Sepi, kini aku kesepian lagi
Setelah sebulan lamanya aku berseri
Oleh ramai orang yang mengunjungi
Sunyi, kini aku kesunyian lagi
Kemana aku harus bertanya
Tentang jamaahku yang kini tiada
Setelah sebulan lamanya
Mereka ramai mendatangiku dengan bersuka
Ramadhan belum lagi genap sebulan berlalu
Orang-orang pun masih enggan melepas baju baru
Tapi sebagian mereka lupa apa yang hendak dituju
Selepas ramadhan mestinya mereka lebih taat sujud dan ruku’
Aku rindu barisan sandal berderet ditanggaku
Aku rindu riuh takbir menggema diruanganku
Aku rindu hamparan sajadah dilantaiku
Aku rindu lirih dzikir menemaniku
Namun kerinduan itu hanyalah tinggal kerinduan
Aku kini laiknya bangunan tak bertuan
Orang-orang enggan dan tak lagi berkenan
Memasuki ruanganku seperti kemarin ramadhan
Tidakkah sebulan latihan
Tidak cukup untuk memberi kesadaran
Bahwa ramadhan adalah latihan
Yang harus dibuktikan pada bulan-bulan berjalan
Tarawih, tadarus dan shalat malam
Bukanlah sebatas amalan sebulan
Melainkan sebuah kebutuhan
Bagi mereka-mereka yang beriman
Lailatul qadr yang banyak dinanti
Tak akan banyak berarti tanpa bukti
…………………………………………………
…………………………………………………
…………………………………………………
…………………………………………………
“Siapa yang buat puisi ini Nak Mas…..” Tanya Ki Bijak sambil membaca beberapa bait puisi yang belum selesai.
Maula tersipu malu menyadari coretan puisinya dibaca oleh Ki Bijak “Aaah ini bukan puisi ki, hanya coretan-coretan biasa saja, ana tidak pandai membuat puisi ki………..” Kata Maula.
Ki Bijak tersenyum; “Puisi ini lumayan bagus Nak Mas, Aki maklum dengan isi puisi ini, karena Aki pun melihat fenomena yang sama dengan apa yang Nak Mas lihat….” Kata Ki Bijak.
“Iya ki, ana merindukan kehangatan suasana ramadhan, dimana masjid ini selalu dipenuhi jamaah, ana juga merindukan suara tadarus yang mengalun syahdu ditengan suasana malam yang hening, ana merasa seperti kehilangan sesuatu sepeninggal ramadhan ini ki……….” Kata Maula.
“Bersyukurlah jika Nak Mas merasakan kehilangan ramadhan, insya Allah artinya Nak Mas tahu apa yang terkandung dalam bulan suci itu, sementara bagi sebagian yang lain, ramadhan justru sebuah beban yang sangat memberatkan…….” Kata Ki Bijak.
“Dan Nak Mas tidak perlu terlalu heran dengan kondisi masjid ini sepeninggal ramadhan, seperti sering disampaikan oleh para ulama dan para mubaligh, ramadhan adalah bulan ujian, ramadhan adalah bulan latihan, ramadhan adalah bulan seleksi untuk memilah siapa yang terbaik iman dan amalnya……, dan layaknya sebuah ujian, tidak semua peserta bisa lulus dari ujian tersebut, ada yang harus mengulang, atau bahkan ada yang kena diskualifikasi karena mereka berusaha berbuat curang dalam mengikuti ujian……..” Kata Ki Bijak.
“Benar ki, dalam sebuah ujian ada peserta yang harus mengulang atau bahkan harus tinggal kelas karena gagal menyelesaikan ujian dengan baik……” Kata Maula.
