“Jadi kita harus pilih yang mana ya ki, kalau kita menentang arus, maka itu berbahaya, tapi ketika kita ikut arus juga sangat mungkin kita celaka, karena kita tidak tahu kearah mana arus itu akan membawa kita, mungkin ketepian, atau sebaliknya mungkin arus itu membawa kita ke jurang yang dalam....................” Tanya Maula menyambung pembicaraan kemarin tentang sandal jepit yang terbalik.
Ki Bijak tersenyum mendengar pertanyaan Maula, “Nak Mas pernah perhatikan bagaimana ikan-ikan disungai atau dilaut.............?” Tanya Ki Bijak.
“Iya ki....................” Kata Maula.
“Ditengah arus sungai yang deras atau gelombang laut yang tinggi, ikan tetap mampu bertahan dan tidak terbawa arus, ikan tetap bisa berada dikomunitasnya..., bisa berenang dengan nyaman seolah tidak terganggu dengan derasnya arus disekelilinya, Nak Mas tahu kenapa sebabnya........?” Tanya Ki Bijak.
Maula menggeleng tanda tak mengerti.
“Pertama, kenapa ikan-ikan itu tidak serta merta terbawa arus adalah karena ikan-ikan itu ‘hidup’, Nak Mas perhatikan,hanya ikan-ikan yang mati sajalah yang kemudian terbawa arus, terombang ambing dihentakan gelombang, tanpa daya, tanpa upaya, karena memang ikan itu mati..........” Kata Ki Bijak.
“Pun demikian halnya dengan kita, selama kita ‘hidup’, dalam arti bukan sekedar hidup secara jasmani, tetapi hidup hatinya, hidup nuraninya, niscaya kita akan mampu bertahan dari derasnya arus kehidupan yang setiap saat mengelilingi kita...........” Kata Ki Bijak lagi.
“Bagaimana kita bisa tahu kalau kita ini benar-benar ‘hidup’ ki..............?” Tanya Maula.
“Nak Mas pernah mengantar jenazah untuk dikebumikan..............?” Tanya Ki Bijak.
“Pernah beberapa kali ki.........................” Kata Maula.
“Nak Mas tahu ada makna apa dibalik kumandang adzan dan iqomah yang mengiringi jenazah keliang lahat................?” Tanya Ki Bijak lagi.
“Ana tidak tahu ki, kenapa jenazah yang dimasukan keliang lahat ‘harus’ diiringi oleh kumandang adzan dan iqomah.......” Kata Maula.
“Sebagian orang memang mempermasalahkan ada tidaknya tuntunan ‘ritual’ ini, tapi sebenarnya disana ada makna yang sangat dalam yang ingin disampaikan oleh orang-orang tua kita zaman dulu, yang ketika itu mungkin belum sefasih kita dalam memberikan nasehat kepada kerabatnya.............” Kata Ki Bijak.
“Nasehat apa ki..................” tanya Maula.
“Nak Mas perhatikan, ketika adzan dan iqomah berkumandang disisi kanan dan kiri jenazah itu, apakah si mayit menyahut.........?” Tanya Ki Bijak.
“Tentu tidak ki, kan sudah mati...............” Kata Maula.
“Ya, itulah sebuah simbol, ketika seseorang tidak lagi menyahut dan menyambut seruan adzan dan iqomah, artinya dia telah ‘mati’, mati hatinya, mati bathinnya, karena tidak bisa lagi mendengar dan menyambut panggilan Allah yang menyerunya menuju kebahagiaan dan kemenangan...............” Kata Ki Bijak.
“Jadi salah satu indikator hidup atau matinya hati kita adalah bagaimana respon kita terhadap panggilan adzan dan iqomah itu ya ki............” kata Maula.
“Ya itu salah satunya, indikator lainnya adalah apakah mata hati kita masih bisa melihat mana yang buruk dan mana yang baik, karena hanya orang hiduplah yang mampu memilah dan memilih mana yang benar dan mana yang salah, mana yang makruf dan mana yang munkar, mana yang bathil dan mana yang haq....................” Kata Ki Bijak.
