“Kenapa Nak Mas................?” Tanya Ki Bijak demi melihat Maula yang nampak menengadahkan wajahnya sambil menerawang, matanya sedikit berkaca-kaca.
“Ki, Aki dengar suara orang mengaji itu ki..................?” Maula balik bertanya.
“Iya Nak Mas, itu surat Ar-rahman, ada apa Nak Mas................” Kata Ki Bijak.
Maula terdiam sejenak, ia menghela nafas panjang, sejurus kemudian Maula mengutarakan apa yang mengganjal didalam hatinya.
“Ki, ana malu sekali setiap kali setiap kali ana mendengar ayat-ayat itu ki............” Kata Maula.
“Ayat yang mana Nak Mas.................?” Tanya Ki Bijak heran.
“Mulai ayat ketiga belas ki...................” Kata Maula sambil mengutip ayat dimaksud.
13. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
“Kenapa Nak Mas..............?” Tanya Ki Bijak.
“Ana malu karena ana merasa telah banyak mendustakan nikmat Allah yang selama ini ana rasakan.....................” Kata Maula.
“Lalu.................?” Tanya Ki Bijak.
“Ki, sejujurnya, akhir-akhir ini ana mengalami pergulatan bathin yang sangat keras, ana merasakan gejolak bathin yang demikian kencang, ana merasakan desakan nafsu yang terus menerus mendorong ana untuk memenuhi keinginan-keinginan duniawi ana ki, seperti ana pengin mendapatkan pendapatan lebih, ana ingin punya kendaraan, ana pingin rumah yang lebih besar, dan masih banyak lagi desakan-desakan seperti itu ki...............” Kata Maula.
“Ya Nak Mas.................” Ki Bijak membiarkan Maula untuk mengeluarkan seluruh unek-uneknya.
“Sementara disisi lain, ana merasakan ‘ketakutan’ yang luar biasa ketika ana mendengar ayat itu ki, ana takut sekali kalau keinginan-keinginan ana itu mengurangi rasa syukur ana atau ana terjebak untuk mendustakan nikmat-nikmat Allah selama ini ki.....................” Kata Maula.
Ki Bijak mulai mengerti apa yang dimaksud Maula, lalu dengan bijak dan tutur kata yang lembut, Ki Bijak memberikan nasehat kepada Maula.
“Nak Mas, Aki mengerti apa yang Nak Mas rasakan, Aki mengerti gejolak bathin Nak Mas, Aki juga memahami keinginan-keinginan keinginan Nak Mas, selain Nak Mas masih muda, peperangan bathin semacam itu memang sangat lazim dialami oleh mereka yang tengah meretas ilmu menuju perbaikan...............” Kata Ki Bijak.
“Ki, apa yang harus ana lakukan...............?” Tanya Maula.
“Nak Mas, keinginan untuk mendapatkan penghasilan lebih, keinginan untuk memperoleh jabatan yang lebih tinggi, keinginan memiliki kendaraan dan keinginan-keinginan semacam itu adalah sesuatu yang lumrah dan wajar dimiliki oleh setiap orang, karena itu sebagian dari fitrah kita untuk menjadi lebih baik.....................”
“Keinginan-keinginan seperti itu wajar ki.............?” Tanya Maula sedikit heran
“Benar, keinginan-keinginan sperti itu wajar dengan sebuah catatan..............” Kata Ki Bijak.
“Dengan sebuah catatan ki............?” Tanya Maula lagi.
“Ya, dengan catatan semua keinginan Nak Mas itu dilandasi dengan pondasi yang benar dan kokoh............” Kata Ki Bijak.
“Maksudnya ki.................?” Tanya Maula
“Setiap orang ingin ‘kaya’ itu wajar, selama ia tidak memandang kekayaan itu sebagai suatu kemuliaan, dan menganggap bahwa kemiskinan adalah sebuah kehinaan..........” Kata Ki Bijak.
“Yang banyak terjadi sekarang ini adalah orang-orang berlomba-lomba untuk mengumpulkan kekayaan karena menganggap dengan kekayaan ia otomatis menjadi mulia, pahadal anggapan seperti itu bisa jadi salah................” Kata Ki Bijak.
“Salah kenapa ki.............?” Kata Maula.