“Menahan lapar, menahan dahaga, menahan pandangan mata dari hal-hal yang diharamkan Allah, menahan mulut dari ucapan-ucapan yang tidak terpuji, dan bahkan menahan keinginan-keinginan hati dari selain Allah adalah seranagkaian mata ujian yang harus dilalui oleh setiap peserta ramadhan Nak Mas, disamping juga mereka harus menjaga perilaku dan anggota jasmani lainnya dari hal-hal yang dapat menggugurkan atau setidaknya akan mengurangi nilai ujian itu sendiri……………”
“Dan siapapun pasti mengakui bahwa ujian seperti ini sangat-sangat berat untuk bisa dilalui, oleh karenanya mereka yang ‘lulus’ dari ujian yang sangat berat itu, layak mendapat predikat terhormat dengan sebutan mutaqien, orang yang bertaqwa, sebuah kehormatan besar yang disematkan Allah bagi hamba-hamba_Nya yang lulus dalam ujian tersebut………………….” Kata Ki Bijak.
“Ki, bagaimana kita bisa melihat ‘hasil’ujian ramadhan kita Ki….?” Tanya Maula.
“Lihat dengan ini Nak Mas………..” Kata Ki Bijak sambil menunjuk dadanya.
“Lihat dengan hati ki………..?” Tanya Maula.
“Benar, lihat dengan mata hati kita dengan jujur Nak Mas, pertama lihat apakah kita merasa kehilangan ramadhan yang baru saja berlalu, kedua lihat adakah ibadah dan pengabdian kita kepada Allah cenderung meningkat setelah ramadhan…….” Kata Ki Bijak.
“Lalu ki………..” Tanya Maula.
“Kalau kita merasa sangat kehilangan ramadhan, insya Allah ada segelintir mutiara iman didada kita, dan kalau ibadah kita setelah ramadhan cenderung meningkat, insya Allah artinya kita mendapat nilai yang cukup bagus dalam bulan latihan kemarin….., semoga dengan nilai itu kita akan bisa naik ke kelas yang lebih tinggi, kalau sebelum ramadhan shalat fardhunya masih dirumah, sekarang, setelah naik kelas, jamaahnya harus lebih rajin, kalau sebelum ramadhan shalatnya masih telat dan malas-malasan, setelah naik kelas, waktu shalatnya dijaga, ghirahnya dipelihara, khusunya ditingkatkan dan seterusnya……”
“Pun kita harus lebih baik lagi dalam menjaga tutur kata kita, perilaku kita, pandangan mata kita, langkah kaki kita, pun dalam mengendalikan keinginan-keinginan, jika nilai ramadhan kita memadai, semuanya akan menjadi lebih baik………” Kata Ki Bijak.
Maula manggut tanda mafhum; “Lalu akan halnya mereka yang shaumnya sebulan penuh, tapi tetap seperti sebelum ramadhan, atau bahkan cenderung menurun bagaimana ki……….” Tanya Maula.
“Nak Mas pernah perhatikan bagaimana perilaku ular….?” Tanya Ki Bijak.
Maula tak menjawab, menunggu kelanjutan nasehat Ki Bijak.
“Ular, kalau sudah dapat mangsa, ia akan puasa, mengurung diri sampai mangsa yang ditelannya dicerna semua, puasa ular bisa berhari-hari tergantung jenis dan besar mangsa yang ditelannya……” Kata Ki Bijak.
“Lalu ki………?” Tanya Maula.
“Lalu setelah selesai puasa itu, ular tidak lantas menjadi ‘baik’, tapi justru bertambah ganas, dengan kekuatan dan tenaga barunya, dan kemudian ia kembali berburu mangsa, begitu seterusnya…., Nah mereka yang shaum ramadhannya tidak menimbulkan efek kebaikan bagi dirinya, ditamsilkan dengan puasanya ular, sebaliknya mereka yang shaumnya benar biasa ditamsilkan dengan puasanya ulat……”
“Iya ki, ulat yang berbulu dan menjijikan sekalipun, setelah bermetaforposa didalam kepompong, akan berubah menjadi kupu-kupu yang indah dan lucu……….” Kata Maula menimpali.
“Dan dibalik keindahan dan kelucuannya, kupu-kupu pun menyimpan berbagai ibrah yang sangat baik untuk kita pelajari, dari bagaimana kupu-kupu berperan dalam proses penyebaran bibit tanaman dan bunga, dari bagaimana kupu-kupu berperan dalam proses perkawinan putik dan benang sari dalam perkebangbiakan bunga, dari bagaimana kupu-kupu bisa hinggap disegala bidang dan batang tanaman tanpa merusak tanaman atau bidang yang dipijaknya, semua itu sebuah ibrah yang luar biasa besar bagi kita yang mau memaknainya……..” Kata Ki Bijak.
