“Ki, tadi ana ikut pelatihan yang sangat bagus ki..........” kata Maula.
“Pelatihan apa Nak Mas............?” Tanya Ki Bijak
“Itu ki, pelatihan tentang nilai-nilai perusahaan tempat ana bekerja, ada nilai semangat pantang menyerah, ada nilai kebersamaan, ada nilai harmoni yang terbentuk dari ucapan selamat, nilai kedisplinan, nilai loyalitas, kerendahan hati, kerja sama, kebersihan dan ketertiban ditempat kerja, serta nilai perilaku pada rekan dan atasan, dan masih banyak lagi ki......” Kata Maula.
“Mudah-mudahan apa yang tadi Nak Mas pelajari dapat menambah wawasan dan pengetahuan Nak Mas...., Aki fikir juga nilai itu sangat bagus, dan memang sudah semestinya dimiliki oleh setiap orang, terlebih bagi kita umat Islam, Nak Mas...........” Kata Ki Bijak.
“Kenapa Aki tadi bilang umat Islam harusnya memiliki nilai-nilai itu secara lebih baik ki...........?” Tanya Maula.
“Ya Nak Mas, sebagai seorang muslim, kitapun memiliki nilai-nilai luhur yang sepatutnya kita banggakan, kita memiliki nilai jihad, sebuah nilai untuk menggambarkan kesungguhan dalam upaya kita mencapai sesuatu, jihad juga dapat diartikan semangat pantang menyerah, nilai keberanian dan nilai yang mampu membuat seseorang dapat mati dengan tersenyum, meski mungkin konteknya tidak sama persis dengan yang Nak Mas sebutkan tadi, dalam hemat Aki nilai jihad dalam islam sudah mewakili ‘nilai semangat’ yang Nak Mas dapatkan dipelatihan tadi......................” Kata Ki Bijak.
“Iya ya ki, kalau dalam pelatihan tadi digambarkan bahwa dengan semangat baja seseorang dapat mencapai mission impossible, semangat jihad lebih hebat lagi ya ki............” Kata Maula.
“Nak Mas ingat-ingat kembali bagaimana kisah perang badar......?” Tanya Ki Bijak.
“Pelatihan apa Nak Mas............?” Tanya Ki Bijak
“Itu ki, pelatihan tentang nilai-nilai perusahaan tempat ana bekerja, ada nilai semangat pantang menyerah, ada nilai kebersamaan, ada nilai harmoni yang terbentuk dari ucapan selamat, nilai kedisplinan, nilai loyalitas, kerendahan hati, kerja sama, kebersihan dan ketertiban ditempat kerja, serta nilai perilaku pada rekan dan atasan, dan masih banyak lagi ki......” Kata Maula.
“Mudah-mudahan apa yang tadi Nak Mas pelajari dapat menambah wawasan dan pengetahuan Nak Mas...., Aki fikir juga nilai itu sangat bagus, dan memang sudah semestinya dimiliki oleh setiap orang, terlebih bagi kita umat Islam, Nak Mas...........” Kata Ki Bijak.
“Kenapa Aki tadi bilang umat Islam harusnya memiliki nilai-nilai itu secara lebih baik ki...........?” Tanya Maula.
“Ya Nak Mas, sebagai seorang muslim, kitapun memiliki nilai-nilai luhur yang sepatutnya kita banggakan, kita memiliki nilai jihad, sebuah nilai untuk menggambarkan kesungguhan dalam upaya kita mencapai sesuatu, jihad juga dapat diartikan semangat pantang menyerah, nilai keberanian dan nilai yang mampu membuat seseorang dapat mati dengan tersenyum, meski mungkin konteknya tidak sama persis dengan yang Nak Mas sebutkan tadi, dalam hemat Aki nilai jihad dalam islam sudah mewakili ‘nilai semangat’ yang Nak Mas dapatkan dipelatihan tadi......................” Kata Ki Bijak.
“Iya ya ki, kalau dalam pelatihan tadi digambarkan bahwa dengan semangat baja seseorang dapat mencapai mission impossible, semangat jihad lebih hebat lagi ya ki............” Kata Maula.
“Nak Mas ingat-ingat kembali bagaimana kisah perang badar......?” Tanya Ki Bijak.