“Harta yang banyak, pangkat yang tinggi, rumah bertingkat, tidak lebih merupakah sebuah ‘alat’, bukan merupakan tujuan, benar kita dalam menggunakan alat itu, maka besar pula potensi kita mencapai tujuan kita, sebaliknya, salah sedikit saja kita memakai ‘alat’ itu, bisa jadi senjata makan tuan.........”
“Sudah banyak contoh orang yang menjadikan harta, pangkat dan jabatan sebagai tujuan, dan akibatnya ia lupa bagaimana menggunakan alat tersebut dan pada akhirnya mencelakakan dirinya sendiri...”,
“Harta yang berlimpah, ketika digunakan sesuai dengan fungsi dan kegunaannya, digunakan dijalan Allah, digunakan untuk menyantuni anak yatim, digunakan untuk membantu pendidikan, digunakan untuk berjihad dijalan Allah, harta yang semacam inilah yang akan menolong dan menyelamatkan pemiliknya dari siksa api neraka......”
“Jabatan dan wewenang yang digunakan untuk mengayomi rakyat, jabatan dan wewenang untuk yang digunakan untuk melindungi kaum lemah, untuk menegakan keadilan, untuk memberantas kemaksiatan, jabatan dan wewenang semacam inilah yang akan menjadi tameng bagi para pemiliknya dari kehinaan didunia dan diakhirat...........”
“Rumah besar, mobil mewah yang digunakan untuk menghidupkan rasa syukur kepada Allah, rumah besar dan mobil mewah yang mengantar pemiliknya melintasi jalan-jalan keridhaan Allah, maka rumah dan mobil semacam inilah yang akan menjadi benih-benih kebaikan bagi pemiliknya didunia dan akhirat...............” Kata Ki Bijak.
“Sebaliknya, harta yang berlimpah, yang digunakan untuk foya-foya, untuk bermaksiat, untuk berjudi, untuk berbangga diri, harta semacam ini merupakan bahan bakar yang setiap saat menyala dan membakar pemiliknya.......”
“Pangkat dan jabatan yang digunakan untuk menindas, untuk berbuat dhalim,untuk memenuhi nafsu birahi, pangkat dan jabatan semcam ini merupakan bara dalam sekam, yang pada gilirannya akan menghanguskan pemiliknya....”
“Pun demikian dengan rumah megah dan mobil mewah yang digunakan bukan pada tempatnya, hanya akan menjadi pemicu lahirnya keburukan-keburukan bagi pemiliknya..................” Kata Ki Bijak.
“Jadi bagaimana ana harus bersikap, ki.....................” Tanya Maula.
“Sikapilah semuanya sebagai sebuah ujian Nak Mas, keinginan Nak Mas, adalah ujian sejauh mana Nak Mas mampu mengendalikan keinginan-keinginan itu agar tidak menjadi liar dan tidak terkendali, sebaliknya ‘ketakutan’ Nak Mas juga harus dimaknai bahwa Nak Mas lebih dalam lagi mengaji dan mengkaji apa yang terkandung didalam ayat-ayat itu, menurut hemat Aki, Allah tidak bermaksud menakut-nakuti kita dengan ayat itu, tapi lebih sebagai bukti rahman rahim_Nya agar kita tidak benar-benar terjebak untuk mendustakan nikmat-nikmat-Nya.......” Kata Ki Bijak.
“Lalu Aki pesan kepada Nak Mas, agar Nak Mas memperkaya hati Nak Mas terlebih dahulu sebelum Nak Mas disibukan untuk mengejar kekayaan duniawi, agar kelak, insha Allah, jika Nak Mas dipercayai amanah berupa harta maupun pangkat dan jabatan, Nak Mas sudah memiliki landasan yang kokok dan kuat untuk tidak memandang kekayaaan, pangkat dan jabatan secara berlebihan, agar Nak Mas tidak terjebak menjadi orang yang mendustakan nikmat Allah...................” Kata Ki Bijak.
“Terima kasih ki, semoga Allah memberikan ana kekayaan hati, kekayaan hakiki, kekayaan yang akan menjadi jembatan ana untuk mendekat kepada_Nya.......” Kata Maula.
“Semoga Nak Mas..................” Jawab Ki Bijak sambil menyambut uluran tangan Maula yang pamitan.
