Tuesday, October 20, 2009

JAUHI SIFAT IRI, PINTU SURGA MENANTI

“Nak Mas masih ingat dengan sebuah riwayat dimana Rasul menyebut seseorang sebagai calon ahli surga…?” Kata Ki Bijak, menjawab pertanyaan Maula mengenai perilaku para calon-calon penghuni surga kelak.

“Iya Ki…, dalam sanad Imam Ahmad diriwayatkan dari Anas ra bahwa ketika itu para shahabat tengah duduk-duduk bersama baginda Rasul, kemudian Baginda Rasul bersabda: "Akan datang kepada kalian di jalan yang kecil ini seorang laki-laki diantara ahli surga (rojulun min ahli jannah)….."

“Lalu….?’ Pancing Ki Bijak

“Dan kemudian datang seorang laki-laki dari golongan anshar yang jenggotnya itu basah bekas air wudhu dan ia menjinjing sandalnya di tangan kirinya, dan dia mengucapkan salam kepada Rasul dan para sahabat yang ada disana….”

“Besoknya Rasulullah SAW bersabda lagi: "Akan datang kepada kalian seorang laki-laki calon ahli surga". Dan ternyata, orangnya sama, kemudian di hari ketiga Rasulullah SAW kembali bersabda, dan yang muncul orang itu lagi…”

“Hal demikian mengundang rasa penasaran salah seorang sahabat, yang bernama Abdullah bin Amr untuk mengetahui amaliah apa yang dilakukan oleh si laki-laki yang disebut-sebut oleh Rasulullah sebagai calon ahli Surga, kemudian Abdullah bin Amr bersiasat untuk mengetahui amaliah tersebut dengan berpura-pura ia tengah bertengkar dengan keluarganya dirumah, sehingga ia minta izin untuk tinggal dirumah silaki-laki calon ahli surga tersebut…..”

“Abdullah bin Amr akhirnya tinggal dirumah laki-laki tersebut hingga tiga malam, ia mencoba mengamati setiap gerak-gerak sang calon ahli surga; ternyata sang calon ahli surga tidak pernah sholat malam, sholat tahajud, kecuali tatkala dia berbalik dalam tidurnya, ia selalu berdzikir kepada Allah dan bertakbir, demikianlah, sampai ia terjaga hanya untuk sholat subuh saja…..,

“Dan setelah hari ketiga, setelah Abdullah bin Amr mengetahui ‘hanya amalan itu saja’ yang dilakukan oleh si Ahli Surga, akhirnya Abdullah berterus terang kepada orang tersebut; dan ia berkata kepada anshor tadi bahwa sebenarnya antara ia dan bapaknya tidak ada kebencian pertengkaran, tapi sebetulnya ia hanya ingin tinggal di rumah calon ahli surga saja, sebab Rasulullah pernah berkata tiga kali bahwa ia calon ahli surga…., hanya ingin sekedar tahu apa yang dilakukan oleh si calon Ahli surga sehingga ia bisa mencontohnya…..”

“Si calon ahli surga mengatakan bahwa ia tidak melakukan amaliah lain kecuali yang dilihat oleh Abdullah bin Amr, ditambah dengan ‘sedikit amal lain’ yaitu bahwa ia tidak pernah menyimpan rasa benci, ia tidak pernah menipu atau berbuat curang kepada orang lain dan tidak pernah punya rasa hasad atau iri atas kebaikan yang telah Allah berikan atas orang lain…….” Kata Maula menuturkan apa yang pernah ia dapatkan dari gurunya.

“Subhanallah, Nak Mas laksana perpustakaan berjalan bagi Aki, Nak Mas mengingat hampir semua apa yang pernah Aki sampaikan atau kita diskusikan, yang Aki sendiri kadang suka alpa…., syukuri dan jaga karunia ingatan yang baik itu ya Nak Mas….” Kata Ki Bijak.

“Insya Allah ki…, lalu bagaimana cara menjaga agar ingatan kita tetap baik dan terpelihara ki..?” Kata Maula.

“Sebagaimana tubuh, otak kitapun memerlukan asupan dan vitamin yang memadai, karenanya Nak Mas harus secara konsisten memberi suplemen pada otak Nak Mas dengan berbagai nasehat, berbagai pengetahuan dan berbagai ilmu yang bermanfaat bagi Nak Mas, dan syukur kelak bisa disharing dengan orang lain….”

“Yang kedua, untuk memelihara ingatan yang baik, perbanyaklah menghafal al qur’an, karena insya Allah, semakin banyak hafalan al qur’an kita, maka daya ingat kita akan dipelihara Allah….”

“Yang ketiga, jauhi perbuatan dosa dan maksiat, sekecil apapun perbuatan dosa dan maksiat, akan menjadi karat dan debu yang mengotori otak, fikiran dan hati kita, semakin banyak karat dan debut itu menempel di otak, maka akan semakin tumpul pula daya ingat kita…..”

“Selanjutnya tentu dengan selalu mengingat Allah Nak Mas……., dan kembali ke topic kita, Nak Mas perhatikan lagi riwayat yang barusan Nak Mas sampaikan, orang yang disebut-sebut oleh Nabi sebagai calon ahli surga itu ternyata ‘hanya’ mengerjakan amal biasa, bahkan tanpa mengecilkan pentingnya tahajud, orang itu menurut Abdullah bin Amr tidak melakukakannya, ia hanya memiliki ‘kelebihan’ bahwa ia tidak pernah merasa iri terhadap nikmat yang Allah berikan pada orang lain dan tidak pernah curang, itu saja………….” Kata Ki Bijak.


