Monday, August 31, 2009

BELAJAR MEMBACA AYAT ALLAH

“Tidak perlu jauh-jauh Nak Mas, untuk mengetahui ke Maha Bijaksanaan Allah, cukuplah kita tafakuri apa yang ada pada diri dan tubuh kita ini….” Kata Ki Bijak menjawab pertanyaan Maula bagaimana cara mempelajari kemaha bijaksanaan Allah swt.

“Mempelajari kemaha bijaksanaan Allah pada diri dan tubuh kita ki….?” Tanya Maula lagi.

“Benar Nak Mas, coba Nak Mas perhatikan bagaimana Allah, dengan ke maha bijaksanaanya menutupi (maaf) kotoran dan najis yang ada didalam tubuh kita ini, Nak Mas bisa bayangkan apa yang akan terjadi dengan kita, seandainya semua orang melihat semua sampah yang ada dalam perut kita ini….?” Kata Ki Bijak.

“Subhanallah, benar ki…., ana tidak bisa membayangkan seandainya sampah dalam perut ini tidak Allah tutupi, dan setiap orang bisa melihat dan merasakan bau tidak sedap dari sampah dalam tubuh kita ini, niscaya kita tidak bisa menjalani kehidupan secara normal ya ki……., subhanallah….Maha Suci Engkau ya Allah, maha bijaksana Engkau ya Allah..” Kata Maula sambil memegangi perutnya.

“Sekarang Nak Mas sudah bisa melihat keagungan dan kemaha bijaksanaan Allah dalam diri kita yang Aki maksud…?” Tanya Ki Bijak.

“Ya ki……, betapa dekat, betapa mudah dan betapa sangat gamblang Allah memaparkan kebijaksanaannya ya ki…., tapi kenapa hanya sedikit orang saja yang bisa melihatnya…?” Tanya Maula, lebih pada dirinya sendiri yang juga baru ‘melihat’ kemaha bijaksanaan Allah itu setelah diwejangi gurunya.

Ki Bijak tersenyum mendengar penuturan Maula, “ Kemudian hal lain yang dapat kita tafakuri adalah bagaimana Allah menutupi isi hati kita dari pandangan orang lain…..” Tambah Ki Bijak.

“Allah menutupi isi hati kita dari penglihatan orang lain ki….?” Tanya Maula.

“Ya Nak Mas, Allah mengetahui segala isi hati kita, Allah mengetahui segala apa yang terbetik dan tersirat dalam hati kita, baik itu hal yang baik, maupun hal buruk yang ada didalam hati kita, tapi Allah menutupi semua yang terdapat dalam hati kita dari penglihatan orang lain……” Kata Ki Bijak.

“Nak Mas bayangkan, jika isi hati kita ini bisa dikonsumsi oleh semua orang, misalnya saja, kita sedang merasa tidak enak dengan seseorang, dan orang itu mengetahui isi hati kita, apa yang akan terjadi..? Pasti hubungan kita dengan orang tersebut menjadi ‘aneh’…”

“Kemudian lagi, misalnya kita tidak menyukai sifat seseorang, dan orang itu mengetahui isi hati kita, atau sebaliknya kita mengetahui isi hati orang yang tidak menyukai kita…, pastilah akan terjadi ‘benturan-benturan’ yang sangat keras dalam hubungan kita dengan sesama manusia….., tapi dengan maha bijaksanaanya, Allah merahasiakan apa yang kita rasakan didalam hati kita, sehingga meski kita mungkin tidak menyukai seseorang, atau ada orang yang tidak menyukai kita, hubungan horizontal kita masih akan bisa berjalan, selama ketidaksukaan itu dalam hal-hal yang masih wajar….” Kata Ki Bijak.

“Benar Ki, ana baru kefikiran bagaimana jika setiap orang mengetahui dan melihat isi hati orang lain…?” Waah mungkin bisa terjadi peperangan yang lebih dahsyat ya ki….” Kata Maula.

“Dengan kemaha bijaksanaanya, Allah membatasi kemampuan kita untuk melihat isi hati orang lain, karena kalau tidak, Aki yakin,setiap hari kita akan disibukan berbagai hal tentang perasaan orang lain terhadap kita, kita menjadi sibuk karena kita tahu bawahan kita tidak suka kepada kita, kita menjadi panic ketika mengetahui atasan tidak suka pada kita, kita menjadi repot ketika kita tahu ada orang yang didalam hatinya tidak menyukai kita, dan berbagai hal lainnya…..” Kata Ki Bijak.

“Subhanalllah…..betapa Maha Bijaksananya Engkau ya Allah…..” Maula kembali disadarkan dengan hal ‘kecil’ yang selama ini tidak pernah ia fikirkan tentang kemaha bijaksanaan Allah.

“Hal ketiga yang Allah tutupi dari kita adalah dosa kita Nak Mas….” Kata Ki Bijak.

“Allah menutupi dosa kita ki…?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas…., sejak kita akil baligh sampai sekarang, entah sudah berapa banyak dosa dan khilaf kita, baik itu kepada Allah, maupun kepada sesama manusia, baik itu disengaja atau tidak disengaja, dan kalau dosa-dosa kita itu Allah tampakan kepada pandangan manusia lain, niscaya kita akan pergi sejauh-jauhnya dari pandangan orang lain karena tidak mampu menahan malu, niscaya kita tidak akan pernah berani keluar dan bertemu orang lain, karena sangat mungkin wajah dan tubuh kita sudah tertutup oleh banyaknya dosa yang kita perbuat…..” Kata Ki Bijak.

“Tapi dengan kemaha bijaksanaanya, Allah ‘hanya’ mencatat setiap dosa kita, untuk kelak dimintakan pertanggung jawabannya ‘hanya’ kepada kita, dan tanpa diketahui oleh orang lain……” Tambah Ki Bijak.

“Astaghfirullah……benar ki…, kalau kebohongan kita diketahui setiap orang, pasti tidak akan ada orang yang mau berteman dengan kita, kalau dosa kita karena melalaikan shalat Allah tampakan kepada semua orang, pasti kita tidak akan punya muka dihadapan orang lain, atau orang lain mengetahui ‘kebohongan’ shaum kita, ketidak ikhlasan zakat kita, orang lain mengetahui adanya riya dalam niat sedekah kita……’ ya Allah betapa Maha Bijaksana ya Allah, sehingga Engkau tutupi semua dosa-dosa mahluk_Mu ini……” Kata Maula.

“Dari ketiga hal tadi saja, sudah sedemikian jelas bahwa Allah Maha Bijaksana, hanya kita yang tidak pandai membaca ayat-ayat Allah yang sangat nyata ini, dan Nak Mas masih muda, Nak Mas harus terus belajar untuk dapat membaca lebih banyak ayat-ayat Allah, baik itu yang tersurat dalam al qur’an yang agung ini, maupun yang tersirat, baik itu tersirat dialam sekitar kita, maupun yang tersirat dalam diri kita ini…..” Kata Ki Bijak.

“Iya ki…., ki ana pernah mendengar seseorang yang ketika dinasehati ‘jangan melakukan hal itu, karena itu dosa’, ia justru mengatakan ‘aaah dosa.., dosa apa…, dosa tidak kelihatan ini’…………., itu gimana ki” Kata Maula mengutip perkataan seseorang yang tidak mau mendengar nasehat dari orang lain.