Wassalam
Februari 01, 2008
“Ki, Aki dengar suara orang mengaji itu ki..................?” Maula balik bertanya.
“Iya Nak Mas, itu surat Ar-rahman, ada apa Nak Mas................” Kata Ki Bijak.
Maula terdiam sejenak, ia menghela nafas panjang, sejurus kemudian Maula mengutarakan apa yang mengganjal didalam hatinya.
“Ki, ana malu sekali setiap kali setiap kali ana mendengar ayat-ayat itu ki............” Kata Maula.
“Ayat yang mana Nak Mas.................?” Tanya Ki Bijak heran.
“Mulai ayat ketiga belas ki...................” Kata Maula sambil mengutip ayat dimaksud.
13. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
“Kenapa Nak Mas..............?” Tanya Ki Bijak.
“Ana malu karena ana merasa telah banyak mendustakan nikmat Allah yang selama ini ana rasakan.....................” Kata Maula.
“Lalu.................?” Tanya Ki Bijak.
“Ki, sejujurnya, akhir-akhir ini ana mengalami pergulatan bathin yang sangat keras, ana merasakan gejolak bathin yang demikian kencang, ana merasakan desakan nafsu yang terus menerus mendorong ana untuk memenuhi keinginan-keinginan duniawi ana ki, seperti ana pengin mendapatkan pendapatan lebih, ana ingin punya kendaraan, ana pingin rumah yang lebih besar, dan masih banyak lagi desakan-desakan seperti itu ki...............” Kata Maula.
“Ya Nak Mas.................” Ki Bijak membiarkan Maula untuk mengeluarkan seluruh unek-uneknya.
“Sementara disisi lain, ana merasakan ‘ketakutan’ yang luar biasa ketika ana mendengar ayat itu ki, ana takut sekali kalau keinginan-keinginan ana itu mengurangi rasa syukur ana atau ana terjebak untuk mendustakan nikmat-nikmat Allah selama ini ki.....................” Kata Maula.
Ki Bijak mulai mengerti apa yang dimaksud Maula, lalu dengan bijak dan tutur kata yang lembut, Ki Bijak memberikan nasehat kepada Maula.
“Nak Mas, Aki mengerti apa yang Nak Mas rasakan, Aki mengerti gejolak bathin Nak Mas, Aki juga memahami keinginan-keinginan keinginan Nak Mas, selain Nak Mas masih muda, peperangan bathin semacam itu memang sangat lazim dialami oleh mereka yang tengah meretas ilmu menuju perbaikan...............” Kata Ki Bijak.
“Ki, apa yang harus ana lakukan...............?” Tanya Maula.
“Nak Mas, keinginan untuk mendapatkan penghasilan lebih, keinginan untuk memperoleh jabatan yang lebih tinggi, keinginan memiliki kendaraan dan keinginan-keinginan semacam itu adalah sesuatu yang lumrah dan wajar dimiliki oleh setiap orang, karena itu sebagian dari fitrah kita untuk menjadi lebih baik.....................”
“Keinginan-keinginan seperti itu wajar ki.............?” Tanya Maula sedikit heran
“Benar, keinginan-keinginan sperti itu wajar dengan sebuah catatan..............” Kata Ki Bijak.
“Dengan sebuah catatan ki............?” Tanya Maula lagi.
“Ya, dengan catatan semua keinginan Nak Mas itu dilandasi dengan pondasi yang benar dan kokoh............” Kata Ki Bijak.
“Maksudnya ki.................?” Tanya Maula
“Setiap orang ingin ‘kaya’ itu wajar, selama ia tidak memandang kekayaan itu sebagai suatu kemuliaan, dan menganggap bahwa kemiskinan adalah sebuah kehinaan..........” Kata Ki Bijak.
“Yang banyak terjadi sekarang ini adalah orang-orang berlomba-lomba untuk mengumpulkan kekayaan karena menganggap dengan kekayaan ia otomatis menjadi mulia, pahadal anggapan seperti itu bisa jadi salah................” Kata Ki Bijak.
“Salah kenapa ki.............?” Kata Maula.
