Monday, October 26, 2009

TUSUK GIGI

“Nak Mas pernah dengar kisah hikmah tentang seorang ahli ibadah dan sebatang tusuk gigi….?” Tanya Ki Bijak, ketika berdiskusi tentang ‘dosa kecil’ yang kerap diabaikan, tapi kemudian menjadi aral bagi jalan menuju surga.

“Ahli ibadah dan tusuk gigi ki…? Ana belum pernah mendengarnya…” Jawab Maula.

“Terlepas apakah kisah ini kisah nyata atau hanya kisah simbolik, Aki berpendapat bahwa kisah ini sangat bagus untuk menjadi tambahan ibrah bagi kita, terutama agar kita berhati-hati dengan dosa-dosa yang kita anggap kecil, tapi dapat berdampak besar dikelak kemudian hari…” Tambah Ki Bijak.

“Bagaimana kisahnya ki…..?” Tanya Maula penasaran.

“Konon ada seorang ahli ibadah, ia melaksanakan shalat dengan baik, ia menunaikan zakat dengan baik, menunaikan shaum pun demikian halnya, bahkan ia telah menyempurnakan rukun Islam yang kelima dengan berangkat ketanah suci Makkah……” Ki Bijak mengawali ceritanya.

“Lalu ki….?” Maula tambah penasaran.

“Singkat cerita, sang ahli ibadah ini kemudian meninggal dunia, setelah beberapa lama ia dikebumikan, dalam sebuah versi cerita, salah seorang kerabatnya bermimpi bahwa ia melihat sang ahli ibadah ini, justru mendapat siksa kubur yang sangat menyakitkan, jasadnya tidak lagi terbaring, tapi terduduk, dan dari mulutnya keluar api yang terus menerus……..” Kata Ki Bijak lagi.

“Apa yang terjadi dengan ahli ibadah ini ki…, kenapa ia mendapatkan siksa kubur seperti itu…?” Tanya Maula.

“Hari berikutnya, sang kerabat memimpikan hal yang sama, ia melihat sang ahli ibadah itu disiksa didalam kuburnya, ia bertanya kepada sang ahli ibadah, dosa apakah gerangan yang membuatnya mendapatkan siksa kubur…..” Lanjut Ki Bijak.

“Dengan izin Allah sang ahli ibadah itu menuturkan kepada kerabatnya, bahwa sebenarnya selama hidupnya ia selalu menunaikan shalat, menunaikan zakat, shaum dan ibadah haji, hanya suatu ketika, sepulang dari undangan, sang ahli ibadah mengambil bagian kecil pagar bambu tetangganya untuk mengambil sisa makanan yang tersangkut pada giginya, sang ahli ibadah mengambil sekerat bambu untuk dijadikan tusuk gigi, tanpa izin orang yang punya pagar, dan hal itulah yang kemudian menyebabkan ia mendapatkan siksa kubur seperti itu, mulutnya mengeluarkan api terus menerus…….” Kata Ki Bijak.

Maula bergidik mendengar cerita gurunya, ia berfikir kalau hanya sekerat bambu untuk tusuk gigi saja mengakibatkan seorang ahli ibadah mendapatkan siksa kubur seperti itu, bagaimana mereka yang mengambil harta orang lain, bagaimana mereka yang korupsi, bagaimana mereka yang memakan makanan orang lain tanpa izin dari siempunya makanan, bagaimana mereka yang meminum air orang lain tanpa sepengetahuan si pemiliknya…? Serentetan pentanyaan segera saja singgah di benaknya……”

“Ki….kalau sekerat tusuk gigi saja siksanya sedemikian rupa, bagaimana mereka yang melakukan korupsi ya ki….? Bagaimana mereka yang memakan harta anak yatim, bagaimana mereka yang memakan sumbangan korban bencana…?” Tanya Maula kemudian.