“Seperti Aki katakan tadi, bahwa Allah memang tidak menampakan dosa kita secara langsung kepada orang lain, tapi dengan kebijaksanaan Allah pula, dosa-dosa kita itu ada yang Allah nampakan dalam bentuk lain Nak Mas, sebagai sebuah ‘teguran’ Allah kepada orang-orang yang berdosa untuk segera menyadari kesalahan-kesalahannya….” Kata Ki Bijak.

“Allah menampakan dosa kita dalam bentuk lain ki…?” Tanya Maula kurang paham.

“Benar Nak Mas, misalnya ada orang yang ‘suka jajan’, mungkin orang lain tidak ada yang tahu bahwa ia ‘suka jajan’, tapi kemudian Allah nyatakan dosa orang yang suka jajan itu dengan memberinya penyakit kelamin misalnya…”

“Kemudian lagi misalnya ada orang yang suka mengambil hak orang lain dengan cara korupsi, mungkin saat ia mengambil uang haram itu, tidak ada seorang pun tahu, tapi kemudian Allah nampakan dosanya itu dalam bentuk lain, seperti penyakit menahun, sehingga harta hasil korupsinya habis untuk mengobati penyakitnya, dan banyak lagi jenis-jenis ‘penampakan’ dosa kita, tidak lain tujuannya adalah agar kita segera kembali kejalan yang benar….”

“Jadi meskipun dosa itu tidak Allah nampakan kepada orang lain, orang yang berdosa itu sebenarnya bisa ‘melihat’ dosa-dosanya sendiri dengan gamblang, karena fitrah manusia itu kan lurus dan benar, jadi ketika terjadi pembelokan atau penyimpangan, fitrah kita akan menolaknya……” Kata Ki Bijak lagi.

“Jadi salah ya ki, kalau kemudian ada orang yang karena Allah ‘menutupi’ dosa kita dari pandangan orang lain kemudian kita bisa berbuat seenaknya….” Kata Maula.

“Mata orang lain mungkin bisa kita kelabui, bahkan anak istri kitapun mungkin bisa kita bohongi, tapi Allah…, Allah Maha Melihat, Allah Maha Mendengar, Allah Maha Mencatat, Allah Maha Menghisab dan membuat perhitungan, akan ada waktunya dimana semua dosa-dosa kita diperlihatkan Allah untuk kita pertanggung jawabkan…., dan ketika itu, kita tidak mungkin lagi berbohong dihadapan Allah, semua anggota tubuh kita ini akan menjadi saksi perbuatan kita selama didunia, kulit kita bersaksi, mata kita bersaksi, kaki dan tangan kita bersaksi, semua bersaksi, dan celakalah mereka yang terus menerus menumpuk dosanya, karena ia akan ditempatkan dineraka yang menyala-nyala……” Kata Ki Bijak.

“Naudzubillah…..”Maula bergidik mendengar kata-kata Ki Bijak.

“Sudah menjelang buka Nak Mas…., Nak Mas buka shaumnya disini saja, bareng sama Aki dan santri-santri disini…” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, terima kasih, ana akan bantu menyiapkan tajil dulu ya ki…..” Kata Maula pamitan.

“Ya Nak Mas…….” Kata Ki Bijak mempersilahkan Maula yang hendak membantu menyiapkan tajil dan tempat buka shaum bersama.

Wassalam

August 30,2009

Wednesday, August 26, 2009

RAMADHAN,BULAN PRESTASI

“Bagaimana shaumnya Nak Mas…..?” Tanya Ki Bijak pada Maula.

“Alhamdulillah ki, sejauh ini shaum ana lancar, semoga juga hari-hari kedepan, Allah memberikan kekuatan dan kemudahan pada ana untuk menunaikan ibadah shaum ini…….” Jawab Maula.

“Amiin….., Nak Mas masih pulang pergi kerja seperti hari biasa…?” Tanya Ki Bijak lagi.

“Iya ki, ana pulang pergi kerja seperti biasa, hanya waktu istrirahatnya saja yang dipotong, sehingga jam pulang ana lebih cepat, Alhamdulillah bisa buka shaum dirumah…..” Jawab Maula lagi.

“Syukurlah Nak Mas bisa menjalani dua kewajiban dengan baik, karena memang dengan shaum tidak berarti kita harus lemah, tidak berarti kita tidak boleh melakukan apapun, bukan berarti kita harus memelas dan tidak bekerja, dengan shaum justru kita seharusnya lebih bisa berprestasi…….” Kata Ki Bijak.

“Ana masih belum paham ki…..” Kata Maula.

“Begini Nak Mas, ada sebagian orang yang memaknai hadits “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Do’anya adalah do’a yang mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan’ secara harfiah saja, sehingga sebagian mereka menggunakan hadits ini sebagai alas an untuk tidak bekerja atau berakifititas seperti biasa, padahal menurut sebagian ulama hadits ini sanadnya lemah, Perowi hadits ini adalah ‘Abdullah bin Aufi. Hadits ini dibawakan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 3/1437. Dalam hadits ini terdapat Ma’ruf bin Hasan dan dia adalah perowi yang dho’if (lemah). Juga dalam hadits ini terdapat Sulaiman bin ‘Amr yang lebih dho’if dari Ma’ruf bin Hasan….”

“Meski kemudian ada ‘kompromi’ mengenai penafsiran hadits ini bahwa ada suatu kaedah yang menyatakan bahwa setiap amalan yang statusnya mubah (seperti makan, tidur dan berhubungan suami istri) bisa mendapatkan pahala dan bernilai ibadah apabila diniatkan untuk melakukan ibadah, sebagaimana An Nawawi dalam Syarh Muslim (6/16) mengatakan,“Sesungguhnya perbuatan mubah, jika dimaksudkan dengannya untuk mengharapkan wajah Allah Ta’ala, maka dia akan berubah menjadi suatu ketaatan dan akan mendapatkan balasan (ganjaran).” Dan juga pendapat Ibnu Rajab pun menerangkan hal yang sama, “Jika makan dan minum diniatkan untuk menguatkan badan agar kuat ketika melaksanakan shalat dan berpuasa, maka seperti inilah yang akan bernilai pahala. Sebagaimana pula apabila seseorang berniat dengan tidurnya di malam dan siang harinya agar kuat dalam beramal, maka tidur seperti ini bernilai ibadah…..”

“Dua pendapat ini dengan sangat jelas menyatakan bahwa tidak semua tidurnya orang shaum itu bernilai ibadah, dan kalau kita berkaca dari sejarah, bahkan perang Bad’r, yang merupakan perang monumental dalam perkembangan islam, terjadi dibulan ramadhan, pun dengan peristiwa penaklukan Makkah yang terjadi pada sekitar tahun kedelapan hijriah, terjadi pada bulan ramadhan…….,

“Setahun berikutnya, terjadi perang Tabuk, yang juga terjadi dibulan ramadhan, demikiran juga peristiwa pertama kali Islam menaklukkan Spanyol di bawah pimpinan Thariq bin Ziad dan Musa bin Nushair, juga terjadi di bulan Ramadhan tahun 92 hijriyah, kemudian perang ‘Ain Jaluth Perang terjadi pada 25 Ramadhan tahun 657 hijriyah….,Nak Mas masih ingat apa itu ‘Ain Jaluth…? Tanya Ki Bijak memancing.
“ ‘Ain Jaluth adalah sebuah lokasi antara Bisan dan Nablus, yang dirampas oleh pasukan Tatar ki…, perang ini berakhir pada kemenangan gemilang kaum muslimin, salah satu tokoh pahlawan yang terkenal dalam peristiwa ini adalah Muzaffar Saifuddin Quthz. Syaikh Izzuddin bin Abdus Salam, bukan demikian ki…..” Jawab Maula.
Ki Bijak tersenyum; “Nak Mas benar….,dan tarikh-tarikh itu, bagi Aki merupakan sebuah pesan yang sangat besar bahwa bulan ramadhan bukanlah bukan untuk berleha-leha, bulan ramadhan justru harus kita jadikan momentum bagi kita untuk memperoleh kemenangan yang gilang gemilang, bulan ramadhan adalah bulan prestasi……” Kata Ki Bijak panjang lebar.
“Iya ya ki, bahkan proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 juga terjadi dibulan ramadhan, ana tidak bisa bayangkan jika ketika itu, para pemimpin kita tidak mau berjuang untuk mempersiapkan segala hal yang terkait dengan kemerdekaan dengan alas an sedang shaum, dan memilih tidur-tiduran, mungkin hingga sekarang pun kita belum merdeka ya ki…” Timpal Maula.