“Jadi agar kita tidak terbawa arus atau menentang arus, kita harus hidup ya ki “ kata Maual
“Benar Nak Mas, kita harus hidup, agar kita bisa memilih jalan mana yang terbaik bagi kita, jika kita harus menentang arus, kita sudah siap dengan segala resiko yang akan kita hadapi, bekal kitapun cukup, senjata kitapun sudah terasah, sehingga ketika kita menemukan tantangan arus didepan kita, kita tidak gagap atau kaget karenanya...............” Kata Ki Bijak.
“Sebaliknya, jika kita harus mengikuti arus air yang mengalir, ketika kita ‘hidup’, kita akan bisa melihat dan memilih arus mana yang harus kita ikut, ‘ulah tuturut munding’ orang sunda bilang, jangan sekedar taklid, tapi harus i’tibba, kita harus tahu kenapa kita memilih sesuatu atau meninggalkan sesuatu, insha Allah, ‘hidup’nya hati kita akan menjadi kemudi ketika kita mengikuti arus, dan menjadi tambatan dan pijakan yang kokoh ketika kita harus menentang arus...................” Kata Ki Bijak lagi.
“Iya ki, ana mengerti, lalu hal apa lagi yang harus kita miliki agar kita ‘selamat’ dari derasnya arus kehidupan ini ki.............” Tanya Maula lagi.
“Lagi, kita bisa belajar dari ikan-ikan itu Nak Mas, Nak Mas perhatikan, ikan-ikan dibagian manakah yang paling mudah terbawa arus...............?” Tanya Ki Bijak.
“Ikan-ikan yang berada dipermukaan atau perairan dangkal, biasanya lebih mudah terbawa arus dibanding ikan-ikan yang berada dikedalaman sungai atau laut ki........” Kata Maula.
“Kalau Aki boleh menganalogikan, ikan yang berada diperairan dangkal itu adalah kita yang dangkal ilmunya, dangkal imannya, dangkal akidahnya, dangkal ahlaqnya, dan pada posisi ini, posisi dimana iman kita lemat, saat ilmu kita tak mumpuni, akan sangat mudah bagi kita diombang-ambing oleh gelombang dan arus kehidupan...........” Kata Ki Bijak.
“Ada orang yang tiba-tiba mengaku nabi, mereka yang dangkal imannya, dangkal ilmunya, dangkal akidahnya, lantas saja ikut-ikutan tanpa hujah yang jelas........”
“Ada orang yang mengaku ‘pintar’ kemudian menawarkan jasa untuk menaikan pangkat dan jabatan dengan ‘kepintarannya’, mereka yang dangkal imannya, dangkal akidahnya, dangkal akal pikirnya, lantas saja mengambil jalan pintas untuk memenuhi nafsunya...........”
“Dan persis seperti ikan-ikan yang berenang ditepian yang dangkal, mereka yang dangkal imannya, mereka yang dangkal akidahnya, mereka yang dangkal pola pikirnya, berpotensi mengalami ‘kematian dini’ akibat benturan karang-karang kehidupan yang tidak mampu mereka hindari..............” Lanjut Ki Bijak.
“Jadi selain ‘hidup’ kita juga harus menjaga kedalaman iman kita, kedalaman akidah kita, kedalam ilmu kita, kedalam akal pikir kita ya ki............” kata Maula.
“Ya, itulah hidup yang benar-benar hidup Nak Mas, kesempurnaan hidup kita terletak pada seberapa besar iman kita, seberapa dalam ilmu kita, seberapa dewasa akal pikiran kita............” kata Ki Bijak.
“Jadi apapun pilihan kita, kita harus tahu alasannya ya ki..................” Kata Maula.
“Ya, Nak Mas, Iman, Ilmu dan Akal kita yang terjaga dengan baik, akan sangat membantu kita mengurangi segala resiko yang pasti ada, terlepas dari apapun pilihan kita......” Kata Ki Bijak.
