikan tanggung jawabnya sebagai istri bagi suaminya, sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya, yang dengan ini menjadikan anak-anaknya kehilangan kendali dan pegangan, maka ibu semacam ini tidak layak disebut sebagai pahlawan, terlepas dari apapun jabatannya diluar rumah tangganya........”

“Seorang guru atau seorang ustadz, yang mendidik anak didiknya, dengan penuh keikhlasan, dengan penuh dedikasi, dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhan, maka guru dan ustadz dalam kelompok ini insya allah termasuk kedalam kategory pahlawan......”

“Sebaliknya, guru atau ustadz yang hanya sekedar mengajar, sekedar memenuhi absensi dan kehadiran, tanpa disertai keikhlasan, tanpa tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi, guru dan ustadz dalam ketegori ini tidak layak menyandang gelar pahlawan......”

“Pun demikian halnya dengan petani, pejabat, wakil rakyat, aparat atau apapun peran yang digelutinya, selama mereka melakukannya dengan penuh keikhlasan, penuh dedikasi, penuh loyalitas, penuh kesungguhan, dengan niat ridha Allah swt semata, tanpa peduli dengan pujian atau pengakuan orang, tanpa peduli gelar dan penghargaan yang akan didapatnya, tanpa peduli uang dan penghasilan yang diperolehnya, maka mereka adalah pahlawan.....................” kata Ki Bijak lagi.

“Sebaliknya petani, pejabat, wakil rakyat, aparat atau apapun peran yang digelutinya, selama mereka melakukannya tidak disertai dengan keikhlasan, tidak diserta dedikasi, loyalitas, tidak dengan kesungguhan, dan hanya peduli dengan pujian atau pengakuan orang, maka mereka bukanlah pahlawan......................” kata Ki Bijak memperjelas.
.

“Ana mengerti sekarang ki, lalu ada satu yang masih mengganjal ki...........” Kata Maula.

“Apa itu Nak Mas.....?” Tanya Ki Bijak.

“Tadi itu ki, seorang ayah yang berangkat kerja dengan bersunggut-sunggut, kerjanya asal-asalan, tidak bertanggung jawab, tidak memiliki loyalitas, dan kemudian ia pulang membawa uang yang didalamnya terkandung rezeki yang subhat karena kerjanya yang asalan-asalan ki, apakah karyawan yang suka bolos dengan alasan sakit, padahal ia hanya malas saja, atau karyawan yang suka lembur, tapi sebenarnya tidak ada pekerjaan, atau karyawan yang nitip absen biar kelihatan rajin dimata atasan, apakah karyawan dalam kelompok ini juga memiliki potensi untuk membawa rezeki yang subhat ki....?’ tanya Maula.

Ki Bijak tersenyum, “Aki punya referensi bagus untuk pertanyaan ini Nak Mas, Nak Mas baca ini..................” kata Ki Bijak sambil menunjukan sebuah pendapat ulama mengenai hal yang ditanyakan Maula;

Pertanyaan: Bagaimanakah hukum gaji pegawai yang meremehkan tugas dan tidak melaksanakan sebagaimana mestinya, apakah gajinya halal atau haram? Jawab: Dalam gajinya (tersebut) terdapat sesuatu yang syubhat, maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta'ala dan memperhatikan tugasnya, sehingga tidak ada yang syubhat pada gajinya. Karena yang wajib atas dirinya, ialah melaksanakan kewajibannya sehingga gajinya menjadi halal. Jika tidak peduli dengan tugasnya, maka sebagian gajinya haram. Maka hendaklah dia berhati-hati dan bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta'ala. (Fatawa lil Muwazzhfin wal-'UmmalSyaikh Bin Baz)
“Astaghfirullah..., ana jadi khawatir ki................” kata Maula setelah membaca fatwa dari salah seorang ulama yang mashur itu.

“Khawatir kenapa Nak Mas......?” Tanya Ki Bijak.

“Ana khawatir jika selama ini ana juga mungkin ‘lalai’ dalam bekerja ki, kadang ana merasakan kejenuhan yang sangat, atau ana juga sering mengalami kelelahan sehingga konsentrasi kerja ana sedikit menurun, ana khawatir hal seperti itu mendatangkan subhat dalam gaji yang ana terima ki...........” kata Maula dengan nada cemas.

“Jika kejenuhan dan kelelahan itu memang sesuatu yang tidak bisa dihindari, hendaknya Nak Mas mengalihkan kejenuhan dalam bekerja itu untuk hal-hal positif yang mungkin Nak Mas lakukan dikantor, bisa dengan membaca literatur yang bermanfaat, atau Nak Mas mungkin bisa berdiskusi dan lainnya, insya Allah, Allah akan memberikan ‘keringanan’selama Nak Mas tidak menyengaja untuk meninggalkan kewajiban Nak Mas sebagai karyawan, seperti misalnya yang Nak Mas katakan tadi, tidak kekantor dengan alasan sakit, padahal yang sebenarnya terjadi adalah karena ia malas kekantor, atau mengalihkan kejenuhan untuk hal-hal yang kurang positif, seperti ngobrol, dan lain sebagainya........” kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki................” kata Maula pendek.

“Kembali kepada karakteristik seorang pahlawan ki, sekarang ini agak sulit untuk membedakan mana pahlawan dan mana pecundang, karena hampir setiap orang ingin disebut pahlawan...............” Kata Maula sejurus kemudian.

“Kriterianya jelas Nak Mas, seorang pahlawan adalah mereka yang ikhlas mengabdikan dirinya untuk sebuah tujuan mulia, penuh dedikasi, loyalitas, tanggung jawab, amanah, serta kesungguhan dan teladan, menjadi ciri utama dan karakteristik pahlawan sejati, dan satu lagi, ia tidak mengharap sanjungan dan pujian dari apa yang telah diperbuatnya, maka kalau ada orang yang mengatakan bahwa ia pahlawan dengan menyebut-nyebut apa yang telah dilakukannya, maka sesungguhnya ia bukan pahlawan, ia hanya seorang yang gila pujian.................” kata Ki Bijak.

“Seperti pahlawan kesiangan ya ki...............” Timpal Maula.

“Ya seperti pahlawan kesiangan Nak Mas, karena sekali lagi, seorang pahlawan tidak memerlukan pujian ataupun gelar...........” kata Ki Bijak.

“Ana mengerti ki, terima kasih, semoga ana bisa meneladani karakteristik para pahlawan yang penuh keikhlasan, dedikasi, loyalitas, tanggung jawab, amanah, serta kesungguhan, doakan ya ki........” Kata Maula sambil pamitan.

Wassalam

November 10,2008

No comments:

Post a Comment