“Ia memiliki ‘kelebihan’ bahwa ia tidak pernah merasa iri terhadap nikmat yang Allah berikan pada orang lain dan tidak pernah curang, itu saja………….” Kedengarannya mudah ya ki…, tapi apakah semudah itu melakukannya ki…?” Kata Maula.

“Maksud Nak Mas…?” Tanya Ki Bijak lagi.

“Maksud ana…, kalau sekedar menjaga sikap untuk tidak menampakan rasa iri terhadap orang lain, mungkin masih banyak orang yang bisa, tapi bagaimana kita bisa menjaga hati kita agar terhindar dari perasaan iri ini ki…, karena perasaan ini sangat halus dan mungkin kita tidak menyadarinya, mungkin kita hanya tahu bahwa kita ingin seperti orang itu, kita ingin sebaik orang itu, dan lainnya, namun kadang keinginan itu secara tidak sadar ditumpangi perasaan iri itu…..” Kata Maula.

Ki Bijak menarik nafas panjang, “Benar Nak Mas…., perasaan iri, riya,ujub dan penyakit hati lainnya sangat halus, bahkan mungkin lebih halus dari rambatan semut yang kecil sekalipun, karenanya tidak ada cara dan jalan lain untuk mendeteksinya dengan memperhalus, memperlembut dan membersihkan hati kita…..” Kata Ki Bijak.

“Memperhalus memperlembut dan membersihkan hati kita ki…?” Tanya Maula lagi.

Ki Bijak mengangguk, “Coba Nak Mas ambil tissue itu satu lembar saja, dan Nak Mas letakan disini…..” Kata Ki Bijak

Tanpa banyak bertanya, Maula melakukan apa yang diperintahkan gurunya;

“Lalu Nak Mas letakan Koran yang Nak Mas bawa itu disamping tissue….” Pinta Ki Bijak lagi

Maula segera meletakan Koran yang ia pegang disamping tissue putih seperti permintaan gurunya.

Kemudian Ki Bijak mengambil dua ekor semut hitam kecil yang sedang merambat didinding Masjid, “Maaf ya semut, ana ambil sebentar……” Kata Ki Bijak, seolah minta izin pada semut.

Maula tersenyum melihat gurunya, betapa santunnya sang Guru sehingga untuk mengambil semut saja ia mesti minta maaf.

Ki Bijak meletakan dua ekor semut masing-masing diatas tissue putih dan Koran yang bertinta gelap; “Nak Mas bisa melihat semut diatas tissue ini…..?” Tanyanya kemudian.

“Iya ki……” Kata Maula sambil terus mengamati pergerakan semut diatas tissue.

“Sekarang coba Nak Mas cari dimana semut satunya lagi, yang tadi Aki letakan diatas Koran ini…?” Tanya Ki Bijak.

Maula nampak lebih mendekatkan wajahnya ke Koran untuk menemukan semut yang lainnya.

“Ketemu Nak Mas…..?” Tanya Ki Bijak.

“Belum Ki…., tidak kelihatan.., samar dengan tinta Koran ini…..” Jawab Maula sambil terus mencari semut yang tengah merambat diatas Koran.

“Nak Mas tahu bedanya kenapa Nak Mas dengan mudah menemukan semut yang merambat diatas tissue, tapi kesulitan menemukan semut satunya di Koran yang bertinta….?” Tanya Ki Bijak sejurus kemudian.

“Tissue ini putih bersih ki, sehingga dengan mudah semut hitam yang berjalan diatasnya terlihat, sementara tinta dan tulisan Koran ini menyamarkan semut yang berjalan diatasnya….” Kata Maula.

“Kalau tadi Aki katakana bahwa penyakit iri, ujub dan riya itu lebih halus dari rambatan semut, maka untuk mengetahui dan mendeteksinya secara dini, hati kita harus seputih dan sebersih tissue ini Nak Mas, sehingga seperti Nak Mas lihat tadi, meskipun semut itu hitam, kecil dan bergerak, tapi Nak Mas bisa menemukannya dengan cepat……,

“Coba Nak Mas bayangkan seandainya hati kita ini penuh bercak, penuh coretan, penuh guratan dan karat sehingga menghitam seperti Koran ini, jangankan penyakit iri, riya dan ujub, penyakit sombong yang tampak secara lahir pun akan sulit untuk terdeteksi oleh hati yang penuh noda dan debu dosa….” Kata Ki Bijak lagi.

“Ana mengerti Ki…., lalu bagaimana caranya untuk memperlembut hati kita…?” Tanya Maula lagi.

“Dengan dzikrullah Nak Mas, dengan banyak mengingat Allah, mengingat kebesaran Allah, mengingat keagungan Allah, dalam setiap saat, disetiap waktu, dimanapun dan kapanpun, baik dengan lisan,dengan perbuatan dan tentu lebih khusus dengan hati……, detakan selalu hati kita untuk menyebut asma_Nya yang Agung, insya Allah hati kita akan menjadi lembut, lebih halus dan lebih peka untuk dapat mengetahui hal-hal yang halus dan tersembunyi dalam berbagai hal…..” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki….., ana mengerti” Kata Maula, sambil langsung mencoba dzikir seperti yang dicontohkan gurunya; matanya dipejamkan, bibirnya dikatupkan, ia menarik nafas dalam-dalam, kemudian hatinya merintih lirih menyebut asma_Nya.., Allah….,Allah…,Allah………………………”

Ki Bijak membiarkan Maula larut dalam dzikirnya, sesaat kemudian ia pun nampak asyik dan larut dalam dzikir yang sangat khusyu….., kedua orang dan murid itu kemudian larut dalam keindahan dzikir untuk menetapi keagungan Allah swt.

Wasaalam

October 19, 2009

No comments:

Post a Comment