“Wallahu’alam Nak Mas, Allah lebih tahu balasan apa yang pantas bagi mereka yang dengan sadar dan sengaja melakukan perbuatan yang jelas-jelas merugikan orang lain…., semoga Allah melindungi kita dari perbuatan – perbuatan semacam itu…..” Kata Ki Bijak.

“Adakah mereka yang korupsi, mereka yang memakan harta anak yatim dan sumbangan gempa pernah mendengar kisah ini ki…., seandainya mereka tahu betapa perbuatan mereka akan mendatangkan azab yang sangat dikubur dan akhiratnya…..” Kata Maula.

“Sekedar mendengar mungkin saja sudah, atau bahkan sering Nak Mas, hanya respon masing-masing orang terhadap nasehat yang baik tidaklah sama Nak Mas, seperti Nak Mas mungkin bergidik mendengar cerita seperti ini, tapi bagi orang lain, sangat mungkin mereka menganggapnya hanya sekedar dongeng atau omong kosong yang tak perlu diacuhkan, atau bahkan justru sebagian mereka menganggapnya lelucon….” Kata Ki Bijak.

“Kenapa bisa seperti itu ki….?, bukankah sebagian mereka yang berbuat semacam itu adalah orang-orang pintar dan terdidik ki….?” Tanya Maula.

“Maaf Nak Mas, Aki tidak bisa menjawabnya, kenapa mereka yang pintar dan terdidik tapi masih dengan sadar berani melakukan pelanggaran terhadap hukum dan aturan yang ada…..” Kata Ki Bijak lagi.

“Ki…bagaimana halnya dengan pekerjaan ki…?” Tanya Maula.

“Maksud Nak Mas….?” Ki Bijak memastikan.

“Begini Ki, misalnya kita lalai dalam pekerjaan, atau misalnya kita kerjanya tidak benar, sehingga mengakibatkan partner kerja kita jadi repot, harus lembur untuk menyelesaikan pekerjaan kita, apakah itu juga sebuah dosa ki…..?” Tanya Maula.

“Pada dasarnya, setiap hal yang merugikan orang lain, baik apakah itu berupa materi, seperti kisah ahli ibadah tadi, atau dalam hal ‘kelalaian’ yang sengaja, seperti misalnya karena kita bolos, kita malas, kita banyak mengerjakan hal lain diluar pekerjaan kita, yang kemudian mengakibatkan orang lain ‘dirugikan’, adalah merupakan perbuatan yang kurang atau tidak terpuji Nak Mas, apalagi kalau kemudian orang yang menggantikan pekerjaan kita itu tidak ridha, atau harus ketinggalan shalatnya karena banyaknya pekerjaan yang kita lalaikan…., bisa-bisa diakhirat nanti kita dituntut oleh orang itu Nak Mas….” Kata Ki Bijak.

“Apa yang harus kita lakukan untuk menghindari tuntutan itu ki….?” Tanya Maula.
“Minta maaf pada orang tersebut, dan minta diikhlaskan atas apa yang telah membuatnya dirugikan oleh kita…?” Kata Ki Bijak.

“Tapi kadang malu juga ki, kalau harus minta maaf….” Kata Maula.

“Kenapa harus malu….?’, lebih baik malu disini dan sekarang, daripada kemudian kita harus malu dihadapan Allah dikelak kemudian hari, dan ketidak ridhaan orang tersbut menjadi ‘penghalang’ ridha Allah kepada kita…” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya…..” Kata Maula.

“Intinya, jangan pernah menganggap ‘remeh’ perbuatan yang kita lakukan, adalah bijak kalau setiap langkah kita ukur dengan syariat, kita ukur dengan nilai kepatutan, kita ukur dengan norma dan hukum yang tertulis maupun tidak tertulis, tak mengapa kalau kemudian kita dinilai orang terlalu lambat, jika itu akan menyelamatkan kita…….” Kata Ki Bijak.

Maula mengangguk tanda mengerti, sesaat kemudian ia pamitan kepada gurunya untuk pulang.

Wassalam
October 22, 2009

No comments:

Post a Comment