“Iya ki, ana mengerti sekarang......................., ikan dilaut harus ‘hidup’ ‘dikedalaman’ air yang memadai agar tidak terseret arus.....................” Kata Maula mengulang-ulang wejangan yang baru diterimanya.
Wassalam
Februari 05, 2008
Ki Bijak tersenyum mendengar pertanyaan Maula, “Nak Mas pernah perhatikan bagaimana ikan-ikan disungai atau dilaut.............?” Tanya Ki Bijak.
“Iya ki....................” Kata Maula.
“Ditengah arus sungai yang deras atau gelombang laut yang tinggi, ikan tetap mampu bertahan dan tidak terbawa arus, ikan tetap bisa berada dikomunitasnya..., bisa berenang dengan nyaman seolah tidak terganggu dengan derasnya arus disekelilinya, Nak Mas tahu kenapa sebabnya........?” Tanya Ki Bijak.
Maula menggeleng tanda tak mengerti.
“Pertama, kenapa ikan-ikan itu tidak serta merta terbawa arus adalah karena ikan-ikan itu ‘hidup’, Nak Mas perhatikan,hanya ikan-ikan yang mati sajalah yang kemudian terbawa arus, terombang ambing dihentakan gelombang, tanpa daya, tanpa upaya, karena memang ikan itu mati..........” Kata Ki Bijak.
“Pun demikian halnya dengan kita, selama kita ‘hidup’, dalam arti bukan sekedar hidup secara jasmani, tetapi hidup hatinya, hidup nuraninya, niscaya kita akan mampu bertahan dari derasnya arus kehidupan yang setiap saat mengelilingi kita...........” Kata Ki Bijak lagi.
“Bagaimana kita bisa tahu kalau kita ini benar-benar ‘hidup’ ki..............?” Tanya Maula.
“Nak Mas pernah mengantar jenazah untuk dikebumikan..............?” Tanya Ki Bijak.
“Pernah beberapa kali ki.........................” Kata Maula.
“Nak Mas tahu ada makna apa dibalik kumandang adzan dan iqomah yang mengiringi jenazah keliang lahat................?” Tanya Ki Bijak lagi.
“Ana tidak tahu ki, kenapa jenazah yang dimasukan keliang lahat ‘harus’ diiringi oleh kumandang adzan dan iqomah.......” Kata Maula.
“Sebagian orang memang mempermasalahkan ada tidaknya tuntunan ‘ritual’ ini, tapi sebenarnya disana ada makna yang sangat dalam yang ingin disampaikan oleh orang-orang tua kita zaman dulu, yang ketika itu mungkin belum sefasih kita dalam memberikan nasehat kepada kerabatnya.............” Kata Ki Bijak.
“Nasehat apa ki..................” tanya Maula.
“Nak Mas perhatikan, ketika adzan dan iqomah berkumandang disisi kanan dan kiri jenazah itu, apakah si mayit menyahut.........?” Tanya Ki Bijak.
“Tentu tidak ki, kan sudah mati...............” Kata Maula.
“Ya, itulah sebuah simbol, ketika seseorang tidak lagi menyahut dan menyambut seruan adzan dan iqomah, artinya dia telah ‘mati’, mati hatinya, mati bathinnya, karena tidak bisa lagi mendengar dan menyambut panggilan Allah yang menyerunya menuju kebahagiaan dan kemenangan...............” Kata Ki Bijak.
“Jadi salah satu indikator hidup atau matinya hati kita adalah bagaimana respon kita terhadap panggilan adzan dan iqomah itu ya ki............” kata Maula.
“Ya itu salah satunya, indikator lainnya adalah apakah mata hati kita masih bisa melihat mana yang buruk dan mana yang baik, karena hanya orang hiduplah yang mampu memilah dan memilih mana yang benar dan mana yang salah, mana yang makruf dan mana yang munkar, mana yang bathil dan mana yang haq....................” Kata Ki Bijak.