Ki Bijak tersenyum mendengar penuturan Maula, “ Ya Nak Mas, itu bukti lain yang juga sangat baik untuk kita jadikan ibrah, bahkan dengan shaum ramadhan, kita bisa berprestasi sebaik atau bahkan lebih baik dari hari-hari diluar ramadhan……” Kata Ki Bijak kemudian.

“Tentu demikian juga dengan prestasi ibadah ya ki………” Kata Maula.

“Pasti Nak Mas, selain prestasi-prestasi yang diukir tadi, generasi terbaik umat ini mencontohkan betapa mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan predikat dan prestasi ibadah terbaik selama bulan ramadhan, meski siangnya mereka harus mengangkat senjata untuk membela kehormatan islam, malamnya mereka tetap melaksanakan aktivitas ibadah, mereka tetap tadarus al qur’an, mereka tetap mendirikan qiyamul, mereka tetap melakukan ibadah, karena mereka tahu apa yang Allah sediakan bagi para pemenang ramdahan…….” Kata Ki Bijak.

“Hmmmh, ini mungkin bedanya ya ki, mereka, generasi awal umat ini mengetahui hakekat dan makna ramdhan, sehingga mereka benar-benar menjadikan ramadhan sebagai bulan istimewa, sementara umat akhir zaman sekarang ini, tidaklah setahu dan sepaham generasi terdahulu, sehingga semangat dan prestasinya pun berbeda……” Kata Maula.

“Dari sinilah peran dan kedudukan ilmu menjadi sangat penting Nak Mas, orang yang shaum tanpa tahu apa yang mendasarinya, apa tujuan shaumnya, akan mendapatkan hasil yang berbeda dari mereka yang benar-benar paham dari siapa perintah itu berasal, kepada siapa perintah itu diwajibkan dan untuk apa shaum itu disyari’atkan, golongan inilah yang akan memperoleh hasil yang insya Allah lebih baik dari golongan yang Aki sebut pertama tadi…..” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, ada sekitar dua puluh lima hari kedepan untuk mengejar prestasi tertinggi dibulan ramadhan ini, do’akan Ana bisa mendapatkannya ya ki…..” Kata Maula.

“Insya Allah Nak Mas……” Jawab Ki Bijak sambil menyambut uluran tangan Maula yang hendak pamitan.

Wassalam

August 25,2009

Tuesday, August 25, 2009

PESANTREN

“Ada berita apa Nak Mas…..?” Tanya Ki Bijak kepada Maula yang tengah membaca halaman muka sebuah surat kabar yang ia pinjam dari temannya.

“Oooh ini ki, biasa, berita teroris lagi, yang kemarin terjadi baku tembak di Temanggung dan bekasi itu ki…..” Kata Maula sambil memperlihatkan gambar kepala orang yang konon ditangkap diTemanggung.

“Astaghfirullah….gambarnya agak kurang enak dilihat ya Nak Mas…..” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, gambarnya memang agak menakutkan…., ki.., ana sedikit prihatin dengan keadaan akhir-akhir ini….” Kata Maula kemudian.

“Prihatin kenapa Nak Mas….?’ Tanya Ki Bijak.

“Ini ki, setiap ada kejadian pemboman, atau teroris atau sejenisnya, selalu saja dikait-kaitkan dengan pesantren, pesantren inilah, pesantren itulah, seolah-olah pesantren sekarang ini sudak menjadi sarang teroris, aneh sekali kan ki….” Kata Maula masih dengan nada prihatin.

Ki Bijak menarik nafas panjang, “Benar Nak Mas, Aki juga sangat prihatin dengan pandangan negative sebagian orang terhadap keberadaan pesantren…..” katanya dengan nada berat.

“Bagaimana kita bisa menjelaskan kepada orang-orang itu bahwa pesantren bukanlah tempat penghasil teroris seperti prasangka sebagian orang itu ya ki….?” Tanya Maula.

“Untuk mengubah atau mengembalikan citra pesantren sebagai sarana pendidikan dan pembinaan generasi muda islam; sekarang ini memang agak sulit Nak Mas, selain karena propaganda negative dari orang-orang yang memang tidak menyukai keberadaan pesantren, keberadaan pesantren ini pun belum sepenuhnya mendapat dukungan yang layak dari orang islam sendiri, seperti kita tahu, banyak keluarga muslim yang lebih memilih sekolah umum daripada menitipkan anak-anaknya dipesantren….” Kata Ki Bijak

“Tapi kita tidak bisa berdiam diri sajakan ki, dengan keadaan ini….”Kata Maula

“Nak Mas benar, kita tidak boleh berdiam diri dari upaya-upaya pendiskreditan pesantren oleh pihak-pihak yang tidak suka dan tidak bertanggung jawab, dan cara terbaik untuk memulihkan citra pesantren adalah dengan mencetak generasi pesantren yang baik sesuai dengan cita-cita luhur para pendiri pesantren untuk melahirkan sosok pribadi muslim yang mampu berhubungan secara harmonis dengan ketiga unsur diluar dirinya…..” Kata Ki Bijak.

“Ana masih belum paham benar ki….” Kata Maula.

“Begini Nak Mas, pesantren, atau pe-santri-an, secara harfiah, konon berarti tempat para santri menimba ilmu, sementara santri itu sendiri, konon terambil dari dua kata; San – yang berasal dari kata Insun – insan (bhs.Arab yang berarti Manusia/Harmonis), sementara Tri sendiri terambil dari bahasa sanksekerta yang berarti Tiga, dari perpaduan dua kata inilah kemudian kata pesantren diartikan sebagai tempat Insan atau manusia untuk mendidik dirinya agar mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan tiga unsur yang terkait dengan dirinya, dipesantren inilah para santri dididik untuk mampu menjalin hubungan vertical dengan Allah sebagai Rabb-nya secara harmonis, dipesantren ini, para santri menimba ilmu untuk dapat membangun hubungan horizontal dengan sesame manusia secara harmonis, dipesantren inilah para santri dibentuk untuk dapat menjalin hubungan dengan alam sekitranya secara harmonis pula, sehingga ketika seorang santri keluar dari pesantren, diharapkan ia mampu menjadi sosok dan pribadi yang paripurna, pribadi yang mempunyai hablu minnallah yang baik, pribadi yang memiliki hablu minannas yang baik, menjadi pribadi yang mampu memakmurkan bumi dan alam sekitarnya sebagai bagian amanah yang diembannya sebagai khalifah dimuka bumi ini…….” Kata Ki Bijak.