“Harta yang banyak, pangkat yang tinggi, rumah bertingkat, tidak lebih merupakah sebuah ‘alat’, bukan merupakan tujuan, benar kita dalam menggunakan alat itu, maka besar pula potensi kita mencapai tujuan kita, sebaliknya, salah sedikit saja kita memakai ‘alat’ itu, bisa jadi senjata makan tuan.........”
“Sudah banyak contoh orang yang menjadikan harta, pangkat dan jabatan sebagai tujuan, dan akibatnya ia lupa bagaimana menggunakan alat tersebut dan pada akhirnya mencelakakan dirinya sendiri...”,
“Harta yang berlimpah, ketika digunakan sesuai dengan fungsi dan kegunaannya, digunakan dijalan Allah, digunakan untuk menyantuni anak yatim, digunakan untuk membantu pendidikan, digunakan untuk berjihad dijalan Allah, harta yang semacam inilah yang akan menolong dan menyelamatkan pemiliknya dari siksa api neraka......”
“Jabatan dan wewenang yang digunakan untuk mengayomi rakyat, jabatan dan wewenang untuk yang digunakan untuk melindungi kaum lemah, untuk menegakan keadilan, untuk memberantas kemaksiatan, jabatan dan wewenang semacam inilah yang akan menjadi tameng bagi para pemiliknya dari kehinaan didunia dan diakhirat...........”
“Rumah besar, mobil mewah yang digunakan untuk menghidupkan rasa syukur kepada Allah, rumah besar dan mobil mewah yang mengantar pemiliknya melintasi jalan-jalan keridhaan Allah, maka rumah dan mobil semacam inilah yang akan menjadi benih-benih kebaikan bagi pemiliknya didunia dan akhirat...............” Kata Ki Bijak.
“Sebaliknya, harta yang berlimpah, yang digunakan untuk foya-foya, untuk bermaksiat, untuk berjudi, untuk berbangga diri, harta semacam ini merupakan bahan bakar yang setiap saat menyala dan membakar pemiliknya.......”
“Pangkat dan jabatan yang digunakan untuk menindas, untuk berbuat dhalim,untuk memenuhi nafsu birahi, pangkat dan jabatan semcam ini merupakan bara dalam sekam, yang pada gilirannya akan menghanguskan pemiliknya....”
“Pun demikian dengan rumah megah dan mobil mewah yang digunakan bukan pada tempatnya, hanya akan menjadi pemicu lahirnya keburukan-keburukan bagi pemiliknya..................” Kata Ki Bijak.
“Jadi bagaimana ana harus bersikap, ki.....................” Tanya Maula.
“Sikapilah semuanya sebagai sebuah ujian Nak Mas, keinginan Nak Mas, adalah ujian sejauh mana Nak Mas mampu mengendalikan keinginan-keinginan itu agar tidak menjadi liar dan tidak terkendali, sebaliknya ‘ketakutan’ Nak Mas juga harus dimaknai bahwa Nak Mas lebih dalam lagi mengaji dan mengkaji apa yang terkandung didalam ayat-ayat itu, menurut hemat Aki, Allah tidak bermaksud menakut-nakuti kita dengan ayat itu, tapi lebih sebagai bukti rahman rahim_Nya agar kita tidak benar-benar terjebak untuk mendustakan nikmat-nikmat-Nya.......” Kata Ki Bijak.
“Lalu Aki pesan kepada Nak Mas, agar Nak Mas memperkaya hati Nak Mas terlebih dahulu sebelum Nak Mas disibukan untuk mengejar kekayaan duniawi, agar kelak, insha Allah, jika Nak Mas dipercayai amanah berupa harta maupun pangkat dan jabatan, Nak Mas sudah memiliki landasan yang kokok dan kuat untuk tidak memandang kekayaaan, pangkat dan jabatan secara berlebihan, agar Nak Mas tidak terjebak menjadi orang yang mendustakan nikmat Allah...................” Kata Ki Bijak.
“Terima kasih ki, semoga Allah memberikan ana kekayaan hati, kekayaan hakiki, kekayaan yang akan menjadi jembatan ana untuk mendekat kepada_Nya.......” Kata Maula.
“Semoga Nak Mas..................” Jawab Ki Bijak sambil menyambut uluran tangan Maula yang pamitan.
Wassalam
Februari 01, 2008
No comments:
Post a Comment