“Apa maknanya ki…..?” Tanya Maula.
“Seorang yang nilai shaumnya baik, akan lahir kembali sebagai penyebar bibit-bibit kebaikan dimanapun diberada, seorang yang nilai shaumnya baik, akan lahir kembali sebagai motor bagi perkembangan nilai-nilai luhur disekililingnya, seorang yang nilai shaumnya baik, akan senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai agama, moral dan nilai-nilai luhur lainnya, sebagaimana kupu-kupu tidak pernah merusah pucuk bunga yang dihinggapinya, seorang dengan nilai shaum tinggi akan senantiasa memegang prinsip dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung, sehingga ia akan terhindar dari sifat-sifat liar, brutal atau pembuat onar, karena ia terproteksi dengan nilai shaumnya yang tinggi……….” Kata Ki Bijak.
Maula kembali melihat bait-bait puisinya, dalam hatinya bertanya, adakah sunyinya masjid ini karena masih banyaknya nilai ramadhan yang ‘merah’, sehingga belum mampu membawa orang-orang itu kembali kemasjid untuk memakmurkannya.
“Nak Mas, selain ramadhan, keberadaan sebuah masjid juga merupakan ujian dan barometer bagi keimanan seseorang, Nak Mas perhatikan ayat Allah ……”
18. Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.
“Maka itu bulatkan tekad Nak Mas untuk senantiasa memakmurkan masjid, dengan sungguh-sungguh, dengan ketulusan, semoga masjid ini tidak terlalu kesepian dengan keberadaan Nak Mas dan teman-teman disini……” Kata Ki Bijak.
“Insya Allah ki…………” Kata Maula mengakhiri percakapan hari itu.
Wassalam
Oktober 16,2008
Setelah sebulan lamanya aku berseri
Oleh ramai orang yang mengunjungi
Sunyi, kini aku kesunyian lagi
Kemana aku harus bertanya
Tentang jamaahku yang kini tiada
Setelah sebulan lamanya
Mereka ramai mendatangiku dengan bersuka
Ramadhan belum lagi genap sebulan berlalu
Orang-orang pun masih enggan melepas baju baru
Tapi sebagian mereka lupa apa yang hendak dituju
Selepas ramadhan mestinya mereka lebih taat sujud dan ruku’
Aku rindu barisan sandal berderet ditanggaku
Aku rindu riuh takbir menggema diruanganku
Aku rindu hamparan sajadah dilantaiku
Aku rindu lirih dzikir menemaniku
Namun kerinduan itu hanyalah tinggal kerinduan
Aku kini laiknya bangunan tak bertuan
Orang-orang enggan dan tak lagi berkenan
Memasuki ruanganku seperti kemarin ramadhan
Tidakkah sebulan latihan
Tidak cukup untuk memberi kesadaran
Bahwa ramadhan adalah latihan
Yang harus dibuktikan pada bulan-bulan berjalan
Tarawih, tadarus dan shalat malam
Bukanlah sebatas amalan sebulan
Melainkan sebuah kebutuhan
Bagi mereka-mereka yang beriman
Lailatul qadr yang banyak dinanti
Tak akan banyak berarti tanpa bukti
…………………………………………………
…………………………………………………
…………………………………………………
…………………………………………………
“Siapa yang buat puisi ini Nak Mas…..” Tanya Ki Bijak sambil membaca beberapa bait puisi yang belum selesai.
Maula tersipu malu menyadari coretan puisinya dibaca oleh Ki Bijak “Aaah ini bukan puisi ki, hanya coretan-coretan biasa saja, ana tidak pandai membuat puisi ki………..” Kata Maula.
Ki Bijak tersenyum; “Puisi ini lumayan bagus Nak Mas, Aki maklum dengan isi puisi ini, karena Aki pun melihat fenomena yang sama dengan apa yang Nak Mas lihat….” Kata Ki Bijak.
