Monday, February 20, 2012

SEPATU

“Coba Nak Mas perhatikan sepatu yang Nak Mas kenakan itu……” kata Ki Bijak sambil menunjuk sepatu Maula yang berada diundakan masjid.

“Dengan segera Maula mengarahkan matanya kepada sepatunya yang ditunjukan oleh gurunya, “Ya ki….?’ Tanyanya kemudian.

“Menurut Nak Mas, apa yang menarik dari sepatu itu…?” Tanya Ki Bijak

Maula terdiam sesaat mendengar pertanyaan gurunya, “ Sepatu ini ana beli sekitar dua tahun yang lalu, tidak terlalu mahal, bukan merek terkenal, modelnya pun standar, jadi sepatu ini tidak ada yang special menurut ana ki…” Kata Maula beberapa saat kemudian.

“Coba perhatikan lagi Nak Mas…., sepatu ini bentuknya tidak sama persis, yang satu untuk kaki kiri, dan yang satu untuk kaki kanan…..” Kata Ki Bijak.

“Iya ki…..?” Kata Maula masih belum menangkap arah pembicaraan gurunya.

“Meski sepatu ini untuk kiri dan kanan, tapi justru perbedaan inilah yang membuat sepatu ini serasi dan enak dipakai…., coba Nak Mas bayangkan seandainya sepatu ini kanan semua atau kiri semua, pasti dipakainya tidak nyaman……” Kata Ki Bijak.

“Benar Ki…., sebagus apapun sepatu, seterkenal apapun mereknya, seberapapun mahal harganya, pasti terdiri dari dua belah sisi yang berbeda…..” Kata Maula.

“Dan perbedaan posisi ini ternyata tidak membuat sepatu ini kehilangan fungsinya, justru dengan perbedaan ini sepatu ini bisa berjalan serasi dan beriringan…..” Kata Ki Bijak lagi.

Maula manggut-manggut, dia baru menyadari bahwa selama ini sepatu yang dikenakannya bisa berjalan serasi dan enak dipakai, justru karena posisinya yang berseberangan…

“Kemudian hal menarik lain yang kita bisa tamsilkan dari sepatu yang kita kenakan adalah bahwa saat berjalan, kedua kaki kita, kedua belah sepatu ini tidak pernah kompak…, kalau kaki kanan melangkah kedepan, maka kaki kiri berada dibelakang.., pun sebaliknya,kalau kaki kiri yang didepan, maka kaki kanan yang berada dibelakang…..” Kata Ki Bijak.

“Benar Ki…, kalau kaki kanan dan kaki kiri tidak ada yang mau mengalah dan ingin melangkah bareng-bareng, jadinya kayak vampire, loncat-loncat…..” Kata Maula.

“Tapi dibalik ketidak kompakan itu, kedua kaki kita, yang kiri dan yang kanan, melangkah menuju ketempat tujuan yang sama…..; kalau kaki kanan menuju masjid, maka pasti kaki kiri pun akan menuju kesana, pun kalau kaki kiri menuju ketempat maksiat misalnya, kaki kananpun pasti mengikutinya…, tidak pernah ada kejadian ketika kaki kanan melangkah kemasjid, kemudian kaki kiri berjalan sendiri menuju diskotik…., boleh berbeda langkah, tapi tujuan tetap sama……” Kata Ki Bijak.

Maula nampak memikirkan setiap untai kata gurunya, ternyata dari langkah kakipun kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran….”

“Nak Mas masih penasaran dengan apa yang dapat kita pelajari dari sepatu…?” Tanya Ki Bijak.

“Ya ki…..” kata Maula penasaran.

“Pernah Nak Mas mencoba mengganti posisi sepatu Nak Mas, yang kiri dipakai dikaki kanan, dan yang kanan dipakai kaki kiri….?” Tanya Ki Bijak.

“Tidak pernah ki, bagaimana mungkin posisi sepatu ini ditukar….,pasti tidak enak dipakainya…”Kata Maula.

