“Coba kita cermati hadits ini Nak Mas…..” Kata Ki Bijak sambil merujuk kepada sebuah hadits nabi .
“Hadits mengenai apa ki….?” Tanya Maula.
“Hadits mengenai resep bahagia Nak Mas…..” jawab Ki Bijak.
“Resep hidup bahagia….? Bukankah resep ini yang paling banyak dicari oleh hampir semua orang, termasuk dirinya….,
“Orang kerja keras, banting tulang, karena mencari yang namanya bahagia…”
“Orang pergi tamasya, karena mereka ingin bahagia…”
“Orang membeli semua yang diinginkannya, Karena mereka ingin bahagia…, dan sekarang, resep yang banyak dicari itu, ternyata sudah dicari dan ditanyakan sahabat kepada baginda Rasul, dan Rasul sudah memberikan resepnya…; segera Maula mengamati hadits yang dimaksudkan gurunya;
“Suatu ketika datang seorang sahabat bertanya kepada Baginda Rasul; “Wahai Rasulullah, berilah kami resep hidup bahagia,” tanya seorang sahabat.
“Rasulullah menjawab: “Antashaddaqa wa anta shahiihun syakhikhun takhsya al-fakra wa ta’muli al-ghina - Bersedekahlah di kala kamu masih sehat, sementara hidup mu masih serba kekurangan dan kamu sendiri ingin menjadi kaya…”. Ki Bijak melanjutkan.
Maula diam sejenak, mencoba menyimak hadits sangat indah ini; - Bersedekahlah di kala kamu masih sehat, sementara hidup mu masih serba kekurangan dan kamu sendiri ingin menjadi kaya…, Kenapa Nabi menganjurkan kita sedekah saat kita sehat, dan hidup kita masih kekurangan ya Ki…? Tanya Maula beberapa saat kemudian.
“Rahasianya justru terletak disini Nak Mas.., bersedekah pada saat kita sehat…., karena kebanyakan dari kita sering lupa dan tidak menyadari bahwa kesehatan itu sebuah nikmat yang sangat besar dari Allah, banyak diantara kita yang lupa diri ketika diberi kesehatan, baru mau bersedekah pada saat kita terbaring lemah dirumah sakit, kita baru mau bersedekah,ketika kita ditimpa kemalangan, baru kita mau sedekah…., niatnya jadi tidak lagi murni karena Allah,tapi karena takut sesuatu atau pengen sesuatu……;dan wajar kalau kemudian kita tidak menemukan kebahagiaan dari sedekah yang sudah kita lakukan…..”
“Kemudian, hal lain yang membuat hadits ini special adalah adanya ‘perintah’ bersedekah jutsru pada saat hidup kita masih serba kekurangan, saat hidup kita masih membutuhkan banyak hal yang harus dicapai…, sementara banyak diantara kita, yang ketika diajak atau dianjurkan untuk bersedekah, kemudian berkilah dengan mengatakan ‘untuk makan saja susah’ boro-boro untuk bersedekah…, atau ‘untuk menghidupi keluarga saja masih kurang, boro-boro untuk bersedekah untuk orang lain, dan masih banyak kata-kata yang menyiratkan ketakutan kita untuk bersedekah, seakan-akan dengan bersedekah itu harta kita menjadi berkurang, seakan-akan dengan bersedekah, kita mengabaikan kewajiban kita pada keluarga, seakan-akan dengan bersedekah kita mengorbankan banyak hal…..”
“Padahal demi Allah, dengan mengeluarkan sedekah, sama sekali tidak akan mengurangi harta kita, dengan bersedekah, sama sekali tidak akan membuat kita jatuh miskin, dengan bersedekah, sama sekali tidak akan membuat kita kekurangan…., justru dengan sedekah, kita akan mendapatkan yang lebih banyak, karena dalam sedekah, terkandung hukum Man Yazra’ Yahshud…………..” kata Ki Bijak panjang lebar.
“Dalam sedekah terkandung hukum Man Yazra Yahshud ki….?” Tanya Maula.
“Benar Nak Mas…., dalam sedekah terkandung hukum ekonomi Man Yazra Yahshud…, yang arti harfiahnya “Siapa menanam, ia akan memanen….”, siapa yang berbuat baik, maka ia akan mendapatkan kebaikan, siapa yang berbuat kebajikan, maka ia akan mendapatkan pahala, mendapatkan reward dari Allah swt…., dan ketika Allah yang memberikan balasan atas kebaikan, maka tidak akan ada yang lebih baik dari pemberian Allah itu…..” Kata Ki Bijak.
Maula menghela nafas panjang mendengar penuturan gurunya, “Siapa yang menanam, ia akan memanen…, dan sedekah adalah benih-benih yang kita semai, untuk kemudian akan kita tuai hasilnya, begitu ki…?” Kata Maula.
“Ya Nak Mas,sedekah adalah benih kebaikan, tebarkan benihnya dengan penuh keikhlasan, dan sirami dengan istiqomah, insya Allah panen keberkahan adalah sebuah keniscayaan……” Kata Ki Bijak lagi.
Maula manggut-manggut mendengar pitutur gurunya yang gambling.
“Selain itu, dalam sedekah juga terkandung unsur 6T Nak Mas….” Kata Ki Bijak
“Dalam sedekah terkandung unsure 6T ki…?” Tanya Maula.
“Benar Nak Mas…, sedekah, selain merupakan bentuk keshalehan individu, keshalehan pribadi kita pada perintah Allah, dalam sedekah juga terkandung unsur kesalehan social dan ukhuwah, karena sedekah, merupakan cerminan Ta-aruf, keinginan untuk saling mengenal, untuk saling berbagi, untuk saling membantu antar sesame….;
“Kemudian dalam sedekah juga terkandung unsur Tafahum…., keinginan untuk saling memahami kebutuhan antar sesame….”
“Kemudian lagi, dalam sedekah ada unsur Tasamuh…., unsur toleransi, tenggang rasa, saling pengertian…”
“Kemudian dengan ketiga sikap tadi, Ta’aruf, Tafahum, dan Tasamuh, terbentuklah sebuah hubungan kerjasama yang dikenal dengan Ta’awun, dan selanjutnya akan terbentuk Takaful…, saling menjamin, saling percaya, saling menguntungkan…., untuk kemudian secara bersama-sama menuju predikat tertinggi disisi Allah, yaitu Taqwa…..” Kata Ki Bijak lagi.
“Subhanallah….., indah sekali ya Ki nilai-nilai yang terkandung dalam sedekah……” Kata Maula.
Ki Bijak mengangguk, “Sangat indah Nak Mas…, karenanya mulai sekarang, ayo kita bersama-sama memperbaharui sedekah kita, usahakan tiada hari yang terlewati tanpa sedekah, mulailah kegiatan disetiap pagi hari dengan sedekah…, berapapun yang kita punya, apapun yang kita miliki, sedekahkan lillahi ta’ala, insya Allah sedekah yang kita semai disetiap pagi ini, akan kita tuai hasilnya…, karena sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan……” Kata Ki Bijak lagi.
“Insya Allah ki…, sedekah…,sedekah….,sedekah…, Aku harus bersedekah tiap hari……’ kata Maula mengulang-ngulang kalimat sedekah untuk mengukuhkan niatnya menjalani kebajikan yang tiada tara nilainya itu.
Wassalam.
No comments:
Post a Comment