“Waah kalau mendengar penuturan Aki tadi, rasa-rasanya kita tidak perlu malu untuk menimba ilmu dipesantren ya ki, karena dari namanya saja sudah sedemikian bagus, tempat mendidik pribadi yang berhablu minallah, berhablu minannas, dan pribadi yang mampu memakmurkan lingkungan, lalu darimana asalnya kemudian orang-orang mengkait-kaitkan pesantren dengan teroris…?” Maula keheranan.

“Mungkin benar, ada beberapa alumnus pesantren tertentu yang kemudian ditengarai menjadi pelaku perbuatan yang merugikan banyak orang, tapi jangan lantas menyamaratakan semua santri seperti itu, itu sangat tidak adil menurut Aki…..” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, kenapa kalau ada kejadian seperti ini lantas digenalisir semua pesantren seperti itu, tapi disisi lain, banyak koruptor dan penjahat kelas kakap yang merupakan alumni perguruan tinggi terkenal, kok tidak ada orang yang berani mengatakan bahwa perguruan tinggi itu sarang koruptor, paling banter mereka menyebutnya sebagai ‘oknum’, ini memang tidak adil ya ki……” Kata Maula.

“Layaknya telur yang dierami; mungkin tidak semua telur akan menetas dan menjadi anak ayam; mungkin ada beberapa butir telur yang karena satu dan lain hal tidak bisa menetas dengan sempurna; dan kalau ada telur seperti itu, bukan berarti induk ayam itu yang salah, lantas kemudian dipotong, harus dilihat secara jernih, harus dikaji secara cermat, agar kita terhindar dari perbuatan yang menjurus ke fitnah dan justru kontra produktif dari tujuan semula untuk menciptakan rasa aman bagi masyarakat….” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, belum-belum tersangkanya diketahui, justru pihak-pihak yang mungkin tidak tahu menahu malah menjadi gerah dengan pencitraan yang negative dan tidak berimbang…..” Tambah Maula.

“Ki…..,ana jadi kefikiran, bagaimana dengan para koruptor itu ya ki….?” Tanya Maula.

“Maksud Nak Mas…?” Tanya Ki Bijak memastikan.

“Iya, kalau pelaku bom itu kan kita sepakat bahwa itu perbuatan yang sangat merugikan orang lain, dengan dampak kerusakan yang nyata, baik materil maupun korban jiwa, yang pada saat itu langsung diketahui, lalu bagaimana dengan koruptor, yang dengan perbuatannya telah banyak atau bahkan lebih banyak pihak-pihak yang dirugikan, misalnya saja ada orang korupsi dana kesehatan masyarakat, maka efeknya masyarakat akan kehilangan haknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai, terus kalau masyarakat kurang sehat, maka mereka tidak bisa hidup dan bekerja secara optimal, dan akibatnya bisa sangat banyak, penghasilannya berkurang misalnya, dan lain sebagainya…..”

“Lalu misalnya lagi ada orang yang korupsi dana pembangunan jalan atau jembatan, yang karena dananya kurang, kualitas jalan dan jembatan iu jadi tidak layak, berlubang atau runtuh, yang sangat mungkin mengakibatkan pengguna jalan mengalami kecelakaan atau bahkan meninggal……

“Lalu juga misalnya ada orang yang korupsi subsidi minyak tanah, subsidi pupuk, subsidi listrik dan lainnya, bukankan dampak yang ditimbulkan oleh perbuatan korup ini juga sangat dahsyat ki…..?, lalu kenapa kita seolah menutup mata dari perbuatan keji semacam ini…..?” Kata Maula keheranan.

“Aki bukan orang yang kompeten untuk menilai apakah perbuatan korup itu bisa disejajarkan dengan pemboman, tapi dari uraian Nak Mas tadi, Aki melihat bahwa memang dari segi akibat yang ditimbulkan, dua-duanya memiliki kesamaan, yaitu merugikan kepentingan masyarakat banyak, hanya bedanya pada waktu untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh kedua perbuatan itu, kalau peledakan bom, efeknya segera kita ketahui, sementara akibat perilaku korup, efeknya baru akan terasa setelah beberapa waktu berselang…” Tambah Ki Bijak.

“Jadi perilaku korup itu seperti bom waktu ya ki….” Kata Maula.

“Kira-kira seperti itu Nak Mas….” Jawab Ki Bijak.

“Kembali kepada masalah pesantren dan ‘teroris’ Ki, apa yang bisa kita perbuat tentu untuk mengembalikan citra pesantren pada posisi yang benar ki….? Tanya Maula.

“Yang pertama; seperti Aki bilang tadi, cara terbaik untuk mengembalikan citra pesantren adalah dengan menghasilkan alumni-alumni pesantren benar-benar mencitrakan pesantren sebagai produsen manusia-manusia unggul yang mampu berinteraksi dengan Allah, dengan sesame manusia maupun berinteraksi dengan lingkungannya secara harmonis….” Kata Ki Bijak.

“Yang kedua, dituntut adanya peran serta aktif semua lapisan untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai makna jihad, karena bagaimanapun, kata ‘jihad’, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan konsekuensi keberagamaan setiap muslim, jangan sampai makna jihad yang luhur dan agung, dipelintir untuk kepentingan orang atau golongan tertentu sehingga mencederai makna jihad itu sendiri dan merugikan umat islam secara keseluruhan…, ulama, ustadz, umaroh bahkan masyarakat umum seyogianya berperan aktif dalam memberikan pemahaman yang dan pengawasan generasi muda dan putra-putrinya secara konsisten, karena terbukti, peran pesantren saja belum cukup untuk mencegah adanya penyalahgunaan doktrin jihad secara salah ditengah-tengah masyarakat kita…..” Kata Ki Bijak.

“Yang ketiga, marilah kita membangun ‘pesantren’ dalam keseharian kita, membangun pesantren dalam keluarga kita, membangun pesantren ditengah lingkungan terdekat kita, menjadi santri tidak harus mondok dipesantren, tapi bisa dimana saja, selama pendidikan yang kita dapat bertujuan untuk menjadikan kita manusia yang mampu berhubungan dengan Allah dengan baik, mampu berhubungan dengan manusia lain dengan baik, mampu berhubungan dengan lingkungan dengan baik pula…, meski Aki lebih setuju kalau anak-anak muslim ini mendapatkan pendidikan yang memadai dipesantren formal dengan bimbingan ustadz dan kyai yang mumpuni……” Kata Ki Bijak.

“Selanjutnya marilah kita mohon kepada Allah agar ditunjukan mana jalan yang lurus untuk kita ikuti, dan mana jalan yang salah untuk kita kesampingkan, agar kita bisa selamat meniti jembatan kehidupan ini dengan selamat hingga tiba diujung sana…..” Tambah Ki Bijak.

“Iya ki, terima kasih…….” Kata Maula sambil menyalami gurunya.

Wassalam

August 23,2009

Friday, August 21, 2009

sang MASJID

“Assalamu’alaikum….selamat datang tamu-tamuku…..” Sambut Masjid dengan ramah, menyapa tamunya yang datang berbondong-bondong memasuki ruangannya dimalam pertama bulan ramadhan……

Dibalik perasaan bahagia yang menyelimutinya, Masjid menyimpan tanya, siapa tamu-tamu yang datang ini…?, Masjid merasa asing dengan wajah-wajah sumringah tamunya, hanya beberapa gelintir orang saja yang ia kenali karena setiap hari berjamaah dimasjid, sementara sisanya…? Siapa mereka..? dari mana mereka…? Dan kenapa selama ini mereka tidak pernah berkunjung dan berjamaah bersama tamu-tamu regularnya..?.