“Iya ki, ana merindukan kehangatan suasana ramadhan, dimana masjid ini selalu dipenuhi jamaah, ana juga merindukan suara tadarus yang mengalun syahdu ditengan suasana malam yang hening, ana merasa seperti kehilangan sesuatu sepeninggal ramadhan ini ki……….” Kata Maula.
“Bersyukurlah jika Nak Mas merasakan kehilangan ramadhan, insya Allah artinya Nak Mas tahu apa yang terkandung dalam bulan suci itu, sementara bagi sebagian yang lain, ramadhan justru sebuah beban yang sangat memberatkan…….” Kata Ki Bijak.
“Dan Nak Mas tidak perlu terlalu heran dengan kondisi masjid ini sepeninggal ramadhan, seperti sering disampaikan oleh para ulama dan para mubaligh, ramadhan adalah bulan ujian, ramadhan adalah bulan latihan, ramadhan adalah bulan seleksi untuk memilah siapa yang terbaik iman dan amalnya……, dan layaknya sebuah ujian, tidak semua peserta bisa lulus dari ujian tersebut, ada yang harus mengulang, atau bahkan ada yang kena diskualifikasi karena mereka berusaha berbuat curang dalam mengikuti ujian……..” Kata Ki Bijak.
“Benar ki, dalam sebuah ujian ada peserta yang harus mengulang atau bahkan harus tinggal kelas karena gagal menyelesaikan ujian dengan baik……” Kata Maula.
“Menahan lapar, menahan dahaga, menahan pandangan mata dari hal-hal yang diharamkan Allah, menahan mulut dari ucapan-ucapan yang tidak terpuji, dan bahkan menahan keinginan-keinginan hati dari selain Allah adalah seranagkaian mata ujian yang harus dilalui oleh setiap peserta ramadhan Nak Mas, disamping juga mereka harus menjaga perilaku dan anggota jasmani lainnya dari hal-hal yang dapat menggugurkan atau setidaknya akan mengurangi nilai ujian itu sendiri……………”
“Dan siapapun pasti mengakui bahwa ujian seperti ini sangat-sangat berat untuk bisa dilalui, oleh karenanya mereka yang ‘lulus’ dari ujian yang sangat berat itu, layak mendapat predikat terhormat dengan sebutan mutaqien, orang yang bertaqwa, sebuah kehormatan besar yang disematkan Allah bagi hamba-hamba_Nya yang lulus dalam ujian tersebut………………….” Kata Ki Bijak.
“Ki, bagaimana kita bisa melihat ‘hasil’ujian ramadhan kita Ki….?” Tanya Maula.
“Lihat dengan ini Nak Mas………..” Kata Ki Bijak sambil menunjuk dadanya.
“Lihat dengan hati ki………..?” Tanya Maula.
“Benar, lihat dengan mata hati kita dengan jujur Nak Mas, pertama lihat apakah kita merasa kehilangan ramadhan yang baru saja berlalu, kedua lihat adakah ibadah dan pengabdian kita kepada Allah cenderung meningkat setelah ramadhan…….” Kata Ki Bijak.
“Lalu ki………..” Tanya Maula.
“Kalau kita merasa sangat kehilangan ramadhan, insya Allah ada segelintir mutiara iman didada kita, dan kalau ibadah kita setelah ramadhan cenderung meningkat, insya Allah artinya kita mendapat nilai yang cukup bagus dalam bulan latihan kemarin….., semoga dengan nilai itu kita akan bisa naik ke kelas yang lebih tinggi, kalau sebelum ramadhan shalat fardhunya masih dirumah, sekarang, setelah naik kelas, jamaahnya harus lebih rajin, kalau sebelum ramadhan shalatnya masih telat dan malas-malasan, setelah naik kelas, waktu shalatnya dijaga, ghirahnya dipelihara, khusunya ditingkatkan dan seterusnya……”
“Pun kita harus lebih baik lagi dalam menjaga tutur kata kita, perilaku kita, pandangan mata kita, langkah kaki kita, pun dalam mengendalikan keinginan-keinginan, jika nilai ramadhan kita memadai, semuanya akan menjadi lebih baik………” Kata Ki Bijak.