“Iya ki, perang Badar terjadi tepat pada tanggal 17 Ramadhan tahun 2 Hijriah. Di mulai ketika Rasulullah memerintahkan kaum muslim untuk melawan rombongan kafir Quraish yang sedang dalam perjalanan dari kota Sham ke kota Makkah. Pasukan muslimin saat itu ada 313 orang, terdiri dari 260 bersenjata dan 2 ekor kuda. Rombongan kafir Quraish melarikan diri, tapi Abu Sofyan berhasil meminta bala bantuan kepada rekan-rekannya. Kafir Quraish keluar dari berbagai penjuru kota Makkah dan sekitarnya, 600 orang bersenjata, 100 ekor kuda, 700 ekor onta, dan suplai makanan lengkap yang sanggup untuk berhari-hari. Total pasukan kafir Quraish adalah 1000 orang. Tujuan utama mereka satu: melenyapkan kaum muslimin untuk selama-lamanya………” Kata Maula penuh semangat.
“Nak Mas tahu akhir kesudahan perang bersejarah itu………..?” Tanya Ki Bijak.
“Ya ki, dengan izin Allah, pasukan muslimin yang ‘hanya’ berjumlah 313 orang itu mampu memukul mundur pasukan kafir quraish yang jumlahnya hampir tga kali lipat itu…………..” Kata Maula.
“Ya, dengan izin Allah dan dengan semangat jihad yang luar biasa, dengan keteguhan hati yang tiada tara, dengan tekad baja, dengan keyakinan yang sempurna, sesuatu yang hampir mustahil, bisa diraih oleh umat islam ketika itu, dan bukankah itu sebuah nilai yang sangat luhur Nak Mas………….?” Tanya Ki Bijak.
“Benar Ki, kata Jihad memiliki nilai yang menurut ana jauh lebih sempurna dari yang ana dapatkan tadi, lalu kenapa banyak diantara kita yang lupa ya ki……….” Kata Maula.
“Selain karena kita memang telah dimabukan dengan berbagai paham yang datang dari luar islam, kita sendiri pun sudah sedemikian jauh dari sumber nilai-nilai luhur tadi, kita sudah sedemikian jauh dari al qur’an yang mengajarkan dan menginspirasi kita dengan berbagai nilai yang agung, faktor ‘kita’-nya yang menurut Aki telah melunturkan nilai-nilai luhur al qur’an dari dada umat islam sendiri………….” Kata Ki Bijak.
“Seperti cerita Aki tentang harimau dikebun binatang itu ya ki……..” kata Maula mengingat petuah Ki Bijak beberapa waktu lalu.
“Ya Nak Mas, segagah-gagahnya harimau, ketika ia sudah keluar dari hutan, sang raja rimba itu tidak lebih dari sekedar tontonan yang tidak lagi memiliki wibawa dimata anak kecil sekalipun, pun dengan umat islam, ketika kita sudah jauh dari al qur’an, ketika didada kita tidak lagi terisi al qur’an, kegagahan dan ketangguhan umat Islam seperti dalam perang badar yang Nak Mas ceritakan tadi, tidak lagi membuat orang lain segan, malah jadi bahan tertawaan, bahan ejekan dari mereka yang tidak menyukai Islam……….” Kata Ki Bijak.
“Lalu apa yang tadi Nak Mas katakan…?”, ada nilai kebersamaan, loyalitas dan kedisiplinan…….?” Tanya Ki Bijak.
“Ya ki, tadi ana diajari nilai kebersamaan, ada nilai harmoni yang terbentuk dari ucapan selamat, nilai kedisplinan, nilai loyalitas, kerja sama, tanggung jawab, kebersihan dan ketertiban ditempat kerja dan lainnya ki............” Kata Maula.
“Bukankah Nak Mas dan umat Islam sudah berlatih setiap hari tentang nilai-nilai itu.........?” Tanya Ki Bijak.
“Umat Islam sudah dan senantiasa berlatih tentang nilai-nilai itu ki.......?” Tanya Maula.
“Ya, kita sudah dan senantiasa melatihnya, Nak Mas masih ingat beberapa nilai yang terkandung dalam shalat kita.......?” Tanya Maula.
“Astaghfirullah, benar ki, ana khilaf....., ana ingat sekarang bahwa shalat mengajarkan kita kedisiplinan, karena shalat adalah ibadah yang telah ditentukan waktunya, gerakannya pun harus tertib dan teratur, bacaannya pun ditata sedemikian rupa, shalat juga mensyaratkan adanya kesucian lahir bathin bagi orang yang akan mendirikannya, serta ada rukun dan syarat sahnya shalat yang harus kita penuhi, Subhanallah, betapa agung nilai-nilai yang terkandung dalam shalat kita ya ki..........” kata Maula.
