“Ki, Aki masih ingat dengan photo ini ki...........?” Tanya Maula.
“Iya Nak Mas, bukankah ini photo uyut penjual sapu lidi yang Nak Mas ceritakan beberapa waktu lalu.....?” Kata Ki Bijak.
“Benar ki, ini photo uyut penjual sapu lidi yang kemarin ana ceritakan.........” Kata Maula.
“Ada apa rupanya Nak Mas, sehingga Nak Mas masih nampak terkesan sekali dengan uyut ini.............” Kata Ki Bijak.
“Iya Ki, ana masih sangat terkesan dengan kebersahajaan uyut ini, selain juga ana sangat terkesan dengan kemandirian uyut dalam upaya menyambung hidupnya, belum lagi bagaimana sosok uyut ini mengajarkan betapa tangan diatas jauh lebih mulia dari tangan yang tengadah, sehingga uyut, dengan sisa-sisa tenaganya, lebih memilih menjual sapu lidi daripada meminta-minta, yang justru banyak dilakukan oleh orang-orang yang jauh lebih kuat dan lebih gagah dari uyut ini.........” Kata Maula.
“Lalu Nak Mas...........?” Tanya Ki Bijak yang dengan sabar menyimak apa yang diutarakan Maula.
“Tepat seminggu atau dua minggu sesudahnya, ana mendapat sebuah PR besar lagi untuk ana pecahkan ki.........” Kata Maula.
“PR apa Nak Mas......?” Tanya Ki Bijak.
“Teman ana ki, seorang teman yang dua tahun lebih tidak pernah berkunjung, tidak pernah ketemu, tidak pernah telpon, kemarin ‘tiba-tiba’ datang kerumah dengan membawa PR itu ki...........” Kata Maula.
“Cukup lama ya Nak Mas tidak ketemu dengan teman Nak Mas itu, dua tahun.....” Kata Ki Bijak
“Ya ki, setelah lama tak ada kabar beritanya, teman ana datang kerumah, kemudian ia bercerita bahwa dia keluar dari pekerjaannya........” Kata Maula.
“Kenapa Nak Mas, kenapa teman Nak Mas itu keluar dari pekerjaannya.....?” Tanya Ki Bijak dengan nada prihatin.
“Ia tidak cerita secara detail alasan kenapa ia keluar kerja, tapi justru ana lebih tertarik dengan ceritanya tentang majikan yang selama ini ia layani, teman ana bercerita kalau majikannya ini adalah seorang pejabat teras sebuah perusahaan besar, dengan gaji besar, disamping juga usaha pribadinya yang menghasilkan banyak uang, selain memiliki wajah rupawan dan istri yang cantik jelita, ki.........” Kata Maula.
“Lalu.......?” Tanya Ki Bijak.
“Ditengah limpahan materi yang membuat banyak orang iri itu, justru sang majikan itu memiliki jalur cerita yang berbanding terbalik dengan limpahan materinya........” Kata Maula.
“Maksudnya Nak Mas........?” Tanya Ki Bijak.
“Ya itu ki, gajinya yang puluhan juta, pendapatan usahanya yang puluhan juta, jabatannya yang tinggi serta wajahnya yang tampan, tidak mampu membuatnya bahagia, tapi justru kehidupannya jauh dari kata bahagia ki........” Kata Maula.
“Kenapa Nak Mas......?” Tanya Ki Bijak.
“Keluarganya berantakan, hartanya jadi rebutan, wajah tampannya menjadi fitnah baginya, aneh ya ki........, kenapa justru uyut yang bersahaja bisa hidup laksana disurga, sementara sang majikan yang hidup bergelimang harta, justru seperti berada didalam neraka..............” Kata Maula.
Ki Bijak tersenyum, “Tidak ada yang aneh Nak Mas, dan dalam hemat Aki, apa yang Nak Mas alami beberapa waktu terakhir bukanlah sebuah ‘kebetulan’, kalau sebelumnya Nak Mas dipertemukan dengan uyut yang bersahaja tapi bahagia, dan beberapa waktu kemudian Nak Mas diperdengarkan cerita jutawan yang sengsara, itu adalah sebuah ibrah yang sangat besar dan berharga untuk Nak Mas renungkan................” Kata Ki Bijak.
