“Ayat dan haditsnya sudah sangat jelas Nak Mas…, bahwa barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk kedalam golongan kaum itu…..” Kata Ki Bijak, menjawab pertanyaan Maula mengenai sebuah perayaan sambil mengutip hadits dan ayat yang dimaksud;
“Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut, (HR. Tirmidzi)
* $pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#räÏGs? yqåkuø9$# #t»|Á¨Z9$#ur uä!$uÏ9÷rr& ¢ öNåkÝÕ÷èt/ âä!$uÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 `tBur Nçl°;uqtGt öNä3ZÏiB ¼çm¯RÎ*sù öNåk÷]ÏB 3 ¨bÎ) ©!$# w Ïôgt tPöqs)ø9$# tûüÏJÎ=»©à9$# ÇÎÊÈ
51. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
Lebih jauh; Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah juga berkata, “Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah. ”
“Sungguh sebuah kebodohan yang sangat, jika seseorang meniru perbuatan suatu kaum, yang jelas-jelas tidak memberikan manfaat apapun bagi dirinya, apa yang mereka dapat dengan merayakan hal semacam itu…, selain mengundang kemurkaan Allah..?” Tanya Ki Bijak.
“Iya Ki….,generasi mudah kita sangat rentan dengan tipu daya semacam ini, mereka merasa kalau tidak ikut merayakan, takut dibilang ketinggalan zaman, mereka merasa kalau tidak ikut merayakan, takut dibilang kuno…., tidak modern dan lainnya, akhirnya mereka ikut-ikutan, meski mereka tidak tahu apa sebenarnya yang mereka rayakan…..” Kata Maula.
Ki Bijak menghela nafas panjang; “Generasi muda memang sasaran utama dari upaya mengalihkan kiblat generasi islam ke arah budaya yang menyimpang, dan ini bukan sebuah kebetulan, kegiatan atau upaya menggiring pola fikir generasi muda kita kearah yang salah, merupakan scenario besar yang didesain dengan sangat matang oleh mereka yang menginginkan kehancuran islam…”
“Nak Mas masih ingat program ghaswul fikri yang beberapa waktu lalu kita diskusikan..?” Tanya Ki Bijak.
“Iya ki..., Ghaswul berasal dari kata Ghuswah yang berarti Serangan, invasi atau serbuan, sementara Fikr adalah Pikiran atau pola pikir, dengan demikian Ghaswul Fikr biasa didefinisikan dengan Penyerangan dengan berbagai cara terhadap pemikiran umat Islam guna merubah apa yang ada didalamnya sehingga tidak bisa lagi dibedakan antara Islam dan selainnya, mereka melakukan upaya-upaya Tasykik – Pendangkalan / Peragu-raguan, baik itu pendangkalan akidah, pendangkalan pemahaman hukum dan syariat serta pendangkalan pemahaman terhadap berbagai aktivitas ibadah umat Islam, Tasywih – Pencemaran/Pelecehan,Tadhlil – penyesatan,Taghrib – Pembaratan......” kata Maula singkat.
“Dan apa yang disebut dengan perayaan ini adalah salah satu bentuk nyata dari ghaswul fikri ini…., mereka berusaha mengubah pola fikir generasi muda kita, sehingga cenderung berkiblat ke barat-baratan….; mereka mengemas kegiatan tersebut seolah produk yang sangat pas buat anak muda, mereka membungkusnya dengan kata-kata kasih sayang, sehingga mereka yang tidak memahami latar belakang dan tujuan dari kegiatan ini, banyak yang terjerumus kedalam perangkap dan jebakan yang mereka pasang…..” Kata Ki Bijak.
“Dan sayangnya, masih sedikit sekali orang yang mengingatkan bahaya semacam ini…., para ulama kita pun, Aki rasa belum memberikan pengarahan yang jelas, para cendekiawan kita pun belum banyak yang bersuara…, masih banyak diantara cerdik pandai muslim yang ragu untuk menyuarakan penolakan terhadap budaya ini.., dan alasannya beragam…., ada yang menganggapnya perkara sepele, ada yang menganggapnya biasa saja, ada yang menganggapnya ini hak azazi dan lain sebagainya…., sehingga tahun demi tahun, waktu demi waktu, semakin banyak generasi muda kita yang terseret arus budaya semacam ini….” Kata Ki Bijak.
“Iya ki…., ana juga merasa heran, kalau pas masalah maulid kemarin, hampir semua orang berbicara, kalau masalah qunut, banyak ulama yang sampai harus berseberangan…., mestinya untuk masalah yang satu ini, yang jelas-jelas tidak ada tuntunannya, tidak ada dalilnya, dan bahkan jelas menyimpang, kok ya pada diam saja…..” kata Maula.
“Ya Nak Mas…, karenanya, kita tidak harus menunggu orang-orang pandai itu mengeluarkan pendapat, selama kita tahu bahwa itu tidak benar, jangan diikuti…, masih banyak hal yang bisa kita lakukan selain hura-hura semacam itu…, dan kedepannya Aki berharap semakin banyak orang yang konsen terhadap upaya-upaya penyimpangan semacam ini; Aki berharap selain generasi muda kita semakin cerdas dan menyadari perangkap yang ditebar musuh-musuh islam, para orang tua juga harus semakin intens untuk membantu mengarahkan dan memberikan penjelasan agar tidak semakin banyak orang yang terjerumus kepada perbuatan sia-sia yang setan propagandakan….” Kata Ki Bijak lagi.
“Iya Ki…., semoga saja generasi muda kita bukan hanya pintar matematika saja, pintar bahasa inggris saja atau pintar mata pelajaran saja, tapi juga semakin pintar dalam memilah dan memilih mana yang terbaik untuk mereka…..” kata Maula.
“Semoga Nak mas…..” Kata Ki Bijak penuh harap.
Wassalam
No comments:
Post a Comment