“Bukan hanya itu Nak Mas, ketika kita shalat, khususnya shalat berjamaah, disana ada nilai persatuan dan kesatuan yang tercermin dengan rapat dan lurusnya shaf ketika kita shalat berjamaah.........”
“Kemudian keseragaman niat antara iman dan seluruh makmum, merupakan cerminan kesamaan visi dan misi dari seluruh jamaah dan pemimpinnya, bukankah ini juga sebuah nilai yang sangat penting dalam sebuah organisasi Nak Mas.....?” Kata Ki Bijak.
“Bahkan sangat penting ki, hanya organisasi dengan visi dan misi yang sama sajalah yang akan mampu membangun dirinya menjadi kekuatan yang besar.......” Kata Maula.
“Do’a iftitah yang kita baca setelah takbiratulikhram, juga merupakan sebuah nilai, sebuah nilai loyalitas dan totalitas kita sebagai hamba kepada khaliqnya, inna shalati, wanusuki wama yahya wama mati lillahirabbil’alamin, adalah sebuah nilai luhur untuk kita aplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari..........” Kata Ki Bijak.
“Waah lengkap sekali nilai yang terkandung dalam shalat ya ki...........” Kata Maula.
“Lengkap dan sempurna, belum lagi kalau kita berbicara bagaimana gerakan ruku’ kita sebagai simbol sifat tawadlu, kerendahan hati untuk rela berada dibelakang / dipantat orang lain yang mungkin status sosialnya dibawah kita, ini juga sebuah pelatihan yang sangat bagus untuk kita dalam beretika dilingkungan kerja kita, mau menerima pendapat orang lain, mau mendengar saran orang lain, mau berendah hati dan tidak sombong............” Kata Ki Bijak lagi.
“Pun demikian dengan I’tidal kita yang mengajarkan kita rasa tanggung jawab, setelah kita disadarkan dengan posisi kita, dimana kita harus melepaskan strata sosial kita ketika ruku’, kita kemudian dikembalikan pada posisi tegak, dimana posisi tegak ini melambangkan kontinuitas, dan kontinuitas akan sangat bergantung pada adanya rasa tanggung jawab, dan tanggung jawab, dilihat dari sudut pandang manapun merupakan nilai yang mutlak harus dimiliki oleh setiap orang…………” kata Ki Bijak.
“Ketika kita sujud, kita diajari agar kita bisa ‘membumi’, tidak sombong, tidak angkuh, tidak merasa paling baik, tahiyat merupakan nilai korektif yang juga sangat dibutuhkan setiap kita, hingga salam, kalau tadi Nak Mas menggambarkan terciptanya sebuah harmoni dengan ucapan ‘selamat’, nilai salam kita, assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, jauh lebih bermakna karena disana juga ada doa dan umpan balik dari yang kita beri salam……” Kata Ki Bijak sambil mengutip perintah al qur’an untuk mengucapkan salam / penghormatan dan memberi balasan terbaik atas salam dan penghormatan itu.
86. Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)[327]. Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu. (An-nissa)
[327] penghormatan dalam Islam ialah: dengan mengucapkan Assalamu'alaikum.
“Subhanallah......kenapa justru mereka yang ‘menemukan’ nilai-nilai dalam shalat dari pada kita yang setiap hari melakukannya ya ki......” kata Maula.
“Itu tugas kita semua,itu pelajaran bagi kita semua untuk bisa memaknai shalat dengan benar dan sungguh-sungguh, sehingga kita tidak lagi menjadi umat yang ‘kagetan’ seperti ini, ketika ada orang yang mempopulerkan sesuatu, kita hanya bisa ‘harusnya’ kita dulu yang tahu, kita dulu yang memiliki, sementara itu tidak pernah ada upaya nyata dan sungguh-sungguh dari kita untuk menggali nilai-nilai yang terkandung dalam keluhuran kalam al qur’an........” kata Ki Bijak.
“Iya ki...................., semoga ana, Aki dan umat Islam pada umumnya diberikan bimbingan dan kemampuan untuk bisa memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai dalam shalat dan al qur’an ya ki.........” Kata Maula sambil menyalami Ki Bijak untuk pamitan.
Wassalam
Februari 12, 2008
No comments:
Post a Comment