“Ada makna apa dibalik semua yang ana alami ini ki................?” Tanya Maula.
“Makna dan pesannya sangat jelas Nak Mas, bahwa kebersahajaan, kekurangan, ‘kemiskinan’, yang disimbolkan dengan uyut penjual sapu lidi itu, sama sekali tidak berarti kehinaan dan kenistaan, justru ‘kekurangan’ yang ada pada uyut, menjadikan uyut sebagai ‘sosok teladan’ bagi Nak Mas untuk tidak silau dengan gemerlap dunia ini, dan ini dibuktikan langsung melalui apa yang diceritakan teman Nak Mas, bahwa seorang jutawan, seorang hartawan, seorang yang kaya raya, tidak secara otomatis menjadikan orang itu bahagia dan mulia, sebaliknya ‘kelebihan’ yang ada padanya justru menjadikan terjebak pada ketidakbahagiaan, tidak kah Nak Mas melihat ini sebuah pelajaran yang sangat mahal dan berharga.....?” Kata Ki Bijak.
“Tidakkah Nak Mas melihat, disana ada pesan yang sangat jelas dan dalam untuk Nak Mas tafakuri, tidakkah Nak Mas melihat bahwa kedatangan teman Nak Mas adalah sebuah ‘cara’ dari Allah untuk mengingatkan Nak Mas, karena mungkin Nak Mas masih menyimpan sedikit keraguan setelah ‘pesan’ yang disampaikan melalui uyut penjuan sapu lidi itu.........” Kata Ki Bijak.
“Subhanallah, astaghfirullah.........., Aki benar ki, itu jawaban atas PR ana ki........., itu jawaban atas pertanyaan ana, apakah ana harus menjadi orang kaya agar ana bisa menajdi bahagia........, dan apa yang Aki katakan tadi, merupakan jawaban atas pertanyaan ana selama ini...........” Kata Maula.
“Berkali-kali Aki katakan bahwa agama kita tidak melarang seseorang untuk menjadi kaya dan berharta, yang salah adalah ketika kita memandang kekayaan adalah segala-galanya, yang tidak boleh adalah ketika kita memandang kekayaan sebagai kemulian, yang harus kita perhatikan adalah jangan sampai kita beranggapan bahwa kekayaan berarti secara otomatis kebahagian, karena dengan sangat jelas terpampang dihadapan Nak Mas, kebahagiaan justru berpihak pada mereka yang bersyukur dan tawakal kepada Allah, bukan pada mereka yang tamak dan bangga dengan harta kekayaan, bukan pada mereka yang menjadikan kekayaan sebagai satu-satunya tujuan yang harus dicapai, tanpa pernah berfikir dari mana kekayaan itu berasal dan bagaimana seharusnya amanah harta itu dibelanjakan...................” Kata Ki Bijak.
“Nak Mas masih ingat dengan ayat ini...........” Tanya Ki Bijak
35. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan Hanya kepada kamilah kamu dikembalikan.
“Ya ki, Surat Al Anbiya, ayat 35 ya ki......................” Kata Maula.
“Dan Nak Mas masih ingat sepenggal hikmah yang pernah kita diskusikan beberapa waktu lalu mengenai ayat ini....................?” Tanya Ki Bijak.
“Iya ki, kebaikan dan keburukan yang kita terima, dua-duanya adalah ujian dari Allah sebagai ujian yang sebenar-benarnya.............” Kata Maula.
“Ya Nak Mas, ini yang sering kita lupakan, kita hanya menganggap ujian terhadap keburukan yang kita terima, kita hanya merasa diuji ketika kita tidak punya harta, kita hanya merasa diuji ketika kita terkena sesuatu yang tidak kita sukai, kita hanya merasa diuji ketika sakit, ketika kehilangan, ketika kematian ..,
“Sementara banyak diantara kita justru lalai ketika menerima kebaikan, banyak diantara kita yang menganggap dan beranggapan kebaikan yang kita terima adalah semata karena ilmu kita, karena kerja keras kita, karena usaha kita, tanpa melihat dan berfikir disana ada ujian Allah kepadanya, untuk menguji sejauh mana ia bisa bersyukur dan memanfaatkan amanah hartanya sesuai dengan kehendak yang menitipkannya, dan ketika kita berfikir harta kita adalah semata hasil upaya kita sendiri, kita akan cenderung merasa berhak menggunakan harta itu sesuai dengan keinginan kita, tanpa memperdulikan lagi nilai-nilai yang diujikan pada harta yang ada padanya..............” Kata Ki Bijak.