“Ya…, posisi sepatu ini tidak pernah berganti atau ditukar, tetap diposisi masing-masing, tapi dari posisi masing-masing inilah justru sepatu saling melengkapi…, saling mengisi dan saling memberikan manfaat satu sama lain…..” Kata Ki Bijak lagi.

Maula manggut-manggut mendengar tamsil-tamsil yang demikian indah, bahkan hanya dari sepasang sepatu.

“Ada lagi yang bisa kita ambil hikmahnya dari sepatu ki….?” Tanya Maula.

“Nak Mas lihat tinggi hak sepatu ini…., tingginya sama, selalu sederajat….., Nak Mas pernah coba pakai sepatu dengan tinggi hak yang berbeda….?” Tanya Ki Bijak.

“Belum pernah ki…., kalau pakai sepatu dengan tinggi hak yang beda, pastinya jadi pincang yang ki….” Kata Maula.

“Benar…., ketika hak sepatu ini tidak sama tinggi, maka jalan kita akan pincang….” Kata Ki Bijak lagi.

“Dan satu lagi yang bisa kita ambil hikmah dari sepasang sepatu ini adalah bahwa ketika salah satu sepatu ini hilang atau rusak, sepatu sebelahnya tidak bisa dipasangkan dengan sepatu yang lain…., misalnya sepatu sebelah kiri Nak Mas rusak, tidak bisa kemudian Nak Mas menggantinya dengan sepatu sebelah kiri milik Aki misalnya, atau sepatu Aki yang sebelah kanan hilang, Aki pun tidak bisa menggantinya dengan sepatu Nak Mas yang sebelah kanan….., dibalik perbedaannya, kedua belah sepatu ini saling mengisi, saling menunjang dan saling beriringan……” Kata Ki Bijak lagi.

“Subhanallah…., bagus sekali ya ki tamsil dan filosofi dari sepatu ini…..” Kata Maula.

“Ya Nak Mas…dan aplikasi dari fisolofi ini bisa kita terapkan dalam berbagai bidang kehidupan kita…”
“Misalnya dalam kehidupan rumah tangga kita, antara seorang suami dan istinya…., seorang laki-laki, seorang suami, jelas berbeda dengan seorang wanita atau istri, baik itu secara fisik, baik itu secara psikis, baik itu secara mental, baik itu secara fungsi dalam kehidupan rumah tangga….;

“Namun dibalik semua perbedaan antara seorang suami dan seorang istri, merupakan dua komponen yang tidak bisa dipisahkan untuk mencapai keharmonisan sebuah keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah….; keduanya harus tetap serasi terlepas dari fungsi dan tanggung jawabnya yang beda….”

“Seorang suami tidak bisa mengatakan paling berjasa, karena ia yang memperoleh penghasilan, ia yang bekerja keras, ia yang banting tulang, ia yang banyak keluar rumah…..”

“Pun seorang istri tidak boleh mengatakan ia yang paling berjasa karena sudah mengurus anak-anak, menyiapkan makan, mengurus rumah dan lain sebagainya, keduanya harus tetap serasi ditengah semua perbedaan yang ada…”

“Kemudian, ketika seorang suami berangkat kerja, mencari nafkah…., dirumah sang istri bertugas untuk mendo’akan keselamatan dan keberhasilan usaha suaminya, meski tidak bekerja ditempat yang sama, tetap memiliki persamaan tujuan, untuk mencari rezeki yang halal dan diridhai Allah swt….”

“Dan ini yang harus benar-benar kita perhitungkan secara baik Nak Mas…., fungsi suami adalah untuk mencari nafkah, sementara istri dirumah….., ketika harus berganti posisi, ketika istri yang pergi keluar untuk mencari nafkah dan suami yang tinggal dirumah…, atau dua-duanya bekerja diluar rumah, harus benar-benar dikalkulasi untung ruginya, harus benar-benar dievaluasi dampaknya bagi kehidupan rumah tangga dan terhadap anak-anak….’

