“Ki, setelah idul fitri kemarin berbeda, sekarang idul adha pun tidak serempak lagi ya ki...........” Kata Maula.
“Iya Nak Mas, hari ini sudah ada saudara-saudara kita yang melaksanakan shalat idul adha, sementara sebagian yang lain insha Allah merayakan idul adha-nya besok, sesuai dengan ketetapan pemerintah............” Kata Ki Bijak.
“Kenapa bisa terjadi perbedaan seperti ini ya ki...........?”Tanya Maula.
“Wallahu’alam, banyak sekali pendapat dari masing-masing pihak yang sama-sama kuat dan hebat sebagai hujjah masing-masing mereka, selebihnya hanya Allah yang tahu mana yang paling benar............” Kata Ki Bijak.
“Lalu bagaimana sikap kita ki............?” Tanya Maula lagi.
“Sebenarnya Aki lebih senang untuk bertukar pikiran mengenai hikmah kurban daripada membicarakan perbedaan waktu tibanya idul adha ini, tapi memang kita harus sangat berhati-hati menyikapi perbedaan ini............” Kata Ki Bijak.
“Harus sangat berhati-hati ki.........?” Tanya Maula.
“Benar Nak Mas, perbedaan yang tidak disikapi secara dewasa, sangat mungkin menimbulkan kerawanan, sangat mungkin menimbulkan ‘perpecahan’ dikalangan umat ini, dan ini yang harus kita hindari.............”
“Sikapi perbedaan ini dengan penuh kebijakan, dengan penuh kearifan, dengan penuh kedewasaan, bahwa jika kita berbeda, bukan berarti kita berada pada dua sisi yang berbeda pula, bukan berarti kita harus mengklaim bahwa golongan kita yang paling benar, bukan berarti orang lain salah, karena sekali lagi hanya Allah yang Maha Tahu siapa yang benar menurut Allah swt.........” Kata Ki Bijak.
“Iya Ki, lalu apa yang bisa kita ambil dari pelaksanaan idul adha ini ki.....................” Tanya Maula.
“Nak Mas masih ingat kisah Nabi Ibrahim dengan putranya Nabi Ismail.......?” Tanya Ki Bijak.
“Iya Ki, Al qur’an menceritakan bagaiman Nabi Ibrahim bermunajat kepada Allah untuk dikaruniai anak yang shaleh, yang kemudian Allah mengabulkan permohonan Nabi Ibrahim dengan kelahiran Nabi Ismail dari Siti Hajar......” Kata Maula sambil mengutip ayat al qur’an yang dimaksud.
100. Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.
“Iya Nak Mas, hari ini sudah ada saudara-saudara kita yang melaksanakan shalat idul adha, sementara sebagian yang lain insha Allah merayakan idul adha-nya besok, sesuai dengan ketetapan pemerintah............” Kata Ki Bijak.
“Kenapa bisa terjadi perbedaan seperti ini ya ki...........?”Tanya Maula.
“Wallahu’alam, banyak sekali pendapat dari masing-masing pihak yang sama-sama kuat dan hebat sebagai hujjah masing-masing mereka, selebihnya hanya Allah yang tahu mana yang paling benar............” Kata Ki Bijak.
“Lalu bagaimana sikap kita ki............?” Tanya Maula lagi.
“Sebenarnya Aki lebih senang untuk bertukar pikiran mengenai hikmah kurban daripada membicarakan perbedaan waktu tibanya idul adha ini, tapi memang kita harus sangat berhati-hati menyikapi perbedaan ini............” Kata Ki Bijak.
“Harus sangat berhati-hati ki.........?” Tanya Maula.
“Benar Nak Mas, perbedaan yang tidak disikapi secara dewasa, sangat mungkin menimbulkan kerawanan, sangat mungkin menimbulkan ‘perpecahan’ dikalangan umat ini, dan ini yang harus kita hindari.............”
“Sikapi perbedaan ini dengan penuh kebijakan, dengan penuh kearifan, dengan penuh kedewasaan, bahwa jika kita berbeda, bukan berarti kita berada pada dua sisi yang berbeda pula, bukan berarti kita harus mengklaim bahwa golongan kita yang paling benar, bukan berarti orang lain salah, karena sekali lagi hanya Allah yang Maha Tahu siapa yang benar menurut Allah swt.........” Kata Ki Bijak.
“Iya Ki, lalu apa yang bisa kita ambil dari pelaksanaan idul adha ini ki.....................” Tanya Maula.
“Nak Mas masih ingat kisah Nabi Ibrahim dengan putranya Nabi Ismail.......?” Tanya Ki Bijak.
“Iya Ki, Al qur’an menceritakan bagaiman Nabi Ibrahim bermunajat kepada Allah untuk dikaruniai anak yang shaleh, yang kemudian Allah mengabulkan permohonan Nabi Ibrahim dengan kelahiran Nabi Ismail dari Siti Hajar......” Kata Maula sambil mengutip ayat al qur’an yang dimaksud.
100. Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.
101. Maka kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar[1283]. (Ash-shafat)
[1283] yang dimaksud ialah nabi Ismail a.s.
“Lalu......?” Pancing Ki Bijak.
