“Bagaimana kakinya
Nak Mas….? Tanya Ki Bijak demi mendengar berita kaki Maula yang terkilir.
“Alhamdulillah
Ki…., sudah agak mendingan, tapi sudah diurut, mudah-mudahan segera baik ki….”
Jawab Maula.
“Nak Mas jatuh atau
gimana…? Tanya Ki Bijak lagi sambil memperhatikan kaki Maula yang masih nampak
bengkak.
“Ana juga tidak
tahu persisnya ki, ana baru sadar ketika sudah terduduk dianak tangga, ana
fikir sih karena ana salah pijakan ki…., ana menginjak terlalu kepinggir anak
tangga……” Kata Maula lagi.
“Semoga tidak
apa-apa ya Nak Mas, dan semoga kita bisa ambil hikmah dan pelajaran dari apa
yang Nak Mas alami sepanjang pagi dan siang ini….”Kata Ki Bijak.
“Iya Ki….,
kira-kira pelajaran apa yang bisa ana ambil dari apa yang ana alami ini ki…?”
Tanya Maula.
“Hati-hati dalam
melangkah Nak Mas….” Kata Ki Bijak.
“Hati-hati dalam
melangkah ki…?”Tanya Maula.
“Ya Nak Mas..,
menentukan sebuah langkah, harus berhati-hati, tidak boleh sembarangan, tidak
boleh tergesa-gesa, karena seperti yang Nak Mas alami hari ini, ketika pijakan
Nak Mas tidak tepat, akhirnya Nak Mas hilang keseimbangan dan akhirnya
terkilir…”
“Pun dalam
kehidupan kita, menentukan langkah kita kedepan, memerlukan pertimbangan yang
matang, ilmu yang cukup, serta sandaran vertical dan horizontal yang kuat, agar
langkah kita kedepan tidak salah….”
“Pertimbangkan
segala aspek yang meliputinya, pertimbangkan untung ruginya, pertimbangkan
akibat dan dampaknya, pertimbangkan semua hal ikhwal yang terkait dengan
lamgkah yang akan kita ambil…..”
“Kemudian
sebelumnya tentu kita harus melandasi pertimbangan-pertimbangan yang akan kita
ambil dengan ilmu dan pengetahuan yang memadai…..”
“Selebihnya
sandarkan setiap langkah kita secara vertical kepada Allah dan hanya untuk
Allah, agar kita dibimbing menapaki jalan atau anak tangga undak demi undak
dengan selamat…”
“Sementara sandaran
horizaontalnya adalah dengan menyempurnakan kasab kita untuk mencapai tujuan
yang kita inginkan……” Kata Ki Bijak panjang lebar.
Maula menarik nafas
dalam-dalam, “Benar Ki…, hanya sekian centi saja ana salah memijak anak tangga,
mengakibatkan rasa sakit yang dalam….” Kata Maula.
“Iya Nak Mas…..,
salah sedikit saja kita melangkah, pasti akan ada dampaknya…..” Kata Ki Bijak
lagi.
“Iya Ki……” kata
Maula.
“Dan satu lagi Nak
Mas…., kalau tadi Aki tidak salah dengar, Nak Mas terpeleset ketika menuruni
anak tangga? Tanya Ki Bijak.
“Benar Ki.., anak
terpeleset ketika ana menuruni anak tangga…” Jawab Maula.
“Pun demikian
halnya dalam kehidupan, ada orang atau bahkan banyak orang yang justru
terpeleset dan jatuh ketika dia dalam posisi yang ‘mapan’, dalam posisi enak,
dalam posisi jalan kehidupan yang menurun, bukan pada saat mereka mendaki
undakan atau ketika mereka menghadapi kesulitan….”
“Ada orang yang
ketika dia belum mempunyai pekerjaan, belum mempunyai usaha, ketika jalan yang
dilaluinya terjal dan mendaki, dia sedemikian taat dan menjaga ibadanya, tapi
yang justru ‘jatuh’ kedalam kehinaan, justru ketika usahanya lancar, dia menjadi
hina karena ‘melupakan’ Allah yang telah melancarkan usahanya, dan kemudian
menjadi budak dari pekerjaannya…”
“Ada orang yang
ketika miskin, ia rajin kemasjid, sama tetangga baik, suka menolong, tapi
justru ‘jatuh’ ketika uangnya banyak, ia menjadi sombong dan pongah karena
merasa bisa membeli semuanya dengan uang yang dia punya….”
“Ada orang yang
ketika belum punya kendaraan, kemana-mana jalan kaki atau naik kendaraan umum,
dia bisa menjaga waktu shalatnya, tapi justru ia ‘jatuh’ ketika sudah memiliki
kendaraan…..”
“Dan masih banyak
contoh orang ‘kuat’ mendaki jalan kehidupan yang menanjak dan terjal, tapi
justru jatuh terpeleset ketika jalanan menurun dan landai….” Kata Ki Bijak
panjang lebar.
Maula
manggut-manggut mendengarkan pitutur gurunya; “Benar Ki…, kenapa bisa demikian
Ki….?” Tanya Maula beberapa saat kemudian.
“Lengah Nak Mas,
karena kebanyakan orang merasa bahwa menanjak itu lebih berat daripada ketika
menuruni anak tangga, padahal sekali-kali tidak demikian…, justru pada saat
kita menuruni anak tangga itu memiliki resiko yang tidak kalah besar atau
bahkan mungkin lebih besar daripada ketika kita menaiki tangga…”
“Beban tubuh kita
akan semakin berat menekan persendian kaki kita, karena gaya gravitasi yang
makin besar, seperti halnya ketika kita hidup dalam kemapanan dan kelapangan,
godaan dan cobaan akan semakin besar pula mendatangi kita…..”
“Kalau ketika tidak
punya, orang tidak punya banyak pilihan selain diam dirumah, tapi ketika punya
banyak uang, godaan datang silih berganti…, ingin coba pergi kediskotik, ingin
coba minuman keras, ingin main perempuan dan lain sebagainya….:dan beratnya
beban godaan itu jauh lebih berat daripada ketika kita menghadapi kesulitan
atau kekurangan……” Kata Ki Bijak lagi.
Maula lagi-lagi
menarik nafas panjang dan dalam, “Jadi bagaimana kita menyikapinya ki…?” Tanya
Maula.
“Kita harus
hati-hati, baik ketika kita menaiki anak tangga atau jalan yang terjal, pun
ketika kita menuruni anak tangga atau jalan yang menurun, karena kedua-duanya
adalah beban yang mempunyai resiko besar, dan karena kesulitan dan kemudahan,
dua-duanya adalah ujian buat kita Nak Mas…..” Kata Ki Bijak sambil mengutip
ayat al qur’an surat Al Anbiya:
35. Tiap-tiap yang
berjiwa akan merasakan mati. kami akan menguji kamu dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan Hanya kepada kamilah kamu
dikembalikan.
Maula tidak
berkomentar apapun, kecuali dia menarik dalam-dalam, meresapi setiap untui
pitutur gurunya, dia bersyukur bahwa hari ini mendapat pelajaran yang sangat
berharga, meski kakinya masih bengkak dan susah buat sujud dan tahiyat.
Wassalam;
No comments:
Post a Comment