“”Iya ki, bahkan ada beberapa orang yang sering sekali mengatakan bahwa kesehatan anak dan keluarganya karena mengkonsumsi ini dan itu, sehingga seakan-akan kesehatan mereka semata karena makanan atau suplemen yang dikonsumsinya, tanpa melihat Allah dibalik kesehatan anak dan keluarganya..............” Kata Maula.
“Suplemen, vitamin, obat atau olahraga yang kita lakukan, memang merupakan syari’at untuk kesehatan kita, tapi bukan itu yang membuat kita sehat, tapi Allah, terbukti betapa banyak orang yang mengkonsumsi vitamin dan obat, olahraga secara teratur juga mengalami sakit, karena sekali lagi, sehat dan sakit, dua-duanya ujian bagi kita, agar kita dapat memberikan respon terbaik ketika kita mengalaminya......”,
“Sakit kita, kemudian kita sabar dan tawakal, dan berikhtiar dengan menyerahkan sepenuhnya hasil upaya kita kepada Allah swt, insya allah, itu sebuah nilai pahala, sehat kita, kemudian kita memanfaatkannya untuk beribadah, untuk berusaha yang diridhai Allah, untuk berjuang dijalan Allah, insya allah, itu juga sebuah keutamaan disisi Allah..............” kata Ki Bijak.
“Uyut penjual sapu lidi yang bersahaja tapi bahagia, seorang juragan dan hartawan yang ‘menderita’................,
26. Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Ali Imran)
“Maha Benar firman-Mu ya Allah......................” kata Maula, terngiang kembali ayat yang sering dibacakan gurunya ketika taklim.
Wassalam
February, 18, 2008
“Iya Nak Mas, bukankah ini photo uyut penjual sapu lidi yang Nak Mas ceritakan beberapa waktu lalu.....?” Kata Ki Bijak.
“Benar ki, ini photo uyut penjual sapu lidi yang kemarin ana ceritakan.........” Kata Maula.
“Ada apa rupanya Nak Mas, sehingga Nak Mas masih nampak terkesan sekali dengan uyut ini.............” Kata Ki Bijak.
“Iya Ki, ana masih sangat terkesan dengan kebersahajaan uyut ini, selain juga ana sangat terkesan dengan kemandirian uyut dalam upaya menyambung hidupnya, belum lagi bagaimana sosok uyut ini mengajarkan betapa tangan diatas jauh lebih mulia dari tangan yang tengadah, sehingga uyut, dengan sisa-sisa tenaganya, lebih memilih menjual sapu lidi daripada meminta-minta, yang justru banyak dilakukan oleh orang-orang yang jauh lebih kuat dan lebih gagah dari uyut ini.........” Kata Maula.
“Lalu Nak Mas...........?” Tanya Ki Bijak yang dengan sabar menyimak apa yang diutarakan Maula.
“Tepat seminggu atau dua minggu sesudahnya, ana mendapat sebuah PR besar lagi untuk ana pecahkan ki.........” Kata Maula.
“PR apa Nak Mas......?” Tanya Ki Bijak.
“Teman ana ki, seorang teman yang dua tahun lebih tidak pernah berkunjung, tidak pernah ketemu, tidak pernah telpon, kemarin ‘tiba-tiba’ datang kerumah dengan membawa PR itu ki...........” Kata Maula.
“Cukup lama ya Nak Mas tidak ketemu dengan teman Nak Mas itu, dua tahun.....” Kata Ki Bijak
“Ya ki, setelah lama tak ada kabar beritanya, teman ana datang kerumah, kemudian ia bercerita bahwa dia keluar dari pekerjaannya........” Kata Maula.