“Lalu setelah Nabi Ismail beranjak besar, Nabi Ibrahim mendapat perintah dari Allah untuk ‘menyembelih’ Nabi Ismail; sebagaimana diceritakan pada ayat selanjutnya....” Kata Maula
102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
“Lalu apa pendapat Nak Mas mengenai kedua orang Nabi pilihan Allah itu......?” Tanya Ki Bijak
“Menurut pendapat ana, dalam kisah tersebut ada sebuah kearifan dan kebijaksanaan yang luhur dari Nabi Ibrahim sebagai orang tua, beliau tetap minta pendapat kepada putranya mengenai apa yang perintah yang diterimanya, beliau tidak otoriter, beliau tetap memandang dan menghargai yang lebih muda sekalipun..........”
“Yang kedua, ana sangat berkesan dengan jawaban Nabi Ismail ketika beliau mengatakan ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar", yang menurut ana merupakan sebuah cerminan keshalehan Nabi Ismail dalam mematuhi perintah Allah dan orang tuanya..........” Kata Maula.
“Benar Nak Mas, itulah teladan terbesar dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, ada kearifan dan kebijaksanaan, ada ketulusan dan kesabaran, ada ketaatan dan kerelaan ‘berkorban’ sebagaimana ditunjukan Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan putranya, dan Nabi Ismail yang ‘rela’ mengorban dirinya sebagai bentuk ketaatan kepada Allah swt............” Kata Ki Bijak.
“Rasanya akan sangat sulit sekali ya ki kita bisa menemukan orang yang memiliki sikap luhur seperti itu dijaman sekarang.........” Kata Maula.
“Ya Nak Mas, akan sangat sulit bahkan mungkin langka, karenanya kadar ujian yang Allah berikan kepada kitapun berbeda dengan apa yang Allah ujikan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, Allah ‘hanya’ memerintahkan kita untuk berkorban seekor binatang ternak, seperti kambing, sapi atau unta sebagai bukti kecintaan dan ketaatan kita kepada Allah swt, bukan lagi putra kesayangan kita sebagaimana Nabi Ibrahim dulu ....” Kata Ki Bijak.
“Iya ya ki, hanya seekor kambing bagi yang mampu, jauh lebih ‘ringan’ dari apa yang diujikan kepada Nabi Ibrahim dan putranya, tapi tetap saja masih banyak yang ‘menawar’ untuk sekedar mengorbankan sedikit uangnya untuk membeli seekor kambing dan membagikannya kepada saudaranya yang lain.........” Kata Maula.
“Karenanya momentum idul adha ini, sepatutnya kita lebih mengedepankan keteladan dan kerelaan berkorban sebagaimana ditunjukan Nabi Ibrahim dan putranya daripada lebih sibuk mencari dalil untuk membenarkan pendapat kita masing-masing........”
“Aki sedikit khawatir jika konsentrasi kita lebih tercurah pada perbedaan waktu pelaksanaan seperti ini, justru kita akan lupa terhadap ‘nilai’ yang harusnya kita hidupkan dalam setiap momen idul adha ini..............’ Kata Ki Bijak.
“Iya ki, nilai dan kerelaan serta keikhlasan dalam berkurban dijalan Allah yang mestinya menjadi landasan pokok pelaksanaan kurban ini, yang harusnya lebih kita kedepankan untuk bisa dipahami dan dimengerti oleh umat, masih sering tersamar dengan hal-hal lain yang bersifat khilafiyah yang kadang justru lebih menggema..........”Kata Maula.
“Ya Nak Mas, selain kita berkorban kambing atau sapi, kita juga dituntut mampu ‘berkorban’ untuk menerima dan memahami adanya pendapat yang berbeda dengan pendapat dan pandangan kita, ini pun perlu kita pupuk dan kita latih, agar kita memiliki jiwa besar dan legowo dengan perbedaan yang bukan prinsip dalam agama kita.............” Kata Ki Bijak.
“Benar ki, akan lebih indah rasanya jika kesamaan yang kita usung tinggi-tinggi, terlepas dari kapan kita melaksanakan idul adha, selama kita masih sama-sama bertuhan pada Allah yang Esa, dan mengakui Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul-Nya, Al Qur’an sebagai pedomannya, beriman pada malaikat-malaikat_Nya, mengimani adanya hari akhir dan takdir_Nya, rasanya tak perlu lagi ada jarak diantara kita yang melaksanakan idul hari ini atau esok hari ya ki...........” Kata Maula.
“Benar Nak Mas, semoga kita bisa lebih arif dan bijak dalam berbagai masalah seperti ini.............”Kata Ki Bijak.
“Selamat hari raya idul adha saudaraku.....................” Kata Maula sambil meneruskan bacaan al Qur’an ayat-ayat berikutnya;
103. Tatkala keduanya Telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).
104. Dan kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,
105. Sesungguhnya kamu Telah membenarkan mimpi itu[1284] Sesungguhnya Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
106. Sesungguhnya Ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
107. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar[1285].
108. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang Kemudian,
109. (yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim".
110. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
111. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba kami yang beriman. (Ash-shaffat)
[1284] yang dimaksud dengan membenarkan mimpi ialah mempercayai bahwa mimpi itu benar dari Allah s.w.t. dan wajib melaksana- kannya.
[1285] sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Ibrahim dan Ismail a.s. Maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan korban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan (kambing). peristiwa Ini menjadi dasar disyariatkannya qurban yang dilakukan pada hari raya haji.
Wassalam
Desember 19, 2007.
No comments:
Post a Comment