“Aaah pertanyaan nakal…” Guman Masjid

“Biarlah aku tidak mengenali wajah-wajah tamuku, namun hari ini Aku sangat bahagia, aku sangat bersuka cita, aku sangat bangga dikunjungi sedemikian banyak orang yang hendak melaksanakan tarawih diruanganku………” Kebahagiaannya mengalahkan pertanyaannya seputar tamu-tamunya yang asing.

Sejenak ruangan masjid menjadi penuh sesak oleh tamu-tamu yang datang, dari shaf paling depan hingga ujung ruangan paling dalam, hampir tidak ada ruang yang tersisa…, tapi…..

Sang masjid kembali bertanya, “Kenapa anak-anak itu sangat gaduh…, kenapa anak-anak itu sama sekali tidak ‘menghargai’ku sebagai tempat yang suci, mereka membawa makanan kecil, mereka juga berlarian keluar masuk, sehingga mengotori lantaiku yang baru saja dibersihkan….., kenapa…? Apakah orang tua mereka tidak pernah mengajari atau memberi tahu mereka bagaimana seharusnya bersikap dimasjid….

“Aaaah mungkin juga karena mereka masih anak-anak, tapi…orang tua mereka kan umumnya orang yang berpendidikan dan Aku yakin mereka paham dan tahu benar bagaimana mendidik anak-anaknya……,

“Atau jangan-jangan orang tua mereka memang tidak pernah kemasjid dan tidak pernah membawa anaknya kemasjid untuk belajar bersikap baik dimasjid…..?

“Aaahaa, Aku mungkin tahu jawabanya sekarang, tamu-tamu asing itu…..ya.., tamu-tamu asing yang baru kali ini datang kemasjid….., ya itu mungkin orang tua anak-anak yang berisik itu……., bagaimana mungkin mereka bisa mengajari anaknya, kalau mereka, orang tua anak-anak itu sendiri kemasjidnya baru sekarang…….yaa Aku tahu…Aku tahu sekarang……”Sang Masjid seperti menemukan jawaban.

Sang Masjid kembali diam, meresapi kebahagiaan atas kunjungan tamu-tamu yang berdatangan, Sang Masjid berusaha menikmati gemuruh suara “amiin’ dari jamaah yang tengah menunaikan shalat Isya….”Aah betapa mengharukan, sekitar lima ratus orang berada diruanganku,mereka berdiri berjajar rapi, mengucapkan takbir hampir bersamaan, ruku yang bersamaan, hingga gemuruh suara amiin yang mengharukan….oooh betapa Aku saat ini merasa paling bahagia………”


Selepas shalat Isya, tarawihan segera dimulai, Sang Masjid pun mulai menyiapkan diri untuk menyambutnya….

“Ashalatu sunnatatarawih rak’ataini rahimakumullah………………..” Seru bilal memulai shalat tarawih.

“Ashalatu lailaha ilallaaaahhh……………” Jawab jamaah bersahutan.

Imam shalat segera berdiri, diikuti makmum,

“Alhamdulillahirabbil’alamin………….arrahmanirrahiim..” Imam membaca suratul fatihah dengan sangat cepat, yang kemudian ditimpali suara makmum yang mengucapkan ‘amiiiin’ dengan nada yang tidak kalah lantang dan terkesan tidak beraturan.

Meski hampir setiap tahun masjid selalu menyelenggarakan shalat tarawih, tetap saja Sang Masjid bertanya; “Kenapa imam itu bacaan fatihahnya cepat banget..? kenapa seperti orang yang terburu-buru atau dikejar sesuatu…? Bukankah tarawih itu shalat santai dan untuk menghidupkan malam-malam penuh berkah dibulan ramadhan…..?” Lagi-lagi Sang Masjid bertanya.

“Aaah mungkin Aku terlalu berharap mereka akan berada diruangku agak lama,,,atau mungkin karena kerinduanku dengan suasana hangat seperti ini, sehingga Aku merasa gelisah ketika shalat tarawih mereka terkesan sangat buru-buru….., Aaah biarlah., mungkin mereka punya kesibukan lain, tapi setidaknya Aku bahagia sampai saat ini…..” Guman Sang Masjid lagi.

Setelah sekitar dua puluh menit berlalu, tiba-tiba lamunan Sang Masjid kembali terusik..”Lho..lho ada apa ini…..” Tanya Sang Masjid manakala sebagian jamaah keluar, dan sebagian lagi meneruskan shalat tarawihnya.

“Oooh…, mereka yang pulang itu ternyata mereka yang shalatnya 11 rakaat dengan witir, sementara yang melanjutkan itu adalah mereka yang shalatnya 23 rakaat dengan witir…….syukurlah, meski mereka berbeda pendapat mengenai jumlah rakaat tarawih, mereka tetap rukun dan bisa menjalankan shalat tarawih diruanganku bersama-sama……….” Sang Masjid mensyukuri kedewasaan jamaahnya dalam menyikapi perbedaan.

Setengah jam sudah berlalu, semua jamaah sudah menyelesaikan shalat tarawihnya; tiba-tiba ada ‘rasa’ yang aneh menyilimuti perasaan Sang Masjid, ia merasa cemas, apakah besok lusa, tamu-tamunya akan datang kembali memenuhi ruangannya.

Masih segar dalam ingatan Sang Masjid betapa ia merasakan kesunyian yang teramat sangat ketika satu persatu jamaah yang dihari pertama mengunjunginya, berangsur mundur teratur……., hari kedua,shaftnya tidak sepenuh hari pertama, hari ketiga, shaftnya kembali menyusut, hari keempat, hari kelima…,dan tepat seminggu, tamu-tamunya sudah berkurang hampir sepertiganya……………, akankah hal seperti ini akan terulang…? Akankah kesedihan karena ditinggal jamaah seperti tahun lalu akan kembali ia rasakan….?

Dengan penuh harap Sang Masjid berdoa, semoga ramadhan kali ini, jamaah dan tamu-tamunya tetap semangat memenuhi ruangannya untuk mengabdikan dirinya kepada Sang Khaliq; semoga kesedihan yang selalu ia rasakan setiap akhir ramadhan tidak lagi ia temukan, semoga tamu-tamu asingnya kali ini, akan menjadi jamaah regularnya selepas ramadhan, semoga anak-anak yang berisik itu kelak menjadi anak-anak shaleh dan shalehah dengan didikan dan bimbingan dari orang tua dan ustadz-ustadznya, semoga………, “Aaah terlalu banyak Aku berharap…, semoga harapanku ini didengar oleh jamaah dan tamu-tamuku……” Guman Sang Masjid.

Wassalam
August 18, 2009

sang MASJID

“Assalamu’alaikum….selamat datang tamu-tamuku…..” Sambut Masjid dengan ramah, menyapa tamunya yang datang berbondong-bondong memasuki ruangannya dimalam pertama bulan ramadhan……

Dibalik perasaan bahagia yang menyelimutinya, Masjid menyimpan tanya, siapa tamu-tamu yang datang ini…?, Masjid merasa asing dengan wajah-wajah sumringah tamunya, hanya beberapa gelintir orang saja yang ia kenali karena setiap hari berjamaah dimasjid, sementara sisanya…? Siapa mereka..? dari mana mereka…? Dan kenapa selama ini mereka tidak pernah berkunjung dan berjamaah bersama tamu-tamu regularku..?.