“Kenapa Nak Mas, kenapa teman Nak Mas itu keluar dari pekerjaannya.....?” Tanya Ki Bijak dengan nada prihatin.
“Ia tidak cerita secara detail alasan kenapa ia keluar kerja, tapi justru ana lebih tertarik dengan ceritanya tentang majikan yang selama ini ia layani, teman ana bercerita kalau majikannya ini adalah seorang pejabat teras sebuah perusahaan besar, dengan gaji besar, disamping juga usaha pribadinya yang menghasilkan banyak uang, selain memiliki wajah rupawan dan istri yang cantik jelita, ki.........” Kata Maula.
“Lalu.......?” Tanya Ki Bijak.
“Ditengah limpahan materi yang membuat banyak orang iri itu, justru sang majikan itu memiliki jalur cerita yang berbanding terbalik dengan limpahan materinya........” Kata Maula.
“Maksudnya Nak Mas........?” Tanya Ki Bijak.
“Ya itu ki, gajinya yang puluhan juta, pendapatan usahanya yang puluhan juta, jabatannya yang tinggi serta wajahnya yang tampan, tidak mampu membuatnya bahagia, tapi justru kehidupannya jauh dari kata bahagia ki........” Kata Maula.
“Kenapa Nak Mas......?” Tanya Ki Bijak.
“Keluarganya berantakan, hartanya jadi rebutan, wajah tampannya menjadi fitnah baginya, aneh ya ki........, kenapa justru uyut yang bersahaja bisa hidup laksana disurga, sementara sang majikan yang hidup bergelimang harta, justru seperti berada didalam neraka..............” Kata Maula.
Ki Bijak tersenyum, “Tidak ada yang aneh Nak Mas, dan dalam hemat Aki, apa yang Nak Mas alami beberapa waktu terakhir bukanlah sebuah ‘kebetulan’, kalau sebelumnya Nak Mas dipertemukan dengan uyut yang bersahaja tapi bahagia, dan beberapa waktu kemudian Nak Mas diperdengarkan cerita jutawan yang sengsara, itu adalah sebuah ibrah yang sangat besar dan berharga untuk Nak Mas renungkan................” Kata Ki Bijak.
“Ada makna apa dibalik semua yang ana alami ini ki................?” Tanya Maula.
“Makna dan pesannya sangat jelas Nak Mas, bahwa kebersahajaan, kekurangan, ‘kemiskinan’, yang disimbolkan dengan uyut penjual sapu lidi itu, sama sekali tidak berarti kehinaan dan kenistaan, justru ‘kekurangan’ yang ada pada uyut, menjadikan uyut sebagai ‘sosok teladan’ bagi Nak Mas untuk tidak silau dengan gemerlap dunia ini, dan ini dibuktikan langsung melalui apa yang diceritakan teman Nak Mas, bahwa seorang jutawan, seorang hartawan, seorang yang kaya raya, tidak secara otomatis menjadikan orang itu bahagia dan mulia, sebaliknya ‘kelebihan’ yang ada padanya justru menjadikan terjebak pada ketidakbahagiaan, tidak kah Nak Mas melihat ini sebuah pelajaran yang sangat mahal dan berharga.....?” Kata Ki Bijak.
“Tidakkah Nak Mas melihat, disana ada pesan yang sangat jelas dan dalam untuk Nak Mas tafakuri, tidakkah Nak Mas melihat bahwa kedatangan teman Nak Mas adalah sebuah ‘cara’ dari Allah untuk mengingatkan Nak Mas, karena mungkin Nak Mas masih menyimpan sedikit keraguan setelah ‘pesan’ yang disampaikan melalui uyut penjuan sapu lidi itu.........” Kata Ki Bijak.
“Subhanallah, astaghfirullah.........., Aki benar ki, itu jawaban atas PR ana ki........., itu jawaban atas pertanyaan ana, apakah ana harus menjadi orang kaya agar ana bisa menajdi bahagia........, dan apa yang Aki katakan tadi, merupakan jawaban atas pertanyaan ana selama ini...........” Kata Maula.