Maula manggut tanda mafhum; “Lalu akan halnya mereka yang shaumnya sebulan penuh, tapi tetap seperti sebelum ramadhan, atau bahkan cenderung menurun bagaimana ki……….” Tanya Maula.
“Nak Mas pernah perhatikan bagaimana perilaku ular….?” Tanya Ki Bijak.
Maula tak menjawab, menunggu kelanjutan nasehat Ki Bijak.
“Ular, kalau sudah dapat mangsa, ia akan puasa, mengurung diri sampai mangsa yang ditelannya dicerna semua, puasa ular bisa berhari-hari tergantung jenis dan besar mangsa yang ditelannya……” Kata Ki Bijak.
“Lalu ki………?” Tanya Maula.
“Lalu setelah selesai puasa itu, ular tidak lantas menjadi ‘baik’, tapi justru bertambah ganas, dengan kekuatan dan tenaga barunya, dan kemudian ia kembali berburu mangsa, begitu seterusnya…., Nah mereka yang shaum ramadhannya tidak menimbulkan efek kebaikan bagi dirinya, ditamsilkan dengan puasanya ular, sebaliknya mereka yang shaumnya benar biasa ditamsilkan dengan puasanya ulat……”
“Iya ki, ulat yang berbulu dan menjijikan sekalipun, setelah bermetaforposa didalam kepompong, akan berubah menjadi kupu-kupu yang indah dan lucu……….” Kata Maula menimpali.
“Dan dibalik keindahan dan kelucuannya, kupu-kupu pun menyimpan berbagai ibrah yang sangat baik untuk kita pelajari, dari bagaimana kupu-kupu berperan dalam proses penyebaran bibit tanaman dan bunga, dari bagaimana kupu-kupu berperan dalam proses perkawinan putik dan benang sari dalam perkebangbiakan bunga, dari bagaimana kupu-kupu bisa hinggap disegala bidang dan batang tanaman tanpa merusak tanaman atau bidang yang dipijaknya, semua itu sebuah ibrah yang luar biasa besar bagi kita yang mau memaknainya……..” Kata Ki Bijak.
“Apa maknanya ki…..?” Tanya Maula.
“Seorang yang nilai shaumnya baik, akan lahir kembali sebagai penyebar bibit-bibit kebaikan dimanapun diberada, seorang yang nilai shaumnya baik, akan lahir kembali sebagai motor bagi perkembangan nilai-nilai luhur disekililingnya, seorang yang nilai shaumnya baik, akan senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai agama, moral dan nilai-nilai luhur lainnya, sebagaimana kupu-kupu tidak pernah merusah pucuk bunga yang dihinggapinya, seorang dengan nilai shaum tinggi akan senantiasa memegang prinsip dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung, sehingga ia akan terhindar dari sifat-sifat liar, brutal atau pembuat onar, karena ia terproteksi dengan nilai shaumnya yang tinggi……….” Kata Ki Bijak.
Maula kembali melihat bait-bait puisinya, dalam hatinya bertanya, adakah sunyinya masjid ini karena masih banyaknya nilai ramadhan yang ‘merah’, sehingga belum mampu membawa orang-orang itu kembali kemasjid untuk memakmurkannya.
“Nak Mas, selain ramadhan, keberadaan sebuah masjid juga merupakan ujian dan barometer bagi keimanan seseorang, Nak Mas perhatikan ayat Allah ……”
18. Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.
“Maka itu bulatkan tekad Nak Mas untuk senantiasa memakmurkan masjid, dengan sungguh-sungguh, dengan ketulusan, semoga masjid ini tidak terlalu kesepian dengan keberadaan Nak Mas dan teman-teman disini……” Kata Ki Bijak.
“Insya Allah ki…………” Kata Maula mengakhiri percakapan hari itu.
Wassalam
Oktober 16,2008
No comments:
Post a Comment