“Aaah pertanyaan nakal…” Guman Masjid

“Biarlah aku tidak mengenali wajah-wajah tamuku, namun hari ini Aku sangat bahagia, aku sangat bersuka cita, aku sangat bangga dikunjungi sedemikian banyak orang yang hendak melaksanakan tarawih diruanganku………” Kebahagiaannya mengalahkan pertanyaannya seputar tamu-tamunya yang asing.

Sejenak ruangan masjid menjadi penuh sesak oleh tamu-tamu yang datang, dari shaf paling depan hingga ujung ruangan paling dalam, hampir tidak ada ruang yang tersisa…, tapi…..

Sang masjid kembali bertanya, “Kenapa anak-anak itu sangat gaduh…, kenapa anak-anak itu sama sekali tidak ‘menghargai’ku sebagai tempat yang suci, mereka membawa makanan kecil, mereka juga berlarian keluar masuk, sehingga mengotori lantaiku yang baru saja dibersihkan….., kenapa…? Apakah orang tua mereka tidak pernah mengajari atau memberi tahu mereka bagaimana seharusnya bersikap dimasjid….

“Aaaah mungkin juga karena mereka masih anak-anak, tapi…orang tua mereka kan umumnya orang yang berpendidikan dan Aku yakin mereka paham dan tahu benar bagaimana mendidik anak-anaknya……,

“Atau jangan-jangan orang tua mereka memang tidak pernah kemasjid dan tidak pernah membawa anaknya kemasjid untuk belajar bersikap baik dimasjid…..?

“Aaahaa, Aku mungkin tahu jawabanya sekarang, tamu-tamu asing itu…..ya.., tamu-tamu asing yang baru kali ini datang kemasjid….., ya itu mungkin orang tua anak-anak yang berisik itu……., bagaimana mungkin mereka bisa mengajari anaknya, kalau mereka, orang tua anak-anak itu sendiri kemasjidnya baru sekarang…….yaa Aku tahu…Aku tahu sekarang……”Sang Masjid seperti menemukan jawaban.

Sang Masjid kembali diam, meresapi kebahagiaan atas kunjungan tamu-tamu yang berdatangan, Sang Masjid berusaha menikmati gemuruh suara “amiin’ dari jamaah yang tengah menunaikan shalat Isya….”Aah betapa mengharukan, sekitar lima ratus orang berada diruanganku,mereka berdiri berjajar rapi, mengucapkan takbir hampir bersamaan, ruku yang bersamaan, hingga gemuruh suara amiin yang mengharukan….oooh betapa Aku saat ini merasa paling bahagia………”


Selepas shalat Isya, tarawihan segera dimulai, Sang Masjid pun mulai menyiapkan diri untuk menyambutnya….

“Ashalatu sunnatatarawih rak’ataini rahimakumullah………………..” Seru bilal memulai shalat tarawih.

“Ashalatu lailaha ilallaaaahhh……………” Jawab jamaah bersahutan.

Imam shalat segera berdiri, diikuti makmum,

“Alhamdulillahirabbil’alamin………….arrahmanirrahiim..” Imam membaca suratul fatihah dengan sangat cepat, yang kemudian ditimpali suara makmum yang mengucapkan ‘amiiiin’ dengan nada yang tidak kalah lantang dan terkesan tidak beraturan.

Meski hampir setiap tahun masjid selalu menyelenggarakan shalat tarawih, tetap saja Sang Masjid bertanya; “Kenapa imam itu bacaan fatihahnya cepat banget..? kenapa seperti orang yang terburu-buru atau dikejar sesuatu…? Bukankah tarawih itu shalat santai dan untuk menghidupkan malam-malam penuh berkah dibulan ramadhan…..?” Lagi-lagi Sang Masjid bertanya.

“Aaah mungkin Aku terlalu berharap mereka akan berada diruangku agak lama,,,atau mungkin karena kerinduanku dengan suasana hangat seperti ini, sehingga Aku merasa gelisah ketika shalat tarawih mereka terkesan sangat buru-buru….., Aaah biarlah., mungkin mereka punya kesibukan lain, tapi setidaknya Aku bahagia sampai saat ini…..” Guman Sang Masjid lagi.

Setelah sekitar dua puluh menit berlalu, tiba-tiba lamunan Sang Masjid kembali terusik..”Lho..lho ada apa ini…..” Tanya Sang Masjid manakala sebagian jamaah keluar, dan sebagian lagi meneruskan shalat tarawihnya.

“Oooh…, mereka yang pulang itu ternyata mereka yang shalatnya 11 rakaat dengan witir, sementara yang melanjutkan itu adalah mereka yang shalatnya 23 rakaat dengan witir…….syukurlah, meski mereka berbeda pendapat mengenai jumlah rakaat tarawih, mereka tetap rukun dan bisa menjalankan shalat tarawih diruanganku bersama-sama……….” Sang Masjid mensyukuri kedewasaan jamaahnya dalam menyikapi perbedaan.

Setengah jam sudah berlalu, semua jamaah sudah menyelesaikan shalat tarawihnya; tiba-tiba ada ‘rasa’ yang aneh menyilimuti perasaan Sang Masjid, ia merasa cemas, apakah besok lusa, tamu-tamunya akan datang kembali memenuhi ruangannya.

Masih segar dalam ingatan Sang Masjid betapa ia merasakan kesunyian yang teramat sangat ketika satu persatu jamaah yang dihari pertama mengunjunginya, berangsur mundur teratur……., hari kedua,shaftnya tidak sepenuh hari pertama, hari ketiga, shaftnya kembali menyusut, hari keempat, hari kelima…,dan tepat seminggu, tamu-tamunya sudah berkurang hampir sepertiganya……………, akankah hal seperti ini akan terulang…? Akankah kesedihan karena ditinggal jamaah seperti tahun lalu akan kembali ia rasakan….?

Dengan penuh harap Sang Masjid berdoa, semoga ramadhan kali ini, jamaah dan tamu-tamunya tetap semangat memenuhi ruangannya untuk mengabdikan dirinya kepada Sang Khaliq; semoga kesedihan yang selalu ia rasakan setiap akhir ramadhan tidak lagi ia temukan, semoga tamu-tamu asingnya kali ini, akan menjadi jamaah regularnya selepas ramadhan, semoga anak-anak yang berisik itu kelak menjadi anak-anak shaleh dan shalehah dengan didikan dan bimbingan dari orang tua dan ustadz-ustadznya, semoga………, “Aaah terlalu banyak Aku berharap…, semoga harapanku ini didengar oleh jamaah dan tamu-tamuku……” Guman Sang Masjid.

Wassalam
August 19, 2009

Wednesday, August 12, 2009

SOMBONG, DOSA TERTUA MAHLUK KEPADA TUHANNYA.

“Nak Mas masih ingat kenapa Allah mengusir Iblis dari surga….?Tanya Ki Bijak menanggapi pertanyaan Maula mengenai sifat sombong.

“Karena Iblis membangkang terhadap perintah Allah untuk Tahiyatul sujud kepada Nabi Adam ki…..” Kata Maula, sambil mengutip surat al ‘raf;


11. Sesungguhnya kami Telah menciptakan kamu (Adam), lalu kami bentuk tubuhmu, Kemudian kami katakan kepada para malaikat: "Bersujudlah kamu kepada Adam", Maka merekapun bersujud kecuali iblis. dia tidak termasuk mereka yang bersujud.

12. Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" menjawab Iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah".


“Nak Mas benar, karena Iblis membangkang kepada perintah Allah untuk tahiyatul sujud kepada Adam, sekarang mari kita runut ke belakang kenapa Iblis sampai membangkang terhadap perintah Allah, adalah karena Iblis sombong, Iblis takabur, Iblis merasa dirinya lebih baik dari Adam, dan berawal dari kesombongan inilah kemudian lahir dosa-dosa ‘turunan’ dari sifat sombong, iblis menjadi pendengki, iblis kemudian juga menjadi hasut, iblis kemudian juga menjadi pendendam terhadap semua anak cucu Adam, dan puncaknya iblis berani menentang perintah Allah hanya karena ia merasa lebih baik dari mahluk lain, yaitu Nabi Adam…” Kata Ki Bijak.

“Dahsyat sekali kehancuran akibat kesombongan itu ya ki….” Kata Maula setengah bergidik ngeri.

“Sangat dahsyat Nak Mas, kesombongan, sebagai mana kita tadi singgung, merupakan tabiat dan watak utama dari iblis laknatullah, kesombongan juga merupakan salah satu pangkal dari segala dosa, kesombongan merupakan jalan kehancuran, kesombongan merupakan jalan kenistaan, sebagaimana iblis terusir dari surga yang penuh kenikmatan kedalam tempat yang penuh kenistaan yaitu neraka….” Kata Ki Bijak lagi.

“Akan halnya kalau ada manusia sombong ki…, apakah ia sama seperti iblis…?” Tanya Maula.

Ki Bijak tersenyum; “Jika ada manusia sombong….., mungkin ia bisa lebih jahat dari iblis Nak Mas….” Kata Ki Bijak.

“Manusia sombong bisa menjadi lebih jahat dari iblis ki….?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, karena ‘sesombong-sombongnya’ iblis, ia masih mengakui Allah sebagai penciptanya, meski ia tidak mau melaksanakan perintah Allah, tapi manusia, dengan kesombongannya, bukan hanya tidak mau melaksanakan perintah Allah, tapi lebih dzalim lagi ia tidak mau mengakui Allah sebagai tuhannya, manusia tidak mau mengakui Allah sebagai pemberi rezekinya, manusia tidak mau memohon dan tidak mau bersujud kepada Allah yang telah memberinya kehidupan, bukankah ini lebih ‘jahat’ dari iblis Nak Mas…?” Kata Ki Bijak.

“Masak sih ki ada orang yang seperti itu…..?” Tanya Maula.

“Nak Mas, kalau ada orang yang menyembah patung dan berhala, tidakkah itu berarti ia tidak mengakui Allah sebagai Rabb_nya, tidakkah itu sebuah kedhaliman yang lebih dhalim dari iblis..?”

“Lalu kalau ada orang yang meminta rezeki, meminta pangkat dan jabatan, meminta panjang umur, atau meminta apapun bukan kepada Allah, tidak itu lebih jahat dari iblis..? sementara dengan tegas al qur’an mengabadikan perkataan iblis; ya rabb, beri aku tangguh’…., kalimat ini dapat berarti pengakuan iblis kepada Allah sebagai rabbnya, sebagai penciptanya, sekaligus iblis mengakui bahwa Allah yang berkuasa atas hidup dan kehidupannya, nah kalau ada orang yang tidak mengakui dua hal yang diakui iblis, apa namanya selain ia disebut lebih jahat dari iblis…?” Kata Ki Bijak lagi.

“Dan masih banyak lagi, perbuatan-perbuata manusia, yang kadar kejahatannya mungkin ‘melebihi’ kedzaliman iblis…….” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, tapi ana masih belum paham ki, bukankah iblis itu mahluk yang paling jahat, tapi kok ada manusia yang lebih jahat dari iblis sih ki…?” Kata Maula.

“Nak Mas, kejahatan manusia melebihi kejahatan iblis itu dalam ‘tanda petik’, dan kenapa Aki mengatakan demikian adalah kenapa iblis sedemikian jahat, karena memang secara fitrah iblis tidak dikarunia akal sebagaimana manusia, dan iblis diciptakan Allah dengan potensi ‘kejahatan’, sementara manusia, manusia dikarunia fitrah untuk cenderung berbuat baik, manusia juga dikarunia akal, tapi kemudian ada manusia yang masih berbuat sama dengan iblis, yang secara fitrah jauh berbeda dengan manusia, bukankah itu lebih jahat Nak Mas..? itu yang Aki maksud dengan lebih jahat Nak Mas….” Kata Ki Bijak menjelaskan.

“Ana paham ki….., dan ana pernah juga mendengar dari seorang teman, jika ada orang yang mengatakan bahwa hubungannya dengan Allah adalah sebatas Allah sebagai pencipta, selebihnya dia merasa tidak mempunyai hubungan dan keterikatan apapun dengan Allah, dia merasa bebas menentukan dan melakukan pilihan apapun untuk diperbuatnya, dan lebih memprihatinkan ana ketika itu, orang yang mengucapkan kalimat seperti itu justru dari orang yang secara intelektual sangat baik, tapi hati mereka sama sekali kosong dari nilai-nilai ilahiyah….” Kata Maula teringat percakapannya dengan seorang teman beberapa waktu lalu.

“Ki…kalau sampai ada manusia yang terseret berbuat seperti itu, apakah karena iblisnya ‘hebat’ sehingga mampu mengalahkan keimanan seseorang, atau justru memang keimanan orang itu sendiri yang sedemikian lemah ki…?” Tanya Maula.

“Aki lebih cenderung untuk mengatakan bahwa faktor keimanan orang itulah yang sangat lemah, karena sesungguhnya tipu daya iblis itu sangat lemah terhadap mereka yang akidahnya baik, hanya mereka yang dengan sukarela menjadi pengikut iblis sajalah yang dengan mudah akan masuk perangkap iblis yang lemah itu…..” Kata Ki Bijak.

“Jadi kita harus menjaga keimanan dan akidah kita yang ki, agar tidak dimasuki pengaruh iblis….” Kata Maula.

“Seperti diskusi kita beberapa waktu lalu Nak Mas, iblis itu memiliki sifat seperti angin yang akan menempati setiap ruang kosong; kekosongan hati kita dari akidah yang benar, membuka peluang iblis untuk bersinggasana dihati kita, dan ketika iblis sudah bersarang didalam hati kita, itulah tanda-tanda ‘kiamat’ bagi kita, karena dengan kecerdikannya, iblis akan menunggangi nafsu kita untuk yang sangat kuat, dan ketika kecerdikan atau lebih tepatnya kelicikan iblis berpadu dengan kekuatan nafsu amarah kita, maka perpaduan itu adalah kekuatan jahat yang amat sangat, naudzubilah…..” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, ana mengerti….., ya Allah hamba berlindung kepada_Mu dari sifat sombong dan hamba berlindung dari kejahatan mahluk-mahluk_Mu yang jahat, ya Allah selamatkan hamba_Mu ini dari tipu daya iblis yang mendurhakai_Mu, ya Allah…, hanya kepada_Mu hamba menyembah dan hanya kepada_Mu hamba mohon pertolongan…….” Kata Maula memanjatkan do’a agar terhidar dari sifat sombong, sebuah sifat dan dosa paling tua yang sangat membahayakan.