“Berkali-kali Aki katakan bahwa agama kita tidak melarang seseorang untuk menjadi kaya dan berharta, yang salah adalah ketika kita memandang kekayaan adalah segala-galanya, yang tidak boleh adalah ketika kita memandang kekayaan sebagai kemulian, yang harus kita perhatikan adalah jangan sampai kita beranggapan bahwa kekayaan berarti secara otomatis kebahagian, karena dengan sangat jelas terpampang dihadapan Nak Mas, kebahagiaan justru berpihak pada mereka yang bersyukur dan tawakal kepada Allah, bukan pada mereka yang tamak dan bangga dengan harta kekayaan, bukan pada mereka yang menjadikan kekayaan sebagai satu-satunya tujuan yang harus dicapai, tanpa pernah berfikir dari mana kekayaan itu berasal dan bagaimana seharusnya amanah harta itu dibelanjakan...................” Kata Ki Bijak.
“Nak Mas masih ingat dengan ayat ini...........” Tanya Ki Bijak
35. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan Hanya kepada kamilah kamu dikembalikan.
“Ya ki, Surat Al Anbiya, ayat 35 ya ki......................” Kata Maula.
“Dan Nak Mas masih ingat sepenggal hikmah yang pernah kita diskusikan beberapa waktu lalu mengenai ayat ini....................?” Tanya Ki Bijak.
“Iya ki, kebaikan dan keburukan yang kita terima, dua-duanya adalah ujian dari Allah sebagai ujian yang sebenar-benarnya.............” Kata Maula.
“Ya Nak Mas, ini yang sering kita lupakan, kita hanya menganggap ujian terhadap keburukan yang kita terima, kita hanya merasa diuji ketika kita tidak punya harta, kita hanya merasa diuji ketika kita terkena sesuatu yang tidak kita sukai, kita hanya merasa diuji ketika sakit, ketika kehilangan, ketika kematian ..,
“Sementara banyak diantara kita justru lalai ketika menerima kebaikan, banyak diantara kita yang menganggap dan beranggapan kebaikan yang kita terima adalah semata karena ilmu kita, karena kerja keras kita, karena usaha kita, tanpa melihat dan berfikir disana ada ujian Allah kepadanya, untuk menguji sejauh mana ia bisa bersyukur dan memanfaatkan amanah hartanya sesuai dengan kehendak yang menitipkannya, dan ketika kita berfikir harta kita adalah semata hasil upaya kita sendiri, kita akan cenderung merasa berhak menggunakan harta itu sesuai dengan keinginan kita, tanpa memperdulikan lagi nilai-nilai yang diujikan pada harta yang ada padanya..............” Kata Ki Bijak.
“”Iya ki, bahkan ada beberapa orang yang sering sekali mengatakan bahwa kesehatan anak dan keluarganya karena mengkonsumsi ini dan itu, sehingga seakan-akan kesehatan mereka semata karena makanan atau suplemen yang dikonsumsinya, tanpa melihat Allah dibalik kesehatan anak dan keluarganya..............” Kata Maula.
“Suplemen, vitamin, obat atau olahraga yang kita lakukan, memang merupakan syari’at untuk kesehatan kita, tapi bukan itu yang membuat kita sehat, tapi Allah, terbukti betapa banyak orang yang mengkonsumsi vitamin dan obat, olahraga secara teratur juga mengalami sakit, karena sekali lagi, sehat dan sakit, dua-duanya ujian bagi kita, agar kita dapat memberikan respon terbaik ketika kita mengalaminya......”,
“Sakit kita, kemudian kita sabar dan tawakal, dan berikhtiar dengan menyerahkan sepenuhnya hasil upaya kita kepada Allah swt, insya allah, itu sebuah nilai pahala, sehat kita, kemudian kita memanfaatkannya untuk beribadah, untuk berusaha yang diridhai Allah, untuk berjuang dijalan Allah, insya allah, itu juga sebuah keutamaan disisi Allah..............” kata Ki Bijak.
“Uyut penjual sapu lidi yang bersahaja tapi bahagia, seorang juragan dan hartawan yang ‘menderita’................,
26. Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Ali Imran)
“Maha Benar firman-Mu ya Allah......................” kata Maula, terngiang kembali ayat yang sering dibacakan gurunya ketika taklim.
Wassalam
February, 18, 2008
No comments:
Post a Comment