“Jadi agar kita tidak terbawa arus atau menentang arus, kita harus hidup ya ki “ kata Maual
“Benar Nak Mas, kita harus hidup, agar kita bisa memilih jalan mana yang terbaik bagi kita, jika kita harus menentang arus, kita sudah siap dengan segala resiko yang akan kita hadapi, bekal kitapun cukup, senjata kitapun sudah terasah, sehingga ketika kita menemukan tantangan arus didepan kita, kita tidak gagap atau kaget karenanya...............” Kata Ki Bijak.
“Sebaliknya, jika kita harus mengikuti arus air yang mengalir, ketika kita ‘hidup’, kita akan bisa melihat dan memilih arus mana yang harus kita ikut, ‘ulah tuturut munding’ orang sunda bilang, jangan sekedar taklid, tapi harus i’tibba, kita harus tahu kenapa kita memilih sesuatu atau meninggalkan sesuatu, insha Allah, ‘hidup’nya hati kita akan menjadi kemudi ketika kita mengikuti arus, dan menjadi tambatan dan pijakan yang kokoh ketika kita harus menentang arus...................” Kata Ki Bijak lagi.
“Iya ki, ana mengerti, lalu hal apa lagi yang harus kita miliki agar kita ‘selamat’ dari derasnya arus kehidupan ini ki.............” Tanya Maula lagi.
“Lagi, kita bisa belajar dari ikan-ikan itu Nak Mas, Nak Mas perhatikan, ikan-ikan dibagian manakah yang paling mudah terbawa arus...............?” Tanya Ki Bijak.
“Ikan-ikan yang berada dipermukaan atau perairan dangkal, biasanya lebih mudah terbawa arus dibanding ikan-ikan yang berada dikedalaman sungai atau laut ki........” Kata Maula.
“Kalau Aki boleh menganalogikan, ikan yang berada diperairan dangkal itu adalah kita yang dangkal ilmunya, dangkal imannya, dangkal akidahnya, dangkal ahlaqnya, dan pada posisi ini, posisi dimana iman kita lemat, saat ilmu kita tak mumpuni, akan sangat mudah bagi kita diombang-ambing oleh gelombang dan arus kehidupan...........” Kata Ki Bijak.
“Ada orang yang tiba-tiba mengaku nabi, mereka yang dangkal imannya, dangkal ilmunya, dangkal akidahnya, lantas saja ikut-ikutan tanpa hujah yang jelas........”
“Ada orang yang mengaku ‘pintar’ kemudian menawarkan jasa untuk menaikan pangkat dan jabatan dengan ‘kepintarannya’, mereka yang dangkal imannya, dangkal akidahnya, dangkal akal pikirnya, lantas saja mengambil jalan pintas untuk memenuhi nafsunya...........”
“Dan persis seperti ikan-ikan yang berenang ditepian yang dangkal, mereka yang dangkal imannya, mereka yang dangkal akidahnya, mereka yang dangkal pola pikirnya, berpotensi mengalami ‘kematian dini’ akibat benturan karang-karang kehidupan yang tidak mampu mereka hindari..............” Lanjut Ki Bijak.
“Jadi selain ‘hidup’ kita juga harus menjaga kedalaman iman kita, kedalaman akidah kita, kedalam ilmu kita, kedalam akal pikir kita ya ki............” kata Maula.
“Ya, itulah hidup yang benar-benar hidup Nak Mas, kesempurnaan hidup kita terletak pada seberapa besar iman kita, seberapa dalam ilmu kita, seberapa dewasa akal pikiran kita............” kata Ki Bijak.
“Jadi apapun pilihan kita, kita harus tahu alasannya ya ki..................” Kata Maula.
“Ya, Nak Mas, Iman, Ilmu dan Akal kita yang terjaga dengan baik, akan sangat membantu kita mengurangi segala resiko yang pasti ada, terlepas dari apapun pilihan kita......” Kata Ki Bijak.
“Iya ki, ana mengerti sekarang......................., ikan dilaut harus ‘hidup’ ‘dikedalaman’ air yang memadai agar tidak terseret arus.....................” Kata Maula mengulang-ulang wejangan yang baru diterimanya.
Wassalam
Februari 05, 2008
No comments:
Post a Comment