“Mungkin dengan suami-istri bekerja, secara materi akan mendapatkan penghasilan yang lebih banyak, tapi harus diingat bahwa anak-anak kita bukan hanya butuh uang untuk jajan dan makan, anak-anak kita butuh perhatian, butuh kasih sayang, butuh perlindungan psikologis dari orang tua kandungnya….”

“Akan sangat beresiko ketika pertumbuhan anak-anak kita justru dipantau oleh pembantu atau orang lain yang jelas-jelas akan beda perhatian dan kasih sayangnya, belum lagi (mohon maaf) umumnya tingkat pendidikan dan pengalamana pembantu relative rendah, sehingga sangat riskan kalau kita mengharap anak kita kelak menjadi anak shaleh, sementara kita menyerahkan pengawasan dan pendidikan anak-anak kita pada orang yang tidak kompeten……, karena apapun alasannya, kasih sayang orang tua, perhatian orang tua, jauh lebih berharga daripada sekedar uang jajan yang banyak…..” Kata Ki Bijak lagi.

“Seperti kita menukar posisi sepatu ya ki….., sepatu kanan dipakai disebelah kiri atau sebaliknya, mungkin bisa jalan, tapi tidak nyaman….., dan mungkin justru mencelakakan…..” kata Maula.

“Ya Nak Mas…, karenanya sekali lagi kita harus pandai berhitung untung ruginya kalau istri kita juga ikut kerja…., banyak sudah korban-korban anak-anak yang secara materi mereka berkecukupan, tapi justru mereka menjadi anak broken home karena kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tuanya yang sibuk bekerja…..” Kata Ki Bijak lagi.

“Meski mungkin benar ada juga anak-anak yang rusak meski dididik oleh orang tuanya, tapi itulah tuntunan agama kita Nak Mas…, emansipasi wanita tidak berarti semua hal tentang wanita harus sama dengan laki-laki, karena Allah sendiri yang sudah membuat perbedaan peran antara wanita dan laki-laki itu seperti apa….” Tambah ki Bijak lagi.

“Iya Ki…” Kata Maula pendek.

“Kemudian, filosofi sepatu yang bisa diaplikasi dalam kehidupan rumah tangga kita adalah bahwa adanya persamaan derajat antara suami dan istri…”

“Suami bukanlah seorang dictator yang bisanya hanya main perintah…., istripun bukan harus menjadi seorang putrid yang selalu ingin dimanja dan dipenuhi segala keinginannya….”

“Suami bukanlah majikan yang bisa mempekerjakan istrinya kapan saja, istripun bukanlah ibu suri yang tidak mau ngurusin apa-apa…; kedua-duanya harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan porsinya masing-masing, dan dengan cara seperti inilah cita-cita untuk mencapai keluarga sakinah, mawadah wa rahmah bukan lagi hanya sekedar slogan dan hiasan pada acara pernikahan……” Kata Ki Bijak lagi.

“Dan terakhir…., istri adalah partner suami, pun suami adalah bagian tak terpisah dari istri, karena ketika salah satunya tidak ada, maka putaran roda dalam keluarga akan menjadi pincang…., karenanya perlakukan pasangan kita sesuai dengan tuntunan dan contoh yang baginda Rasul contohkan……;tidak ada contoh dan teladan lain yang lebih baik daripada contoh bagaimana kehidupan rumah tangga rasul yang sakinah, mawadah wa rahmah……” Kata Ki Bijak.

Maula kembali melirik sepatunya, tak pernah terfikirkan sebelumnya bahwa sepatu yang selama hampir dua tahun ini menemaninya, member banyak hikmah dan pelajaran yang sangat berharga;

“Terima kasih ki…..” katanya kemudian sambil mengulurkan tangan untuk pamitan.

Wassalam.

No comments:

Post a Comment