“Amiiin…” Ki Bijak menimpali.

Wassalam

August 12,2009.

Monday, August 10, 2009

NYAMUK “NAKAL’

“Masya Allah, sekarang banyak nyamuk banget ya ki…………” kata Maula sambil mengibaskan tangannya untuk menghalau nyamuk yang berseliweran disekitar wajah dan telinganya.

Ki Bijak tersenyum melihat tingkah polah Maula yang nampak kesal dengan kehadiran nyamuk diruangan tempat mereka berdiskusi; “Itu disana ada lotion anti nyamuk Nak Mas….” Kata Ki Bijak sambil menunjuk tempat lotion anti nyamuk disimpan.

Maula segera beranjak dan mengambil lotion anti nyamuk; “ Ki…kenapa Allah menciptakan nyamuk-nyamuk ini ya ki……” Tanya Maula spontan, sambil mengoleskan lotion anti nyamuk pada kaki dan tangannya.

“Nak Mas….tidaklah Allah menciptakan sesuatu pasti ada tujuannya, termasuk nyamuk ini, mustahil Allah menciptakan nyamuk hanya sekedar untuk membuat kita kesal dengan dengungnya saja…..” Kata Ki Bijak.

“Iya ki…., tapi apa ya ki…….?” Tanya Maula.

Ki Bijak kembali tersenyum; “Nak Mas…, mari kita tafakur sejenak…, kalau saja Allah tidak menciptakan nyamuk, dan nyamuk itu tidak ada, itu artinya tidak ada pabrik pembuat lotion anti nyamuk ini, kalau nyamuk itu tidak ada, maka tidak akan ada pula pabrik obat nyamuk, kalau nyamuk itu tidak ada, maka tidak akan ada pasien demam berdarah yang dating ke dokter, tidak akan ada rumah sakit yang menampung para pasien deman berdarah…….”

“Kemudian jika tidak ada rumah sakit, maka tidak akan ada perawat yang merawat pasien, tidak ada obat-obatan yang diperlukan, tidak akan supplier infusan, tidak aka nada supplier ranjang rumah sakit, tidak akan resepsionis rumah sakit…..’

“Belum lagi kalau tidak ada rumah sakit, artinya tidak akan ada arsitek yang mendesain rumah sakit, tidak aka nada kuli bangunan, tidak akan tukang batu, tukang bata, tukang pasir, tukang semen, pabrik semen dan seterusnya….., Nak Mas bayangkan, kalau Allah tidak menciptakan nyamuk, berapa orang yang harus ‘kehilangan’ jalan rezekinya…..” kata Ki Bijak.

“Subhanallah….benar ki…..kalau perusahaan obat nyamuk tutup karena tidak ada orang yang memerlukan obat nyamuk, berapa ribu karyawan yang harus kehilangan pekerjaan ya ki…., belum lagi mereka yang sudah berkeluarga, berapa kepala yang harus menanggung akibat dari ketidak adaan nyamuk yang kecil ini…….” Maula Nampak merenung, betapa nyamuk yang ia anggap sebagai pengganggu ini, ternyata merupakan wasilah Allah untuk menebarkan rahmat dan rezekinya kepada mahluk_Nya.

“Belum lagi kalau semua pihak dan semua orang yang Aki sebutkan tadi, mereka semua akan ‘menderita’ karena tidak adanya nyamuk……..,ya Allah…..Rabbana maa khalaqta hadza bathilaa fa qinna ‘adzabannaar……..” Maula pelan.

“Iya Nak Mas, diperlukan kebijakan dan kearifan kita untuk dapat membaca ayat-ayat Allah yang terbentang sedemikian luas dihadapan kita, jangan sampai kemudian kita terjebak dalam fikiran yang sempit dan picik, hingga kita seolah-olah ‘menyalahkan’ Allah dengan keberadaan nyamuk ini, justru sebaliknya, keberadaan nyamuk ini, harusnya bisa mengantar kita untuk ‘menemukan’ siapa pencipta nyamuk ini, ‘menemukan’ kebesaran Allah, menemukan kebijakan Allah, menemukan kesempurnaan Allah, menemukan kemaha besaran Allah, yang telah menciptakan dan menghidupkan mahluk sekecil ini ditengah-tengah kita…..” Kata Ki Bijak.

Sejurus kemudian, mata Maula tertuju pada seekor nyamuk yang hinggap didepannya, nyamuk ini tidak bisa terbang karena perutnya yang buncit kekenyangan, Maula segera saja memperhatikan nyamuk ini;

“Iya ya ki…., makluk sekecil ini…., bagaimana ia bisa terbang, bagaimana anatomi tubuhnya, bagaimana sengatnya yang sekecil ini bisa menembus kulit kita untuk menghisap darah, bagaimana sayapnya yang setipis ini tidak robek, bagaimana mahluk sekecil ini bisa menghasilkan dengung yang sedemikian keras hingga bisa membangunkan orang tidur, bagaimana nyamuk-nyamuk ini bisa berkembang biak, bagaimana nyamuk ini bisa menemukan pori kita yang sangat kecil dengan tepat, bagaimana nyamuk ini bisa bergerak cepat untuk menghindari tangan kita yang ingin menangkapnya…….ya Allah…..betapa luas ilmu_Mu ya Allah…..” kata Maula.

“Dan jawaban dari serentetan pertanyaan Nak Mas tadi hanya memerlukan sebuah jawaban yaitu bahwa memang ada ‘sesuatu’ yang menggerakan nyamuk yang kecil itu, bahwa ada Allah yang berkuasa atas semuanya,……’ Kata Ki Bijak.

“iya ya ki, belum lagi kalau kita bicara rantai makanan, jentik nyamuk merupakan makanan ikan dikolam, bagaimana kalau nyamuk tidak ada..?, bisa jadi ikan akan kekurangan makanan, lalu ikan ikut punah karena perkembang biakannya terhambat karena ketiadaan jentik nyamuk…, dan kalau ikan punah, kita juga akan merasakan dampaknya, supply makanan dan sumber energy hewaninya berkurang….waaah, jadi panjang sekali rangkaiannya ya ki, padahal kita baru bicara tentang nyamuk saja…” Kata Maula.

“Selain sebagai makanan ikan, nyamuk juga merupakan sumber makanan bagi cicak dan katak, kalau nyamuk tidak ada, maka kedua pemangsa alami nyamuk itu pun terancam punah, lalu bagaimana dengan ular yang makananya katak….? Lalu bagaimana elang yang makanannya ikan, katak dan ular……?” Tambah Ki Bijak.

“Subhanallah..Maha Suci Engkau ya Allah, yang telah menciptakan nyamuk, sehingga kehidupan ini berjalan dengan sempurna……” Kata Maula sambil menengadahkan wajahnya.

Ki Bijak membiarkan muridnya itu larut dalam pengahayatan kesempurnaan ciptaan Allah hingga beberapa saat; “Sekarang Nak Mas masih kesal dengan nyamuk-nyamuk ini…” Tanya Ki Bijak memecah keheningan.

“Insya Allah tidak lagi ki……” Kata Maula.

“Kalau memang banyak nyamuk, ya kita tinggal pakai lotion atau obat anti nyamuk, kita tidak perlu bersikap berlebihan, itu lebih bijak Nak Mas…” Kata Ki Bijak.

“Iya ki…………” kata Maula mengakhiri perbincangan dengan gurunya sambil mengulurkan tangan untuk salam.

Wassalam.

August 10, 2009